Anda di halaman 1dari 21

The Latest modalities treatment for endometriosis

MODALITAS TERAPI TERBARU UNTUK ENDOMETRIOSIS

Oleh :

Siti Rahma

Pembimbing :

Dr. dr. Nusratuddin Abdullah, SpOG(K), MARS

DIVISI FERTILITAS, ENDOKRINOLOGI DAN REPRODUKSI


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

1
The Latest modalities treatment for endometriosis

MODALITAS TERAPI TERBARU UNTUK ENDOMETRIOSIS

PENDAHULUAN

Endometriosis merupakan suatu kondisi inflamasi kronik yang ditandai


dengan adanya kelenjar dan stroma endometrium di luar kavum uteri. Endometriosis
terjadi 10–15% dari wanita usia reproduksi, sedangkan 50-60% wanita dengan nyeri
pelvik kronik, dismenorea, disparaunia, infertilitas(sampai 50 %) dan gangguan haid
mengalami endometriosis.(1-3)

Secara historis, penanganan primer endometriosis berdasarkan prinsip


onkologik untuk eleminasi lesi secara radikal dan hal ini masih menjadi terapi utama
pada pasien dengan stenosis intestinal dan ureteral atau massa adeksa dengan
karakteristik ulrasonografi yang meragukan. Namun endometriosis bukan suatu
kondisi keganasan dan tidak menyebabkan striktur intestinal atau ureteral pada
sebagian besar pasien. Selama dua dekade lalu, bukti semakin banyak bahwa
ukuran penyakit secara keseluruhan tidak berhubungan dengan frekuensi dan
beratnya gejala, atau dengan prognosis jangka panjang pada konsepsi dan
rekurensi. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih pragmatis berfokus pada keluhan
pasien daripada derajat lesi. (4)

Secara umum penanganan endometriosis terdiri dari penanganan operatif,


hormonal,dan penanganan alternatif lain. Penanganan operatif dilakukakn dengan
operasi laparoskopi untuk menghilangkan atau meminimalkan lesi endometriosis.
Dasar pengobatan ini adalah untuk menyebabkan amenore melalui mekanisme
penekanan fungsi hipofisis untuk menciptakan kondisi pseudopregnansi dan
pseudomenopause, sehingga terjadi keadaan hipoestrogenik yang akan
menyebabkan atrofi kelenjar endometriosis. Pembedahan diakui sebagai pilihan
pertama untuk penanganan endometriosis simptomatik, namun rekurensi nyeri
setelah pembedahan konservatif tinggi dan insidens pembedahan ulang untuk
keluhan nyeri berkisar 13 – 40%.(5) Petunjuk untuk diagnosis dan penanganan
endometriosis dari European Society of Human Reproduction and Embryology
(ESHRE) 2007 merekomendasikan supresi fungsi ovarium dengan kontrasepsi oral,

2
The Latest modalities treatment for endometriosis

danazol, gestrinone, medroxyprogesterone acetate (MPA) dan GnRH agonists


dengan evidence level 1a evidence. (6)
Tabel 1 mencantumkan agen utama yang digunakan dalam penanganan
endometriosis dan saat ini tersedia di pasaran.(7)

Tabel 1. Pilihan terapi medikamentosa untuk wanita dengan endometriosis


simptomatik yang tidak menginginkan kehamilan(7)

Pada makalah ini, kami fokus terhadap perkembangan terbaru dalam hal
pilihan terapi endometriosis, berdasarkan review literature.

PROGESTOGEN - DIENOGEST

Salah satu terapi yang saat ini telah digunakan dalam terapi endometriosis
adalah dienogest, derivate 19-nortestosterone, suatu progestin yang selektifitasnya
tinggi terhadap reseptor progesterone. Selain itu, memiliki efek antiovulasi, yang
secara tidak langsung menghambat progresifitas endometriosis. Dienogest
menghambat proliferasi sel stroma endometriotic dan produksi sitokin inflamasi sel
tersebut.(8, 9)

3
The Latest modalities treatment for endometriosis

Dienogest mulai diluncurkan dengan rekomendasi dosis 2 mg sekali sehari


(dua dosis terbagi di Japan). Dienogest 2 mg/hari menghambat ovulasi dan
menciptakan lingkungan hipoestrogen. Penelitian di Japan menunjukkan dienogest
secara signifikan lebih efektif daripada placebo dalam mengurangi nyeri pelvis
karena endometriosis. Efektifitas dienogest hamper sama dengan GnRH agonist
dalam mengurangi gejala endometriosis. Dienogest memiliki sedikit efek
hipoestrogen dibandingkan GnRH agonist, sedikit efek androgen, dan secara umum
ditoleransi dengan baik. Hal yang sama juga terlihat pada suatu studi multisenter,
openlabel, oleh T.Strowitzki dkk , dienogest 2 mg oral/hari seefektif GnRH agonist
(Leuprolide acetate) dalam menangani keluhan nyeri endometriosis dengan sedikit
insidensi hot flushes, minimal perubahan pada BMD dan metabolisme tulang.(8, 10)

Penelitian Fischer, Reiche, dan Moeller pada binatang coba yang diinduksi
jaringan endometriosis memperlihatkan bahwa dengan pemberian dienogest 0,3
mg/kg/hari vs danazol 100 mg/kg/hari, mengurangi area lesi endometriosis, efek
yang ekuivalen juga diberikan oleh danazol. Dienogest terbukti memiliki efek
hambatan terhadap perkembangan jaringan endometriosis pada model.(11)

Penelitian Momoeda dkk memperlihatkan bahwa setelah pemberian


dienogest 2 mg oral/hari selama 24 minggu, terjadi reduksi nyeri pada pasien
endometriosis dan reduksi diameter kista endometrioma ovarii. Begitu pula
penelitian yang dilakukan oleh Felice P dkk, penelitian multisenter di Jerman, Itali, dn
Ukraina. Pemberian dienogest 2 mg/hari/oral selama 52 minggu antara kelompok
endometriosis dan kontrol, memperlihatkan penurunan yang signifikan nyeri pelvis
yang dinilai dengan VAS. Rata-rata frekuensi dan intensitas perdarahan menurun.
Tidak ada perubahan bermakna pada parameter laboratorium yang diperiksa.(12)

Dienogest juga telah digunakan pada endometriosis ekstragenital. Penelitian


Miyuki Harada dkk memperlihatkan dengan pemberian dienogest 2 mg oral/hari,
efektif dalam mengurangi ukuran lesi endometriosis dan sejumlah gejala yang
berkaitan dengan endometriosis.(9)

Dienogest juga telah diteliti pada suatu model binatang coba untuk melihat
perannya dalam menghambat proses angiogenesis pada endometriosis. Penelitian
ini dilakukan oleh Hiroko Kiyatama dkk di Japan dengan mengisolasi jaringan

4
The Latest modalities treatment for endometriosis

endometrial pada binatang coba (tikus). Dienogest diberikan pada hari 0, 2, 4, 7, 10,
dan 14 setelah transplantasi jaringan endometriosis pada kulit model. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa pada model yang diberi dienogest, secara
signifikan terjadi supresi angiogenesis pada jaringan endometrium, dengan
konfirmasi perubahan struktur pada mikrovaskular.(13)

LEVONORGESTREL-RELEASING INTRAUTERINE SYSTEM (LNG-IUS)

Levonorgestrel merupakan progestin yang poten turunan dari 19-


nortestosterone dan memiliki efek androgenik dan anti-estrogenik pada
endometrium. Mekanisme kerja LNG-IUS pada endometriosis masih kontroversial.
LNG-IUS mengurangi reseptor estrogen (E) dan progesteron (P), juga menghambat
E-induced growth factors dan menghasilkan efek antiproliferatif. Levonorgestrel
mempengaruhi jaringan endometrium melalui desidulizasi stroma, provokasi atropi
kelenjar endometrial dan aktivitas apoptosis. LNG-IUS memiliki efek lokal dan
sistemik. Efek lokal diyakini terhadap lesi endometriotik pada peritoneum.
Peningkatan kadar levonorgestrel dideteksi pada cairan peritoneal selama
pemakaian LNG-IUS. LNG-IUS menurunkan kadar serum CA-125, yang merupakan
penanda aktivitas endometriosis, dengan efek yang serupa dengan GnRHa. (14, 15)

Sejumlah penelitian telah dilakukan, sehubungan dengan penggunaan LNG-


IUD sebagai terapi endometriosis. Penelitian open label pertama, yang
membandingkan terapi dengan LNG-IUD setelah operasi laparoskopi dengan kontrol
memperlihatkan bahwa 12 bulan setelah operasi, kelompok yang diberi LNG-IUD
terlihat pengurangan gejala dismenore yang bermakna dibandingkan kelompok
control.(16)

Bayogyu et al. dalam suatu studi acak terkontrol membandingkan efikasi


LNG-IUS (Mirena) dengan depot GnRH analog (gosareline acetate; Zoladex) pada
pasien dengan endometriosis berat selama 12 bulan, kedua modaliti terapi
menunjukkan efektifitas yang sama dalam penanganan nyeri pelvik kronik.(17)
Penelitian Vercellini dkk memperlihatkan penggunaan LNG IUS dengan GnRH
analog pada endometriosis, dengan hasil reduksi nyeri pelvis sama pada kedua
kelompok setelah 6 bulan observasi.Penelitian uji klinik jangka panjang, melihat efek

5
The Latest modalities treatment for endometriosis

LNG IUD sebelum terapi dan setelah terapi, dengan hasil perbaikan skor VAS
pasien endometriosis yang difollow up 1, 3, dan 6 bulan dan setiap 6 bulan dalam 3
tahun.(18)

Pada review Cochrane 2013 terdapat 3 penelitian untuk menentukan apakah


insersi LNG-IUD postoperatif pada pasien endometriosis mengurangi nyeri dan
rekurensi dibandingkan tanpa insersi, insersi plasebo postoperatif, atau terapi
postoperatif. Dalam 2 penelitian, ditemukan pengurangan rekurensi nyeri secara
signifikan pada kelompok LNG-IUD dibandingkan managemen ekspektatif (RR 0.22,
95% CI 0.08 to 0.60, moderate strength of evidence). Jumlah wanita yang
mengalami perubahan menstruasi secara signifikan lebih banyak pada kelompok
LNG-IUD (RR 37.80, 95% CI 5.40 to 264.60). Dalam 1 penelitian, wanita yang
menggunakan LNG-IUD menunjukkan skor nyeri yang lebih rendah dibandingkan
wanita yang menggunakan GnRH agonist (MD -0.16, 95% CI -2.02 to 1.70) tetapi
tidak bermakna secara statistik.(19)
LNG-IUD juga telah dibuktikan efektif dalam mengurangi gejala endometriosis
rektovaginal. Penelitian yang dilakukan oleh Fidelle dkk, memperlihatkan
peningkatan kontrol nyeri dan pengurangan nodul endometriosis rektovaginal yang
dinilai dengan USG.

AROMATASE INHIBITOR

Aromatase merupakan enzim cytochrome P450 (CYP) yang mengkatalisis


konversi androgen, androstenedione dan testosteron menjadi estrogen, estron dan
estradiol. Aromatase mengkatalisasi sintesa estrogen pada jaringan endometriotic.
Inhibisi aromatase memperlihatkan efek terapi rasional endometriosis. (20, 21)

Selective aromatase inhibitors menawarkan keamanan yang signifikan


melebihi nonselective inhibitors yang ada sebelumnya, dibagi dalam dua kategori
yaitu: steroidal/irreversible inhibitors of estrogen synthesis (exemestane dan
formestane), yang berkompetisi pada substrate binding site dan non-
steroidal/reversible inhibitors (anastrozole dan letrozole), yang mengganggu CYP
moiety of the enzyme. Letrozole terutama poten pada jaringan fibroblast sehingga
jelas merupakan agen yang paling efektif dari agen lainnya. Pada wanita
postmenopause, letrozole menghambat aromatase jaringan perifer hingga 99%.(22)

6
The Latest modalities treatment for endometriosis

Secara umum, kedua golongan aromatase inhibitor mengurangi sirkulasi


estrogen 1–10% pada wanita postmenopause atau pada wanita premenopause
dengan ovarium non-fungsional. Pada manusia, ovarium premenopause umumnya
dianggap resisten terhadap blokade produksi estrogen oleh aromatase inhibitor,
karena penurunan kadar estrogen plasma akan menyebabkan peningkatan
gonadotopin, yang kemudian akan menginduksi peningkatan produksi estrogen
ovarium.(22) Tidak ada studi klinis yang menunjukkan blokade ovarium komplit oleh
aromatase inhibitor, oleh karenanya merupakan terapi yang potensial untuk
endometriosis, agen ini sebaiknya digunakan hanya pada wanita postmenopause
untuk menghambat pembentukan estrogen pada kulit dan jaringan adiposa
sebagaimana halnya pada jaringan endometriotik atau kombinasi dengan terapi
lainnya.

Penelitian yang terkait penggunaan aromatase inhibitor dalam terapi


endometriosis berdasarkan satu penelitian randomized trial dan dua studi
observasional. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi efek kombinasi
aromatase inhibitor dengan progestin/kontrasepsi oral selama 6 bulan pada wanita
premenopause dengan endometriosis, yang resisten terhadap pembedahan atau
pengobatan. Kedua studi ini menunjukkan efek yang menguntungkan tanpa efek
samping yang berat, terjadi reduksi skor endometriosis saat laparoskopi dan
penurunan gejala nyeri pelvis 90 – 93 %. Sementara penelitian randomized trial oleh
Soysal dkk, mengevaluasi efek klinik kombinasi aromatase inhibitor dengan GnRH
agonist dibandingkan dengan GnRH agonist saja selama 6 bulan pada 80 pasien
dengan endometriosis berat.Setelah 24 bulan, terjadi peningkatan masa/interval
bebas nyeri pada kelompok kombinasi aromatase inhibitor dan GnRH agonist
dibandingkan GnRH saja. Begitu pula dengan kualitas hidup, terjadi peningkatan
dan efek minimal pada metabolisme tulang.(16, 23, 24)
Delapan studi terhadap 137 wanita (systemic review) yang mengevaluasi
outcome aromatase inhibitor. Pada kasus (7 kasus, 40 wanita) pemberian
aromatase inhibitor dikombinasikan dengan progestogen atau pil kombinasi atau
GnRH analog memperlihatkan reduksi skor nyeri, jumlah lesi dan perbaikan kualitas
hidup. Gejala nyeri juga terlihat berkurang pada pemberian aromatase inhibitor
dikombinasi dengan GnRH analog (P < 0,0001) dibandingkan dengan GnRH saja.
Tidak ada penurunan bermakna terhadap densitas tulang.(25)

7
The Latest modalities treatment for endometriosis

Satu randomized clinical trial yang membandingkan efek aromatase inhibitor


dan GnRh agonis versus control terhadap angka keberhasilan kehamilan dan
rekurensi penyakit setelah laparoskopi. Setelah 144 wanita didiagnosis
endometriosis melalui laparoskopi, mereka dibagi dalam 3 kelompok : group 1 (47
kasus) diterapi dengan Ietrozole selama 2 bulan, group 2 (40 pasien) diterapi
dengan triptorelin selama 2 bulan, dan group 3 (57 kasus) tidak menerima terapi.
Follow up dilakukan selama 12 bulan pada ketiga kelompok. Angka kehamilan pada
group 1 sebesar 23,4 %, 27,5 % group 2, dan 28,1 % group 3. Angka rekurensi
endometriosis pada group 1 sebesar 6,4 %, 5 % group 2, dan 5,3 % group 3. Hasil
penelitian menunjukkan angka kehamilan dan rekuransi penyakit sama diantara
ketiga grup.(26)
Metaanalisis oleh BJOG memperlihatkan penelitian yang membandingkan
Ietrozole dengan norethisterone acetate dan anastrozole dengan 20 ug
ethinylestradiol/LNG. Dilaporkan reduksi skor endometriosis (AFS) dan gejala nyeri
pada kedua penelitian tersebut. Penelitian randomized controlled trial yang
membandingkan GnRH + anastrazole dengan GnRH saja selama 6 bulan pada 80
wanita endometriosis memperlihatkan bahwa pada kelompok yang diterapi
kombinasi, terdapat perbaikan skor nyeri (P<0.0001) dengan minimal efek dan tidak
ada efek hilangnya massa tulang. (18)

8
The Latest modalities treatment for endometriosis

Berikut beberapa study aromatase inhibitor sebagai terapi endometriosis(27)

Hanya terdapat satu penelitian mengenai efektifitas aromatase inhibitor dalam


mencegah rekurensi endometriosis setelah operasi konservatif. Penelitian
randomized placebo-controlled trial, 80 wanita endometriosis dibagi dalam dua
kelompok : anastrozole (1mg/hari) kombinasi dengan goserelin 3,6 mg
subcutaneous (setiap 4 minggu selama 24 minggu) atau tablet placebo dengan

9
The Latest modalities treatment for endometriosis

regimen goserelin. Keduanya menunjukkan peningkatan interval bebas nyeri dan


penurunan angka rekurensi dibandingkan dengan pemberian gosereline saja.(27)

IMUNOMODULATOR DAN OBAT ANTI-INFLAMASI

Berdasarkan pendekatan terbaru pathogenesis endometriosis, telah jelas


bahwa inflamasi pelvis, aktivasi makrofag, dan invasi matrix ekstraseluler
merupakan target potensial dalam terapi endometriosis. Ada dua tipe
imunomodulator yang dapat digunakan untuk terapi endometriosis, yaitu: agen yang
mampu meningkatkan jalur sitolitik dari respon imun dan agen yang mampu
mengurangi komponen inflamasi. Agen tersebut mungkin bekerja pada level yang
berbeda dari kaskade patogenik yang menyebabkan terjadinya dan/atau
progresivitas endometriosis.(16, 28-30)

Agents Enhancing Cell-Mediated Immunity

Berbagai agen yang memiliki sifat immune-enhancing telah diselidiki pada


endometriosis, mencakup interleukin-12 dan interferon (IFN)-a-2b juga dua
imunomodulator sintetika (guanosine analogue loxoribine dan acetylcholine nicotinic
receptor analogue levamisole). Secara umum, komponen tersebut memiIiki
karakteristik stimulator pleiotropik. IFNa-2b terutama efektif dalam mengatur respon
imun melawan infeksi virus, sepertihalnya pada hepatitis C. Mekanisme kerjanya
melalui aktivasi sel natural killer (NK) serta ekspansi dan simulasi sel T CD8+.
Loxoribine meningkatkan aktivitas sel NK, menstimulasi proliferasi sel B,
menstimulasi makrofag dan menambah respon antibodi. Namun, kebanyakan agen
tersebut memiliki efek samping yang membatasi penggunaannya.(31)

Agents Reducing Inflammatory Components

Terdapat bukti klinis yang mendukung penggunaan cyclo-oxygenase (COX)


inhibitors untuk penanganan nyeri yang berhubungan dengan endometriosis, tetapi
peranan agen tersebut dalam penanganan nyeri belum diketahui secara komplit.
Ekspresi COX meningkat pada lesi endometriotik. Pada model binatang coba (tikus),
selective COX-2 inhibitors dilaporkan menekan pembentukan dan pertumbuhan

10
The Latest modalities treatment for endometriosis

jaringan endometriotic. Pada hamster, selective COX-2 inhibitors menghambat


pertumbuhan endometriosis melalui penghambatan angiogenesis. Penelitian
Cobellis dkk menunjukkan penggunaan COX-2 selective inhibitor dosis minimal
efektif mengurangi gejala nyeri pelvis yang berkaitan dengan endometriosis
(dismenorea, dispareunia, dan nyeri pelvis kronis) (32, 33)

Tumour necrosis factor (TNF) α, disekresi oleh makrofag yang diketahui


meningkat dalam cairan peritoneal fluid pada wanita dengan endometriosis,
sehingga diusulkan bahwa counteracting terhadap TNF α mungkin memberikan
efek yang menguntungkan. TNF α merupakan sitokin pleiotropik yang memiliki efek
menguntungkan dan merugikan, tergantung pada jumlah yang diproduksi, lokasi
jaringan dan aktivitas lokal dari TNF binding proteins (34)

a. Recombinant Human TNFRSF1A (r-hTBP1) or Onercept

Penggunaan TNF α blocker telah dilakukan pada model binatang untuk terapi
endometriosis. D’Antonio dkk melaporkan r-hTBP1, bentuk terlarut TNF tipe I,
terbukti mereduksi ukuran lesi endometriotic sebesar 33 % pada hari kedua
setelah pemberian dan 64 % pada hari kesembilan setelah pemberian r-
hTBP1. Penelitian yang sama juga dilaporkan oleh D’Hooghe dkk, dimana
penelitian tersebut dilakukan pada baboon, pemberian r-hTBP1 menghambat
perkembangan lesi endometriotic dan mencegah adhesi jaringan
endometriosis. Siklus menstruasi babon tidak terpengaruh pada pemberian r-
hTBP1. Ini merupakan keuntungan r-hTBP1 dibandingkan dengan terapi
medical lainnya. Efek samping penggunaan r-hTBP1 dan anti TNF lainnya
adalah sepsis. Penelitian pada manusia menunjukkan r-hTBP1 ditoleransi
dengan baik dan efektif memblok TNF α pada fase I, tetapi pada uji klinik fase
3, terdapat 2 pasien yang terdiagnosis sepsis, sehingga penelitian dihentikan.
(34)

b. Etanercept
Etanercept merupakan salah satu kandidat generasi terbaru untuk terapi
endometriosis. Etanercept menghambat aktifitas TNF α dengan kompetitif dan
mencegah interaksi reseptor sel permukaan. Obat ini dikategorikan B, dimana
tidak ada bukti risiko pada fetus pada manusia.

11
The Latest modalities treatment for endometriosis

Etanercept didemonstrasikan mengurangi lesi endometriotic pada model


binatang. Salah satu kasus yang dilaporkan oleh Shakiba, terapi etanercept
tidak efektif pada endometriosis stadieum lanjut (endometriosis rAFS stadium
IV). Penelitian ini menyarankan bahwa agen TNF α inhibitor tidak ideal
digunakan untuk terapi endometriosis stadium lanjut. Efek samping
etanercept meliputi infeksi saluran pernapasan, sakit kepala, dan rhinitis.(34,
35)

c. Infliximab
Suatu studi acak placebo controlled dengan menggunakan infliximab pada 21
wanita dengan nyeri pelvik berat dan endometriosis rektovaginal dilaporkan
oleh Koninckx et al. Setelah observasi selama 1 bulan, digunakan infliximab
(5 mg/kg) atau plasebo dan pembedahan dilakukan setelah 3 bulan. Derajat
nyeri dinilai dengan VAS, menunjukkan penurunan 30% selama terapi pada
kedua kelompok dan tidak ada efek infliximab yang diamati. Setelah
pembedahan, skor nyeri menurun pada kedua kelompok tanpa adanya
perbedaan. Oleh karenanya, data klinis awal tersebut menyarankan bahwa
inhibitor TNF α tidak mempengaruhi nyeri yang berhubungan dengan
endometriosis.(34, 36) 39

d. Pentoxifylline
Pentoxifylline, merupakan suatu turunan methylxanthine yang bekerja
menghambat phosphodiesterase dan menurunkan produksi sitokin inflamasi,
telah diuji dalam terapi endometriosis.
Pentoxifylline mereduksi pertumbuhan jaringan endometriotic pada model
binatang. Pada wanita tidak ada bukti yang menunjukkan efektifitas
Pentoxifylline sehubungan dengan fertilitas. Akan tetapi salah satu
randomized controlled trial, melaporkan 31 % angka kehamilan pada wanita
dengan endometriosis yang diterapi dengan Pentoxifylline 800 mg/hari
dibandingkan dengan control (12 %), walaupun secara statistic tidak
bermakna.(34)

12
The Latest modalities treatment for endometriosis

Pada review Cochrane 2009, tidak ditemukan bukti yang mendukung


penggunaan pentoxifylline untuk terapi endometriosis. Hal ini juga dibuktikan
dengan penelitian Alborzi, dimana Pentoxifylline diberikan selama 6 bulan,
tidak meningkatkan angka kehamilan, atau menurunkan angka rekurensi.(37)

Peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR-ɣ) merupakan


suatu nuclear transcription factor yang mengontrol transkripsi sitokin sehingga
mempengaruhi proses inflamasi. Dalam studi oleh McKinnon et al., ditemukan
ekspresi PPAR-ɣ pada lesi endometriotik dan kadar ekspresi agen ini berkorelasi
dengan gejala nyeri.(38)

Dalam studi menggunakan model baboon, rosiglitazone (suatu ligand


reseptor PPAR-ɣ) didapatkan pengurangan area endometriotik pada permukaan
peritoneum dibandingkan kontrol.(39) Dalam suatu laporan kasus, tiga subyek
dengan endometriosis diterapi dengan rosiglitazone selama 6 bulan. Dua di
antaranya mengalami perbaikan gejala nyeri. (40) Data ini mendukung bahwa
thiazolidinedione mungkin merupakan agen yang penting untuk terapi endometriosis.
Salah satu kelebihan nyata dari agen tersebut adalah tidak mengganggu fertilitas,
bahkan telah digunakan untuk induksi ovulasi pada pasien PCO. Rosiglitazone
meningkatkan risiko kardivaskuler pada pasien dengan penyakit jantung, sementara
golongan thiazolidinedione lainnya seperti pioglitazone tidak memiliki efek ini
sehingga mungkin efektif digunakan untuk terapi endometriosis di masa datang.(34)

Studi terbaru penggunaan Selective Vitamin D agonist, elocalcitol mengurangi


perkembangan endometriosis pada model binatang dengan menghambat implantasi
dan inflamasi pada peritoneum. Berdasarkan data tersebut, Selective Vitamin D
agonist dapat dipertimbangkan untuk diteliti pada hewan primate dan bahkan pada
manusia.(41)

13
The Latest modalities treatment for endometriosis

TERAPI ANTI-ANGIOGENIK

Salah satu hal yang penting dalam proses invasi jaringan lain oleh sel-sel
endometrium adalah vaskularisasi jaringan endometriotik. Peritoneal environment
adalah sangat angiogenik dan angiogenik faktor meningkat dalam jumlah dan
aktivitas pada carian peritoneal wanita dengan endometriosis. Angiogenesis berada
dalam kontrol sejumlah inducer (temasuk fibroblast growth factor, hepatocyte growth
factor, transforming growth factor α dan ß) dan inhibitor (seperti angiostatin,
endostatin dan thrombospondin).(42) 44
Glikoprotein dari famili vascular endothelial growth factor (VEGF), yang
terutama tampak semakin meningkat secara signifikan dalam proses yang
melibatkan angiogenesis psikologik atau patologik. Ekspresi VEGF oleh implant
endometriotik menyediakan mekanisme untuk neovaskularisasi yang biasanya
diamati di sekitar lesi tersebut. VEGF immunostaining telah diamati pada epitel
implant endometriotik, khususnya implant hemoragik. Peningkatan kadar VEGF-A
juga tampak pada cairan peritoneal wanita dengan endometriosis; kadar yang paling
tinggi terjadi selama fase proliferasi dari siklus, yaitu waktu dimana peritoneum
terpapar oleh endometrium retrograd. 45 Terdapat korelasi positif antara derajat
endometriosis dan kadar VEGF-A dalam cairan peritoneal. Asal seluler dari VEGF
dalam cairan peritoneal belum diketahui secara pasti dan meskipun bukti
menyarankan bahwa VEGF diproduksi oleh lesi endometriotik, makrofag peritoneal
yang teraktivasi juga memiliki kemampuan untuk sintesis dan sekresi VEGF. Terapi
anti-angiogenik seperti inhibitor VEGF dan agen angiostatik (AGM1470 [TNP470],
endostatin, sirolimus) telah menunjukkan pengurangan dalam pembentukan dan
progresi dari lesi endometriotik berbagai laboratorium dan model hewan yang
berbeda.(43, 44)
Di bawah ini beberapa pilihan terapi anti angiogenesis :(34)
a. Endostatin
Endostatin merupakan angiogenesis inhibitor yang menghambat aktivitas
proangiogenesis seperti VEGF dan basic fibroblast growth factor (bFGF/FGF-
2). Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa endostatin menginduksi
apoptosis pada sel endothelial dan menghambat proliferasi sel endothelial.
Endostatin telah dibuktikan menekan jaringan endometrium pada ayam yang

14
The Latest modalities treatment for endometriosis

diinduksi jaringan endometriotic dan menghambat pertumbuhan jaringan


endometriosis pada model tikus tanpa efek negative terhadap reproduksi.
b. Angiostatin
Angiostatin menghambat migrasi sel endothelial, proliferasi, dan induksi
apoptosis. Angiostatin juga menghambat permeabilitas yang diinduksi oleh
VEGF. Pada model tikus, angiostatin dilaporkan menghambat pertumbuhan
endometriosis.

c. Anginex
Anginex menghambat proliferasi, adhesi, dan migrasi serta apoptosis sel
endothelial. Anginex terlihat menghambat perkembangan jaringan
endometriosis dan mengurangi lesi endometriosis pada model tikus. Sampai
saat ini belum ada data penelitian uji klinis terhadap manusia.
d. TNP-470 dan Rapamycin : Angiogenic Inhibitor
Satchi Fainaro dkk telah mendemonstrasikan bahwa TNP-470 menghambat
VEGF. Penelitian terbaru, TNP-470 mengurangi lesi > 50 % pada model tikus
dan 95 % pada model ayam.
Rapamycin terbukti mengurangi jumlah dan ukuran lesi endometriotic pada
model hamster. Efek ini sehubungan dengan inhibisi angiogenesis seperti
reduksi densitas pembuluh adarah mikro dan pembentukan new vascular.
e. VEGF Inhibitor
VEGF Inhibitor mempunyai efek anti tumor dan menginduksi apoptosis sel
epitellial. Pada model tikus endometriosis, terapi VEGF inhibitor menghambat
pertumbuhan jaringan endometriotic. Efek samping yang ditimbulkan berupa
sakit kepala, phlebitis, muntaah, anoreksia, diare dan asthenia.

Penelitian anti angiogenesis pada manusia, thalidomide, memperlihatkan


dengan terapi angiogenesis inhibitor, gejala nyeri pelvis berkurang. (16, 18, 45)
Penelitian terbaru yang masih dalam tahap animal trial dengan anti
angiogenesis yaitu Lipoxin A4 dan 4-hydroxybenzyl alcohol pada model tikus.
Keduanya memiliki efek hambatan terhadap progresifitas endometriosis.(46, 47)

15
The Latest modalities treatment for endometriosis

SELECTIVE ESTROGEN RESEPTOR MODULATORS (SERMs)

Selective estrogen receptor modulators (SERMs) merupakan agen non-


steroidal yang berikatan dengan reseptor estrogen dan memiliki efek agonist dan
antogonist yang bervariasi tergantung pada jaringan dan lingkungan endokrin
sekitarnya. Untuk terapi endometriosis, SERM yang ideal seharusnya memiliki efek
antagonist terhadap jaringan endometrium dan agonist terhadap tulang dan
profil lipid. Raloxifene, merupakan SERM yang telah diteliti dalam terapi
endometriosis. Pada model hewan, tampaknya agen ini memiliki efek yang
menjanjikan untuk terapi endometriosis. SERMs dapat meningkatkan produksi
estrogen pada wanita usia reproduksi, sehingga berpotensi untuk terapi
endometriosis pada wanita postmenopause. TZE-5323 merupakan SERM uji coba
yang berhasil mengurangi ukuran implant endometriotik tetapi tidak mengurangi
kepadatan mineral tulang, diperlukan studi lanjut tentang penggunaan agen ini dan
kemungkinan identifikasi agen SERM yang ideal untuk terapi endometriosis.(16, 18,
48)

SELECTIVE PROGESTERONE RECEPTOR MODULATORS (SPRMs)

Reseptor progesterone (PR) berbentuk dua isoform terpisah (A dan B) yang


diekspresikan dari gen tunggal melalui mekanisme splicing alternatif. Kedua isoform
memiliki aktivitas steroid-hormone dan DNA-binding tetapi memiliki fungsi yang
berbeda yang tergantung pada tipe sel. Secara umum PRB merupakan aktivator
transkripsi yang lebih kuat daripada PRA. Dalam kondisi tertentu, PRA menjadi tidak
aktif sebagai faktor transkripsi tetapi tetapi dapat bekerja sebagai ligand-dependent
repressor dari reseptor steroid lainnya, termasuk PRB, reseptor estrogen, reseptor
androgen, reseptor mineralcorticoid dan reseptor glucocorticoid. (49)

Kedua isoform banyak diekspresikan dalam respon terhadap estrogen pada


endometrium sebelum ovulasi, tetapi ekspresi tersebut mengalami downregulasi
oleh progesteron selama maturasi endometrial. Efek pasti kedua protein tersebut
pada endometrium tergantung dari rasio PRA:PRB, pada kenyataannya, ablasi
selektif dari PRA menghasilkan keuntungan bagi aktivitas proliferatif yang dimediasi
oleh PRB pada endometrium. Peranan penting progesteron dalam reproduksi

16
The Latest modalities treatment for endometriosis

menghasilkan perkembangan ligand PR sintetik. Selective progesterone receptor


modulators (SPRMs) memiliki sifat campuran agonist dan antagonist dan terdapat
sebagai 3 tipe yang berbeda: tipe I SPRMs mencegah atau memperlemah ikatan
reseptor progesteron dengan progesterone response element; tipe II
mempromosikan ikatan reseptor progesteron dengan DNA response element, tetapi
kemampuannya untuk mengubah ekspresi gen sangat bervariasi dan mungkin site-
specific; tipe III mempengaruhi ikatan reseptor progesteron dengan progesterone
response element dan menghambat transkripsi DNA.

Sejauh ini, hanya SPRMs tipe II yang telah digunakan dalam terapi
endometriosis dan agen ini dapat bekerja secara berbeda, tergantung dosis, ada
tidaknya progesteron dan tempat bekerjanya. SPRMs memiliki kemampuan untuk
supresi pertumbuhan endometrium yang estrogen-dependent dan induksi amenorea
reversibel tanpa efek sistemik terhadap kehilangan estrogen.(49, 50)

Beberapa alasan yang dikemukakan untuk efek anti-proliferatif yaitu: agen ini
dapat bersifat sekunder terhadap inhibisi transkripsi gen reseptor estrogen oleh
isoform PRA, atau menyebabkan atropi arteri spiralis melalui blokade progesterone-
dependent growth factors, inhibisi angiogenesis, blokade siklus sel atau modulasi
apoptosis via growth factors. 48 Selain itu, SPRMs memiliki kemampuan untuk
supresi produksi prostaglandin endometrial, yang alasan tambahan untuk digunakan
sebagai terapi nyeri yang berhubungan dengan endometriosis.(50)

Kemampuan SPRMs belum sepenuhnya diselidiki. Dalam satu penelitian


placebo-controlled mengevaluasi keamanan dan efikasi dari tipe II ligand asoprisnil
dalam terapi endometriosis. Asoprisnil, J867, dalam 3 dosis (5, 10 dan 25 mg/hari)
digunakan selama 12 minggu pada 130 wanita dengan endometriosis dan nyeri
pelvik sedang hingga berat, hasilnya semua dosis asoprisnil mengurangi nyeri pelvik
nonmenstrual dan dismenorea dengan efek samping yang minimal. 50 Mifepristone,
RU486 telah dievaluasi sebagai agen terapi potensial untuk endometriosis. Dalam
suatu studi, pemberian RU486 100 mg/hari selama 3–6 bulan menghasilkan
perbaikan gejala nyeri dan regresi lesi endometriotik 55%. 51 Ada lebih dari 400
progestogen analog yang telah dikembangkan dan beberapa di antaranya mungkin
berperan penting dalam terapi endometriosis di masa datang.(16, 18, 21).

17
The Latest modalities treatment for endometriosis

KESIMPULAN

Karena terapi medikamentosa yang tersedia untuk penanganan


endometriosis simptomatik umumnya menghambat ovulasi, sehingga diindikasikan
untuk wanita yang tidak menginginkan kehamilan dalam waktu dekat. Pendekatan
terapeutik pada pasien endometriosis seharusnya ‘problem-oriented’ dan bukan
‘lesion-oriented’. Hingga saat ini pendekatan terapeutik bersifat simptomatik,
sehingga endometriosis untuk sementara ditekan tetapi tidak disembuhkan, jadwal
pengobatan dapat diperpanjang hingga bertahun-tahun.

Secara umum penanganan endometriosis dengan kontrasepsi oral atau


progestin adalah aman, efektif dan dapat ditoleransi baik, sehingga seharusnya
digunakan sebagai pilihan pertama. Selain itu relatif murah dan sesuai untuk
pengobatan jangka panjang. Pengurangan gejala nyeri tidak berbeda di antara
berbagai formulasi kontrasepsi oral. GnRH analog, danazol dan gestrinone
seharusnya digunakan sebagai pilihan kedua atau diberikan kepada pasien tertentu.
Agen terapeutik baru non-hormonal masih terus dikembangkan dan pilihan terapi
seharusnya mempertimbangkan keamanan, efektivitas, toleransi dan biaya.

18
The Latest modalities treatment for endometriosis

REFERENSI

1. Winkel C. Evaluation and management of women with endometriosis. Obstet Gynecol ;.


2003;102: 397-408.
2. Guidice L. Endometriosis. N Eng J Med. 2010 Jun 24;362(25):2389-98.
3. Wills C DC, Kennedy S, Kirtley S, & S Hogg. NHS Evidence-Women's Health Endometriosis
Annual Evidence Update. Endometriosis Annual Evidence Update. 2010.
4. Vercellini P FL, Aimi G, et al. Reproductive performance, pain recurrence and disease relapse
after conservative surgical treatment for endometriosis: the predictive value of the current system.
Hum Reprod. 2006;21:2679-85.
5. Vercellini P SE, Vigano P, et al. Endometriosis Current Therapies and New Pharmacological
Developments. Drugs. 2009;69(6):649-75.
6. Kennedy S BA, Chapron C, D’Hooghe T, Dunselman G, Greb R, et al. ESHRE Special Interest
Group for Endometriosis and Endometrium Guideline Development Group. ESHRE guideline for the
diagnosis and treatment of endometriosis. Hum Reprod. 2005;20:2698-704.a.
7. Vercellini P SE, Vigano` P, et al. Endometriosis: current and future medical therapies. Best
Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2008;22:275-306.
8. McCormack L P. Dienogest A Review of Its Use in the Treatment of Endometriosis. Drugs.
2010;70(16):2073-88.
9. Harada Miyuki OY, Izumi G, Takamura M, Takemura Y, Hirata T, Yoshino O, Koga K, Yano T,
and Taketani Y. Dienogest, a New Conservative Strategy for Extragenital Endometriosis: a Pilot Study.
Gynecological Endocrinology. 2011;27(9):717-20.
10. Strowitzki MJ, Gerlinger C, Faustmann T, and Seitz C. Dienogest is as Effective as Leuprolide
Acetate in Treating the Painful Symptoms of Endometriosis: a 24-Week, Randomized, Multicentre,
Open-Label Trial. Arch Gynecol Obstet. 2012;285:167-73.
11. Fischer OM RU, Moeller C, and Fuhrmann U. Effects of Dienogest on Surgically Induced
Endometriosis in Rats after Repeated Oral Administration. Gynecol Obstet Invest. 2011;72:145-51.
12. Petralgia Felice HD, Seitz C, Faustmann T, Gerlinger C, Luisi S, Lazzeri L, and Strowitzki T.
Reduced Pelvic Pain in Women with Endometriosis Efficacy of Long-Term Dienogest Treatment. Arch
Gynecol Obstet. 2012;285:167-73.
13. Katayama Hiroko KT, Uematsu K, Hiratsuka M, Kiyomura M, Shimizu Y, Sugita A, and Ito
Masaharu. Effect of Dienogest Administration on Angiogenesis and Hemodynamics in a Rat
Endometrial Autograft Model. Human Reproduction. 2010;25(11):2851-8.
14. Vigano` P SE, Vercellini P. Levonorgestrelreleasing intrauterine system for the treatment of
endometriosis: biological and clinical evidence. . Womens Health (Lond Engl) 2007;3:207-14.
15. Lockhat FB EJ, Konje JC. Serum and peritoneal fluid levels of levonorgestrel in women with
endometriosis who were treated with an intrauterine contraceptive device containing
levonorgestrel. Fertil Steril 2005;83:398-404.
16. Hompes P.G MV. Endometriosis : The Way Forward. Gynecological Endocrinology.
2007;23(1):5-12.
17. Bayoglu Tekin Y DB, Kiykac SA, et al. Postoperative medical treatment of chronic pelvic pain
related to severe endometriosis: levonorgestrel-releasing intrauterine system versus gonadotropin-
releasing hormone analogue. Fertil Steril 2011;95:492-6.
18. Panay N. Advances in the Medical Management of Endometriosis. BJOG An International
Journal of Obstetrics and Gynecology. 2008;115:814-7.
19. Levonorgestrel-releasing intrauterine device (LNG-IUD) for symptomatic endometriosis
following surgery . [database on the Internet]. Cochrane Database Syst Rev. 2013 [cited.
20. Seli E BM, Arici A. Pathogenesis of endometriosis. Obstet Gynecol Clin N Am. 2003;30:41-61.

19
The Latest modalities treatment for endometriosis

21. Crosignani P OD, Bergqvist A, Luciano A. Advances in the Management of Endometriosis: an


Update for Clinicians. Human Reproduction Update. 2006;12:179-89.
22. Miller WR AT, Dixon JM. Anti-tumor effects of letrozole. Cancer Invest. 2002;20:15-21.
23. Vignali M IM, Matrone R, et al. Endometriosis: novel etiopathogenetic concepts and clinical
perspectives. Fertil Steril 2002;78:665-78.
24. Ailawadi RK JS, Kataria M, et al. Treatment of endometriosis and chronic pelvic pain with
letrozole and norethindrone acetate: a pilot study. Fertil Steril 2004;81:290-6.
25. Pathwardhan S NA, Yates D, Harrison GR, and Khan KS. Systemic Review of The Effects of
Aromatase Inhibitors on Pain Associated with Endometriosis. BJOG An International Journal of
Obstetrics and Gynecology. 2008;115:818-22.
26. Alborzi Saeed HB, Omidvar A, Dehbashi S, Alborzi S, and Alborzi M. A Comparison of the
Effect of Short-Term Aromatase Inhibitor (Ietrozole) and GnRH Agonist (Triptorelin) Versus Case
Control on Pregnancy Rate and Symptm and Sign Recurrence after Laparoscopic Treatment of
Endometriosis. Arch Gynecol Obstet. 2011;284:105-10.
27. Ferrero Simone VLP, Ragni Nicola, Camerini Giovanni, and Remorgida Valentino.
Pharmacological Treatment of Endometriosis, Experience with Aromatase Inhibitors. Drugs.
2009;69(8):943-52.
28. Lebovic DI MM, Taylor RN. Immunobiology of endometriosis. Fertil Steril 2001;75:1-10.
29. Warren NB. The Emerging Use of Aromatase Inhibitors for Endometriosis Treatment.
Reproductive Biology and Endocrinology. 2011;9:87.
30. Nothnick B. Warren ZX. Future Targets in Endometriosis Treatment: Targeting the
Endometriotic Implant. Medicinal Chemistry. 2009;9:324-28.
31. Ingelmo JM QF, Acien P. Intraperitoneal and subcutaneous treatment of experimental
endometriosis with recombinant human interferon-alpha-2b in a murine model. Fertil Steril
1999;71:907-11.
32. Hull ML PA, Wang DY, et al. Nimesulide, a COX-2 inhibitor, does not reduce lesion size or
number in a nude mouse model of endometriosis. Hum Reprod. 2005;20(2):350-8.
33. Luisi S LL, Ciani V, Petraglia F. Endometriosis in Italy: From Cost Estimates to New Medical
Treatment. Gynecologycal Endocrinology. 2009;25(11):734-40.
34. Kyama C.M MA, Simsa P, Mwenda JM, Tomasetti C, Meuleman C, and Hooghe D.TM. Non-
Steroidal Targets in the Diagnosis and Treatment of Endometriosis. Current Medicinal Chemistry.
2008;15:1006-17.
35. Shakiba Khashayar FT. Tumour Necrosis Factor α Blockers: Potential Limitations in the
Management of Advanced Endometriosis ? A Case Report. Human Reproduction. 2006;21:2417-20.
36. Koninckx PR CM, Timmerman D, et al. Anti-TNF-alpha treatment for deep endometriosis-
associated pain: a randomized placebo-controlled trial. . Hum Reprod 2008;23:2017-23.
37. Pentoxifylline versus medical therapies for subfertile women with endometriosis (Cochrane
Review). [database on the Internet]. Cochrane Database Syst Rev. 2009 [cited.
38. McKinnon B BNA, Huber A.W, et al. PPAR-g expression in peritoneal endometriotic lesions
correlates with pain experienced by patients. . Fertil Steril. 2010;93:293-6.
39. Lebovic DI MJ, Chai DC, et al. PPAR-gamma receptor ligand induces regression of
endometrial explants in baboons: a prospective, randomized, placebo- and drug-controlled study.
Fertil Steril. 2007;88(suppl 2):1108-19.
40. Moravek MB WE, Lebovic DI. Thiazolidinediones as therapy for endometriosis: a case series.
Gynecol Obstet Invest. 2009;68:167-70.
41. Mariani Margherita VP, Gentilini D, Camisa B, Caporizzo E, Lucia DP, Monno A, Candiani M,
Somigliana E, and Bordignon P Paola. The Selective Vitamin D Receptor Agonist, Elocalcitol, Reduces
Endometriosis Development in a Mouse Model by Inhibiting Peritoneal Inflammation. Human
Reproduction. 2010;27(7):2010-9.
42. McLaren J. Vascular endothelial growth factor and endometriotic angiogenesis. Hum Reprod
Update. 2000;6:45-55.

20
The Latest modalities treatment for endometriosis

43. Donnez J SP, Gillerot S, et al. Vascular endothelial growth factor (VEGF) in endometriosis.
Hum Reprod. 1998;3:1686-90.
44. Becker CM SD, Rupnick MA, et al. Endostatin inhibits the growth of endometriotic lesions
but does not affect fertility. Fertil Steril 2005 Oct;84:1144-55.
45. Tinelli A MR, Vergara D, Leo G, Malvasi A and Tinelli R. Endometriosis Management :
Workflow on Genomics and Proteomics and Future Biomolecular Pharmacotherapy. Current
Medicinal Chemistry. 2008;15:2099-107.
46. Xu Zhangye ZF, Lin F, Chen J, and Huang Y. Lipoxin A4 Inhibits the Development of
Endometriosis in Mice: The Role of Anti-Inflammation and Anti-Angiogenesis. American Journal of
Reproductive Immunology. 2012;67:491-97.
47. Laschke MW OV, Scheuer C, and Menger MD In Vitro and In Vivo Evaluation of The Anti-
Angiogenic Action of 4-Hydroxybenzyl Alcohol. British Journal of Pharmacology. 2011;163:835-44.
48. Saito T YM, Yamauchi Y, et al. Effects of the novel orally active antiestrogen TZE-5323 on
experimental endometriosis. . Arzneimittelforschung Drug Res. 2003;53:507-14.
49. Chabbert-Buffet N MG, Bouchard P, et al. Selective progesterone receptor modulators and
progesterone antagonists: mechanisms of action and clinical applications. Hum Reprod Update
2005;11:293-307.
50. ChwaliszK P, DeMannoD, et al. Selective progesterone receptor modulator (SPRM)
development and use in the treatment of leiomyomata and endometriosis. Endo Reviews.
2005;26:423-38.

21

Anda mungkin juga menyukai