Anda di halaman 1dari 21

RESEPTOR INTI SEBAGAI

TARGET AKSI OBAT


Regulasi transkripsi DNA dilakukan oleh keluarga
reseptor yang disebut reseptor inti atau nuclear reseptor,
dimana reseptor ini memiliki dua tempat ikatan, yaitu
tempat ikatan dengan hormon/ligan dan tempat ikatan
dengan bagian spesifik DNA yang dapat secara langsung
mengaktifkan transkripsi gen.
Ada tiga macam reseptor sebagai contoh reseptor
intraseluler atau reseptor inti :

❑ Reseptor Glukokortikoid
❑ Reseptor PPAR
❑ Reseptor Estrogen
RESEPTOR GLUKOKORTIKOID

Reseptor glukokortikoid adalah protein yang


sebagian besar berada di dalam sitoplasma (90%
di sitoplasma, 10% di nukleus) dan dapat
berikatan dengan hormone/ligan yang bersifat
lipofilik. Pada kondisi basal, reseptor
glukokortikoid (GR) berada di sitoplasma dalam
bentuk kompleks bersama dengan protein
chaperon-nya, yaitu heat schock protein Hsp90
(bisa dilihat pada gambar).
Aksi senyawa glukokortikoid sangat luas karena
mempengaruhi sebagian besar sel tubuh, antara
lain:
 Menstimulasi glukoneogenesis

 Memiliki efek katabolisme protein pada jaringan


ikat, otot, lemak, dan kulit sehingga dapat
menghambat pertumbuhan pada anak-anak;
 Memicu apoptosis dan mengurangi survival,
diferensiasi dan proliferasi berbagai sel-sel
inflamatori, termasuk limfosit dan makrofag,
menghambat fungsi leukosit dan makrofag
sehingga memberikan efek imunosupresan;
 Memiliki efek anti inflamasi.
Ada dua jalur mekanisme aksi glukokortikoid,
yaitu :
1. Jalur genomic, glukokortikoid akan berikatan
dengan reseptornya yang ada di dalam sel yang
kemudian memodulasi transkripsi gen dan
sintesis protein.
2. Jalur non-genomik, aktivitasnya tidak di dalam
inti, tetapi pada sitosol dengan melibatkan
berbagai protein intraseluler.
Adanya aktivitas genomic, yaitu transaktivasi dan transrepresi beserta
efeknya dapat dilihat pada gambar

Aktivitas genomic glukokortikoid pada reseptornya melibatkan transsaktivitas dan


transresepsi, yang dapat meningkatkan sintesis protein – protein anti inflamasi dan
menekan sintesis protein proinflamasi. Ini merupakan mekanisme aksi obat
golongan glukortikoid sebagai antiinflamasi dan imunosupresan.
 Dengan menkanismenya itu, obat kortikosteroid memiliki
kegunaan terapeutik yang luas, antara lain sebagai antiinflamasi
pada berbagai penyakit antiinflamasi kronis maupun penyakit
autoimun, seperti lupus eritematosus, arthritis rematoid, sindrom
nefrotik, dan berbagai penyakit alergi, termasuk asma. Selain itu,
kortikosteroid juga dapat digunakan sebagai obat imonusupresan
pada pasien pascatransplantasi organ.
 Dengan mekanisme itu pula, efek asmaping kortokosteroid juga
ckup luas, antara lain osteoporosis, moon face, hiperglikemia,
gangguan lambung, dan penurunan daya tahan tubuh. Khusus
untuk efek samping dari osteoporosis, diduga hal ini karena
kostikosteroid menstmulasi pembentukan osteoklas dengan cara
menghambat sintesis osteoprotegerin.
 Efek-efek tersebut dapat bervariasi, tergantung potensi obatnya.
Tabel menyajikan perbandingan sifat obat golongan
glukokortikoid.
PEROXISOME PROLIFERATORS-
ACTIVATED RECEPTORS (PPAR)
Peroxisome proliferators-activated receptors
atau PPAR, dinamakan demikian karena
reseptor ini diaktifkan oleh suatu ligan yang
dapat menginduksi proliferasi peroxisome di
hepar, suatu organel yang terlibat dalam
oksidasi asam lemak.
Ligan tersebut adalah golongan fibrat, suatu
senyawa yang berefek hipolipidemik dan
ditentukan pertama kali pada tahun 1990 oleh
Isseman dan Green.
Reseptor ini terdiri atas tiga subtipe (α,β atau δ,
dan γ)
Jika PPAR berikatan dengan ligannya, baik alami maupun
sintetik, reseptor menjadi teraktivasi dan mengikat suatu
hormon respons elemen yang disebut peroxisome proliferative
response elements (PPRE) yang spesifik bagi reseptor ini.
Setelah kompleks berikatan dengan suatu ko-aktivator, ia akan
aktif mengatur transkripsi gen yang kemudian akan
menghasilkan efek-efek biologis tertentu. Beberapa protein yang
telah teridentifikasi sebagai ko-aktivator bagi reseptor PPAR
antara lin CREB binding protein (CBP), P300, steroid receptor
coactivator (SRC-1), sedangkan contoh ko-represor adalah SMRT
(silencing mediator for retinoid and thyroid hormone receptor).
Mekanisme aktivasinya secara sederhana dapat dilihat pada
Gambar
 PPARα merupakan target aksi bagi obat-obat
golongan fibrat, yaitu suatu golongan obat
penurun kolesterol, seperti klofibrat dan
gemfibrozil, sedangkan
 PPARγ ditemukan dapat menjadi target obat-
obat golongan tiazolidindion, suatu obat
antidiabetes yang bekerja meningkatkan
sensitivitas insulin. Hal ini menimbulkan
spekulasi bahwa selain berperan dalam
metabolisme lemak dan diferensiasi sel adiposa,
aktivasi PPARγ juga dapat meningkatkan
sensitivitas insilin.
 Bebrapa obat antidiabetes yang beraksi pada
PPARγ yang telah dikembangkan adalah
golongan tiazolidindion atau disebut juga
glitazon, antara lain troglitazon, pioglitazon,
siglitazon, dan resiglitazon.
RESEPTOR ESTROGEN

Reseptor estrogen adalah salah satu anggota


reseptor inti yang memperantai aksi hormon estrogen
d dalam tubuh. estrogen sendiri, melalui ikatan
dengan reseptornya , bekerja meregulasi
pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel sistem
reproduksi baik pada pria maupun wanita.
❑ Estrogen juga berpotensi mengurangi resiko penyakit
kardiovaskuler dengan meningkatkan kadar kolestrol
HDL dan menurunkan LDL,
❑ Estrogen juga memiliki peran penting pada
perkembangan otak, penyakit autoimun, dan
metabolisme tulang. akan tetapi di sisi lain, estrogen
juga dapa memicu pertumbuhan, poliferase dan
metastase kanker payudara.
DISTRIBUSI DAN FUNGSI RESEPTOR
ESTROGEN
Reseptor estrogen terdiri atas dua subtipe, yaitu reseptor
estrogen ᾱ (ER) dan reseptor estrogen ẞ (ER). Keduanya
sama-sama bisa berikatan dengan estrogen maupun
dengan agonis dan antagonisnya, tetapi mereka berbeda
dalam hal lokalisasi dan konsentrasinya di dalam tubuh,
seperti terlihat dalam skema berikut ini
Molekul reseptor estrogen memiliki tiga tempat ikatan spesifik, yaitu
terhadap ligan yang disebut ligan binding domain (LBD) atau disebut juga AF-2,
terhadap growt factor (disebut AF-1) dan terhadap DNA yang disebut DNA-binding
domain (DBD).

Jika suatu reseptor estrogen beriktan dengan


ligannya, akan terjadi perubahan konformasi reseptor
yang memungkinkan berikatan dengan ko-aktivator.
Kompleks estrogen reseptornya kemudian akan berikatan
dengan ERE yang terletak di dekat gen yang akan
dikontrol transkripsinya. Setelah berikatan dengan ERE,
kompleks tersebut akan berikatan dengan suatu protein
ko-aktivator dan mengaktifkan factor transkripsi. Aktivasi
transkripsi gen tadi akan menghasilkan mRNA yang
mengarahkan pada sintesis protein tertentu yang
kemudian memengaruhi berbagai fungsi sel, tergantung
sel targetnya.
 Pada sel – sel jaringan reproduksi, aktivasi reseptor estrogen
akan meregulasi ekspresi gen dan protein yang terkait dengan
proliferasi dan diferensiasi sel seperti growth factor (TGFᾱ dan
TGFẞ), protein BRCA2, p53, protooncogene seperti c-myc, c-fos,
Her-2/neu, cyclins, dan lain –lain.
 Pada kehamilan, estrogen membantu menjaga kehamilan,
perkembangan, dan pematangan janin, namun dapat
meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara dan rahim.
Pada sel liver, estrogen meng-up- regulasi ekspresi apolipoprotein
yang berhubungan dengan peningkatan HDL dan penurunan
LDL.
 Pada jaringan tulang, estrogen berefek menjaga kepadatan
tulang, secara fisiologis homeostatis tulang di jaga oleh adanya
osteoklast dan pembentukan tulang oleh osteoblas. Dimana
aktifitas reseptor estrogen dapat meningkatkan sintesis
osteoprotogerin yang dihasilkan oleh osteoblas, yang akan
mengikat RANKL.
 Selain itu estrogen juga meningkatkan ekspresi tumor growt
factor ẞ yang akan memicu apoptosis osteoklas, mekanisme ini
dapat mengurangi jumlah osteoklas sehingga pada gilirannya
akan mencegah resorpsi tulang.
LIGAN PADA RESEPTOR ESTROGEN

Ligan yang mengikat reseptor estrogen dan berkompetisi


dengan estrogen untuk berikatan dengan reseptornya disebut SERMs
(Selective Estrogen Receptor Modulators).
Konsep SERM didasarkan pada kemampuan
ligan tersebut memicu interaksi antara reseptor
estrogen dengan protein – protein yang berbeda,
yaitu apakah suatu ko-aktivator atau ko-
represor.
Suatu ligan bisa menjadi agonis pada suatu jaringan dan
menjadi antagonis pada jaringan yang lain. Suatu SERM tertentu
juga dapat memiliki afinitas yang berbeda . contohnya adalah
tamoksifen. SERM lain yang sudah dikembangkan dan disetujui
hingga saat ini untuk pengobatan kanker payudara antara lain
fulvestrant (Faslodex) dan toremifen (Fareston).
Peranan reseptor estrogen pada resorpsi tulang juga
mengarah pada pengembangan SERM sebagai obat untuk
mencegah dan mengatasi osteoporosis, terutama pada
wanita yang mengalami menopause.
❑ Obat yang disetujui FDA untuk osteoporosis adalah
raloksifen (Evista). SERM lain yang dikembangkan adalah
bazedoksifen. Obat yang lebih baru yaitu lasofoksifen
(Fablyn) yang mengalami perkembangan sebagai obat
kanker payudara dan hiperkolesterolemia. SERM lain
yang sudah dikembangkan antara lain klomifen untuk
mengatasi infertilitas atau gangguan ovulasi.

Anda mungkin juga menyukai