Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya
komedo, papula, pustula, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu
bagian atas, dada, dan punggung. 1 Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja,
dengan 80% terjadi pada usia 11-30 tahun. Tetapi insiden yang paling sering terjadi adalah di
masa remaja (79-90%). Insiden terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada perempuan dan
usia 16-19 tahun pada laki-laki.2 Penelitian yang dilakukan di Jerman memperlihatkan secara
umum prevalensi akne pada murid sekolah menengah atas sebesar 93,3% dengan 94,4%
merupakan siswa laki-laki dan 92% pada siswa perempuan.3 Namun kadang-kadang pada
2
wanita acne menetap sampai usai 30an.
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum
diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain:
genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari
kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes),
4
kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan
terjadinya akne yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan
2,4
peradangan (inflamasi).

Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne
yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/papulaar,
pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit (ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi
kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi. 4 Diagnosis akne vulgaris dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Akne vulgaris atau jerawat adalah penyakit kulit obstruktif dan inflamatif kronik
pada unit polisebasea yang sering terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri.5
Akne vulgaris adalah penyakit kulit akibat peradangan kronik pada folikel polisebasea
yang ditandai dengan lesi pleomorfik berupa komedo, papula, pustul, nodul, dan kista.2

2.2 Etiologi
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui
secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain :
genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, faktor
4
psikis, pengaruh musim, kosmetika, dan bahan kimia lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya akne adalah:
(1) Faktor Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting terhadap kemungkinan seseorang
menderita akne. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa akne terjadi pada 45%
remaja yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita akne, dan hanya 8% bila ke
dua orang tuanya tidak menderita akne.6

(2) Kebersihan
Kebersihan yang tidak baik dapat mempermudah timbulnya penyakit akne
vulgaris, disamping produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan peningkatan
unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinta lesi pada akne vulgaris.7

(3) Faktor Ras


Warga Amerika yang berkulit putih lebih banyak menderita akne dibandingkan
dengan ras yang berkulit hitam dan akne yang diderita lebih berat dibandingkan dengan
orang Jepang.8
(4) Hormonal
Hormon androgen berasal dari testis dan kelenjar adrenal yang memegang
peranan penting, karena kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormone androgen
maka kelenjar sebasea akan bertambah besar dan produksi sebum meningkat.7

Pada keadaan fisiologis, hormone estrogen tidak mempengaruhi produksi


sebum, namun dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar
hipofisis. Hormon gonadotropin memiliki efek meningkatkan produksi hormon
androgen.7

Hormon progestron apabila dalam jumlah yang fisiologis tidak mempunyai


pengaruh pada efektifitas kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus
menstruasi akan tetapi progestron dapat menyebabkan akne vulgaris premenstrual.7

(5) Iklim
Cuaca yang panas dan lembab dapat memperparah akne. Hidrasi pada stratum
koreneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne dan pajanan sinar matahari
yang berlebihan dapat memperburuk akne.8

(6) Kejiwaan
Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh para ahli telah menemukan adanya
hubungan antara akne dengan berbagai faktor psikologis termasuk depresi, kecemasan,
kepribadian, emosi, konsep diri, rasa percaya diri, isolasi sosial, penerimaan sosial,
fobia sosial, dan ketidakpuasan terhadap tubuh.9
Akne dapat kambuh atau bertambah buruk pada penderita stres emosional. Pada
beberapa penderita, stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne
karena dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik secara langsung atau melalui
rangsangan terhadap kelenjar hipofisis . Kecemasan menyebabkan penderita
memanipulasi aknenya secara mekanis sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel
dan timbul lesi baru.7
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Andri, pasien akne yang diperiksa di
pusat pelayanan tersier cenderung mengalami stress, depresi dan kecemasan, menarik
diri dari pergaulan sosial, kemarahan, serta cenderung tidak memiliki perkerjaan
dibandingkan dengan yang tidak mengalami akne.9
(7) Lingkungan
Akne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan
pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan.8

2.3 Patofisiologi
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,
peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi
peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi dapat
4
juga pada penyakit parkinson dan akromegali. Faktor pertama yang berperan dalam
patogenesis akne ialah peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien
dengan akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne.
4
Meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu
komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne.
Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat
pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes
mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik. 1,2
2. Keratinisasi folikel.
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne
yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi
hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan
kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian
menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal
tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian
membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan
daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam
2
linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleat. Asam
linoleat merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang
yang terkena akne. Kuantitas asam linoleat akan kembali normal setelah penanganan
dengan isotretinoin. Kadar asam linoleat yang tidak normal dapat menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat
asumsi bahwa asam linoleat diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan
mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum. IL-1 juga memiliki
peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit follikular pada manusia
2
menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokome.
3. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium aknes,
Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang
terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada
kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea
yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi
kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi
sitokin pro-inflamasi. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif dalam proses
inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan
mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki
konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak
terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya
2
penyakit yang diderita.
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi
perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi
yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi
dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-
inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi
hipersensitifitas tipe lambat dengan memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan
faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan
berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang
mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan. 2

4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan
komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului
pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan
cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan
dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas
1,2
inflamasi yang jauh lebih hebat.
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih
terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan
ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis
mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama
ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea
dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah
ruptur komedo neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikrokomedo.
2

a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papula
(pustula) d) Nodul
2.4 Klasifikasi

Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya
akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/
papular, pustular/ noduokistik) dan atau beratnya penyakit (ringan/sedang/sedang-
10
berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.

1. Klasifikasi sederhana
 Akne ringan (Mild Akne): Komedo merupakan lesi utama. Papula dan pustula mungkin
ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya < 10 ).
 Akne sedang (Moderate Akne): Jumlah papula dan pustula yang cukup banyak (10-
40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai
penyakit yang ringan pada badan.
 Akne sedang berat (Moderately Severe Akne): Jumlah papula dan pustula yang sangat
banyak (40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-kadang
terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi (mencapai 5). Area yang luas
biasanya melibatkan wajah,dada, dan punggung.
 Akne sangat berat (Very Severe Akne) : Akne nodulokistik dan aknekonglobata dengan
lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yang besar dan nyeri bersama dengan
10
banyak komedo, papula, pustula, dan komedo yang lebih kecil.
2. FDA global grade
 Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
 Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi.
 Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan
sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papula/pustula, tidak ada lesinodular).
 Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin
terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular.
 Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi,
10
dengan sedikit lesi nodular.
Gambar 2. Akne vulgaris grade 1 Gambar 3. Akne vulgaris grade 2

Gambar 4. Akne vulgaris grade 3 Gambar 5. Akne konglobata

3. Klasifikasi oleh Pillsburry pada tahun 1963 mengelompokkan akne menjadi 4 skala
berdasarkan jumlah, tipe lesi, luas dan kulit yang terlibat.5

Tabel 2.1 Gradasi Akne Vulgaris Menurut Pillsbury

Gradasi Keterangan Gradasi Akne Vulgaris


1 Komedo dimuka
Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam
2
dimuka
Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam
3
dimuka, dada dan punggung
4 Akne konglobata

Sumber : Djuanda, Adhi dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6

4. Klasifikasi akne berdasarkan tipe dan jumlah lesi dapat digolongkan menjadi ringan,
sedang, berat, dan sangat berat :11

Tabel 2.2 Klasifikasi akne berdasarkan tipe dan jumlah lesi

Derajat Komedo Papul/Pustul Nodul, Inflamasi Jaringan


kista, sinus parut
Ringan < 10 < 10 - - -
Sedang < 20 > 10-50 - + ±
Berat > 20-50 > 50-100 ≤5 ++ ++
Sangat > 50 > 100 >5 +++ +++
berat

Sumber : Movita, Theresia.Acne Vulgaris, Kalbemed.2013

2.5 Gejala Klinis


Akne paling banyak terjadi di wajah, tetapi dapat terjadi di punggung bagian atas,
dada bagian atas, dan bahu. Di badan, akne cenderung terkonsentrasi dekat garis tengah
tubuh. Lokasi kulit lain misalnya leher, lengan atas dan glutea. Penyakit ini ditandai oleh
lesi yang bervariasi, meskipun satu jenis lesi biasanya lebih mendominasi. Lesi non
inflamasi, yaitu komedo. Komedo adalah gejala patognomonik bagi akne berupa papul
miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat
mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black komedo,
open komedo) sedang bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak
mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup (white
comedo, close comedo).5
Scar atau jaringan parut dapat menjadi komplikasi akne noninflamasi maupun akne
inflamasi.2

2.6 Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum,
yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang
menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lunak bagai nasi
yang ujungnya kadang berwarna hitam.5
Untuk mendiagnosis akne vulgaris, dapat juga dilakukan pemeriksaan histopatologis,
pemeriksaan mikrobiologis, dan pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit
(skin surface lipids).5
(1) Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa
sebukan sel radang kronis di sekitar folikel polisebasea dengan massa sebum di dalam
folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas
massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang
lepas.5
(2) Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada
etiologi dan pathogenesis penyakit dapat dilakukan dilaboratorium mikrobiologi yang
lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan.5
(3) Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat
dilakukan untuk tujuan penelitian. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas (free
fatty acid) meningkat.5

2.7 Diagnosis Banding


Terdapat beberapa diagnosis banding yang dapat dibandingkan dengan penyakit akne
vulgaris.
(1) Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya kortikosteroid, INH,
barbiturat dll. Gejala klinis berupa erupsi papulo pustule mendadak tanpa adanya
komedo dihampir seluruh bagian tubuh.5
(2) Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Gejala klinis umumnya lesi
monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul dengan tempat predileksi di
tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya.5
(3) Rosasea merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala
eritema, pustule, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea.5
(4) Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi
eritema, papul, pustule, disekitar mulut yang terasa gatal.5

2.8 Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
 Diet.

Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita aknevulgaris.


Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan hubungannya
dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base yang mendukung
bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan
12
mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut.

Gambar 6. Terapi Akne vulgaris


Medikamentosa
Kongres European Academy of Dermatology and Venerology ke-9 di Jenewa tahun 2002
mengeluarkan consensus tentang pengobatan akne.11

Tabel 2.4 Algoritme Internasional untuk pengobatan akne

Derajat 1 (ringan) Derajat 2-3 Derajat 4 (berat) Maintenance


(sedang)
Retinoid topikal Retinoid topikal Isotretinoin Retinoid topikal

Benzoil peroksida Benzoil peroksida Atau retinoid Benzoil peroksida


atau antibiotik atau antibiotic topical, antibiotik atau antibiotik topikal
topikal topikal oral, terapi
hormon
Antibiotik oral

Terapi hormon

Sumber : Movita, Theresia.Acne Vulgaris, Kalbemed.2013

Untuk pengobatan tidak hanya berdasarkan jumlah lesi, tetapi juga ditentukan oleh
beberapa faktor lain misalnya distribusi lesi lokalisata atau generalisata, derajat inflamasi,
lama sakit, respon terapi sebelumnya, dan efek psikososial. Akne sedang sampai berat
menggunakan kombinasi terapi topikal dan oral.11
Pengobatan topical dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan
peradangan, dan mempercepat penyembuhan lesi.5
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik selain
dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum, dan mempengaruhi
keseimbangan hormonal.5

Tabel 2.5 Golongan obat topikal dan obat sistemik akne vulgaris

Obat Topikal Obat sistemik


Bahan iritan yang Sulfur(4-8%), Antibiotic Tetrasiklin (250mg-1.0
dapat mengelupas resorsinol(1-5%), sistemik g/hari), doksisiklin
kulit asam salisilat (2- (50mg/hari), eritromisin
5%), peroksida (4x250 mg/hari),
benzoil (2,5-10%), azitromisin (250-500mg
dan asam azeleat seminggu 3x dan
(15-20%), asam trimethoprim-
hidroksi (misalnya sulfanetoksazol untuk
asam glikolat 3- akne yang parah.
8%)

Antibiotika topical Oksi tetrasiklin Obat hormonal Estrogen (50 mg/hari


yang dapat (1%), eritromisin untuk selama 21 hari dalam
mengurangi jumlah (1%), klindamisin menekan sebulan) atau
mikroba dalam folikel fosfat (1%) produksi antiandrogen siproteron
yang berperan dalam androgen asetat (2 mg/hari)
etiopatogenesis akne
vulgaris
Anti peradangan Hidrokortison 1- Vitamin A 50.000 iu-150.000
topical , salap atau 2,5 % digunakan iu/hari
krim kortikosteroid sebagai
ringan atau sedang antikeratinisasi
namun sudah
jarang
digunakan
karena efek
sampingnya
Suntikan intralesi Triamsinolom Retinoid oral. Isotretinoin (0,5-
kortikosteroid kuat asetonid 10 mg/cc Merupakan 1mg/kgBB/hari)
pada lesi nodul derivate
kistik retinoid yang
menghambat
produksi
sebum sebagai
pilihan pada
akne
nodulokistik
atau
konglobata
yang tidak
sembuh
dengan
pengobatan
lain.
Untuk menghambat Etil laktat 10% Antiinflamasi Ibuprofen (600mg/hari),
pertumbuhan jasad non steroid dapson (2x100mg/hari,
renik seng sulfat
(2x200mg/hari)

Terapi Fisik

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:

a. Ekstraksi komedo.

Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi


denganmenggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne.Secara
teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
13
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

b. Kortikosteroid Intralesi.
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-
nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun
waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah
2,5 mg/ ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat
yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus
ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan
menyebabkan atrofi. Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastis ukuran
dari lesi nodular. Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan
suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini
sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular
5,13
tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.

c. Liquid Nitrogen.

Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair
selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja
dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan
13
pada dinding tersebut.

d. Radiasi Ultraviolet.

Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi


denganmenghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dan UVB sebaiknya diberikan
secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat
diberikan dua kali seminggu. Radiasi ultravioletalami (UVR) yang didapat dari
paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi
2,5,13
sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi.

2.9 Pencegahan
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya akne vulgaris, yaitu
dengan hidup sehat, istirahat yang cukup, hindari stress, hindari penggunaan kosmetik yang
berlebihan, berusaha menghindari polusi debu, menjaga lingkungan agar tetap bersih,
menjaga kebersihan diri, dan diperlukan juga pengetahuan dan informasi mengenai akne
vulgaris.1

2.10 Prognosis
Prognosis penyakit akne vulgaris secara umum baik. Akne vulgaris umumnya sembuh
sebelum mencapai usia 30-40an.1
BAB III

KESIMPULAN

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya
komedo, papula, pustula, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu
bagian atas, dada, dan punggung. Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja,
dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi
yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi
penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui
secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan, antara lain: genetik,
endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar
sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan
bahan kimia lainnya. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,
peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).

Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan tes
laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.

2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris andAcneiform
Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,Leffell D, eds. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:McGraw-Hill; 2007. p: 690-703.

3. Ghodsi SZ, Orawa H, Zouboulis, 2009. Prevalence, Severity, and Severity Risk Factors of Akne in
High School pupils: a community-based study. Journal of Investigative Dermatology, vol.129, no.9,
pp. 2136-2141

4. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed.Massachusetts: Blackwell
Science,Inc.;2002. p:148-156

5. Djuanda, Adhi dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

6. Ayudianti, P ; Indramaya, D.M. 2010. (Retrospective Study : Factors Aggravating Akne Vulgaris).
Faktor Pencetus Akne Vulgaris.Vol26/No.1

7. Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC

8. Pindha, I. S. 200. Akne Vulgaris, dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya
(Soetjiningsih-ed). Edisi I. Jakarta : CV.Agung Seto

9. Andri. 2009. Cara Pandang Psikologis Akne Vulgaris : Berhubungan dengan stress dan Gejala
Psikiatrik. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK UKRIDA.
http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Ked/article/download/199/195 diakeses tanggal 7 oktober
2018

10. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:


http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html5. Dreno B,
Poli F. Epidemiology of Acne.Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of
Dermatology Paris July 2002.p:7-9. 2003

11. Movita, Theresia.Acne Vulgaris, Kalbemed.2013.IDI2626


12. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF,Rawlings AV, eds. Acne
and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-24

13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic AcneTreatment.Dermatology, Acne


Symposium at the World Congres of Drematology Paris July 2002.p:37-42. 2003

Anda mungkin juga menyukai