Anda di halaman 1dari 20

Peran SERM (Selektif Estrogen Reseptor Modulator)

Pada Pasien Tumor Ginekologi

I.PENDAHULUAN

Preparat estrogen merupakan sediaan yang banyak digunakan dalam


praktek sehari-hari untuk mengatasi kelainan haid, alat kontrasepsi dan terapi
hormon pengganti estrogen. Estrogen merupakan sex steroid hormon utama
pada wanita dan memiliki fungsi yang sangat essensial untuk siklus menstruasi.
Estrogen dibentuk sebagian besar di ovarium bersamaan dengan pertumbuhan
folikel. Sumber lain estrogen adalah korpus luteum dan plasenta. Liver,
payudara dan kelenjar adrenal juga menghasilkan estrogen meski dalam jumlah
yang sedikit.1
Hormon estrogen merupakan salah satu hormon steroid kelamin, karena
mempunyai struktur kimia berintikan steroid yang secara fisiologik sebagian
besar diproduksi oleh kelenjar endokrin sistem produksi wanita. Pria juga
memproduksi estrogen tetapi dalam jumlah jauh lebih sedikit, fungsi utamanya
berhubungan erat dengan fungsi alat kelamin primer dan sekunder wanita. Hal
yang spesifik bagi hormon ini pada wanita usia subur ialah sekresinya dari
ovarium berlangsung secara siklik dan peranannya yang sangat penting dalam
mempersiapkan kehamilan. Hormon ini juga berperan dalam proses perubahan
habitus seorang anak perempuan menjadi wanita dewasa, kemudian menjelang
akhir masa reproduksi, produksinya mulai menurun dan sekresinya tidak lagi
bersifat siklik.
Estrogen dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu estrone, estradiol,
dan estriol. Pada masa reproduksi tipe estrogen utama adalah estradiol. Aksi
enzimatik menghasilkan estradiol dari androgen. Testosteron juga berkontribusi
pada produksi estradiol, sementara estrogen estrone dihasilkan dari
androstenedion. Estriol merupakan hormon kehamilan dan hanya ditemukan
dalam jumlah besar pada saat kehamilan. Estriol dihasilkan juga oleh fetus dan
plasenta. Estradiol juga ditemukan pada wanita premenopause, fungsinya
sangat vital untuk kesehatan reproduksi dan seksual.1

1
Gambar 1. Pengaruh Estrogen pada beberapa bagian di tubuh manusia (2)

Persyaratan utama dari kuatnya efek estrogen adalah seberapa besar


kekuatan ikatan antara estrogen dengan reseptor estrogen. Ikatan antara
estrogen dan reseptornya ini harus memiliki konfigurasi sterik yang tepat
sehingga tetap dapat berikatan dengan elemen sensitif steroid pada DNA untuk
waktu yang lama dan mentriger efek biologis.1,2
Reseptor Estrogen telah digambarkan sejak empat dekade yang lalu.
Reseptor Estrogen mempunyai dua reseptor yaitu reseptor α (ER α) dan
reseptor β (ERβ). Kedua reseptor dikode oleh gen yang berbeda dan jaringan
yang di ekspresikan bervariasi melintasi berbagai organ. ER α diekspresikan
terutama pada jaringan reproduksi (uterus, payudara, dan ovarium), liver dan
sistem saraf pusat sedangkan ER β di ekpresikan pada jaringan yang lain
seperti tulang, endothelium, paru-paru, traktus urogenital, ovarium, system
saraf pusat dan prostat. Kedua reseptor ini dibentuk oleh rantai tunggal
polipeptida dengan 565 asam amino untuk ER α dan 530 asam amino untuk ER
β.2
Reseptor estrogen merupakan anggota dari superfamili reseptor-hormon
inti, yang memiliki kira-kira 150 anggota yang telah dikenal. Reseptor estrogen

2
memiliki beberapa domain fungsional. Domain yang berikatan dengan DNA
terdiri dari dua ikatan seng yang terlibat dalam pengikatan dan dimerisasi
reseptor. Domain yang berikatan dengan ligan berisi perangkat asam amino
berbeda yang mengikat ligan berbeda; domain ini juga berinteraksi dengan
protein koregulator. Domain terminal-N
memiliki derajat variabilitas yang tinggi dan normalnya terdiri dari domain
transkripsi yang bisa berinteraksi secara langsung dengan faktor - faktor
perlengkapan transkripsional. Domain terminal-C mengkontribusi kapasitas
transaktivasi reseptor.2,3

II. SELEKTIVE ESTROGEN RESEPTOR MODULATOR

Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM) merupakan suatu


kemajuan terapeutik yang cukup besar untuk praktek klinik saat ini. Istilah
“modulator reseptor estrogen selektif” diperkenalkan untuk mendefinisikan ligan
nonsteroid seperti tamoksifen yang antagonis dengan kerja estrogen dalam
beberapa jaringan, seperti payudara dan mirip kerjanya pada tempat lainnya
seperti uterus. SERM adalah senyawa-senyawa yang beraneka ragam secara
kimiawi yang tidak memiliki struktur steroid estrogen tetapi memiliki struktur
tertier yang memungkinkannya mengikat diri pada reseptor estrogen.
Walaupun sebagian anggota dari kelas obat ini sudah tersedia selama puluhan
tahun, namun spesifisitas jaringannya pada manusia barulah belakangan ini
diketahui. Di antara wanita postmenopause, kerja agonis estrogen
menyebabkan tulang untuk menjaga densitas dan dalam sistem kardiovaskuler
dan otak untuk menjaga fungsinya, tetapi tidak pada payudara atau
endometrium.2,4
Kata yang ideal untuk SERM yakni yang memiliki efek estrogen pada
tulang dan serum lipid, efek alami dari uterus dan efek antiestrogenik pada
jaringan di payudara, namun tidak satupun dari efek yang tidak menguntungkan
berhubungan dengan terapi umum yang sedang ditangani saat ini. Ospemifene,
lasofoxifene, bazedoxifene and arzoxifene merupakan molekul baru SERM
yang memiliki efek lebih baik dan potensial dibanding SERM yang dulu, hal ini
telah dibuktikan dari pengobatan dan pencegahan osteoporosis. Pengobatan ini

3
sudah dapat dibandingkan dengan terapi sulih hormon yang dilakukan pada
hewan coba.2
Gambar dibawah ini memperlihatkan bagaimana bentuk ligan berikatan
dengan reseptor estrogen baik α maupun β untuk menjadi sinyal estrogenik
atau non-estrogenik.4

Gambar 2. Molekuler yang mempengaruhi ekspresi SERMs di jaringan target (4)

Selective Estrogen Receptors Modulators (SERMs) disebut selektif


karena bekerja dengan cara memblok kerja estrogen/antagonist
(antiestrogenic) pada sel-sel payudara dan dapat mengaktifkan kerja
estrogen/agonist (estrogenic) pada sel-sel yang lain seperti tulang, liver dan
sel-sel uterus.2

III. MEKANISME KERJA SERMs


Pada model klasik tindakan estrogen, reseptor estrogen nuclear yang
tidak ditempati berlokasi di dalam nukleus sel-sel target dalam bentuk nonaktif.
Pengikatan terhadap agonis, seperti estradiol, mengubah sifat-sifat fisika-kimia
reseptor estrogen, yang memungkinkan dimer reseptor dapat berinteraksi
dengan rangkaian DNA spesifik (elemen-elemen respon estrogen) di dalam
promotor gen reaktif. Kemudian reseptor estrogen terikat-DNA mengatur

4
transkripsi gen-target, secara positip atau negatip (Gambar 3). Akan tetapi,
pengetahuan bahwa tamoxifen dan SERM lainnya mempunyai aktivitas agonis-
antagonis spesifik-jaringan menimbulkan kesadaran bahwa model klasik tidak
lengkap dan bahwa tindakan estrogen lebih kompleks daripada yang
dibayangkan. Mekanisme campuran tindakan agonis-antagonis spesifik-
jaringan SERM, walaupun masih hanya sebagian dipahami, lambat laun
semakin jelas.5
Sebagian besar farmakologi unik SERM bisa dijelaskan oleh tiga
mekanisme interaktif: ekspresi reseptor-estrogen diferensial di dalam jaringan
target tertentu, konformasi reseptor-estrogen diferensial atas pengikatan ligand
dan ekspresi diferensial dan pengikatan proein coregulator pada reseptor
estrogen (Gambar 3).5
Pertama, sel-sel target untuk tindakan estrogen mengandung homodimer
salah satu atau kedua spesies reseptor estrogen dalam konsentrasi yang
bervariasi - reseptor estrogen  dan reseptor estrogen  - dan juga heterodimer
reseptor estrogen -reseptor estrogen . Mencit dengan disrupsi genetik
reseptor estrogen  dan reseptor estrogen  menunjukkan fenotype yang
berbeda, yang menunjukkan bahwa masing-masing reseptor mempunyai
tindakan yang berbeda. Reseptor estrogen  hampir selalu merupakan
aktivator, sementara reseptor estrogen  bisa menghambat tindakan reseptor
estrogen  dengan membentuk heterodimer dengannya. Tambahan lagi,
analisa susunan-mikro pada mencit dengan penghapusan reseptor estrogen a
atau reseptor estrogen  menunjukkan bahwa reseptor estrogen  menghambat
transkripsi 240 gen reaktif-estrogen hingga 46 persen. Dengan demikian,
tingkat relatip ekspresi kedua isoform reseptor ini akan mempengaruhi
reaktivitas sel terhadap estrogen. Karena kedua SERM, raloxifene dan
tamoxifen, juga mengikat diri pada kedua isoform, obat ini juga akan
mempengaruhi reaktivitas seluler. Tentu saja, SERM ini berfungsi sebagai
antagonis murni bila bertindak melalui reseptor estrogen  pada gen yang
mengandung elemen-elemen reaksi estrogen tetapi bisa berfungsi sebagai
agonis parsial bila bertindak pada gen tersebut melalui reseptor estrogen .5,6

5
Kedua, kristalografi protein dan teknik yang mengevaluasi perubahan
permukaan menunjukkan bahwa pengikatan oleh estradiol, tamoxifen, raloxifen
atau antagonis estrogen murni ICI 164,384 menghasilkan konformasi reseptor-
estrogen unik untuk masing-masing ligand. Dengan demikian, pengikatan
ligand menghasilkan berbagai konformasi reseptor-estrogen mulai dari yang
dicapai bila reseptor terikat pada estrogen di satu ekstrim hingga yang dicapai
bila reseptor terikat pada antiestrogen di ekstrim lainnya. Reseptor estrogen
terikat-SERM mencapai suatu rangkaian kesatuan bentuk-bentuk antara.5,6
Ketiga, lebih dari 20 protein coregulator ditemukan yang mengikat diri
pada reseptor estrogen dan memodulasi fungsinya, yang masing-masing
bertindak sebagai regulator transkripsional positip atau negatip (masing-masing
coaktivator atau corepressor). Dengan tergantung pada konformasi reseptor
unik yang dipicu pengikatan ligand, protein-protein coregulator dengan
kombinasi yang bervariasi berinteraksi dengan reseptor estrogen dan
memodulasi fungsinya dengan berbagai cara. Tingkat relatip dan absolut
ekspresi protein coregulator bervariasi antara sel-sel target estrogen. Dalam
sebuah studi penting baru-baru ini, Shang dan Brown menemukan bahwa
tamoxifen dan raloxifen, yang merupakan antiestrogen untuk payudara,
bertindak pada sel-sel payudara dengan merekrut corepressor untuk promotor
target reseptor-estrogen. Sebaliknya, tamoxifen, yang merupakan agonis
estrogen untuk endometrium, bertindak di dalam sel-sel endometrial dengan
merekrut coaktivator untuk promotor target reseptor-estrogen, sementara
perekrutan ini tidak terjadi dengan raloxifen, yang mempunyai efek netral pada
endometrium. Peneliti juga menemukan bahwa kompleks reseptor-estrogen  -
tamoxifen mengaktifkan transkripsi dengan pengikatan pada promotor yang
tidak mengandung elemen-elemen reaksi estrogen melalui kontak protein-
dengan-protein dengan faktor-faktor transkripsi terikat-DNA lainnya. Tambahan
lagi, efek agonis dari tamoxifen tergantung pada konsentrasi yang lebih tinggi
dari coaktivator kunci, coaktivator reseptor steroid - 1 (SRC-1), di dalam sel-sel
endometrial. Dengan demikian, konsentrasi lokal yang bervariasi dari proein-
protein coregulator yang berbeda bisa memberi kontribusi kepada farmakologi

6
selektif-jaringan SERM. Model tindakan molekuler estrogen dan SERM
diperlihatkan dalam Gambar 3.5,6

Gambar 3. Mekanisme Reseptor Estrogen(5)

IV.KLASIFIKASI SERMs
Ada lima kelompok kimia SERMs: tripehenylethylenes, benzotiophenes,
tetrahydronaphtylenes, indoles dan benzopyrans.2,7
Tripehenylethylenes dikembangkan untuk terapi kanker payudara yang
estrogen dependent Contohnya Tamoxifene dan Toremifene. Tamoxifene
menginduksi efek positif pada densitas tulang sedangkan Toremifene
menyebabkan reduksi ringan pada densitas tulang. Campuran lain grup ini juga
merangsang stimulasi uterus dan untuk alasan ini pengembangannya dibatasi
dan penggunaannya terbatas pada kasus-kasus kanker payudara, sedangkan
yang lain masih dalam fase awal pengembangan.2,7
Benzotiophenes adalah kelompok kedua. Raloxifene adalah molekul
utama kelompok ini dan sekarang ini digunakan luas untuk preventif dan terapi
osteoporosis. Kelompok SERNs ini adalah antiresorptif pada tulang, tidak
mempunyai efek stimulasi pada endometrium, dan mempunyai efek estrogen-
like pada lemak. Raloxifene mempunyai efek menghambat ER positive sel-sel

7
kanker payudara. Arzoxifene adalah SERMs yang lain dari kelompok ini yang
saat ini dalam fase III percobaan klinik.2,7
Tetrahydronaphtylenes. Lasofoxifene adalah perwakilan utama kelompok
ini. Lasofoxifene saat ini dalam pengembangan tahap lanjut (fase III percobaan
klinik).
Indoles.Bazedoxifene dan pipendoxifene adalah dua molekul utama dari
kelompok ini. Saat ini dalam fase III percobaan klinik menunjukkan fungsi
protektif tulang, menurunkan kolesterol dan tidak mempunyai efek pada uterus
pada OVX (ovariectomized) dan intak dari tikus percobaan.2,7
Benzopyrans. Ormeloxifene digunakan sebagai kontrasepsi.2

V. TINDAKAN PADA JARINGAN TARGET


Di tahun-tahun belakangan ini estrogen adalah obat yang paling sering
diresepkan di dunia. Pada tahun 1999 dilaporkan obat ini digunakan oleh 38
persen wanita pascamenopausal Amerika. Akan tetapi, penggunaan estrogen
menurun tajam dengan munculnya di penghujung musim panas terakhir
keputusan dewan pemonitoran data dan keamanan Women's Health Initiative
bahwa risiko lebih berat daripada manfaat. Women's Health Initiative adalah
percobaan prospektif, yang disponsori oleh National Institutes of Health, yang
melibatkan 16.608 wanita pascamenopausal yang dialokasikan secara acak
untuk pengobatan setiap hari dengan 0,625 estrogen berkonjugasi dan 2,5 mg
medroxyprogesteron acetat, aturan terapi penggantian-hormon yang umum
digunakan, atau dengan placebo. Percobaan ini awalnya dijadwalkan untuk
berlangsung selama 8,5 tahun tetapi dihentikan setelah 5,2 tahun, walaupun
subkelompok wanita yang menjalani histerectomi dan yang menggunakan
estrogen tanpa medroxyprogesteron dibolehkan terus melanjutkannya.
Walaupun aturan atau dosis estrogen lainnya tidak akan selalu memberikan
hasil-hasil serupa, hasil percobaan semakin terfokus tajam pada risiko terapi
penggantian-hormon dalam kaitannya dengan peningkatan penyakit
cardiovascular, stroke, emboli paru dan kanker payudara. Tetapi Women's
Health Initiative juga memberikan data terkontrol pertama yang menunjukkan

8
bahwa terapi penggantian-hormon melindungi terhadap fraktur osteoporosis
dan bisa menurunkan kejadian kanker kolorektal.5
Satu konsekuensi dari temuan-temuan Women's Health Initiative adalah
peningkatan perhatian pada terapi dengan SERM, karena potensinya
mempertahankan sebagian besar efek bermanfaat estrogen sambil
menghindari sebagian besar efek merugikannya. Pada bagian-bagian berikut,
kami meninjau tindakan yang bersesuaian dan yang bertolak-belakang dari
estrogen dan SERM pada berbagai jaringan target (Tabel 1).5

Tabel 1. Perbandingan mekanisme yang diseleksi dan efek samping dari Estrogen
dengan SERMs yang tersedia di klinik (5)

Tulang
Estrogen bertindak pada sel-sel tulang, yang mengandung kedua
isoform reseptor-estrogen. Akan tetapi, konsentrasi reseptor estrogen  lebih
tinggi di dalam tulang-tulang cancellus yang sedang berkembang, sementara
konsentrasi reseptor-estrogen  lebih tinggi di dalam tulang cortical yang
sedang berkembang. Defisiensi estrogen adalah penyebab utama osteoporosis
pascamenopausal. Bila estrogen defisien, pergantian tulang meningkat dan
resorpsi tulang meningkat lebih besar daripada pembentukan tulang, yang

9
menyebabkan kehilangan tulang. Terapi penggantian-hormon membalikkan
perubahan ini pada wanita pada fase dini maupun fase lanjut periode
pascamenopausal. Walaupun telah dibuktikan oleh banyak studi pengamatan,
Women's Health Initative adalah percobaan klinik acak besar pertama yang
menunjukkan bahwa terapi penggantian-hormon mengurangi fraktur
osteoporosis, termasuk penurunan 34 persen fraktur tulang belakang dan
fraktur panggul. Penurunan ini terjadi sekalipun subjek studi berisiko rendah
atas fraktur.5,7
Walaupun penelitian awal memastikan bahwa tamoxifen adalah
antagonis estrogen untuk payudara, studi selanjutnya pada binatang dan studi
klinik menunjukkan bahwa tamoxifen adalah agonis lemah untuk tulang. Akan
tetapi, pada wanita pascamenopausal pertambahan kepadatan tulang setelah
dua tahun terapi tamoxifen kecil, dan setengah dari peningkatan jangka pendek
ini hilang setelah lima tahun pengobatan berkelanjutan. Tamoxifen dilaporkan
meningkatkan dan juga menurunkan risiko fraktur panggul. Dari data terbatas
yang ada tersedia, toremifene tampaknya merupakan agonis tulang yang lebih
lemah daripada tamoxifen.5,7
Efek raloxifen pada tulang sudah ditegaskan dengan jelas. Pada wanita
pascamenopausal penderita osteoporosis, pengobatan dengan raloxifene
mengurangi penanda pergantian tulang hingga 30 sampai 40 persen setelah
satu tahun dan peningkatan kepadatan tulang di beberapa tempat scanning
hingga 2 sampai 3 persen setelah tiga tahun. Raloxifene juga mengurangi
kejadian fraktur tulang belakang hingga 30 sampai 50 persen, tergantung pada
dosis, tetapi tidak mengurangi kejadian fraktur panggul atau fraktur non-tulang
belakang lainnya. Walaupun terapi bisphosphonate (alendronat atau risedronat)
mengurangi fraktur non-tulang belakang, penurunan fraktur tulang belakang
kira-kira 50 persen hanya sedikit lebih besar daripada dengan terapi raloxifene,
meskipun dengan adanya fakta bahwa kepadatan tulang meningkat hingga
tingkat yang jauh lebih besar (4 sampai 9 persen lebih besar di tempat scanning
kepadatan-tulang yang sama). Walaupun penjelasan untuk paradoks ini tidak
jelas, Riggs dan Melton menunjukkan bahwa banyak efek antifraktur dari obat
antiresorptif seperti raloxifene di tempat tulang cancelus terjadi akibat dari

10
normalisasi tingkat pergantian tulang yang tinggi dan dengan demikian terjadi
akibat dari pencegahan gangguan mikroarsitektural lebih lanjut. Mereka juga
menunjukkan bahwa hanya perlu dicapai ambang batas terapeutik rendah
untuk mencegah osteoclast memperforasi pelat trabecular dan dengan
demikian mengurangi fraktur di tempat tulang cancelus, seperti tulang
belakang. Ambang batas rendah ini bisa dicapai dengan obat antiresorptif yang
kurang kuat, seperti raloxifene. Akan tetapi, untuk mengurangi fraktur di tempat
tulang cortical, seperti panggul, perlu kiranya ditingkatkan kepadatan tulang
secara lebih berarti dengan menggunakan obat antiresorptif atau perangsang-
pembentukan yang kuat. Tabel 2 merangkumkan efek dua SERM pada
kepadatan mineral tulang menurut hasil-hasil percobaan acak berkontrol
besar.5

Payudara
Estrogen menstimulasi proliferasi sel-sel epithelial payudara, dan
estrogen endogen maupun estrogen eksogen disebut-sebut dalam patogenesis
kanker payudara. Women's Health Initiative menunjukkan bahwa terapi
penggantian-hormon terkait dengan peningkatan relatip 27 persen dalam
kanker payudara invasif (38 vs 30 kasus per 10.000 pasien-tahun), suatu
statistik yang serupa dengan peningkatan 35 persen yang ditemukan dalam
sebuah meta-analysis atas 51 studi pengamatan.5
Tamoxifen menunjukkan efikasi untuk pengobatan dan pencegahan
kanker payudara positip reseptor-estrogen. Terapi tamoxifen adjuvant
(diberikan setelah bedah awal) mengurangi secara signifikan risiko
kekambuhan dan kematian akibat kanker payudara pada semua kelompok
yang dikaji. Dalam sebuah tinjauan singkat atas 37.000 wanita penderita kanker
payudara dari 55 percobaan terapi adjuvant, penurunan proporsi kekambuhan
adalah 47 persen setelah 5 tahun pengobatan dengan tamoxifen dan
penurunan proporsi mortalitas adalah 26 persen setelah 10 tahun. Peningkatan
absolut dalam kelangsungan hidup 10-tahun adalah 10.9 persen pada kanker
payudara nodus positif dan 5,6 persen pada kanker payudara nodus negatif.

11
Wanita penderita penyakit reseptor-estrogen negatif memperoleh sedikit, kalau
ada, manfaat.5,7
Hasil-hasil terbaik tampaknya dicapai setelah lima tahun pengobatan;
setelah itu, efek bermanfaat berkurang dan toksisitas meningkat, walaupun
durasi optimal pemberian masih sedang diteliti. Tamoxifen pada pokoknya
bersifat sitostatik dan memperlambat proliferasi sel-sel kanker payudara
dengan menghambat perkembangannya dari fase G1 siklus sel, tetapi ini juga
mencakup apoptosis secara in vitro dan dengan demikian bisa memiliki sifat-
sifat cytocidal secara in vivo. Sekitar setengah wanita penderita kanker
payudara reseptor-estrogen positif stadium lanjut akan mengalami reaksi
terhadap terapi tamoxifen, sementara hanya 5 persen wanita yang kankernya
reseptor-estrogen negatif yang akan mengalami reaksi.5
Penurunan risiko kanker payudara kontralateral dalam percobaan
adjuvant tamoxifen menyebabkan pengikutsertaannya dalam percobaan
pencegahan-primer acak. Dari antara 13.388 partisipan dalam Percobaan
Pencegahan Kanker Payudara, terjadi 49 persen penurunan risiko kanker
payudara invasif, tetapi manfaat terbatas pada tumor reseptor-estrogen positif.
Dua percobaan pencegahan-primer yang lebih kecil dari Royal Marsden
Hospital di London dan dari Italia gagal menunjukkan bahwa tamoxifen
mengurangi risiko kanker payudara. Percobaan Studi Intervensi Kanker
Payudara Internasional I (IBIS-I) yang dilaporkan baru-baru ini menunjukkan
penurunan 25 persen kanker payudara invasif dengan tamoxifen. Akan tetapi,
tidak ada percobaan yang menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup
dengan tamoxifen; ternyata, sedikit lebih banyak kematian dalam kelompok
tamoxifen dalam percobaan IBIS-I disebabkan kejadian thromboembolik yang
berlebihan. Penilaian teknologi baru-baru ini oleh American Society of Clinical
Oncology menyimpulkan bahwa efek menguntungkan tamoxifen pada risiko
kanker payudara haruslah dipertimbangkan bobotnya terhadap efek samping
potensialnya pada masing-masing wanita.5,7
Toremifene disetujui Food and Drug Administration untuk pengobatan
kanker payudara stadium lanjut. Akan tetapi, dalam percobaan acak head-to-
head, tamoxifen dan toremifen terbukti mempunyai profil efikasi dan efek-

12
samping yang sangat serupa dan menunjukkan resistansi-silang dengan satu
sama lainnya. Dalam percobaan Multiple Outcomes of Raloxifene Evaluation
(MORE), yang dirancang untuk menilai efikasi antifraktur, raloxifen mengurangi
risiko kanker payudara hingga 76 persen. Karena percobaan MORE
dilaksanakan pada wanita yang lebih tua penderita osteoporosis yang tidak
mengalami peningkatan risiko kanker payudara, hasil-hasil menguntungkan ini
tidak selalu bisa diekstrapolarisasikan untuk wanita yang lebih muda yang
berisiko tinggi untuk kanker payudara. Isu ini haruslah dituntaskan oleh
percobaan Studi Tamoxifen dan Raloxifen (STAR) yang masih terus
berlangsung, yang merupakan perbandingan head-to-head efikasi raloxifen dan
ramoxifen pada wanita yang mengalami peningkatan risiko kanker payudara.
Sebuah percobaan tahap 1 dengan arzoxifen (LY353381.HC1), SERM
generasi-ketiga baru, menunjukkan penyakit stabil pada 6 dari 32 pasien
resisten-tamoxifen penderita kanker payudara metastatik, dan studi tahap 2
sedang dilaksanakan. Beberapa percobaan besar yang mengkaji pertanyaan
yang belum terpecahkan tentang peranan SERM dalam pencegahan dan
pengobatan kanker payudara sedang berlangsung.5,7

Traktus Genitourinarius
Defisiensi estrogen memicu perubahan atrofik pada traktus
genitourinarius dan gejala-gejala dispareunia. Pada wanita pascamenopausal
dengan rahim utuh, pemberian estrogen tanpa-tanding meningkatkan kejadian
karsinoma endometrial. Pengobatan kombinasi dengan progestin mencegah
peningkatan ini, tetapi komponen progestin dari terapi penggantian-hormon
adalah penyebab utama dari masalah terkait-pengobatan yang umum yaitu
edema dan gejala-gejala mirip-sindrom prahaid. Namun masalah utama lainnya
dengan terapi penggantian-hormon adalah perdarahan vaginal breakthrough
dan perdarahan vaginal withdrawal.5
Penggunaan raloxifen menghapuskan kedua masalah, karena tidak
menstimulasi endometrium dan tidak membutuhkan pengobatan progestin.
Dalam periode tiga tahun, ketebalan endometrium dinilai dengan ultrasonografi
dan perdarahan vaginal serupa pada subjek yang diobati-raloxifen dan subjek

13
yang menerima placebo. Tambahan lagi, terapi penggantian-hormon, tetapi
tidak terapi raloxifen atau tamoxifen, meningkatkan inkontinensia urin secara
signifikan. Akan tetapi, seperti halnya estrogen, tetapi berbeda dengan
raloxifen, tamoxifen terkait dengan peningkatan 2,5 kali lipat karsinoma
endometrium, karenanya perdarahan vaginal pada wanita yang menerima
tamoxifen haruslah segera diselidiki.5

Sistem Kardiovaskuler
Penyakit arteri koroner menyebabkan sepertiga dari semua kematian
pada wanita pascamenopausal. Baik terapi estrogen maupun terapi SERM
memicu profil lipid serum bermanfaat, walaupun pola perubahan ini berbeda.
Perubahan lipid serum utama dengan estrogen oral adalah peningkatan
kolesterol lipoprotein kepadatan-tinggi (HDL) dan trigliserida serta penurunan
kolesterol lipoprotein kepadatan-rendah (LDL). Tamoxifen, toremifen dan
raloxifen juga menurunkan kolesterol LDL tetapi, berbeda dengan estrogen,
tidak meningkatkan trigliserida. Toremifen, berbeda dengan SERM lainnya,
meningkatkan kolesterol HDL. Pengobatan dengan estrogen atau SERM
mengubah indeks koagulasi-darah dalam arah peningkatan penggumpalan, dan
estrogen, tetapi tidak raloxifen, meningkatkan indeks inflammasi. Estrogen,
tetapi tidak raloxifen, juga memperlambat atherosklerosis yang dipicu melalui
percobaan pada model kera, sementara raloxifen 75 persen seefektif estrogen
pada model kelinci. Tambahan lagi, pada tikus yang telah menjalani
ovariektomi, raloxifen sama efektifnya dengan estrogen dalam meningkatkan
dilatasi arteri-koroner dipicu-nitrat oksida dan dalam memperlambat penebalan
intimal dipicu-cedera pada arteri karotid.5
Studi pengamatan menemukan bahwa wanita yang menerima terapi
penggantian-hormon mengalami 30 sampai 35 persen lebih rendah risiko
penyakit koroner. Dengan demikian, laporan dua percobaan klinik acak tentang
terapi penggantian-hormon yang gagal menunjukkan manfaat pada wanita
pascamenopausal penderita penyakit arteri koroner tidak diperkirakan,
walaupun percobaan lain menunjukkan bahwa terapi estrogen memperlambat
perkembangan atherosklerosis subklinik. Akan tetapi, hasil Women's Health

14
Initiative pada wanita pascamenopausal, sebagian besar wanita yang tidak
berisiko tinggi untuk penyakit jantung koroner, sangat memperihatinkan:
partisipan mengalami peningkatan 23 persen penyakit kardiovaskuler (37 vs 30
kasus per 10.000 orang-tahun) dan peningkatan 38 persen stroke (29 vs 21
kasus per 10.000 orang-tahun). Dengan demikian, tidak ada pembenaran saat
ini atas penggunaan terapi penggantian-hormon untuk mencegah atau
mengobati penyakit kardiovaskuler.5
Bagaimana menyesuaikan temuan-temuan ini dengan data sebelumnya
yang menunjukkan manfaat tidak jelas. Satu penafsiran yang mungkin adalah
bahwa hasil kardiovaskuler yang terkait dengan terapi penggantian-hormon
adalah perjumlahan aljabar dari efek prothrombotik atau efek proinflammasinya
dan efek antiatherosklerotiknya dan bahwa keseimbangan antara ini semua
akan ditentukan oleh variabel-variabel seperti pemberian oral dibandingkan
dengan pemberian transdermal, jenis dan dosis estrogen dan progestin, usia
saat terapi dimulai dan faktor-faktor lainnya. Yang sesuai dengan spekulasi ini
adalah laporan baru-baru ini bahwa raloxifen mengurangi kejadian
kardiovaskuler hingga 40 persen pada 1035 wanita dalam percobaan MORE
yang mempunyai faktor-faktor risiko kardiovaskuler pada saat patokan dasar.
Sebuah studi prospektif terhadap 27.939 wanita AS yang sehat menemukan
bahwa kadar protein reaktif-C serum merupakan prediktor yang lebih kuat atas
kejadian kardiovaskuler daripada kadar kolesterol LDL. Terapi penggantian-
hormon meningkatkan kadar protein reaktif-C, sementara raloxifen tidak.
Percobaan acak besar, namun belum dilaporkan, tentang Penggunaan
Raloxifen pada Jantung (RUHT) sangat kuat untuk memastikan apakah
raloxifen adalah kardioprotektif untuk wanita pascamenopausal yang berisiko
untuk penyakit arteri koroner.5,7
Terapi estrogen, tamoxifen dan raloxifen terkait dengan peningkatan
hingga 1,5 sampai 3 kali lipat penyakit thromboembolik vena, walaupun risiko
absolut kecil.5

Sistem Saraf Pusat

15
Estrogen mempunyai aneka ragam efek pada fungsi otak. Reseptor-
estrogen a pada pokoknya ditemukan di dalam hypothalamus. Reseptor-
estrogen (3 terdistribusi lebih luas di seluruh otak dan terkonsentrasi di lokus
yang terlibat dalam kognisi dan ingatan. Banyak studi menunjukkan bahwa
pengobatan estrogen meningkatkan kedua fungsi ini. Akan tetapi, data dari
pengujian objektif yang dilaksanakan selama Heart and Estrogen/Progestin
Replacement Study (HERS) gagal menunjukkan bahwa terapi penggantian-
hormon meningkatkan tingkat energi atau memperbaiki kesehatan mental dan
gejala-gejala depresi lebih besar daripada placebo. Sebuah studi pengamatan
prospektif 3-tahun baru-baru ini pada wanita lansia di Cache County, Utah,
menemukan bahwa penggunaan estrogen selama 10 tahun atau lebih
mengurangi risiko penyakit Alzheimer hingga 67 persen. Akan tetapi,
perlindungan ini belum terbukti dalam percobaan klinik acak. Tidak ada
dilaksanakan studi tentang efek SERM dalam mengurangi risiko penyakit
Alzheimer.
Walaupun estrogen sangat efektif dalam mengurangi hot flash, semua SERM
yang dikaji sampai sejauh ini bertindak sebagai antiestrogen untuk pusat
hypothalamus yang mengatur sekresi gonadotropin. Selama periode
pascamenopausal awal, tamoxifen meningkatkan kejadian hot flash hingga 17
persen dibandingkan dengan placebo, dan raloxifen meningkatnnya hingga 7
persen. Ini tidak begitu bermasalah pada wanita yang berada pada periode
pascamenopausal lanjut; hot flash hanya menyebabkan 0,7 persen pasien
menghentikan terapi. Dalam studi pada tikus yang menjalani ovariectomy,
raloxifen dapat mereproduksi kemampuan estrogen memulihkan penurunan
aktivitas choline asetiltransferase pada hippocampus tetapi tidak pada
hypothalamus. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa pengobatan raloxifen tidak
mengganggu kognisi pada wanita pascamenopausal.5

Uterus
Dua SERM yang terbaik adalah tamoxifen dan raloxifene, dimana
keduanya dianggap bertindak dominan sebagai antagonis estrogen,
menghalangi efek estrogen. Raloxifene dan 4-hydroxytamoxifen (metabolit

16
tamoxifen) masuk ke hidrofobik pocket dari ligan yang mengikat domain OR tapi
rantai samping antiestrogen mencegah reorientasi heliks 12 yang harus
menutup ligan ke reseptor sebelum co-aktivator mengikat dan menghasilkan
transkripsi kompleks. Kedua obat berinteraksi melalui hidroksil fenolik dengan
Glu353 dan Arg394 untuk mmbenarkan posisi domain ligan.7,8
Raloxifene adalah antagonis uterus yang lebih lengkap dari tamoxifen,
secara signifikan mengurangi ukuran fibroid di pascamenopause perempuan
namun kurang efektif untuk mengurangi volume tumor pada wanita
premenopause. Hasil klinis pada wanita premenopause yang diobati dengan
raloxifene menunjukkan bahwa senyawa ini, seperti tamoxifen, dapat
mempengaruhi ovarium melalui sumbu HPO (hipofisis-hipothalamus-ovarium).
Tamoxefin dikaitkan dengan efek samping, tromboemboli, gejala vasomotor
dan peningkatan risiko kanker endometrium dan katarak.8
SERM dalam pengobatan fibroid
Setiap molekul yang menghalangi aktivitas estrogen aktivitas memiliki
potensi untuk terapeutik terhadap fibroid, karena estrogen diketahui
mempengaruhi pertumbuhan fibroid. SERM masuk dalam kategori, namun,
karena efek hiperplastik endometrium efek dan kasus laporan pertumbuhan
fibroid setelah perawatan, potensi tamoxifen dalam pengobatan fibroid belum
diteliti dalam RCT. Raloxifene dengan dosis 60 mg harian telah terbukti
mengurangi volume fibroid hingga 1 tahun, tetapi hanya dalam
pascamenopause. Wanita premenopause perempuan diberi perlakuan yang
sama tidak merespon, bahkan ketika diberi dosis yang lebih tinggi (180 mg /
hari).8
Pada perkembangan SERMs yang terbaru, Lasofoxifene telah
membuktikan dapat mengurangi terjadinya fraktur dan menurunkan risiko
kejadian kanker payudara, namun SERMs ini juga dihubungkan dengan insiden
perdarahan pervaginam dan penebalan endometrium serta kasus polip
endometrium. Bagaimanapun juga, lasofoxifene telah menunjukkan efek pada
epitel vagina. SERMs golongan Bazedoxifene dikatakan tidak memiliki
pengaruh pada endometrium.7,8
Efek samping dan risiko

17
Dalam studi wanita premenopause yang lebih tua, pengobatan umum
ditoleransi dengan baik. Hot flushes, efek samping khas raloxifene, yang terjadi
pada satu pasien di grup raloxifene Efek samping lainnya yang dilaporkan yaitu
meningkat nafsu makan, menambah berat badan, gastralgia dan kulit kering.
Tidak ada efek samping serius yang direkam, dan tidak ada penghentian
karena efek samping selama studi. Pengobatan raloxifene tidak mengubah
aksis hormon hypophyseal-gonad dan thyroidal. Namun, rasa sakit pada kaki
harus dianggap serius pada wanita yang memakai raloxifene, karena dapat
merupakanefek samping yang paling serius yaitu peningkatan risiko
tromboemboli vena. Kaki kram dilaporkan 4% dari wanita yang menggunakan
raloxifene.9
Singkatnya, meskipun raloxifene tampaknya menjanjikan, tidak ada
cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa SERM mengurangi ukuran fibroid atau
memperbaiki hasil klinis pada wanita premenopause.9

VI. KESIMPULAN
Walaupun mekanisme aksi estrogen atau SERMs pada reseptor
estrogen belum diketahui dengan pasti, kerja estrogen pada jaringan target di
modulasi oleh dua reseptor yaitu reseptor estrogen α (ER α) dan resptor
estrogen β (ER β).
Selective Estrogen Receptor Modulators atau SERMs saat ini yang
digunakan luas adalah Tamoxifene untuk terapi kanker payudara dan
Raloxifene yang digunakan untuk pencegahan dan terapi osteoporosis,
sedangkan untuk kelainan ginekologi sendiri di uterus tidak memiliki peran yang
begitu besar karna memiliki efek samping yang perlu pertimbangan dan masih
jarang digunakan.
Penelitian tentang SERMs masih terus dilakukan untuk mendapatkan
SERMs yang ideal. Beberapa diantaranya sudah dalam tahap penelitian klinis.
SERMs akan menjadi salah satu pilihan bagi wanita yang akan menggunakan
terapi sulih hormon untuk mengatasi berbagai masalah dalam usia menopause.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjahyadi Dian, dkk. Kupas Tuntas Kelainan Haid: Pilihan penggunaan


Estrogen dalam praktek sehari-hari. Sagung Seto. Bandung. 2011. Hal
30-40
2. Perez AD. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs): original
article. Arq Bras Endocrinol Metab vol 50 n 4 Agosto 2006.
3. Jordan Craig V. SERMs: Meeting the Promise of Multifunctional
Medicines. Journal National Cancer Inst 2007;99: 350 – 6
4. Maximov Philipp Y, Lee Theresa M. The Discovery and Development of
Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs) for Clinical Practice.
Current Clinical Pharmacology, 2013, 8, 135-155
5. Riggs B. Lawrence, M.D., Hartmann Lynn C., M.D. Selective Estrogen-
Receptor Modulators —Mechanisms of Action and Application to Clinical
Practice. New England Journal of Medicine 2003; 348(12):1129.
6. Dutertre M, Smith Carolyn L. Molecular Mechanisms of Selective
Estrogen Receptor Modulator (SERM) Action. Department of Molecular
and Cellular Biology, Baylor College of Medicine, Houston, Texas. 2000.
7. Silverman Stuart L. New Selective Estrogen Receptor Modulators
(SERMs) in Development. Curr Osteoporos Rep (2010) 8:151–153
8. Taylor DK & Leppert PC. Treatment for uterine fibroids: Searching for
effective drug therapies. Today Therpeutic Strategies. Vol xxx, No. Xx.
2012.
9. Sankaran S & Manyonda IT. Medical management of fibroids. Best
Practice & Research Clinical Obstetrics and GynaecologyVol. 22, No. 4,
pp. 655–676, 2008.

19
20

Anda mungkin juga menyukai