Anda di halaman 1dari 29

RESEPTOR TIROSIN KINASE

Reseptor tirosin kinase (RTK) adalah reseptor yang memiliki aktivitas


kinase pada protein tirosin, yaitu mengkatalisis transfer fosfat dari ATP ke gugus
hidroksil (OH) tirosin pada protein target.

Gambar: Protein Tirosin yang terfosforilasi


Reseptor ini merupakan reseptor membran yang terdapat dalam jumlah
cukup banyak (terbanyak kedua setelah reseptor tergandeng protein G). RTK
merupakan protein transmembran yang memiliki tempat ikatan ligan pada sisi luar
membran plasma dan hanya memiliki satu segmen transmembran, atau dikatakan
berbentuk monomer. Gambaran skematik struktur RTK dapat digambarkan
sebagai berikut:

Reseptor tirosin kinase (RTK) merupakan keluarga reseptor yang memiliki


struktur yang mirip satu sama lain. Keluarga reseptor ini memiliki satu tyrosin
kinase domain, yaitu yang akan memfosforilasi protein pada residu tirosin, satu
hormone binding domain, yaitu tempat ikatan dengan ligan atau hormon, dan satu
segmen karboksil terminal dengan tirosin ganda untuk autofosforilasi.contoh
reseptor yang tergolong reseptor tirosin kinase antara lain adalah reseptor-reseptor
faktor pertumbuhan seperti:
EGFR (epithelial growth factor receptor)
VEGFR (vaskular endothelial growth factor receptor)
Reseptor sitokin, dan
Reseptor insulin
Aktivasi reseptor tirosin kinase memerlukan minimal dua reseptor yang akan
terdimerisasi jika suatu ligan (hormon) terikat pada tempat ikatannya. Ketika dua
reseptor terdimerisasi (reseptor insulin teraktivasi), maka tirosin kinase domain
akan saling memfosforilasi ujung C pada residu tirosin, sehingga disebut
autofosforilasi karena terjadi pada reseptor yang sejenis. Selanjutnya tirosin yang
terfosforilasi akan bertindak sebagai tempat ikatan berafinitas tinggi bai suatu
adaptor protein yaitu protein yang memiliki SH2 domain (SH2= Src homology
regions 2). Adaptor protein ini berikatan dengan suatu guanyl nucleotide-releas
protein (GNRP). Jika GNRP teraktivasi, dia menyebabkan protein G bernama Ras
(suatu protein yang termasuk GTPase monomerik, dan merupakan protein yang
penting dalam transduksi signal melalui reseptor tirosin kinase) untuk melepaskan
GDP dan menukarnya dengan GTP.Transduksi sinyalnya dapat dilihat sebagai
berikut:

Ras berperan mengantarkan signal dari reseptor ke dalam nukleus untuk


menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel. Ras yang teraktivasi akan
mengaktifkan Raf, suatu kinase seluler, yang selanjutnya akan meicu serangkaian
peristiwa fosforilasi protein yang berurutan yaitu: MEK, ERK, dan faktor
transkripsi. Rangkaian forforilasi ini disebut kinase cascade.
Signal transduksi pada reseptor tirosin kinase ada dua jalur yaitu:
1. Jalur Ras/Raf/MAP kinase, yaitu jalur yang berperan dalam pembelahan
sel, pertumbuhan dan prliferasi sel. Contohnya adalah reseptor growth
factor seperti: reseptor EGF, reseptor VEGF, reseptor insulin, dll.
2. Jalur Jak/Stat, yang diaktivasi oleh berbagai cytokines dan mengontrol
sintesis dan pelepasan berbagai mediator inflamasi. Contohnya adalah
pada reseptor sitokin.
RESEPTOR FAKTOR PERTUMBUHAN (GROWTH FACTOR)
Reseptor growth factor merupakan reseptor yang tergolong reseptor
tyrosine kinase yang memiliki peran yang sangat penting bagi pertumbuhan sel.
Dengan adanya ikatan antara suatu growth factor dengan reseptornya, maka akan
terjadi serangkaian peristiwa molekuler yang berujung pada transkripsi gen,
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah

Setelah transkripsi gen terjadi, sintesis protein tertentu yang dibutuhkan


pun akan diatur untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan proliferasi sel.
Banyak obat dikembangkan dengan growth factor reseptor target aksi, obat kanker
adalah salah satunya.

Pada banyak jenis kanker seperti kanker paru, kanker

payudara, kanker prostate, kanker otak dan kanker usu, reseptor growth factor
terekspresi hingga 100 kali lebih banyak dibanbing sel normal. Over-ekspresi ini
akan menginisiasi pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel-sel kanker maupun
tanda-tanda seperti penghambatan apoptosis, migrasi sel, metastase, dan resistensi
terhadap terapi standar. Beberapa obat yang beraksi pada reseptor growtnh factor
adalah erlotinib dan gefitinib , suatu inhibitor reseptor EGF. Selain itu,
bevasizumab (avastin) juga merupakan obat antibody monoclonal terhadap VEGF
(vascular endhothelial growth factor), suatu factor pro-angiogenesis. Angiogenesis
adalah proses pembentukan pembuluh darah baru disekitar tumor untukm
menyuplai kebutuhan nutrisi sel. Penghambatan angiogenesis merupakan salah
satu pendekatan terspi kanker dengan cara menghentikan suplai darah ketempat
terjadinya kanker.
Selain untuk menghambat reseptor tirosin kinase, pengembangan obat
kanker sekarang juga ditujukan pada target-target pdada jalur transduksi signal
sel, sehingga mungkin untuk menghentikan proses signaling, yang nantinya akan
menghentikan proliferasi sel.senyawa-senyawa yang telah dikembangkan antara
lain antagonis Ras, inhibitor Raf, inhibitor MEK, dll. Beberapa target aksi yang
sedang dikembangkan adalah seperti gambar berikut:

RESEPTOR SITOKIN ( CYTOKINES RESEPTOR)


Sitokin adalah senyawa-senyawa endogen yang dilepaskan sel untuk saling
berkomunikasi (cross-talk). Contoh sitokin adalah interleukin ( IL-1; IL-2, dst),
tumor nekrosis alfa (TNF-), interferon gamma ( IFN-), dll. Sitokin berperan
dalam brbagai peristiwa biologis terutama pada inflamasi. Sama dengan reseptor
EGF tadi, jika sitokin berikatan dengan resetornya maka akan terjadi erangkaian
peristiwa yang berujung pada transkripsi gen, lalu akan menginduksi sintesis
protein tertentu misalnya produksi antibody IgF oleh limfosit.

Seperti telah disebutkan bahwa sitokin banyakmterlibat pada proses


inflamasi, maka banyak obat yang telah dikembangkan dengan sitokin sebgai
target aksi obatnya. Contohnya antagoni9s IL-5 yang telh dicobakan untuk
mengurangi rekrutmen eusinofil kejaringan nafas yang terinflamasi oleh pasien
penyakit asma. Pada penyakit asama kronis lain seperti rhematoid arthritis atau
penyakit Crohns, telah dikenbangkan obat dengan target aksi TNF- yaitu
infliksimab, dimana TNF- ini meupakan salah astu faktoe patoligis dari penyakti
Crohns ini

RESEPTOR INSULIN
Tergolong kedalam reseptor tirosin kinase, namun tidak sama dengan RTK
lainnya yang berbentuk monomer, receptor ini berbentuk dimmer. Terdiri dari 2
subunit dan 2 subunit yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Pada proses
signalingnya, jika ligan terikat pada subunit maka subunit akan mengalami
autofosforilasi, yang selanjutnya memicu aktivitas katalitiknya. Reseptor yang

teraktivasi akan memfosforilasi sejumlah reseptor intrasel lainnya sampai


akhirnya menimbulkan respon biolois. Protein yang menjadi efektor bagi reseptor
insulin adalah insulin reseptor substrat 1 atau IRS-1.
Jika IRS-1 terfosforilasi maka ia akan memicu serangkaian peristiwa
molekuler seperti telihat pada gambar berikut ini:

Akan terbentuk suatu transporter glukosa yang disebut Glut-4 menepi dan
berdifusi dengan dengan plasma membrane yang memungkinkan glukosa untuk
ditranspor ke dalam sel. Tanpa insulin dan aktivasi reseptornya, Glut-4 tetap
berada didalam sitoplasma dan tidak berfungsi untuk mentranspor glukosa. Jika
kadar insulin menurunatau reseptor insulin tidak lagi teraktivasi, Glut-4 akan
kembali ke sitoplasma.

MEKANISME PENYAKIT
Banyak bentuk molekuler dari growth hormon (GH). Kebanyakan GH
terikat ke protein (Growth Hormon Binding Protein, GHBP) yang berasak dari
GH reseptor. GH disekresi ke darah oleh sel somatotrope di kelenjar pituitary
anterior dalam. Jumlah yang lebih besar dibanding hormon pituitary yang lain.
Level sekresi tertinggi terjadi selama pubertas. Faktor transkripsi PIT-1
menstimulasi perkembangan se somatotrop dan produksi GH oleh sel tersebut.
Kegagalan pertumbuhan sel somatotrop dan juga kerusakan kelenjar pitutary
menyebabkan defisiensi GH.

REGULASI
Rilis peptida oleh inti neurosecretory dari hipotalamus ke vena portal di
sekitar kelenjat pituitary adalah kontrol utama sekresi GH oleh somatotrop.

GHRH dari arcuate nucleus dan ghrelin mendorong sekresi GH

Somatostatin dari periventricular nucleus menghambat sekresi GH

Sekresi GH juga dipengaruhi oleh feedback negatif dari sirkulasi konsentrasi GH


dan IGF-1 walaupun keseimbangan dari stimulasi dan penghambatan peptida
menentukan rilis GH. Keseimbangan ini dipengaruhi oleh berbagai stimulator dan
inhibitor fisiologis dari sekresi GH.

Stimulator sekresi GH antara lain tidur, latihan, hipoglikemi, diet protein


dan estradiol.

Inhibitor sekresi GH antara lain diet karbohidrat dan glukokortikoid.

Dan lagi, untuk mengontrol proses endogen, beberapa komponen asing


(xenobiotik) diketahui mempengaruhi sekresi GH. Kenyataan bahwa GF-IGF axis
(pusat) adalah target utama pada gangguan kimia endokrin.

POLA SEKRESI
Kebanyakan sekresi GH terjadi seperti dengan beberapa puncak rilis GH
setiap hari. Konsentrasi GH di plasma selam puncak berkisar antar 5-30 ng/ml
atau lebih. Tiap puncak berlangsung antara 10-30 menit, sebelum kembali ke level
basal (dasar). Diprediksi puncak sekresi GH kira-kira 1 jam setelah tidur.
Sebaliknya da variasi harian dan variasi tiap individu. Diantara puncak, level basal
GH adalah rendah, biasanya < 3 ng/ml baik siang dan malam.
Jumlah dan pola sekresi GH berubah selama hidup. Level basal paling
tinggi adalah selama awal-awal masa kanak-kanak. Amplitudo dan frekuensi dari
puncak paling besar selama pubertas. Anak sehat dan puber rata-rata menmpunyai
8 puncak setiap 24 jam, orang dewasa punya 5 puncak. Level basal dan frekuensi
dan amplitudo puncak makin dewasa makin menurun.

DEFISIENSI GH
Kekurangan growth hormon (GH) merupakan kondisi dimana produksi
GH tidak cukup diproduksi oleh tubuh dan hal ini berakibat pda orang dewasa dan
anak-anak. GH atau yang sering disebut somatropin adalah hormon polipeptida
yang menstimulasi pertumbuhan dan reproduksi sel.
Defisiensi GH menghasilkan perbedaan masalah untuk tiap-tiap umur pada
anak-anak, growth failure dan kerdil / pendek adalah manifestasi utama dari
defisiensi GH. Pada orang dewasa efek dari defisiensi lebih halus dan termasuk
defisiensi kekutan, energi dan massa tulang dan meningkatkan resiko serangan
jantung.
Ada beberapa penyebab dari defisiensi GH antara lain:

mutasi pada spesifik gen (GHRH, GH1)

malformasi atau cacat bawaan yang melibatkan pituitary (septo-optic


dysplasia, posterior pituitary ectopia)

kerusakan pituitary akibat penyakit incracranial (hydrocephalus)

tumor intracranial dekat sella turcica, khususnya craniopharyngioma

kerusakan pituitary akibat dari terapi radiasi di kepala karena leukimia


atau tumor otak

pembedahan di daerah sekitar pituitary

inflamasi autoimmun (hypophisitis)

trauma atau benturan keras di kepala

ischenic atau hemorrhagic infarction dari tekanan darah rendah (Sheehan


syndrome) atau hemorrhage pituitary apoplexy (pendarahan di pituitary)

Diagnosa dari kekurangan GH meliputi multipel step proses diagnosis,


biasanya puncaknya dengan tes stimulasi GH untuk melihat jika kelenjar pituitary
pasiewn akan mengeluarkan pulsa-pulsa GH ketika diberi macam-macam
stimulus.
Kekurangan GH dirawat dengan mengganti GH. GH yang sering digunakan
adalah biosintesis GH manusia diproduksi oleh DNA rekombinan teknologi. GH
adalah protein besar, harus diinjeksi subkutan untuk memasukkan ke dalam darah.
Ketika pasien kekurangan GH , keberhasilan pengobatan sering memuaskan dan
efek sampingnya jarang. Hasilnya meningkatkan pertumbuhan anak-anak dan
meningkatkan tinggi orang dewasa. Keuntungan replacement GH yaitu
mengurangi masssa lemak, meningkatkan berat badan (untuk orang kurus),
meningkatkan densitas tulang, memperbaiki profil lemak, mengurangi resiko
serangan jantung dan memperbaiki psikososial.

KRETINISME
Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak. Ini terjadi
akibat kurangnya hormon tiroid. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan
dalam perkembangan fisik maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak
lahir atau pada awal masa kanak-kanak.

Ciri-ciri penderita kretinisme sangat khas. Cirinya antara lain bentuk


tubuhnya pendek dengan proporsi yang tak normal. Ciri lainnya adalah lidahnya
besar dan lebar, pangkal hidungnya datar, rambutnya kasar dan kering, kulitnya
kusam, serta otot-ototnya lembek.
Anak-anak penderita kretin ini biasanya mengalami gangguan pencernaan,
pendengaran, dan kemampuan berbicara. Bila kelainan ini terjadi sebelum usia
dua tahun, biasanya anak mengalami keterbelakangan mental untuk selamanya.
Bila munculnya kelainan ini pada umur setelah dua tahun, anak hanya mengalami
kelambatan pertumbuhan dan perkembangan fisik.
Kelainan ini diobati dengan pemberian hormon tiroid. Hormon diberikan
tiap hari secara terus-menerus. Bila kelainan muncul sebelum usia dua tahun,
pengobatan

ini

tak

dapat

memperbaiki

keterbelakangan

mental

yang

ditimbulkannya.
Penyakit lain yang mirip dengan kretinisme adalah mongolisme dan
kekurangan hormon tiroid akibat kurangnya hormon perangsang kelenjar tersebut
(TSH-thyroid stimulating hormone). TSH diproduksi oleh kelenjar hipofisis.
Bedanya, pada mongolisme, ditemukan kelainan genetik yang menjadi
penyebabnya. Hormon tiroid pada penderitanya tetap normal. Kekurangan
hormon TSH dapat diketahui dari pemeriksaan kadar hormon yang dihasilkan
kelenjar hipofisis.

Selain itu, bila tulang diperiksa dengan rontgen, pada anak kretin ditemukan
kelainan yang sangat khas, yaitu umur tulang lebih muda daripada umur yang
seharusnya. Ditambah lagi, pertumbuhan tulang tungkai terganggu.

Tiroid (Kelenjar Gondok)


Tiroid merupakan kelenjar yang berbentuk cuping kembar dan di antara
keduanya dapat daerah yang menggenting. Kelenjar ini terdapat di bawah jakun di
depan trakea. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang mempengaruhi
metabolisme sel tubuh dan pengaturan suhu tubuh. Tiroksin mengandung banyak
iodium. Kekurangan iodium dalam makanan dalam waktu panjang mengakibatkan
pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini harus bekerja keras untuk
membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan metabolisme
sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada
anak-anak mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan fisik dan mental yang
menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot. Kekurangan iodium yang masih
ringan dapat diperbaiki dengan menambahkan garam iodium di dalam makanan.
Produksi tiroksin yang berlebihan menyebabkan penyakit eksoftalmik
tiroid (Morbus Basedowi) dengan gejala sebagai berikut; kecepatan metabolisme
meningkat, denyut nadi bertambah, gelisah, gugup, dan merasa demam. Gejala
lain yang nampak adalah bola mata menonjol keluar (eksoftalmus) dan kelenjar
tiroid membesar.
Hormon

tiroksin

ini

memainkan

peranan yang

penting pada

perkembangan system syaraf pusat. Kekurangan hormon Tiroksin selama


Neonatal dan awal post natal mengakibatkan retardasi mental yang bersifat
ireversibel atau yang kita sebut juga kretinisme. Salah satu aksi tiroksin pada
perkembangan otak adalah efeknya pada pertumbuhan neurit. Tetapi mekanisme
molekuler bagaimana tiroksin berakasi masih belum diketahui. Aksi tiroksin
dimediasi oleh factor transkripsi yang bersifat ligant-dependent Ikatan antara
tiroksin dengan reseptornya meregulasi sejumlah gen yang mengkode beberapa
spesifik protein yang salah satunya adalah protein BTEB (Basic Trancription
Element-Binding Protein). Menurut penelitian yang telah dilakukan, BTEB dapat
menaikkan pertumbuhan neurit pada Neuroblastoma cell line dan mempengaruhi
pertumbuhan neurit pada neuron embrionik primer.

PROFIL OBAT
Nama obat
Komposisi
Bentuk sediaan
Indikasi
Anak-anak

: Omnitrope
: 1ml terdiri dari 1,3mg Somatropin
: serbuk dan solven untuk larutan injeksi
: - gangguan pertumbuhan yang berhubungan
dengan kurangnya sekresi growth hormone
(GH)
- gangguan pertumbuhan karena sindrom Turner,
gangguan ginjal kronik, dan yang masa

Dewasa
Cara pemberian

kehamilannya pendek
: untuk terapi pada defisiensi growth hormone (GH)
: injeksi subkutan dengan tempat injeksi di beberapa
tempat untuk menghindari lipoatropi, Injeksi i.v

Dosis
Indikasi
Defisiensi GH pada anak
Sindrom Turner
Gangguan ginjal kronik
Anak
yang
masa

mg/kgBB per hari

mg/m2Luas permukaan

0,025-0,035
0,045-0,050
0,045-0,050
0,035

tubuh per hari


0,7-10
1,4
1,4
1,0

kehamilannya pendek

Kontra indikasi
Hipersensitifitas somatropin
Somatropin tidak boleh digunakan pada pasien dengan gejala tumor
Pasien yang baru mengalami bedah jantung, luka kecelakaan parah,
kegagalan pernafasan akut tidak boleh menggunakan somatropin
Peringatan Penggunaan
Somatropin dapat memacu resistensi insulin dan hiperglikemia untuk
pasien yang menderita diabetes militus, perlu terapi antidiabetes
bersamaan dengan somatropin.

Interaksi dengan obat lain


Somatropin dapat meningkatkan

klirens

senyawa-senyawa

yang

dimetabolisme oleh enzim sytokrom P450


Efek yang tidak diinginkan
Setelah terapi somatropin, defisit volume ekstrasel pada pasien yang
kekurangan GH dapat teratasi, tetapi terkadang ada reaksi yang
menyebabkan :
- Oedema peripheral
- Arthralgia
- Myalgia
- Paraesthesia
Gangguan sistem imun
Gangguan pada jaringan subkutan dan kulit
Penurunan kadar serum kortisol
Farmakodinamik
Somatropin adalah hormon metabolik yang sangat penting untuk
metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein. Pada anak-anak yang
kekurangan hormon pertumbuhan, somatropin akan merangsang dan
meningkatkan kecepatan pertumbuhan, begitu juga pada orang dewasa.
Somatropin menjaga kondisi tubuh tetap normal dengan meningkatkan
tahanan nitrogen dan merangsang otot skeletal pertumbuhan serta
memindahkan atau memobilisasi lemak tubuh. Somatropin memberikan
respon terutama pada jaringan lemak visceral. Untuk meningkatkan
lipolisis, somatropin menurunkan pengambilan trigliserida ke dalam
tempat penyimpanan lemak tubuh. Konsentrasi IGF-I (Insulin Like
Growth Factor I) dan IGFBP3 (Insulin Like Growth Factor Binding
Protein 3) dalam serum meningkat dengan adanya somatropin.
a) Metabolisme lemak
Somatropin menginduksi reseptor kolesterol LDL hepar dan
mempengaruhi profil lipid serum dan lipoprotein. Pada umumnya,
pemberian somatropin pada pasien yang kekurangan hormon
pertumbuhan akan menurunkan LDL dalam serum dan apolipoprotein
B.
b) Metabolisme karbohidrat

Somatropin meningkatkan insulin, tetapi kadar gula darah tidak bisa


secara cepat berubah. Anak-anak yang hipopituitari mungkin
mengalami hipoglikemi secara cepat. Kondisi ini bisa menjadi
sebaliknya apabila menggunakan somatropin.
c) Metabolisme air dan mineral
Kekurangan hormon pertumbuhan dihubungkan dengan menurunnya
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Keduanya dapat dinaikkan
secara cepat setelah diterapi dengan somatropin. Somatropin akan
menginduksi retensi Na, K, dan fosfor.
d) Metabolisme tulang
Somatropin merangsang penggantian tulang skeletal pada pasien yang
kekurangan hormon pertumbuhan dan mengalami osteopoenia.
Dengan pemberian jangka panjang akan meningkatkan komposisi
mineral tulang dan densitasnya.
e) Kapasitas fisik
Kekuatan otot dan kapasitas latihan fisik ditingkatkan setelah
pemberian

somatropin

jangka

panjang.

Somatropin

juga

meningkatkan output jantung, tetapi mekanismenya belum diketahui.


Hal ini diduga berkaitan dengan menurunnya tahanan pembuluh
perifer.
Farmakokinetik
Absorpsi
Pemberian somatropin secara subkutan memberikan bioavailibilitas
80% baik pada subjek uji sehat maupun pada pasien yang
kekurangan hormon pertumbuhan. Pemberian Omnitrope dosis 5mg
secara subkutan pada orang dewasa sehat memberikan Cmaks
4919g/L dan tmaks 4,11,6 jam.
Eliminasi
Pemberian somatropin secara intra vena memberikan t1/2 eliminasi
0,4 jam pada orang dewasa yang kekurangan hormon pertumbuhan.
Namun, pada pemberian Omnitrope secara subkutan memberikan t1/2
eliminasi 3 jam. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena absorpsi
yang lambat dari tempat pemberian pada pemberian secara subkutan.

Pemberian somatropin secara subkutan memberikan bioavailibilitas yang


mirip pada pria dan wanita. Profil farmakokinetik somatropin pada
manusia dan anak-anak dengan ras berbeda dan pasien yang mengalami
gangguan ginjal, hepar, atau jantung belum diketahui secara lengkap.
Data keamanan praklinik
Studi terhadap Omnitrope yang berkenaan dengan toksisitas subakut,
toleransi lokal, dan toleransi reproduksi yang sudah diteliti tidak
memberikan efek klinik. Uji genotoksisitas secara in vitro dan in vivo pada
mutasi gen dan induksi abrasi kromosom menunjukkan hasil negatif.
Peningkatan kerapuhan kromosom telah diteliti secara in vitro pada
limfosit yang telah diambil dari pasien dengan terapi jangka panjang
somatropin. Pada uji yang lain dengan somatropin , tidak ada peningkatan
abnormalitas kromosom pada pasien dengan terapi jangka panjang
somatropin.
Efek samping
a. Gangguan umum sistemik dan reaksi pada tempat injeksi
Reaksi lokal singkat pada tempat injeksi seperti sakit, kemerahan, dan
lecet sering terjadi. Terkadang pemberian somatropin secara subkutan
dapat menyebabkan hilangnya jaringan lemak pada tempat injeksi.
b. Sistem otot rangka dan tulang
Sakit pada otot dan sendi (khususnya pada pinggul dan lutut) terjadi
pada awal terapi somatropin pada pasien dewasa.
c. Sistem syaraf
Gangguan sensorik seperti mati rasa dapat terjadi pada awal
penggunaan somatropin pada pasien dewasa. Efek samping ini bias
bersifat dose dependent. Atropi otot pada ibu jari dan gangguan sensori
pada jari dan telapak tangan jarang terjadi.
d. Gangguan metabolik dan nutrisi
Udem ringan sering terjadi pada awal penggunaan somatropin pada
pasien dewasa. Udem ini disebabkan karena gangguan keseimbangan
cairan.
e. Gangguan sistem imun
Terjadi pembentukan antibodi terhadap somatropin.

Penyimpanan
Simpan dalam kemasan asli untuk melindungi dari bahaya
Simpan pada suhu 2-80C
Jangan dibekukan
Setelah dibuka, obat harus segera digunakan. Larutan dapat disimpan
pada suhu 2-80C selama 24 jam
Penggunaan single dose
Tidak boleh digunakan setelah kadaluwarsa
Tidak boleh digunakan jika sediaan telah membeku atau suhunya tinggi
Tidak boleh digunakan jika larutan sudah tidak jernih

CARA PEMAKAIAN
OMNITROPE tidak harus diinjeksikan secara intravena. Omnitrope TM 1,5
mg tersedia dalam 2 bentuk vial, yang satu mengandung somatropin dalam bentuk
serbuk, dan yang satunya berisi diluent (air steril untuk injeksi). Suntikan
disposable digunakan untuk mencampur antara diluent dan serbuk somatropin.
OmnitropeTM 15,8 mg tersedia dalam 2 bentuk vial, yang satu mengandung
somatropin dalam bentuk serbuk, dan yang satunya berisi diluent (air
bakteriostatik untuk injeksi mengandung benzil alkohol sebagai pengawet)
suntikan disposable digunakan untuk
Pertama diluent ditambahkan ke dalam serbuk somatropin terliofilisasi.
Kemudian dipelintir secara perlahan. Jangan digojog karena dapat menyebabkan
denaturasi. Semua bentuk sediaan obat secara parenteral bahan particulatenya
harus dapat diamati dan tidak berwarna (jernih). Jika larutan berkabut maka tidak
boleh diinjeksikan. Pasien yang akan diberikan Omnitrope hendaknya diberikan
penjelasan dan intruksi mengenai cara pemakaian Omnitrope dari ahli kesehatan
yang berkompeten.
1. Cara Menginjeksikan Omnitrope

Omnitrope dengan dosis 5,8 mg digunakan untuk penggunaan berulang,


karena didalamnya terdapat pengawet jadi tidak harus digunakan setelah proses
pembuatan. Konsentrasi Omnitrope setelah pencampuran 5mg/ml.
2. Preparasi
Persiapkan alat-alat berikut sebalum pemakaian Omnitrope :

a. Pencampuran Omnitrope 5,8 mg


Pindahkan tutup pelindung 2 vial, kemudian lap dengan alkohol pada 2
tutup karet baik pada vial yang mengandung serbuk somatropin maupun pada vial
yang mengandung diluen.

Berikutnya siapkan vial yang mengandung diluent steril, syringe


disposible ukuran 3 ml dan jarum. Masukkan jarum pada spuit jika belum
terpasang , tarik spuit dan isi spuit dengan udara. Dorong jarum yang telah masuk
ke dalam syringe melalui tutup karet dari vial yang berisi diluent, kemudian
dorong air yang berasal

dari syringe

ke

posisi

dalam

dibuat
bawah.

vial,

dengan
Setelah

dan
tutup
itu,

diluent dari vial masuk

vial

mengarah ke
ambil
ke

dalam

spuit injeksi.

Kemudian, spuit injeksi yang berisis diluent tadi dimasukkan ke dalam


vial yang berisis serbuk putih dengan cara mendorong jarum melalui tutup karet.
Masukkan diluent secara perlahan dengan cara mengalirkan cairan melalui
dinding kaca untuk mencegah terbentuknya busa. Kemudian buang spuit dan
jarum yang telah digunakan.

Berikut gambar cara pelarutan serbuk somatropin (jangan digojog) :

Jika larutan obat berkabut atau mengandung partikel maka tidak dapat
digunakan. Disini larutan obat harus jernih setelah pencampuran. Obat dalam vial
harus digunakan tidak lebih dari 3 minggu setelah pembuatan. Penyimpanan vial
disimpan dalam pendingin dengan suhu 360 sampai 460 F ( 20-80C).
3. Penyuntikan Omnitrope
Pemilihan tempat injeksi pada tubuh. Tempat terbaik untuk injeksi adalah
di lapisan lemak antara kulit dan otot. Seperti pada paha, pantat, atau wilayah
perut. Seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah. Jangan disuntikan di
bagian pusar, atau dekat garis pinggang.

Pastikan

rotasi

penyuntikan

dilakukan dalam pemilihan tempat injeksi dalam tubuh. Suntikan paling sedikit
inchi dari tempat injeksi terakhir. Sebelum melakukan injeksi, bersihkan kulit
dengan alkohol dan tunggu kering. Dengan menggunakan satu tangan cubit
lipatan kulit yang berlemak pada tempat injeksi. Dengan tangan yang lain pegang
spuit injeksi seperti layaknya memegang pensil. Sisipkan jarum ke dalam kulit

yang dicubit tegak lurus atau pada sudut slight (450-900). Setelah jarum spuit
dimasukkan, gerakkan tangan dengan mencubit kulit dan gunakan untuk menahan
syringe. Tarik kembali plunger dengan perlahan menggunakan satu tangan. Jika
darah mengalir pada syringe, jarum telah masuk ke dalam pembuluh darah.
Jangan injeksikan pada bagian ini, tarik jarum dan lakukan sesuai prosedur pada
bagian lain. Jika tidak ada darah yang mengalir, injeksikan larutan dengan
menekan plunger.

Tarik jarum tegak lurus keluar kulit. Setelah penyuntikan tekan bekas
tempat injeksi dengan perban kecil atau kassa steril jika dibutuhkan ketika terjadi
pendarahan selama beberapa detik. Jangan pijat atau gosok tempat injeksi.
4. Setelah Penyuntikan Omnitrope

Buang bahan-bahan injeksi.

Buang spuit injeksi dalam wadah tertutup.

Wadah yang tepat adalah wadah yang khusus digunakan untuk


meletakan jarum dan spuit yang telah digunakan.

Vial dari obat yang telah dicampur harus disimpan di pendingin pada suhu
360 sampai 460 F.

Larutan harus jernih setelah dipindahkan dari pendingin.

Sebelum penggunaan, disinfek tutup karet dengan melapnya menggunakan


alkohol. Sebaiknya hanya digunakan 1 disposiel spuit 1ml dan jarum untuk setiap

kali penyuntikan.Untuk Omnitope

TM

dosis 1,5 mg digunakan 1 kali pakai (single

use) dengan konsentrasi setelah pencampuran 1,5 mg/ml. Cara pemakaiannya


sama dengan penggunaan Omnitrope dosis 5,8 mg.
Jika pasien lupa menggunakan Omnitrope jangan menggunakan dosis
ganda untuk menutupi kekurangan obat yang seharusnya diminum. Lanjutkan
penggunaan Omnitrope sesuai dengan dosis yang dianjurkan pada resep. Dan
lakukan kontak dan meminta saran dokter.

Gambar di atas merupakan representasi skematik dari jalur sinyal


intraseluler reseptor IGF-1. dengan berikatan dengan IGF-1, reseptor IGF
memulai autofosforilasi IRS-1 pada banyak residu tirosin. Banyak domain SH
yang mengandung protein termasuk PI3-kinase, Grh2, Syp, dan Nck berasosiasi
dengan phospotirosin yang mengandung motif di dalam IRS-1, seperti yang
terlihat. Aktivasi dari IRS-1 reseptor juga dihasilkan pada fosforilasi tirosin dan
Shc, yang kemudian membentuk kompleks dengan Grb2. Grb2 berasosiasi secara
kuat dengan Sos yaitu exchange factor dari nukleotida guanin mamalia, yang
mengaktivasi Ras. IGF-1 dapat mengaktivasi Ras memalui jalur IRS-1-Grb-Sos
atau Shc-Grb-Sos. Ini menyebabkab aktivasi dari jalur protein kinase termasuk
Raf-1 dan satu atau lebih kinase terkait, MAP kinase kinase (MEKs), MAP kinase
(ERKs) dan SG kinase. Protein kinase ini pada gilirannya akan mengaktivasi
berbagai elemen lain termasuk faktor transkripsi nukleus. Pergantian yang
berulang-ulang dalam ekspresi dari berbagai gen responsif IGF-1 menghasilkan
efek jangka panjang dari IGF-1 termasuk pertumbuhan dan diferensiasi.
Hampir setiap sel pada tubuh manusia dipengaruhi pertumbuhannya oleh
IGF-1, khususnya pada sel otot, kartilago (tulang rawan), tulang, hati, ginjal,
saraf, kulit, dan paru-paru. IGF-1 diproduksi selama hidup. Level tertinggi
produksi IGF-1 terjadi selama masa pubertas. Sedangkan level terendah terjadi
pada usia tua dan masa kanak-kanak

STUDI KLINIK
A.Pada anak-anak yang kekurangan hormon pertumbuhan
Efikasi dan keamanan OMNITROPE dibandingkan dengan somatropin
lain pada pasien anak-anak yang kekurangan hormon pertumbuhan atau growth
hormone deficiency (GHD). Pada randomazied clinical trial dengan mengambil 89
pasien dengan GHD, 44 pasien menerima menerima omnitrope dan 45 pasien
lainya menerima somatropin lainya selama 9 bulan. Pemberian omnitrope
dilanjutkan melebihi 9 bulan dengan perlakuan dan dosis yang sama. Pada kedua
kelompok somatropine diberikan setiap hari dengan injeksi subkutan dengan dosis
0,03 mg/kg. Omnitrope dan somatropin pembandingnya menunjukkan efek yang
sama untuk pertumbuhan selama 9 bulan pengobatan.
Subyek yang menerima omnitrope dilanjutkan pengobatanya selama 6
bulan. Kecepatan pertumbuhanya dari bulan ke-9 sampai 15 dibandingkan dengan
kecepatan pertumbuhan pada bulan ke 6 sampai 9.
B. Pada pasien defisiensi growth hormon dewasa
Randomazed placebo-controlled

clinical trials pada pasien dewasa

kekurangan hormon pertumbuhan. Pada uji ini perubahan komposisi tubuh


diamati pada akhir periode 6 bulan pengobatan dari pasien yang menerima
somatropin dibandingkan yang hanya menerima plasebo. Massa tubuh, total
cairan tubuh, rasio lemak meningkat sementara total massa lemak tubuh dan
lingkar pinggang menurun. Efek komposisi tubuh ini terutama ditunjukkan ketika
pengobatan dilanjutkan selama 6 bulan. Densitas massa tulang akan menurun
setelah 6 bulan pengobatan dan akan kembali setelah 12 bulan pengobatan.

Uji invitro preklinik dan klinik menunjukkan bahwa somatropin


mempunyai efek terapeutik yang sama dengan hGH yang dihasilkan oleh tubuh
secara alami dan mempunyai profil farmakokinetik yang sama dengan manusia
normal.Pada pasien GHD anak-anak, pengobatan dengan somatropin dapat
meningkatkan pertumbuhan secara linier dan konsentrasi IGF-1 yang normal.
Pada pasien GHD dewasa pengobatan dengan somatropin menunjukkan
pengurangan massa lemak, peningkatan massa tubuh, perubahan metabolisme
termasuk perubahan pada metabolisme lemak dan normalnya konsentrasi IGF-1.
Sebagai tambahan berikut ini merupakan efek dari omnitrope :
1. Pertumbuhan jaringan
Somatropin menstimulasi pertumbuhan tulang rangka pasien GHD anakanak. Pengukuran peningkatan pertumbuhan tulang dilihat dari pertambahan
panjang tulang. Pertumbuhan tulang dipengaruhi oleh IGF-1 yang biasanya
rendah pada pasien GHD. Tetapi cenderung meningkat dengan terapi
somatropin.
Pada pasien anak anak dengan GHD mempunyai tulang yang pendek
karena kekurangan hormon pertumbuhan endogen dibandingkan pada anak-anak
normalnya. Pengobatan dengan somatropin dapat meningkatkan jumlah dan
ukuran sel otot.
2. Metabolisme protein
Pertumbuhan secara linier difasilitasi dengan peningkatan sintesis protein
seluler. Pengurangan nitrogen yang

ditunjukkan oleh penurunan

ekskresi

nitrogen urin dan nitogen urea pada serumnya merupakan awal dari terapi dengan
somatropin.
3. Metabolisme karbohidrat.
Pada pasien anak-anak dengan hipopituitarism kadang-kadang mengalami
hipoglikemia pada saat puasa yang dapat diobati dengan somatropin. Pemberian
dengan dosis besar dapat mengganggu toleransi glukosa.

4. Metabolisme lipid
Pada pasien GHD, pemberian somatropin menghasilkan mobilisasi lipid,
pengurangan penyimpanan lemak tubuh dan penurunan asam lemak dalam
plasma.
5. Metabolisme mineral
Somatropin menginduksi retensi sodium, potasium dan fosfor. Konsentrasi
dalam plasma anorganik fosfat menurun pada pasien dengan GHD setelah
diberikan terapi somatropin. Kalsium plasma tidak mengalami perubahan secara
signifikan karena terapi somatropin. Growth hormon dapat meningkatkan resiko
terjadinya kalsiuria.
6. Komposisi tubuh
Pasien GHD dewasa yang diberi perlakuan dengan somatropin dengan
dosis yang sudah direkomendasikan untuk orang dewasa menunjukkan penurunan
massa lemak dan peningkatan dalam massa lean body .
Obat-obat lain yang digunakan untuk pengobatan dwarfisme antara lain
Asellacrin dan Crescormon yang juga merupakan turunan hormon pertumbuhan
yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari. Obat ini disetujui oleh FDA tahun 1976
dan tahun 1979.
Hormon pertumbuhan digunakan untuk terapi pasien yang kekurangan
hormon pertumbuhan endogen. Pengobatan dengan hormon pertumbuhan ini
dilaporkan pada tahun 1958. produksi secara komersilnya dilakukan pada tahun
1979. Hormon pertumbuhan merupakan rantai tunggal dengan 191 rantai asam
amino,

protein

intramolekular.

yang

tidak

terglikosilasi

dengan

dua

ikatan

disulfida

Alasan FDA mengijinkan omnitrope sebagai human Growth Hormon


(hGH) karena hGH mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. hGH mempunyai karakteristik yang baik dan tidak mempunyai glikosilasi
(penambahan molekul gula pada protein yang dapat meningkatkan
kompleksitas protein dan membuatnya

sulit untuk dibandingkan

strukturnya dari standar dengan menggunakan spektrofotometri massa)


2. Struktur utama hGH telah diketahui dan uji fisikokimia memungkinkan
untuk mengelompokkan antara struktur sekunder dan tersier.
3. Bioassay yang relevan dan biomarker yang berkualitas telah tersedia untuk
hGH.
4. hGH mempunyai profil klinik yang bagus yang digunakan untuk pasien
yang kekurangan growth hormon endogen.
5. Mekanisme aksi hGH juga toksisitasnya pada manusia telah diketahui.

Anda mungkin juga menyukai