Anda di halaman 1dari 71

Case Report Session

EPISTAKSIS

Preseptor: dr. Bestari J. Budiman, Sp. THT-KL (K)


PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

EPISTAKSIS keluarnya darah dari hidung


Sebagian besar
PENYAKIT
Gejala suatu kelainan Berhenti sendiri

• Hampir 60% orang dunia sudah pernah mengalami epistaksis seumur


hidupnya
• Di Amerika Serikat epistaksis menyumbangkan kasus emergensi kedua
terbanyak pada otolaryngology setelah sakit tenggorok
• menyumbangkan 0,5% dari semua kasus emergensi
• tersering pada anak anak usia kurang dari 10 tahun, dan orang tua usia lebih
dari 50 tahun.
Berat dan ringannya epistaksis dihubungankan dengan lokasi anatomi dari tejadinya
ruptur pembuluh darah

Pada sebagian besar kasus epistaksis anterior sering dengan gejala ringan dan
hampir semuanya dapat berhenti sendiri

pada pembuluh darah posterior hidung biasanya gejala lebih berat dan
membutuhkan pertolongan lebih lanjut oleh tenaga medis

Prinsip penatalaksaan epistaksis ialah memperbaiki keadaan umum, cari sumber


perdarahan, hentikan perdahan. Kemudian perlu dicari faktor penyebab untuk
mencegah berulangnya epistaksis
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Vaskuler Hidung
 Daerah septum hidung ini berisi serangkaian anastomosis antara cabang arteri
karotis internal (AKI) dan eksternal (AKE).
 Arteri optalmika, yang merupakan cabang dari AKI, bercabang dua menjadi
arteri ethmoidalis anterior dan posterior
 Cabang anterior lebih besar dibanding cabang posterior dan pada bagian
medial akan melintasi atap rongga hidung, untuk mendarahi bagian superior
dari septum nasi dan dinding lateral hidung
 Arteri maksilaris interna di fossa pterigopalatina bercabang menjadi arteri
sfenopalatina, arteri nasalis posterior dan arteri palatina mayor
 Arteri sfenopalatina memasuki rongga hidung pada bagian posterior konka
media, memperdarahi daerah septum dan sebagian dinding lateral hidung
Pada bagian anterior
pleksus Kiesselbach yang
terdiri dari a. spenopalatina,
a. palatina mayor, a. labialis
superior dan a. etmoidalis
anterior.

Pada daerah posterior


terdapat pleksus woodruff
yang dibentuk oleh
anastomosis dari a.
sphenopalatina, a.nasalis
posterior, dan a. faringeal
ascenden
Definisi
EPISTAKSIS  keluarnya darah dari hidung, bukan merupakan
suatu penyakit, melainkan suatu gejala dari suatu
kelainan
 Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan hampir
90% epistaksis dapat berhenti sendiri atau dengan
tindakan sederhana yang dlakukan oleh pasien
sendiri dengan jalan menekan hidungnya
Klasifikasi
1. Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus Kiesselbach atau dari arteri
etmoid anterior. Pleksus Kiesselbach menjadi sumber perdarahan yang paling
sering pada epistaksis, terutama pada anak-anak, biasanya ringan dan dapat
berhenti sendiri (secara spontan) dan mudah diatasi
2. Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid
posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan
penyakit kardiovaskuler. Perdarahan ini disebabkan oleh pecahnya arteri
sfenopalatina

Epistaksis anterior lebih mudah terlihat sumber perdarahannya sehingga lebih mudah
diatasi dibandingkan epsitaksis posterior. Batas yang membagi epistaksis posterior dan
anterior adalah ostium sinus maksilaris
Etiologi dan faktor resiko
Epistaksis terjadi akibat robeknya pembuluh darah pada cavum nasi yang seringkali
timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya
FAKTOR RESIKO

Penyakit
Trauma infeksi Tumor
kardiovaskular

Kelainan Kelainan
Kelainan darah
kongenital
pembuluh darah

Perubahan udara dan


tekanan
Patogenesis
Pelebaran arteriol  menghambat aliran keluar vena
 kongestif mukosa.

pleksus nasal kavernosa  cepat membengkak di


bawah kontrol parasimpatis dari rangsangan
mekanik, termal, psikogenik, seksual, atau kimia

Lingkungan intranasal mudah diubah oleh sejumlah


faktor intrinsik dan ekstrinsik

Diagnosis
Anamnesis
1. Riwayat perdarahan sebelumnya
2. Lokasi perdarahan
3. Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah keluar dari hidung depan
(anterior) bila pasien duduk tegak
4. Lama perdarahan dan frekuensinya
5. Kecenderungan perdarahan
6. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
7. Hipertensi
8. Diabetes melitus
9. Penyakit hati
10. Penggunaan antikoagulan
11. Trauma hidung yang belum lama
12. Obat-obatan, mis., aspirin, fenilbutazon (Butazolidin)
Pemeriksaan Fisik
 Alat yang dibutuhkan

Lampu Spekulum
Suction
kepala hidung

Pinset
Kapas Kassa
bayonet
Posisi Bersihkan Pantokain 10-15’
pasien hidung 2% dievaluasi
 Rinoskopi anterior
Vestibulum, mukosa hidung, septum nasi, konka inferior
 Rinoskopi posterior
epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk
menyingkirkan neoplasma
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

Nasoendoskopi

Pemeriksaan CT scan kavum nasal

Biopsi
Endoskopi pada epistaksis dari Pleksus Kiesselbach (Shukla AP, 2013)
Tatalaksana Epistaksis
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis:
• menghentikan perdarahan
• mencegah komplikasi
• mencegah berulangnya epistaksis.
 Perbaiki keadaan umum pasien
 Cari sumber perdarahan
 kompresi hidung dan menutup lubang hidung dengan kasa atau
kapas yang telah direndam pada dekongestan topikal
 Lakukan penekanan langsung selama 5-20menit.
Tampon kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1:100.000 dan
lidokain atau pantokain 2 %. Tampon ini dibiarkan selama 3 – 5 menit 
menentukan sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau
posterior.

Penelitian lain mengatakan bahwa pemakaian topikal


oxymetazoline spray juga dapat menghentikan perdarahan
Perdarahan Anterior
Kauterisasi
• Indikasi: epistaksis dengan perdarahan ringan aktif atau setelah
perdarahan aktif yang telah berhenti dan sumber perdarahan telah
teridentifikasi.
• kauterisasi kimia (chemical cautery) dengan mengunakan silver nitrate 20-
30% atau asam triklorasetat 10%.
• Hanya satu sisi septum yang dikauterisasi pada satu waktu agar
menurunkan resiko perforasi septum iatrogenik.
• Apabila harus dilakukan kauterisasi bilateral, penanganannya harus
dilakukan terpisah 4-6 minggu agar terjadi penyembuhan mukosa
terlebih dahulu.
Tampon Hidung Anterior
 Apabila kauter tidak dapat mengontrol epistaksis atau sumber
pendarahan tidak dapat diidentifikasi.
 dilakukan dengan pemasangan kassa atau kapas yang diberikan
vaselin atau salap antibiotik.
 Tampon dipertahankan selama 3-4 hari
Tampon Anterior
 Dapat juga di gunakan spons (Merocel atau Doyle Sponge).
 Tampon dimasukkan dengan hati-hati pada dasar cavum nasi karena akan
mengembang apabila terkena darah atau cairan lain.
 Pemberian jel lubrikan pada ujung tampon mempermudah pemasangan.
lalu, tetesi tampon dengan sedikit cairan vasokonstriktor untuk
mempercepat perhentian perdarahan.
 Tetesi saline kedalam lubang hidung agar tampon dapat mengembang
sempurna. Tampon dapat dilepas setelah 1-2 hari terpasang dengan
memastikan telah terjadi formasi pembekuan darah yang adekuat
Epistaksis Posterior
 Tampon posterior (Tampon Bellocq)
Tampon Balon
Pemakaian tampon balon lebih mudah konvensional tetapi
kurang berhasil dalam mengontrol epistaksis posterior.

Ada dua jenis tampon balon, yaitu: kateter Foley dan


tampon balon yang dirancang khusus.

Kateter Foley no.12-16 F diletakkan di sepanjang dasar hidung


sampai balon terlihat di nasofaring. Kemudian balon diisi
dengan 10 – 20 cc larutan salin dan kateter folley ditarik
kearah anterior sehingga balon menutup rongga posterior.
Ligasi Arteri
 Ligasi Arteri Karotis Eksterna
 Ligasi Arteri Maksilaris Interna
 Ligasi Arteri Etmoidalis
Angiografi dan Embolisasi
Sokoloff (1974) pertama kali
Penggunaan embolisasi untuk
memperkenalkanTeknik embolisasi
pengobatan telengangiektasis
perkutan pada a.maksilaris interna
hemoragik herediter, epistaksis,
dengan menggunakan absorbable
angiofibroma nasofaring, tumor
gelatin sponge untuk epistaksis yang
ganas, dan penyakit perdarahan.
persisten

Tindakan ini dapat dilakukan bila


terapi lainnya gagal dan ada
kontraindikasi untuk operasi.
Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau
akibat usaha penanggulangannya.
Syok dan anemia.

Iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard dan kematian.

Akibat Pemasangan tampon anterior: sinusitis air mata yang berdarah (bloody tears),
septikemia.

Akibat pemasangan tampon posterior : otitis media, haemotympanum, serta laserasi


palatum mole sudut bibir
Prognosis
Epistaksis anterior sering berulang dan sembuh dengan
sendirinya.

Epistaksis posterior biasanya lebih berat, persisten dan


dapat mengancam jiwa. Bila perdarahan dapat
terkontrol, prognosisnya baik.

Perdarahan berhenti dalam waktu 3 -5 hari dan penting


untuk di follow up.
Laporan Kasus
Identitas Pasien
Nama : Tn.YH
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Pesisir Selatan
Suku Bangsa : Minangkabau
Tgl pemeriksaan : 27 Januari 2018
Anamnesis
Seorang pasien laki - laki berumur 60 tahun datang ke IGD
RSUP DR.M Djamil Padang pada tanggal 24 Januari 2018 jam
21.00WIB dengan:

Keluhan Utama
Keluar darah dari lubang hidung kanan sejak ± 3 jam sebelum
masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Keluar darah dari lubang hidung kanan sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit.
Mulanya, pasien sedang duduk – duduk lalu tiba – tiba keluar darah mengalir dari
lubang hidung kanan sebanyak ± 3 lembar sapu tangan. Pada awalnya, darah yang
keluar sedikit sebanyak ± 1 lembar tisu kemudian semakin lama semakin banyak
hingga ± 3 lembar sapu tangan
 Darah terasa mengalir dan rasa tertelan di tenggorok (+)
 Riwayat trauma pada hidung tidak ada
 Riwayat menggosok – gosok hidung sebelumnya (-)
 Riwayat perdarahan dari hidung sebelumnya tidak ada
 Riwayat hidung tersumbat tidak ada
 Riwayat penurunan berat badan dalam 1 bulan terakhir tidak ada
 Rasa telinga penuh (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi sebelumnya tidak diketahui
 Riwayat konsumsi obat jantung/pengencer darah sebelumnya
tidak ada
 Riwayat DM tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan


Pasien bekerja sebagai seorang petani
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sebanyak ± 1 bungkus/hari
selama 45 tahun
PEMERIKSAAN FISIK (27 Januari 2018)
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 112/76 mmHg
Frekuensi nadi : 77 x/menit
Frekuensi nafas: 20 x/menit
Suhu : 36.7 °C
Pemeriksaan sistemik
Kepala : tidak ada kelainan
Mata
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB
Paru
Inspeksi : simetris kiri, kanan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, rhonki
-/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi: bunyi jantung murni, irama teratur,
bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : tak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus + normal

Extremitas : akral hangat, perfusi baik.


STATUS LOKALIS THT
1. Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Daun telinga Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)
Dinding liang telinga Sempit - -
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Ada /Tidak Ada -
Serumen Bau - -
Warna Kekuningan -
Jumlah Sedikit -
Jenis Lunak -
Membran timpani
Warna Kemerahan Kemerahan
Reflek cahaya normal normal
Tidak Utuh Bulging - -
Retraksi - -
Atrofi + +
Jumlah perforasi - -
Perforasi Jenis - -
Kuadran - -
Pinggir - -
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne (+) ( +)
Tes garpu tala Schwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Weber Tidak terdapat lateralisasi
Kesimpulan normal
Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Timpanometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Hidung

Pemeriksaan Kelainan
Deformitas Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada
Hidung luar Trauma Tidak ada
Radang Tidak ada
Massa Tidak ada
3. Sinus paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada


4. Rinoskopi Anterior
Pemerikssaan Dekstra Sinistra
Vibrise Ada Ada
Vestibulum
Radang Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Sulit dinilai, clotting Cukup Lapang
Kavum nasi Sempit menutupi kavum nasi
Lapang
Lokasi Tidak Ada Tidak Ada
Jenis Tidak Ada Tidak ada
Sekret
Jumlah Tidak Ada Tidak ada
Bau Tidak Ada Tidak Ada
Ukuran Sulit dinilai hipertrofi
Warna Sulit dinilai Merah muda
Konka inferior Permukaan Sulit dinilai Licin
Edema Sulit dinilai +
Ukuran Sulit dinilai eutrofi
Warna Sulit dinilai Merah muda
Konka media
Permukaan Sulit dinilai Licin
Edema Sulit dinilai +
Cukup lurus/deviasi Cukup lurus
Permukaan - Licin
Warna - Merah muda
Spina - -
Septum Krista - +
Abses - -
Perforasi - -
Lokasi - -
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh vasokonstriktor - -
5. Rinoskopi Posterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Cukup lapang (N) Sulit dinilai -
Koana Sempit Sulit dinilai -

Lapang Sulit dinilai +


Warna Sulit dinilai Merah muda
Mukosa Edem Sulit dinilai -
Jaringan granulasi Sulit dinilai -
Ukuran Sulit dinilai Normal
Konka superior Warna Sulit dinilai Merah muda
Permukaan Sulit dinilai licin
Edem Sulit dinilai -
Adenoid Ada/tidak Sulit dinilai Tenang
Muara tuba Tertutup secret Sulit dinilai -
eustachius Edem mukosa Sulit dinilai
-
Lokasi -
-
Ukuran
Massa -
-
Bentuk - -
Permukaan - -
Post Nasal Drip Ada/tidak - -

Jenis - -
6. Orofaring dan mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Trismus -
Uvula Posisi -
Edema -
Bifida -
Simetris/tidak Simetris
Palatum mole + Arkus Warna Merah muda
Faring Edem -
Bercak/eksudat -
Dinding faring Warna Merah muda
Permukaan Licin
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Rata Rata
Tonsil Muara kripti Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus Tidak Ada Tidak Ada
Eksudat - -
Perlengketan dengan pilar - -
Warna Merah muda

Peritonsil Edema - -
Abses - -
Lokasi - -
Bentuk - -
Tumor Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -
Karies/Radiks - -
Gigi
Kesan Hygiene baik
Warna Merah muda
Bentuk Normal
Lidah Deviasi -
7. Laringoskopi Indirek
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Bentuk Normal Normal
Warna Merah muda Merah muda
Epiglotis Edema - -
Pinggir rata/tidak rata rata
Massa - -
Warna Merah muda Merah muda
Ariteniod Edema - -
Massa - -
Gerakan simetris simetris
Warna Merah muda Merah muda
Ventrikular band
Warna Putih Putih
Plica vokalis
Gerakan simetris simetris
Pingir medial normal normal
Massa - -
Subglotis/trakea Massa - -
Sekret - -
Sinus piriformis Massa - -
Sekret - -
Valekula Massa - -
Sekret ( jenisnya ) -
Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher :
Inspeksi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah
bening leher.
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening leher.

Pemeriksaan Laboratorium (26 Januari 2018):


Hb : 10,1 gr/dl
Leukosit : 17.580/mm3
Trombosit : 268.000/mm3
Hematokrit : 30%
Kesan : Anemia ringan, leukositosis
RESUME
Seorang pasien laki-laki berumur 60 tahun di rawat di bangsal THT-
KL RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 24 Januari 2018 dengan keluhan
keluar darah dari lubang hidung kanan sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah
sakit. Mulanya, pasien sedang duduk – duduk lalu tiba – tiba keluar darah
mengalir dari lubang hidung kanan sebanyak ± 3 lembar sapu tangan. Pada
awalnya, darah yang keluar sedikit sebanyak ± 1 lembar tisu kemudian
semakin lama semakin banyak hingga ± 3 lembar sapu tangan. Darah terasa
mengalir dan rasa tertelan di tenggorok. Riwayat trauma pada hidung tidak
ada. Riwayat menggosok – gosok hidung sebelumnya tidak ada. Riwayat
perdarahan dari hidung sebelumnya tidak ada. Riwayat hidung tersumbat tidak
ada. Riwayat penurunan berat badan dalam 1 bulan terakhir tidak ada. Telinga
terasa penuh ada.
Dari pemeriksaan, didapatkan keadaan umum pasien
tampak sakit sedang dengan vital sign dalam batas normal. Pada
pemeriksaan hidung kavum nasi dekstra sulit dinilai dan sinistra
sempit. Konka inferior dekstra sulit dinilai dan sinistra
hipertrofi. Konka media dekstra sulit dinilai dan sinistra eutrofi.
Terdapat clotting pada kavum nasi dekstra. Tidak ditemukan
adanya sekret dikedua kavum nasi
Diagnosis Kerja :
Epistaksis dengan anemia ringan
Diagnosis Banding : -
Pemeriksaan Anjuran :
DISKUSI
Pasien laki – laki 60 tahun
masuk ruang rawatan
bangsal THT Dr. M Djamil
Padang tanggal 24 Januari
2018 dengan epistaksis
dengan anemia ringan Diagnosis ditegakkan

Anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
keluarnya darah dari hidung, bukan
merupakan suatu penyakit,
Epistaksis melainkan suatu gejala dari suatu
kelainan.
pasien sedang duduk – darah yang keluar
duduk lalu tiba – tiba sedikit sebanyak ± 1
Darah terasa mengalir
keluar darah mengalir lembar tisu kemudian
dan rasa tertelan di
dari lubang hidung semakin lama semakin
tenggorok
kanan sebanyak ± 3 banyak hingga ± 3
lembar sapu tangan lembar sapu tangan
Riwayat trauma pada hidung (-)

idiopatik
Riwayat trauma pada hidung (-)
Riwayat perdarahan dari hidung
sebelumnya (-)

Bukan
Riwayat hidung tersumbat (-) merupakan
suatu
keganasan
Riwayat penurunan berat badan
dalam 1 bulan terakhir (-)
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis kooperatif,frekuensi
nadi 77x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36.7°C.
Dari pemeriksaan fisik
Nadi
sakit sedang CMC
77x/menit

Nafas Suhu
20 x/menit 36.7°C
Dari pemeriksaan fisik hidung kavum nasi dekstra sulit dinilai
dan sinistra sempit. Konka inferior dekstra sulit dinilai dan
sinistra hipertrofi. Konka media dekstra sulit dinilai dan sinistra
eutrofi. Terdapat clotting pada kavum nasi dekstra. Tidak
ditemukan adanya sekret dikedua kavum nasi.
Anterior
Pl. Kiesselbach atau a.
etmoid anterior

EPISTAKSIS

Posterior
a. Sfenopalatina dan
a.etmoid posterior
Penatalaksaan
 Nasal packing
 IVFD RL 8 jam/kolf
 Inj. Ceftriakson 2 x 1 gr
 Rhinofed (terfenadin/pseudoefedrin) 3 x 1 tab
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis:
• menghentikan perdarahan
• mencegah komplikasi
• mencegah berulangnya epistaksis.
 Perbaiki keadaan umum pasien
 Cari sumber perdarahan
 kompresi hidung dan menutup lubang hidung dengan kasa atau
kapas yang telah direndam pada dekongestan topikal
 Lakukan penekanan langsung selama 5-20menit.
Epistaksis tidak berhenti => topikal vasokonstriktor =>
kauterisasi (bila sumber perdarahan jelas)

Pada pasien tidak ditemukan sumber perdarahan => anterior


nasal pack + vasokonstriktor => selama 3-4 hari
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai