Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR OTAK

1. Pengertian
Tumor Otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak. Banyak jenis
tumor yang berbeda-beda. Beberapa tumor otak bukan merupakan kanker
(jinak) dan beberapa tumor otak lainnya adalah kanker (ganas). Tumor otak
dapat berasal dari otak (tumor otak primer) atau kanker yang berasal dari
bagian tubuh lain dan merambat ke otak (tumor otak sekunder / metastatik).
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada
desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan
tengkorak. (Sylvia.A, 2013. Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang
bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam
ruang tengkorak kepala (intrakranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat
berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari
jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari
organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal,
dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).

2. Etiologi
Tidak ada faktor etiologi jelas yang telah ditemukan untuk tumor
otak primer. Walaupun tipe sel yang berkembang menjadi tumor sering
kali dapat diidentifikasi, mekanisme yang menyebabkan sel bertindak
abnormal tetap belum diketahui. Kecenderungan keluarga, imunosupresi,
dan faktor-faktor lingkungan sedang diteliti. Waktu puncak untuk kejadian
tumor otak adalah decade kelima dan ketujuh. Selain itu, pria terkena lebih
sering dari pada wanita.
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti.
Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat
dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Dibawah 5% penderita
glioma mempunyai sejarah keluarga yang menderita brain tumor.
Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor
familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada
bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor
hereditas yang kuat pada neoplasma.
b. Sisa-Sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi
dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional
tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi
dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa
meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi
virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum
ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor
pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik
f. Trauma kepala
Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga
mendesak massa otak akhirnya terjadi tumor otak.
3. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang
disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan
tekanan intracranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Akibatnya terjadi kehilangan
fungsi secara akut dan dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular
primer.Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron
akibat kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti
bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan perubahan
sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang
diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan
penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh
kerusakan sawar di otak, menimbulkan peningkatan volume intracranial dan
meningkatkan TIK.
Peningkatan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan
intracranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah
intrakranial, volum CSS, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel
parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan mengakibatkan
herniasi untuk serebellum.
Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser ke
inferior melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ke-3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser
ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior.
Kompresi medulla oblongata dan terhentinya pernapasan terjadi
dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan
intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik, dan
gangguan pernapasan.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis mungkin tidak spesifik yang dapat disebabkan oleh
edema dan peningkatan TIK atau spesifik yang disebabkan oleh lokasi
anatomi tertentu.
a. Perubahan Status Mental
Seperti pada gangguan neurologis atau bedah syaraf, perubahan tingkat
kesadaran atau sensoris dapat ditemukan. Perubahan status emosional dan
mental, seperti letargi dan mengantuk, kebingungan, disorientasi, serta
perubahan kepribadian dapat ditemukan.
b. Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten.
Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk,
maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor
pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
Sakit kepala dapat terbatas atau keseluruhan. Biasanya intermiten
dengan durasi meningkat dan dapat diperparah dengan perubahan posisi
atau mengejan. Sakit kepala parah dan berulang pada klien yang
sebelumnya bebas sakit kepala atau sakit kepala berulang di pagi hari
yang frekuensi dan keparahannya meningkat dapat menandakan suatu
tumor intrakranial dan membutuhkan pengkajian lebih lanjut.
c. Mual dan Muntah
Manifestasi klinis mual dan muntah dipercaya terjadi karena tekanan
pada medula, yang terletak pusat muntah. Klien sering mengeluhkan sakit
kepala parah setelah berbaring di ranjang. Saat sakit kepala makin nyeri,
klien juga dapat mengalami mual atau muntah yang spontan. Selama
episode muntah biasanya nyeri kepala akan berkurang.
d. Papiledema
Kompresi pada nervus kranialis kedua, nervus optik, dapat
menyebabkan papiledema. Mekanisme patofisiologis yang mendasari hal
ini masih belum diapahami. Peningkatan tekanan intrakranial
mengganggu aliran balik vena dari mata dan menumpuk darah di vena
retina sentralis. Juga dikenal sebagai “Choked disc”, papiledema umum
pada klien dengan tumor intrakranial dan mungkin merupakan manifestasi
awal dari peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema awal tidak
menyebabkan perubahan ketajaman penglihatan dan hanya dapat
dideteksi dengan pemeriksaan oftalmologis. Papiledema parah dapat
bermanifestasi sebagai penurunan tajam penglihatan.
e. Kejang
Kejang, fokal atau umum, sering ditemui pada klien dengan tumor
intrakranial, terutama tumor hemisfer serebral. Kejang dapat parsial atau
menyeluruh. Kejang parsial biasanya membantu membatasi lokasi tumor.
Manifestasi klinis lokal disebabkan oleh kerusakan, iritasi, atau kompresi
dari sebagian otak tempat tumor terletak.
 Kelemahan Fokal ( misal, hemiparesis)
 Gangguan sensoris, antara lain tidak dapat merasakan (anestesia), atau
sensasi abnormal (Parestesia)
 Gangguan bahasa
 Gangguan koordinasi (misal, jalan sempoyongan)
 Gangguan penglihatan seperti diplopia (pandangan ganda) atau
gangguan lapang pandang (monopia)
5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2008) ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang
digunakan dalam mengindikasi penyakit tumor otak, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Computed Tomography Scan (CT-Scan)
Computed Tomography (CT) Scan merupakan suatu teknik
diagnostik dengan menggunakan sinar sempit dari sinar-X untuk
memindai kepala dalam lapisan yang berurutan. Bayangan yang
dihasilkan memberi gambaran potongan melintang dari otak, dengan
membandingkan perbedaan jaringan padat pada tulang kepala, korteks,
struktur subkortikal, dan ventrikel. Bayangan ditunjukkan pada osiloskop
atau monitor TV dan difoto. Lesi-lesi pada otak terlihat sebagai variasi
kepadatan jaringan yang berbeda dari jaringan otak normal sekitarnya.
Jaringan abnormal sebagai indikasi kemungkinan adanya massa tumor,
infark otak dan atrofi kortikal. Oleh karena itu, CT Scan merupakan alat
diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang diduga menderita
tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor yang
berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran
CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya
tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena
densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi
mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang
hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu
pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Penilaian CT Scan pada tumor otak:
a. Tanda proses desak ruang:
1. Pendorongan struktur garis tengah itak
2. Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
b. Kelainan densitas pada lesi:
1. Hipodens
2. Hiperdens atau kombinasi
c. Klasifikasi, perdarahan
1. Edema perifokal
Gambar 5 Pemeriksaan CT scan pada Tumor Otak (Pearce, 2009)
2. Positron Emmision Tomography (PET)
Positron Emmision Tomography (PET) adalah teknik pencitraan
nuklir berdasarkan komputer yang dapat menghasilkan bayangan fungsi
organ secara aktual. Klien menghirup gas radioaktif atau diinjeksikan
dengan zat radioaktif yang memberikan partikel bermuatan positif. Bila
positron ini berkombinasi dengan elektron-elektron bermuatan negatif
(normalnya didapat dalam sel-sel tubuh), resultan sinar gamma dapat
dideteksi oleh alat pemindai. Dalam alat-alat pemindai, detektor tersusun
dalam sebuah cincin dan seri-seri yang dihasilkan berupa gambar dua
dimensi pada berbagai tingkatan otak. Informasi ini terintegrasi oleh
komputer dan memberikan sebuah komposisi bayangan kerja otak. PET
memungkinkan pengukuran aliran darah, komposisi jaringan, dan
metabolisme otak. PET mengukur aktifitas ini secara spesifik pada
daerah otak dan dapat mendeteksi perubahan penggunaan glukosa. Uji ini
digunakan untuk melihat perubahan metabolik otak, melokasikan lesi
seperti adanya tumor otak. PET digunakan untuk mendiagnosa kelainan
metabolisme pada otak dan mampu mendiagnosa penyakit Alzheimer
serta penyebab lain dari demensia. Hasil yang didapatkan seperti pada
(Gambar 2-6).
Gambar 6 Positron Emmision Tomography (PET) (Pearce, 2009)
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemindaian MRI dapat mendemonstrasikan otak dengan
menggunakan fasilitas multiplanar pada bidang aksial, koronal dan
sagital dengan gambaran yang sangat baik pada fosa posterior, karena
tidak ada artefak tulang. MRI merupakan pemeriksaan yang sangat
sensitif dalam mendeteksi tumor seperti adenoma hipofisis dan neuroma
akustik. MRI menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda
penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari
sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari
abses ataupun proses lainnya. Pada keadaan tumor otak ini akan nampak
warna yang kontras dengan warna organ normal dan terjadi penebalan
jaringan otak.
Gambar 7 Hasil MRI pada Tumor Otak (Pearce, 2009)
4. Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) merekam aktifitas umum eletrik di
otak, dengan meletakkan elektroda-elektroda pada daerah kulit kepala
atau dengan menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak.
Pemeriksaan ini memberikan kajian fisiologis aktifitas serebri. EEG
bertindak sebagai indikator kematian otak. Tumor, abses, jaringan parut,
bekuan darah, dan infeksi dapat menyebabkan aktifitas listrik berbeda
dari pola normal irama dan kecepatan. Pemeriksaan ini pada tumor otak
berfungsi untuk mengevaluasi lobus temporal pada saat kejang.

Gambar 8 Contoh Gambaran EEG pada Tumor Otak (Pearce, 2009)


5. MR-Spectroscopy
MR-Spectroscopy (MRS) mampu membedakan berbagai lesi pada
otak. Derajat akurasinya mencapai 95-100% untuk membedakan lesi
neoplasma atau nonneoplasma. Choline adalah marker spesifik pada
neoplasma intrakranial. Peningkatan konsentrasi choline atau jumlah
rasio Cho/Cr atau Cho/NNA menunjukkan adanya suatu neoplasma
(Castillo et al, 1998). Kelainan spesifik tertentu dapat mempersulit untuk
membedakan diagnostik antara tumor atau proses inflamasi seperti pada
high grade glioma dan abses serebri dimana puncak konsentrasi choline
dapat tidak muncul karena adanya proses nekrosis. Berbagai cara tertentu
dapat digunakan seperti penggunaan long TE dapat mempermudah
identifikasi puncak choline. Adanya puncak cytosolic amino acids pada
0,9 ppm adalah karakteristik khusus untuk abses. Pada diffusion weight
image, abses menunjukkan high signal intensity sedangkan pada tumor
dengan degenerasi nekrosis menunjukkan ISO sampai low signal
intensity. Pada abses biasanya menunjukkan hipoperfusi sedangkan pada
glioma menunjukkan hiperperfusi (Fatterpekar et al, 2001).

Gambar 9 Gambaran Grafik MR-Spectroscopy Tumor Otak


6. Angiografi Serebral
Menegaskan adanya tumor. Memberikan gambaran pembuluh
darah serebral dan letak tumor serebral. Pada tumor otak ini pembuluh
darah pada siklus Willis di cabang arteri otak yang kecil akan mengalami
pembesaran masa pembuluh darah saat dilakukan pemeriksaan ini.

Gambar 10 Hasil Pemeriksaan Angiografi Serebral pada Tumor Otak (Pearce, 2009)
7. Pemeriksaan Lumbal Pungsi
Menunjukan peningkatan cairan serebrospinal (CSS), yang
mencerminkan TIK, peningkatan kadar protein, penurunan kadar
glukosa, dan terkadang sel-sel tumor pada CSS.  Dilakukan untuk
melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan
ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang
besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan
patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor
dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).

Gambar 11 Pemeriksaan Lumbar Pungsi (Pearce, 2009)

6. Penatalaksanaan
Faktor –faktor prognostik sebagai pertimbangan penatalaksanaan yakni
usia, General health, ukuran tumor, lokasi tumor, dan jenis tumor.Langkah
pertama pada pengobatan tumor otak ialah pemberian kortikostreoid yang
bertujuan untuk memberantas edema otak. Pengaruh kortikostreoid terutama
dapat dilihat pada keadaan-keadaan seperti nyeri kepala yang hebat, deficit
motorik, afasia dan kesadaran yang menurun. Beberapa hipotesis yang
dikemukakan: meningkatkan transportasi dan reasirbsi cairan serta
memperbaiki permeabilitas pembuluh darah. Jenis kortikostreoid yang dipilih
yaitu glukokortikoid; yang paling banyak dipakai ialah deksametason, selain
itu dapat diberikan prednisone atau prednisolon. Dosis deksametason biasa
diberikan 4-20 mg intravena setiap 6 jam untuk mengatasi edema vasogenik
(akibat tumor) yang menyebabkan tekanan tinggi intracranial (Greenberg et al.,
1999). Selain itu terapi suportif yang dapat dilakukan yaitu IVFD RL XX
tetes/menit (makro), ceftriaxon vial 1 gram/12 jam, ranitidine ampul 1 gram/12
jam, dexamethason 1 ampul/6 jam.Untuk tumor otak metode utama yang
digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu :
1. Pembedahan
Tumor jinak sering kali dapat ditangani dengan eksisi komplet dan
pembedahan merupakan tindakan yang berpotensi kuratif, untuk tumor
primer maligna, atau sekunder biasanya sulit disembuhkan. Pembedahan
tumor biasanya harus melalui diagnosis yang histologis terlebih dahulu.
2. Terapi Medikamentosa
a) Antikonvulsan untuk epilepsi
b) Kortikosteroid (dekstrametason) untuk peningkatan tekanan
intrakranial. Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal
sementara dengan mengobati edema otak
c) Kemoterapi diindikasikan pada beberapa kasus glioma, sebagai ajuvan
pembedahan dan radioterapi dengan pengawasan unit spesialistik
neuro onkologi.
3. Terapi Radiasi
Radioterapi konvensional menghantarkan radiasi menggunakan
akselerator linier. Dosis standar untuk tumor otak primer kurang lebih
6.000 Gy yang diberikan lima kali seminggu selama 6 minggu. Untuk
klien dengan tumor metastasis, dosis standar radiasi kurang lebih 3.000
Gy. Dosis pasti akan bergantung pada karakteristik tumor, volume
jaringan yang harus diradiasi biasanya diberikan dalam periode yang lebih
pendek untuk melindungi jaringan normal di sekitarnya. Bentuk lain dari
terapi radiasi, walaupun tidak dianggap konvensional dan belum tersedia
luas, adalah terapi radiasi partikel berat, radioterapi neutron cepat, terapi
fotodinamik, dan terapi tangkapan neutron boron. Walaupun
penggunaannya luas, terapi radiasi bukan tanpa konsekuensi.

7. Komplikasi
Menurut beberapa sumber salah satunya menurut Ginsberg
(2008) komplikasi yang dapat terjadi pada tumor otak antara lain:
1. Peningkatan Tekanan Intrakraial
Peningkatan tekanana intrakranial terjadi saat salah satu maupun semua
faktor yang terdiri dari massa otak, aliran darah ke otak serta jumlah
cairan serebrospinal mengalami peningkatan. Peningkatan dari salah satu
faktor diatas akan memicu:
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih terakumulasi disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak.
b. Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi akibat peningkatan produksi CSS ataupun karena
adanya gangguan sirkulasi dan absorbsi CSS. Pada tumor otak, massa
tumor akan mengobstruksi aliran dan absorbsi CSS sehingga memicu
terjadinya hidrosefalus.
c. Herniasi Otak
Peningkatan tekanan intracranial dapat mengakibatkan herniasi
sentra, unkus, dan singuli. Herniasi serebellum akan menekan
mesensefalon sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ketiga (okulomotor) (Fransisca, 2008).
2. Epilepsi
Epilepsi diakibatkan oleh adanya perangsangan atau gangguan di dalam
selaput otak (serebral cortex) yang disebabkan oleh adanya massa tumor
(Yustinus, 2006).
3. Berkurangnya fungsi neurologis
Gejala berkurangnya fungsi neurologis karena hilangnya jaringan otak
adalah khas bagi suatu tumor ganas (Wim, 2002). Penurunan fungsi
neurologis ini tergantung pada bagian otak yang terkena tumor.
4. Ensefalopati radiasi
5. Metastase ke tempat lain 
6. Kematian
WOC TUMOR OTAK SECARA UMUM

Herediter Trauma Virus Onkogenik (Rotavirus) Radiasi

Mengenai lobus oksipitalis Pertumbuhan Sel yang Abnormal Obstruksi cairan Peregangan Epidural
serebrospinal dari ventrikel
lateral ke sub arachnoid
Gangguan visual TUMOR OTAK Nyeri Kepala

HIDROSEPALUS Papiledema
Penambahan Massa Otak dan atau Cairan Otak

Kerusakan pembuluh darah otak Kompresi jaringan otak Mengenai lobus frontalis Mengenai batang otak Bergesernya ginus
terhadap sirkulasi darah & O2 medialis lobus temporal
ke inferior melalui
Perpindahan cairan intravaskuler Kompresi daerah motorik Iritasi pusat vagal di
insisura tentorial
ke jaringan serebral Penurunan suplai O2 ke medula oblongata
jaringan otak akibat obstruksi
Hemiparesis
Herniasi medula
Volume intrakranial naik (PTIK) Mual & Muntah oblongata
Iskemik MK. Gangguan
Menggangu fungsi spesifik Mobilitas Fisik MK. Nutrisi
MK. Gangguan Perfusi Menekan pusat saraf napas
bagian otak tempat tumor Kurang dari
Jaringan Cerebral Kebutuhan Tubuh
Mengenai lobus parietalis
MK. Ketidakefektifan
MK. Nyeri Kronis
MK. Risiko Pola Napas
Kejang fokal
Tinggi Cedera
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala yang hilang timbul dan
durasinya makin meningkat
b. Riwayat penyakit saat ini
c. Klien mengeluh nyeri kepala saat perubahan posisi dan dapat
meningkat dengan aktivitas, vertigo, muntah proyektil, perubahan
mental seperti disorientasi, letargi, papiledema, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double,
ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala atau trauma kepala,
riwayat tumor/kanker sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu
riwayat keluarga dengan tumor kepala.
3. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi,
diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.

4. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi
pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain),
B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (Breath)
Adanya peningkatan irama pernafasan (pola napas tidak teratur) dan
sesak napas terjadi karena tumor mendesak otak sehingga hermiasi
dan kompresi medulla oblongata. Bentuk dada dan suara napas klien
normal, tidak menunjukkan batuk, adanya retraksi otot bantu napas,
dan biasanya memerlukan alat bantu pernapasan dengan kadar
oksigen 2 liter/menit.
2. Kardiovaskular B2 (Blood)
Desak ruang intracranial akan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Selain itu terjadi ketidakteraturan irama jantung (irreguler) dan
bradikardi. Klien tidak mengeluhkan nyeri dada, bunyi jantung
normal, akral hangat, nadi bradikardi.
3. Persyarafan B3 (Brain)
a. Penglihatan (mata)  : Penurunan penglihatan, hilangnya
ketajaman atau diplopia.
b. Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
c. Penciuman (hidung)  : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada
lobus frontal
d. Pengecapan (lidah)    : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
1) Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif
atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari
keduanya.
2) Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan
tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
3) GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang
diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a) Eye (respon membuka mata)
(4):Spontan
(3):Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka
mata).
(2):Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)
(1): Tidak ada respon
b) Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya
berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata
masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya
“aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c) Motor (respon motorik)
(6):Mengikuti perintah
(5):Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4):Withdraws (menghindar/menarik ekstremitas atau
tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3):Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi
kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(2):Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi
di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(1):Tidak ada respon
Berdasarkan Fokal
Tumor Lobus Frontalis
a. Gangguan keperibadian dan mental seperti apatis,kesukaran
dalam pandangan ke depan, regresi dalam tingkah laku
social
b. Graps refleks (reflek memegang)
c. Spasme tonik pada jari-jari kaki atau tangan
d. Kejang fokal atau wajah
e. Todd’s paralisis
f. Afasia motorik
g. Jika terjadi di traktus kortikospinalis :hemiparesis sampai
hemiplegia kontralateral lesi
h. Sindrom foster kennedy
Tumor lobus temporalis
a. Kajang parsiil
b. Movement motoric automatic
c. Nyeri epigastrium
d. Perasaan fluttering di epigastrik atau toraks
e. Dejavu
Tumor lobus parietalis
a. Astereognosis
b. Antopognosis
c. Hemianestesia
d. Tidak dapat membedakan kanan taua kiri
e. Loss of body image
Tumor lobus oksipitalis
a. Gangguan yojana penglihatan
b. Nyeri kepala di daerah oksipital
c. Hemianopsia homonym
Tumor Serebellum
a. Nyeri kepala, muntah dan pupil edema
b. Gangguan gait dan gangguan koordinasi
c. Bila berjalan kan jatuh ke sisi lesi
d. Ataksia, tremor, nistagmus hipotonia
Tumor daerah thalamus
a. Refleks babinsky positif, hemiparesis, hiperrefleks
b. Tekanan intracranial yang tinggi
c. Lama kelamaan bisa menjadi hidrosefalus
Tumor daerah pineal/epifise
a. Tanda perinaud fenomena bell
b. Fenomena puppenkoft
c. Pupil argyl Robertson
d. Pubertas prekoks
e. Diabetes insipidus
Tumor batang otak
a. Kesadaran menurun
b. Gangguan N III
c. Sindrom webber
d. Sindrom benedict
e. Sindrom claude
Tumor sudut sereblo pontin
a. Gangguan pendengaran
b. Vertigo
Berdasarkan PTIK
Nyeri kepala,kejang, gangguan mental, pembesaran kepala,
papiledema, sensasi abnormal di kepala, false localizing sign

4. Perkemihan B4 (Bladder)
Gangguan kontrol sfinkter urine, kebersihan, bentuk alat kelamin
normal, uretra normal, dan produksi urin normal.
5. Pencernaan B5 (Bowel)
Mual dan muntah terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial
sehingga menekan pusat muntah pada otak. Gejala mual dan muntah
ini biasanya akan diikuti dengan penurunan nafsu makan pada
pasien. Kondisi mulut bersih dan mukosa lembab
6. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Keterbatasan pergerakan anggota gerak karena kelemahan bahkan
kelumpuhan. Kemampuan pergerakan sendi bebas, kondisi tubuh
kelelahan.

2. Diagnosis Keperawatan
 Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor: peningkatan
tekanan intrakranial.
 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan medula
oblongata.
 Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema
serebri.
 Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap
hipotensi ortostatik.
 Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan efek kemoterapi dan radioterapi.
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensorik
dan motorik
 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak
mampu menggerakan leher.
Diagnosis, Luaran (NOC) dan Intervensi (NIC) Keperawatan
Diagnosis Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri Kronik 1. Kontrol Nyeri 1. Manajemen Nyeri
Aktivitas :
Ds : Kriteria Hasil : Dipertahankan 1 dipertahankan
5 a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
1. Mengeluh nyeri
dengan teknik PQRST
2. Merada depresi (tertekan) 1. Mengenali kapan nyeri terjadi
b. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
DO : 2. Menggambarkan faktor penyebab nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri
c. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
1. Tampak meringis 3. Tindakan pengurangan nyeri (tanpa
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
2. Gelisah analgesik)
dirasakan dan diantisipasi dari
3. Tidak mampu menentukan
4. Melaporkan nyeri terkontrol ketidaknyamanan akibat prosedur.
aktivitas
2. Tingkat Nyeri d. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
4. Bersikap protektif
e. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
5. Pola tidur berubah Kriteria Hasil : Dipertahankan 1 ditingkatkan 5
menangani nyerinya dengan tepat.
6. Anoreksia
1. Nyeri yang dilaporkan f. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat
Berfokus pada diri sendiri
dan tim kesehatan lainnya untuk memilih
Ekspresi wajah nyeri
dan mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri sesuai kebutuhan.
2. Pemberian Analgesik
Aktivitas :

1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,


dan keparahan nyeri sebelum mengobati
klien
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuensi obat analgesik yang
diresepkan
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
Berikan analgesik sesuai dengan waktu
paruhnya
Kekurangan nutrisi dari kebutuhan 1. Status Nutrisi 1. Manajemen Nutrisi
tubuh b.d Anoreksia Aktivitas :
Kriteria Hasil : Dipertahankan 1 Ditingkatkan 5
a. Tentukan stats gizi pasien dan
Ds :
a. Asupan Makanan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
1. Nafsu makan menurun b. Asupan Cairan gizi
2. Cepat kenyang setelah makan c. Energi b. Identifikasi adanya alergi/ intoleransi
3. Nyeri abdomen d. Hidrasi makanan
c. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan
Do :
nutrisi
1. Berat badan menurun minimal d. Tentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
10% dibawah rentang ideal dibutuhkan untuk memenuhi
2. Bising usus hiperaktif persyaratan gizi
3. Otot pengunyah lemah e. Kolaborasi pengaturan diet yang
4. Otot menelan lemah diperlukan
5. Membran mukosa pucat f. Anjurkan pasien terkait dengan
6. Serum albumin turun kebutuhan diet untuk kondisi sakit
7. Rambut rontok g. Monitor kalori dan asupan makanan
8. Diare h. Monitor kecenderungan terjadinya
penurunan dan kenaikan berat badan
2. Manajemen Elektrolit/Cairan
Aktivitas :
a. Pantau kadar elektrolit yang abnormal
b. Monitor perubahan status paru atau
jantung yang menunjukkan kelebihan
cairan/dehidrasi
c. Dapatkan spesimen laboratorium untuk
pemantauan perubahan cairan/ elektrolit
d. Berikan cairan, yang sesuai
e. Pastikan bahwa larutan IV yang
mengandung elektrolit diberikan dengan
aliran yang konstan
f. Jaga pencatatan intake dan output yang
akurat
Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif 1. Perfusi Jaringan: Serebral 2. Monitor Tekanan
Intrakranial
Kriteria Hasil :
Aktivitas :
a. Tekanan intracranial normal a. Monitor kualitas dan karakteristik dari
b. Tekanan darah sistolik normal bentuk gelombang TIK
c. Tekanan darah diastolic normal b. Monitor tekanan perfusi cerebral
d. Mean Blood Pressure normal c. Monitor status neurologis
e. Sakit kepala hilang d. Monitor TIK klien dan respon
f. Tidak mengalami penurunan tingkat neurologis untuk merawat aktivitas dan
kesadaran stimuli lingkungan
g. Tidak ada gangguan reflek neurologik e. Monitor jumlah, kecepatan, dan
karakteristik dari aliran cairan
serebrospinal (CSF)
f. Memberikan agen farmakologi untuk
menjaga TIK pada batas tertentu
g. Memberi jarak waktu intervensi
keperawatan untuk meminimalkan
PTIK
h. Monitor secara berkala tanda dan gejala
peningkatan TIK
a. Kaji perubahan tingkat kesadaran,
orientasi, memori, periksa nilai
GCS
b. Kaji tanda vital dan bandingkan
dengan keadaan sebelumnya
c. Kaji fungsi autonom: jumlah dan
pola pernapasan, ukuran dan reaksi
pupil, pergerakan otot
d. Kaji adanya nyeri kepala, mual,
muntah, papila edema, diplopia,
kejang
e. Ukur, cegah, dan turunkan TIK
1. Pertahankan posisi dengan
meninggikan bagian kepala 15-
300, hindari posisi telungkup
atau fleksi tungkai secara
berlebihan
2. Monitor analisa gas darah,
pertahankan PaCO2 35-45
mmHg, PaO2 >80mmHg
3. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen
4. Hindari faktor yang dapat
meningkatkan TIK
i. Istirahatkan pasien, hindari tindakan
keperawatan yang dapat mengganggu
tidur pasien
j. Berikan sedative atau analgetik dengan
kolaboratif.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. (2016). Nursing Intervention Classification (NIC) edisi bahasa


indonesia. Alih bahasa : Intansari Nurjannah. Singapore : Elsevier ltd.
Baughman, Diace C dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2018). NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions & Classification, 2018-2020, Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC XMoorhead, S. (2016). Nursing Outcome
Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. Alih bahasa : Intansari
Nurjannah. Singapore : Elsevier ltd.

Sylvia, P., & Wilson, L. (2013). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses
Penyakit. (H. Hartanto & N. Susi, Eds.) (Edisi 6 Vo). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai