TINJAUAN PUSTAKA
VERUKA VULGARIS
I. Pendahuluan
Veruka vulgaris (kutil) adalah proliferasi jinak (hiperplasia) pada kulit dan
mukosa di bagian epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV)
tipe tertentu. Tipe virus yang sering menimbulkan veruka vulgaris adalah HPV tipe
2, 4, 27, 29 dan tipe yang jarang adalah HPV tipe 1. Penyakit ini merupakan
penyakit infeksi yang sering dijumpai pada anak, dewasa, dan orang tua. Cara
penyebaran virus ini adalah dengan kontak langsung atau inokulasi. Tempat
predileksi terutama di ekstremitas bagian ekstensor and tempat yang sering terjadi
trauma seperti tangan, jari, dan lutut. Gambaran klinis veruka vulgaris adalah papul
dengan ukuran yang bervariasi, hiperkeratotik, dengan permukaan filiformis,
berbatas tegas, dan tampak red or brown dots yang merupakan patogmonik dari
penyakit ini. Tujuan dari pengobatan adalah untuk dekstruksi fisik sel epidermis
yang terinfeksi. Penyakit ini bersifat residif walaupun pengobatan yang telah
diberikan adekuat.[1,2,3]
II. Epidemiologi
Veruka vulgaris ini tersebar pada seluruh populasi dunia, diperkirakan
sekitar 7 sampai 12% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Penyakit ini
dapat terjadi pada seluruh kelompok usia, namun insiden tertinggi terjadi diantara
anak-anak berumur 12-16 tahun dengan prevalensi terjadinya 10-12%. Penyakit ini
juga sering timbul pada pasien dengan sistem imun yang turun dan pasien yang
sedang mendapat terapi imunosupresif. Insiden terjadi pada pria dan wanita sama.
Pasien yang sering berenang pada kolam renang umum, sering merendam
tangannya di air, sering tergores (terjadi trauma) dan tukang daging memiliki
insiden yang lebih tinggi untuk terkena veruka vulgaris. Perkembangan mejadi
keganasan jarang terjadi, namun beberapa kasus telah dilaporkan dan diberi nama
verukus karsinoma[3,4].
III. Etiologi
dapat merusak pertumbuhan kuku. Periungual warts lebih sering terjadi pada orang
yang suka menggigit kukunya lesi biasanya konfluen dan melibatkan lipatan kuku
bagian proksimal dan lateral dan mungkin dapat menyebar ke bibir dan lidah
biasanya pada separuh bagian tengah. Jika tumbuh di dekat mata maka
berhubungan dengan terjadinya konjungtivitis dan keratitis. Dapat pula berlokasi
disekitar genitalia, tetapi hanya sekitar 1-2%. Pada laki-laki hampir selalu
menyerang batang penis[6,7].
Pada veruka vulgaris terjadi hiperplasia semua lapisan epidermis, dapat
terlihat hiperkeratosis dengan area parakeratosis, serta lapisan malpighi dan
granular menebal. Lesi berupa papul atau nodul berduri, bersisik, kasar yang dapat
ditemukan pada permukaan kulit di berbagai tempat di tubuh, dapat tunggal
maupun berkelompok, ukuran bervariasi mulai dari pinpoint hingga lebih dari 1 cm,
tetapi rata-rata 5 mm. Bertambahnya ukuran lesi berlangsung beberapa pekan
hingga beberapa bulan. Lesi berwarna abu-abu dengan permukaan yang kasar
sehingga disebut verukus. Pada beberapa kasus didapatkan mother wart yang
berkembang dan tumbuh lambat dalam waktu yang lama. Dan kemudian secara
tiba-tiba muncul veruka yang baru. Pada permukaan veruka tersebut, terlihat titiktitik hitam yang kecil, yang merupakan bekuan darah akibat dilatasi kapiler[2,6,7].
Gambaran klinis[3]:
Gambaran histopatologi[8]:
Diagnosis Banding
Keratosis Senilis
Keratosis Senilis adalah tumor pra kanker yang disebabkan oleh sinar UV dari
cahaya matahari. Tumor ini dapat berkembang menjadi karsinoma sel
skuamosa. Biasanya mengenai orang yang sering terpapar cahaya matahari
dalam waktu yang lama. Biasanya terjadi pada orang tua. Biasanya diameter 310 mm dan lesi biasanya membesar dan berubah menjadi merah dan bersisik.
Dalam
sebagian
variasi
dapat
menimbulkan
cutaneous
horn.
Pada
Keratosis Seboroik
Keratosis Seboroik adalah tumor jinak yang paling sering pada orang tua. Lesi
biasanya terdapat pada muka dan tubuh bagian atas. Gambaran klinis tampak
papul berwarna coklat sampai hitam, dapat generalisata, dan pada perabaan
konsistensinya kenyal. Pada histopatologi tampak proliferasi kelenjar epitelial
papiloma[9].
Moluskum Kontangiosum
Moluskum Kontangiosum adalah penyakit yang disebabkan oleh virus poks
yang klinisnya berupa papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi
massa yang mengandung badan moluskum. Penyakit ini biasa ditemukan pada
anak-anak. Pada pemeriksaan histopatologi terdapat badan moluskum yang
mengandung partikel virus[1].
VII.Penatalaksaan
Non-medikamentosa
1. Tidak menyikat, menjepit, menyisir, atau mencukur daerah yang berkutil untuk
menghindari penyebaran virus
2. Tidak menggunakan pemotong kuku yang sama pada kutil dan kuku yang sehat
3. Tidak gigit kuku jika memiliki kutil didekat kuku
4. Tidak mencungkil kuku karena dapat menyebabkan luka dan memudahkan
masuknya infeksi virus
5. Rajin mencuci tangan dan kulit secara teratur dan benar
6. Mandi dua kali sehari sehingga kebersihan kulit senantiasa terjaga
7. Bila terdapat luka kecil atau luka parutan, bersihkan dengan sabun dan air hangat
serta langsung dikeringkan
8. Kenakan selalu alas kaki, bila perlu yang tahan air atau anti selip terutama saat
menggunakan fasilitas umum
Medikamentosa
Terapi sistemik yang digunakan adalah:
- Simetidin oral dengan dosis 30-40 mg/kgBB/hari telah dilaporkan mampu
meresolusi veruka vulgaris.
2.Krioterapi
Merupakan pilihan utama untuk hampir semua veruka vulgaris. veruka seharusnya
dibekukan secara adekuat dimana dalam waktu 1-2 hari akan timbul lepuh
sehingga akan menjadi lebih lunak. Proses krioterapi biasanya menggunakan
likuid nitrogen (temperatur -196 C). Idealnya pengobatan dilakukan setiap dua
atau tiga pekan sampai lepuh terkelupas. Komplikasi dari krioterapi diantaranya
terjadinya hipopigmentasi dan timbul jaringan parut (skar).
3.Laser karbondioksida dapat digunakan untuk pengobatan beberapa variasi dari
veruka baik pada kulit maupun mukosa. Pengobatan ini efektif untuk
menghilangkan beberapa jenis veruka, seperti kutil periungual dan subungual[7].
4.Asam salisilat 12-26% dengan atau tanpa asam laktat efektif untuk pengobatan
veruka vulgaris dimana efikasinya sebanding dengan krioterapi. Efek keratolitik
asam salisilat mampu membantu mengurangi ketebalan veruka dan menstimulasi
respon inflamasi.
5.Glutaraldehid merupakan agen virusidal yang terdiri dari 10% glutaraldehid dalam
etanol cair atau dalam formulasi bentuk gel. Pengobatan hanya terbatas pada lesi
di tangan. Efek samping yang dapat terjadi adalah dermatitis kontak. Nekrosis
kutaneus dapat terjadi walaupun sangat jarang[2,6].
6.Bleomisin memiliki efikasi yang tinggi dan penting untuk pengobatan veruka
vulgaris terutama yang keras. Bleomisin yang digunakan memiliki konsentrasi 1
unit/ml yang diinjeksikan di dekat bagian bawah veruka hingga terlihat memucat.
Saat injeksi terasa nyeri sehingga pada beberapa pasien dapat diberikan anestesi
lokal. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah timbulnya skar dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan yang luas[2].
7.Dinitrochlorobenzene (DNCB) dilaporkan mampu meresolusi veruka pada 85%
kasus. Caranya: DNCB dilarutkan dalam aseton, kolodion atau petrolatum. Dosis
awal DNCB dengan konsentrasi 2-5 %, tetapi dapat diturunkan menjadi 0,2-0,5%
jika timbul reaksi yang berat. Veruka mulai pecah setelah sekali hingga dua puluh
kali pengobatan, tetapi rata-rata dibutuhkan 2-3 bulan pengobatan. Efek samping
dari penggunaan DNCB yaitu pruritus, nyeri lokal, dan dermatitis eksematous
ringan.
VIII. Prognosis
Prognosis penyakit ini baik, namun sering residif walaupun mendapat pengobatan
yang adekuat.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP. Penyakit Virus. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010. p. 110-118.
2. Androphy EJ, Lowy DR. Warts. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.
Edisi
Ketujuh.
New
York:
McGraw-Hill;
2008.
Available
from