Anda di halaman 1dari 9

Journal Reading

Randomized Trial of Probiotics and Calcium on Diarrhea


and Respiratory Tract Infections in Indonesian Children

Oleh :
Mohammad Arraniri 1740312284

Preseptor :
Dr. Rusdi, Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2018
ABSTRAK

OBJEKTIF :

Untuk mengetahui efek kalsium dan probiotik pada insiden dan durasi diare akut dan
ifeksi saluran nafas akut (ISPA) pada daerah sosioekonomi rendah di Jakarta, Indonesia

METODE :

Penelitian selama 6 bulan, double-blind, penelitian dengan plasebo sebagai kontrol, pada
494 anak-anak sehat berumur 1-6 tahun yang menerima susu rendah laktosa dengan rincian

a. Low Calcium (LC;50mg/hari)


b. Regular Calcium (RC;440mg/hari)
c. RC + Lactobacillus casei
d. RC + Lactobacillus reuteri

HASIL :

a. Insiden diare menurut WHO ( ≥3x/hr) tidak ada perbedaan signifikan antara RC &
LC, antara L casei & RC, atau antara L reuteri & RC.
b. Insiden diare (≥2x/hr) secara signifikan lebih rendah pada L reuteri vs RC
c. L reuteri secara signifikan mengurangi insiden diare pada anak-anak dengan status
nutrisi rendah .
d. Tidak ada hubungan intevensi dengan ISPA

KESIMPULAN :

a. Susu RC dengan atau tanpa L casei tidak mengurangi diare ataupun ISPA pada anak-
anak Indonesia
b. L reuteri mungkin dapat mencegah diare, khususnya pada anak-anak dengan status
nutrisi rendah

Insidensi dan morbiditas diare akut dan ISPA masih cukup tinggi di negara
berkembang. Diperlukan strategi untuk meningkatkan resistensi terhadap infeksi.
Berbagai tindakan preventif telah tersedia di negara berkembang, tapi tidak selalu efektif.
Usaha dengan meningkatkan pertahanan usus menjadi strategi yang menjanjikan.
Penelitian lain dengan pemberian susu tinggi kalsium dapat mengurangi diare akibat E
coli. Di Indonesia anak-anak usia 1-5 tahun diketahui juga mendapat asupan kalsium
harian yang rendah.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa probiotik punya pengaruh positif terhadap


diare dan pencegahan ISPA pada anak-anak. Maka dari itu, kami meninvestigasi
keefektifan kalsium dengan atau tanpa 2 jenis probiotik terhadap insiden dan durasi diare
akut dan ISPA pada anak-anak.

METODE

Desain Penelitian

Penelitian acak, double-blind, dengan plasebo sebagai kontrol telah dilakukan dari
agustus 2007 sampai September 2008 pada daerah sosioekonomi rendah, yang
merepresentasi daerah banjir dan tidak banjir di Jakarta Timur, Indonesia.

Subyek :

Anak-anak usia 1-6 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Inklusi :

a. Sehat
b. Tidak sedang minum ASI,
c. Konsumsi kalsium harian <75%

Eksklusi :

a. Gejala penyakit kronik/kongenital


b. Disablitias
c. TB paru
d. Riwayat alergi
e. Sedang diare
f. Penggunaan antibiotic dalam 2 minggu sebelum penelitian dimula
g. Gizi buruk berat( <-3SD)
h. Konsumsi Kalsium harian >375mg
i. Tidak bisa atau tidak mau meminum susu dengan sedotan
j. Menunjukkan intoleransi dengan produk

Intervensi

Anak-anak secara acak menerima susu rendah laktosa dengan LC, RC, RC + L casei,
RC + L reuteri. Susu dikonsumsi dengan sedotan yang dilapisi dengan minyak sayur
berisi plasebo, L casei, atau L reuteri.

Ibu dari anak-anak tersebut diinstruksikan untuk memberikan susu 180mL 2x sehari
dengan sedotan yang disediakan, Ibu diminta untuk mempertahankan kebiasaan makan
sehari-hari tapi tidak mengkonsumsi probiotik, prebiotik atau makanan/minuman tinggi
kalsium. Saat sedang episode diare, anak-anak diharuskan meminum susu setelah di
rehidrasi.

Randomization and Blinding

Anak-anak yang diteliti di stratifikasi menurut area tinggal, usia, dan jenis kelamin.
Saudara kembar (3 orang) dimasukan ke dalam grup yang sama. Peneliti, para ibu, anak-
anak, dan petugas laboratorium tidak mengetahui penatalaksanaan sampai semua data
terselesaikan.

Outcomes

Data primer adalah insiden dan durasi episode diare. Data sekunder adalah insiden
dan durasi ISPA. Definisi diare dibagi menjadi 2, yaitu menurut WHO (≥3x/hari) dan
definisi yang lebih luas (≥2x/hari). Definisi ISPA dengan ≥ 1 gejala saluran nafas dengan
atau tanpa gejala tambahan saluran nafas. Gejala tersebut dikonfirmasi oleh dokter.

Pendataan

Pekerja lapangan menagmbil sampel tinja sebelum dan pada akhir intervensi, dan saat
episode diare. Darah vena juga diambil sebelum dan pada akhir intervensi oleh ahli.
Dokter memeriksa kesehatan anak-anak, dan pekerja lapangan melakukan pengukuran
berat dan tinggi badan. Pemeriksaan darah rutin, C-reactive protein dan Serum a1-acid
glycoprotein.

Pemantauan observasi diare, ISPA, dan kejadian tidak diinginkan (KTD)

Para ibu mencatat pola defekasi arian dan feses juga diklasifikasikan menjadi 4 jenis.
Pekerja lapangan memantau kejadian ISPA. Dokter mengecek diagnosis diare dan ISPA.
KTD di catat dengan ICD-10 dan diperiksa oleh dokter.

Analisis Statistik

Ukuran sampel di kalkulasi dengan rata-rata episode dan durasi diare dengan tingkat
signifikansi sebesar 5% dan kekuatan 80%. Sampel minimal sebanyak 480 pasien dibagi
menjadi 4 grup dibutuhkan untuk mendeteksi pengurangan 21% rata-rata insidensi diare
dan pengurangan 0,7 hari rata-rata durasi diare selama 6 bulan intervensi.

Variabel terikat adalah angka episode dan variable bebas adalah kelompok yg
diintervensi.

Hasil

494 dari 3150 anak-anak terpilih dan dibagi menjadi 4 kelompok. Sekitar 21%
anemia, 23% gizi kurang, 31% pendek, 3% gizi buruk. Anak-anak yang menerima RC +
L casei mengalami 32% penurunan episode diare dibandingkan dengan RC saja. RC + L
casei mempunyai efek yang signifikan pada kelompok dengan status nutrisi yang kurang
dibandingkan dengan status nutrisi yang baik.

Sampel positif dengan rotavirus : LC 28%, RC 25%, L casei 28%, L reuteri 19%.
Hasil tidak signifikan. Insidensi, angka episode, dan durasi ISPA tidak berhubungan
signifikan.
KTD di komparasikan antara 4 kelompok. Sembilan anak mengalami perubahan pola
defekasi dan 3 anak mengalami asma pada kelompok reuteri. Pemberian antibiotic selama
intervensi sebagai berikut : 9% LC, 15% RC, 15% L casei, 9% L reuteri. Durasi
penggunaan antibiotik lebih tinggi pada kelompok RC dibanding kelompok L reuteri, tapi
tidak berbeda dengan kelompok lain. Satu anak meninggal akibat TB tulang saat 3,5
bulan setelah penelitian selesai, yang tidak berhubungan dengan penelitian.

DISKUSI

Kalsium dan L casei tidak berpengaruh terhadap diare. Sebaliknya, L reuteri secara
signifikan mengurangi insidensi semua diare (32% dalam definisi ≥2x/hari) dan
mengurangi insidensi diare menurut WHO (24%) secara tidak signifikan. Untuk kedua
jenis definisi, L reuteri juga memounya efek protektif yang secara signifikan terlihat pada
anak-anak dengan status nutrisi rendah. Semua intervensi yang dilakukan tidak
mempunyai hubungan dengan ISPA. Tidak ada KTD serius selama intervensi

Penelitian sebelumnya menunjukan bahwaprobiotik mempunyai efek preventif


terhadap diare dan ISPA pada subyek yang terbatas. Oleh karna itu, penelitian kami yang
menggunakan subyek anak-anak dengan status sosioekonomi rendah pada negara
berkembang, subyek penelitian yang lebih banyak, follow up lebih lama, bisa
menunjukkan data yang lebih kritis terhadap intevensi diare di negara berkembang.
Penelitian ini adalah penelitian acak dengan kontrol dengan jumlah besar pertama yang
memfokuskan efek kalsium dengan atau tanpa probiotik spesifik untuk menurunkan
angka diare dan ISPA.

Alasan rasional mengapa digunakan kalsium adalah dikarenakan penelitian


sebelumnya yang telah terverifikasi menunjukkan bahwa kalsium oral pada dewasa secara
kuat menurunkan infeksi diare akibat E coli. Disamping itu, penelitian terhadap hewan
menunjukkan bahwa kalsium mempunyai efek protektif terhadap Salmonella, tetapi
penelitian terhadap manusia masih kurang. Rotavirus bertanggung jawab atas 60% kasus
diare di rumah sakit dan 41% kasus diare di klinik di Indonesia. Bakterial pathogen
terbanyak pada negara berkembang adalah E coli (10%-20%), Salmonella (<5%),
Shigella (5%-10%), Campylobacter dan Vibrio cholera belum diketahui pasti. Tidak
adanya efek positif kalsium dalam penelitian ini mungkin dikarenakan keefektifan yang
berbeda antara dewasa dan anak-anak ataupun dikarenakan efek protektifnya tergantung
terhadap pathogen yang menginfeksi.

Penggunaan probiotik dikarenakan probiotik punya efek antagonis terhadap patogen


di usus. Mekanisme yang terjadi termasuk substansi antimikroba, menghambat perlekatan
pathogen dengan kompetitif, pertumbuhan pathogen dilawan, memodifikasi reseptor
toksin dan non-toksin, dan stimulasi respon imun pathogen. Sejauh ini hanya 3 penelitian
yang memfokuskan efek probiotik terhadap pencegahan diare akut pada negara
berkembang. Penelitian tersebut menunjukan hasil yang inkonsisten, perbedaan jenis
probiotik, dosis, durasi intervensi dan umur subyek.

L reuteri dinyatakan aman digunakan sebagai probiotik pada dewasa, anak-anak, bayi,
dan neonates di negara maju. Penelitian pada negara maju menunjukkan L reuteri
mengurangi durasi diare akibat rotavirus pada anak-anak usia 6-36 bulan. Pada penelitian
ini, sedikit subyek mengalami KTD seperti perubahan pola defekasi. L reuteri tidak
memberikan efek KTD serius, dan punya efek positif terhadap durasi penggunaan
antibiotik.

Kelemahan penelitian ini adalah kurangnya data mikrobiologi yang mengidentifikasi


pathogen spesifik penyebab diare, dan analisis umum feses juga kurang mendukung dan
mahal. Sebagai konsekuensi, efek spesifik kalsium dan probiotik, terhadap spesifik
pathogen penyebab diare juga tidak diketahui
KESIMPULAN

Suplementasi L reuteri dalam susu setidaknya sebagai salah satu intervensi yang
potensial untuk menurunkan beban diare akut pada anak-anak. Penelitian ini perlu
dikonfirmasi setidaknya 1 kali lagi dengan penelitian yang mirip.

Anda mungkin juga menyukai