Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

ERITRODERMA

Disusun Oleh:

Yussi Septiana

112018010

Pembimbing:

dr. Saskia Retno Ayu Hapsari Sp.KK

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Periode 22 Juni 2019 – 27 Juli 2019

Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2019
BAB I
Pendahuluan

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi kulit adalah eritroderma.1

Dahulu, eritroderma dibagi menjadi eritroderma primer dan sekunder; primer


adalah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), dan sekunder adalah yang
disebabkan oleh penyakit kulit lain atau penyakit sistemik. Pendapat sekarang, semua
eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu sekunder.2,3

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau
eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang
berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Bila eritemanya antara 50-
90% dinamakan pre-eritroderma.3 Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan
eritroderma.2,4 Bagaimanapun, kedua istilah ini adalah berbeda, karena pada gambaran
klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma
umumnya disebabkan kelainan kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau
dermatitis atopik), cutaneous T-cell lymphoma (CTCL) atau reaksi obat. Identifikasi
penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.5
BAB II
PEMBAHASAN

I. Epidemiologi

Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari


100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering
pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun,
meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Insiden eritroderma makin
bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal tersebut seiring dengan
meningkatnya insidens psoriasis.3,6
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebih dari
setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit lebih dari
seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus adalah psoriasis
berat.6
Abraham et al. menyatakan bahwa dari 101 kasus eritroderma didapatkan 75%
adalah pria dengan usia rata-rata 50 tahun, dengan durasi penyakit adalah 5 tahun.
Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat. Alergi
terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri ataupun penggunaan obat
secara tradisional.2

II. Etiologi

Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik, perluasan
penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.6 Penyakit kulit yang dapat
menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis spongiotik 20%,
alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.7

Secara morfologis gambaran eritroderma menyerupai beberapa kelainan kulit dan


penyakit sistemik, begitu pula akibat alergi obat-obatan tertentu (Tabel 1).

1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik

Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat menyebabkan
eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturat.
Insiden ini dapat lebih tinggi karena kebiasaan masyarakat orang sering melakukan
pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional.2 Waktu mulainya obat ke dalam
tubuh hingga timbul penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran
klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang
masuk ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering
menyebabkan alergi.3,13

2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit


Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak ditemukan
dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan psoriasis
yang terlalu kuat.3
Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal
sebagai penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-
20 minggu. Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat
pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah
pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus.2,3

3. Eritroderma akibat penyakit sistemik


Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat memberi
kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk
akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang
berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar
X toraks), untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal.
Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat
infeksi bakterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.3

Tabel 1. Proses yang Berkaitan dengan Timbulnya Eritroderma

Penyakit Kulit Penyakit Sistemik Obat-obatan


Dermatitis atopik Mikosis fungoides Sulfonamid
Dermatitis kontak Penyakit Hodgkin Antimalaria
Dermatofitosis Limfoma Penisilin
Penyakit Leiner Leukemia akut dan kronis Sefalosporin
Liken planus Multipel mieloma Arsen
Mikosis fungoides Karsinoma paru Merkuri
Pemfigus foliaceus Karsinoma rektum Barbiturat
Pitiriasis rubra Karsinoma tuba falopii Aspirin
Psoriasis Dermatitis Kodein
Sindrom Reiter papuloskuamosa pada Difenilhidantoin
Dermatitis seboroik AIDS Yodium
Dermatitis statis Isoniazid
Kuinidin
Kaptopril
Sumber: Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.

III. Patofisiologi

Dalam mempelajari patogenis dari eritroderma membutuhkan pengetahuan biologi


normal dari epidermis. Seperti pada jaringan lainnya, epidermis melakukan regenerasi
secara rutin yang terjadi pada membrana basalis, dan sel-sel ini berubah menjadi struktur
keratin yang utuh melalui proses selama 10-12 hari. Pada umumnya, sel-sel ini
membutuhkan tambahan sekitar 12-14 hari lagi di stratum korneum sebelum sel ini
dilepaskan.6
Berdasarkan penelitian, jumlah skuama yang hilang pada manusia normal antara
500-1000 mg/hari. Pengelupasan keratin paling banyak terjadi pada telapak tangan, kulit
kepala, dan dahi (kurang lebih 2-3,5 gr/m2 per 24 jam) dan paling sedikit pada dada,
lengan bawah dan tungkai bawah (0,1 gr/m2 per 24 jam). Karena Tubuh mengkatabolisme
50-60 gr protein per hari, pengelupasan kulit yang fisiologis ini berperan penting dalam
metabolisme protein secara keseluruhan.6
Pada eritroderma terjadi peningkatan laju pengelupasan epidermis. Meskipun
beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang setiap harinya, tetapi
pada beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-30 gr yang hilang. Pada skuama
penderita eritroderma ditemukan peningkatan jumlah asam nukleat dan hasil
metabolismenya, penurunan jumlah asam amino, dan peningkatan jumlah protein bebas.6
Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan, perluasan
penyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran pembuluh darah kapiler
(eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah.
Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi
gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan
cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat,
kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas
menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal.
Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal.1,6
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari
sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan berkurangnya
albumin dan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan kelainan
yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke
ruang ekstravaskuler.1
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku berupa
kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada
eritroderma yang telah berlangsung berbulan – bulan dapat terjadi perburukan keadaan
umum yang progresif. 2

IV. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis eritroderma beraneka ragam dan bervariasi tiap individu.


Kelainan yang paling pertama muncul adalah eritema, yang disebabkan oleh pelebaran
pembuluh darah, yang umumnya terjadi pada area genetalia, ekstremitas, atau kepala.
Eritema ini akan meluas sehingga dalam beberapa hari atau minggu seluruh permukaan
kulit akan terkena, yang akan menunjukan gambaran yang disebut “red man syndrome”.6
Skuama muncul setelah eritema, biasanya setelah 2-6 hari. Skuama adalah lapisan
stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama berkonsistensi mulai dari halus sampai
kasar.6 Ukuran skuama bervariasi; pada proses akut akan berukuran besar, sedangkan
pada proses kronis akan berukuran kecil. Warna skuama juga bervariasi, dari putih hingga
kekuningan. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh.
Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat. Bila kulit
kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Pada
eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat
sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium
penyembuhan timbul.6,10
Gambar 1. Eritema disertai Skuama
Sumber: https://tinyurl.com/y3lhj32o

Kulit kepala dapat terlibat, yang akan meluas ke folikel rambut dan matriks kuku.
Kurang lebih 25% dari pasien mengalami alopesia, dan pada banyak kasus, kuku akan
mengalami kerapuhan sebelum lepas seluruhnya. Telapak tangan dan kaki biasanya ikut
terlibat, namun jarang mengenai membran mukosa. Sering terjadi pula bercak hiper dan
hipopigmentasi. Pada eritroderma kronis, eritema tidak begitu jelas karena bercampur
dengan hiperpigmentasi.2,6
Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat dan terasa
tebal pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan krusta berwarna kekuningan
yang disebabkan serum yang mengering dan kemungkinan karena infeksi sekunder. Pada
beberapa kasus, manifestasi klinis yang muncul pada eritroderma yang akut menyerupai
nekrolisis epidermal toksik, walaupun secara patofisiologi sangat berbeda.6
Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit sistemik dan obat-obatan, sering
dijumpai kelainan-kelainan yang mendasarinya, yang membantu dalam menegakan
diagnosis. Sering ditemukan plak psioriasis yang masih tersisa; papul atau lesi oral
likenplanus; gambaran pulau yang khas dari pitiriasis rubra; dan lesi papular dari drug
eruption.6 Gejala dari penyakit yang mendasari ini sering sulit ditemukan dan harus
diperiksa dengan cermat.3
Pasien mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang,
sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien
menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik. Eritroderma akibat alergi obat
secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya.
Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja,
setelah penyembuhan barulah timbul skuama.2,3 Pada eritroderma akibat alergi obat, dapat
disertai edema pada wajah dan leher.12,13

Gambar 2. Eritroderma karena alergi obat (gambar kiri); Red Man Syndrome (gambar
kanan)
Sumber: https://tinyurl.com/y3lhj32o

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan


dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu: karena
penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat. Psoriasis yang menjadi
eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada eritroderma et causa psoriasis,
merupakan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu
kortikosteroid sistemik, steroid topikal, komplikasi fototerapi, stress emosional yang
berat, penyakit terdahulu misalnya infeksi.2,3,11

V. Diagnosis

Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah
ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuning-kemerahan di
pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi
di dermatitis atopik dan eksema menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan
pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi
biasanya dapat menegakkan diagnosis.2,6,9
mencari tanda dari etiologi dari
+
riwayat dan pemeriksaan fisik

terlihat multiple pada biopsy + +


punch; diulangi biopsy 3-6 bulan
untuk menentukan diagnosis pasti
diagnosis pasti dan
pengobatan yang
- tepat --

dilakukan pemeriksaan tambahan :


biopsy untuk immunofluorescence,
CBC, CD4: ratio CD8, CXR, biopsy +
kelenjar limfa

pikirkan DD lain
+
Diagram 1. Diagnosis pasien yang dicurigai
(CBC = pemeriksaan sel darah, CXR = x-ray thoraks)
Sumber: Champion RH ed. Rook’s, textbook of dermatology, 5 th ed

VI. Diagnosis Banding

Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma :


1. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan
epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada keluarga asma
bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi diantara 15-25% populasi,
berkembang dari satu menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi
IgE yang tinggi, lebih banyak karena alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah
penyakit kulit yang mungkin terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul
sebelum usia 5 tahun. Biasanya, ada tiga tahap: balita, anak-anak dan dewasa.5,8
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang
dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing, pruritus
yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan pada gambaran histologi
terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, dermal eosinofil dan parakeratosis.3,8

2. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal yang
terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis menjadi
eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat
menghilang dimana plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal.
Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan
tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya
tidak menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah
seseorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34 – 39%.2,9
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas
dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan
lilin, Auspitz, dan Kobner.3

3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan plak
eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar
sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung,
ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan
meningkat pada usia 40 tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki
daripada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan
minum alkohol. 2,10
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman Pityrosporum
ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak
eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan
menghasilkan skuama putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal
yang hebat.(3) DS dapat diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat seperti
pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat
memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya
DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi
imun.10

VII. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, didapatkan penurunan


hemoglobin, peningkatan eosinofil, dan peningkatan leukosit (pada infeksi sekunder).
Kadar imunoglobulin dapat meningkat, khususnya IgE. Albumin serum menurun dan
gamma globulin meningkat relatif. Didapatkan pula ketidakseimbangan elektrolit
karena dehidrasi.6

Pasien dengan eritrodetma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari


ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot.
Beberapa penelitian menunjukan terdapat perubahan keseimbangan nitrogen dan
potasium ketika laju pembentukan skuama mencapai 17 gr/m2 per 24 jam.

2. Histopatologi

Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu


mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit
dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses
inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema.
Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.2
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik,
dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid
infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan
Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan
beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang
menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma.2

Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit


menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan
gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis
papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada
pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma
ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih
dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya. 2

VIII. Penatalaksanaan

Umumnya pengobatan eritroderma adalah kortikosteroid. Pada golongan I, yang


disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 4x10mg. Penyembuhan
terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari-beberapa minggu.

Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid.


Dosis mula dosis prednison 4x 10-15mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak
perbaikan dosis dapat dinaikan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-
lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan Ter pada psoriasis maka obat tersebut
harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan asitretin. Lama
penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi
tidak secepat golongan I.

Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama, yakni jika melebihi 1 bulan
lebih baik digunakan metilprednisolon daripada prednison dengan dosis ekuivalen karena
efeknya lebih sedikit.

Pengobatan penyakit leiner dengan kortikosteroid memberikan hasil yang baik.


Dosis prednison 3x1-2mg sehari. Pada sindrom Sezary pengobatannya terdiri atas
kortikosteroid (prednison 30mg sehari) atau metilprednisolon ekuivalen dengan sitostatik,
biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.

Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya
skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien
untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salap lanolin
10% atau krim urea 10%.

IX. Komplikasi

Rusaknya barier kulit pada eritroderma menyebabkan peningkatan extrarenal


water lost (karena penguapan air berlebihan melalui barrier kulit yang rusak).
Peningkatan extrarenal water lost ini menyebabkan kehilangan panas tubuh yang
menyebabkan hipotermia dan kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi.2,6 Respon
tubuh terhadap dehidrasi dengan meningkatkan cardiac output, yang bila terus berlanjut
akan menyebabkan gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia, sesak,
dan edema. Oleh karena itu evaluasi terhadap balans cairan sangatlah penting pada pasien
eritroderma.6

Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari


ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot. Pada
eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakeksia, alopesia, palmoplantar keratoderma,
kelainan pada kuku and ektropion.2

X. Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,
prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan dengan
golongan lain.
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid
hanya mengurangi gejala dan pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid.
Sindrom sezary prognosis nya buruk, pasien laki-laki umumnya akan meninggal
setelah 5 tahun, sedangkan pasien perempuan setelah 10 tahun. Kematian disebabkan oleh
infeksi atau penyakit berkembang menjadi mikosis fungoides.
BAB III
KESIMPULAN

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh/ hampir
seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama. Kelainan ini lebih banyak didapatkan pada
pria, terutama pada usia rata-rata 40-60 tahun. Penyebab tersering eritroderma adalah
akibat perluasan penyakit kulit sebelumnya, reaksi obat, alergi obat, dan akibat penyakit
sistemik termasuk keganasan.
Gambaran klinik eritroderma berupa eritema dan skuama yang bersifat
generalisata. Penatalaksanaan eritroderma yaitu dengan pemberian kortikosteroid dan
pengobatan topikal dengan pemberian emolien serta pemberian cairan dan perawatan di
ruangan yang hangat.
Prognosis eritroderma yang disebabkan obat-obatan relatif lebih baik, sedangkan
eritroderma yang disebabkan oleh penyakit idiopatik, dermatitis dapat berlangsung
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dan cenderung untuk kambuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rihatmadja R. Anatomi dan faal kulit. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016.p;3-6.
2. Champion RH. Eczema, Lichenification, prurigo, and erythroderma. In: Champion
RH eds. Rook’s, textbook of dermatology, 5th ed. Washington; Blackwell Scientific
Publications. 1992.p;17.48-17.52.
3. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016.p;228-31.
4. Sanusi UH. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis). Emedicine (updated 22
Maret 2019; cited 20 Juli 2019). Available from: URL: https://tinyurl.com/y3ccdev4
5. Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1st ed. Hokkaido: Nakayama Shoten
Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101.
6. Freederg IM. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 4th ed. Newyork: Mcgraw-Hill. 1996. Chapter-41.p; 527-531.
7. Siregar RS. Dermatosis eritroskuamosa. Saripati penyakit kulit. 2nd ed. Jakarta: EGC.
2005.p; 94-106,236-238.
8. Sularsito SA, Soebaryo RW. Dermatitis. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016.p; 156.
9. Imtikhananik. Dermatitis Exfoliativa. Cermin Dunia Kedokt 1992;74:16-18.
10. Utama HW, Kurniawan D. Erupsi alergi obat. Tesis. Palembang: Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.2007.p; 11.
11. Schön MP, Boehncke WH. Psoriasis. N Engl J Med 2005;352:1899-912.
12. Gupta S et al. Allergic contact dermatitis with exfoliation secondary to
calamine/diphenhydramine lotion in a 9 year old girl. Journal of clinical and
diagnostic research [serial online] 2007 june [cited: 10 Feb 2012]; 1:147-150.
Available from: URL: https://tinyurl.com/y4n49dgk
13. Akhyani M et al. Erythroderma: a clinical study of 97 cases. BMC Dermatology.
2005; 5:5
14. Bruno TF, Grewal P. Erythroderma: a dermatologic emergency. CJEM
2009;11(3):244-246

Anda mungkin juga menyukai