Yussi Septiana -
112018010
ABSTRAK
Latar Belakang
Inj thiophental diketahui dapat mengakibatkan hipotensi selama induksi, dan
efeknya akan lebih jelas pada pasien dengan hipertensi.
Tujuan
Untuk membandingkan efek dari dua regimen anastesi yang berbeda dengan
thiopental dalam mengelola respon hemodinamik untuk laringoskopi dan intubasi
endotrakeal pada pasien hipertensi.
ABSTRAK
Metode
Studi acak terhadap 90 pasien ASA II-III berumur 40-65 yang menjalani
operasi abdomen dengan general anastesi.
Sampel dibagi menjadi 2 grup. Grup 1 yang mendapatkan Thiopental dengan
dosis tunggal 3-7mg/KgBB. Pada grup 2, pertama kali diberikan 75% dosis
thiopental dan setelah Bispectral Index-based Scale (IBS) <60 dan setelah
diberikan neuromuskular blocking agent, tambahkan sisa dosis dari thiopental
dan kemudian durasi injeksi dicatat.
Pada kedua grup diberikan midazolam 0,05-0,1 mg/KgBB sebagai
premedikasi. Fentanyl dan Rocuronium diberikan untuk melengkapi induksi.
Pada 25 menit pertama, tekanan darah, MAP dan frekuensi nadi dicatat. Nilai
BIS setelah induksi dan total kebutuhan fentanyl juga dicatat.
Hasil
Frekuensi nadi, MAP dan penambahan kebutuhan fentanyl lebih rendah pada
grup 2. durasi induksi lebih tinggi pada grup 2, tetapi kontrol hemodinamik pada
grup 2 lebih memuaskan.
Kesimpulan
Penggunaan Thiopental dengan pembagian dosis lebih nyaman dan aman ketika
mempertimbangkan stabilitas hemodinamik selama induksi pada pasien dengan
hipertensi.
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terpenting untuk morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler pada pasien yang menjalani operasi dengan
anastesi umum. Pasien hipertensi umumnya memiliki hemodinamik yang kurang
stabil selama induksi dan intubasi endotrakeal.
Pencegahan hipertensi dan takikardi pada saat induksi dan intubasi penting
karena hipertensi berkaitan dengan takikardi dapat menyebabkan depresi
miokard. Kedalaman anastesi adalah salah satu metode yang efektif pada
keadaan ini dan Bispectral Index-based Scale (BIS) adalah salah satu metode
yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi kedalaman anastesi.
Hal ini menganjurkan bahwa Thiopental adalah agen yang sempurna untuk
induksi anastesi. Thiopental lebih unggul dibandingkan yang lain karena
memiliki onset 15-30detik.
METODE
Penelitian ini melibatkan 90 pasien berusia 40-65 tahun yang menjalani
operasi abdomen dengan anastesi umum dan diklasifikasikan dalam ASA 2
dan 3.
Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah pasien dengan hipertensi derajat 2
(>180/110 mmHg), penggunaan obat dengan hemodinamik dan efek
otonom, kelainan EKG seperti aritmia, PVC dan frekuensi nadi <55bpm,
obesitas, gagal jantung atau blok jantung.
Pasien dibagi menjadi 2 grup.
Grup 1: Thiopental dengan dosis 4mg/KgBB diberikan kepada 45 pasien.
Grup 2: 75% dosis Thiopental diberikan dan ketika nilai BIS <60 dilanjutkan
dengan pemberian agen blok neuromuskular, diberikan sisa dosis dari
Thiopental.
Midazolam 0.05-.0mg/KgBB diberikan sebagai premedikasi 30 menit
sebelum operasi.
Frekuensi nadi, Tekanan darah, nilai MAP harus dicatat. BIS digunakan
sebagai evaluasi dari kedalaman anastesi.
Pada grup 1 diberikan: Fentanyl 50mcg, lidokain 1mg/Kgbb, Thiopental 4mg/KgBB
dan rocuronium 0.6mg/KgBB setelah monitoring dan preoksigenasis selama 2-3 menit
Pada grup 2 diberikan: Fentanyl 50Mcg, lidokain 1mg/kgbb, 75% dari dosis
Thiopental diberikan, setelah didapatkan nilai BIS <60, berikan rocuronium
0.6mg/kgbb dilanjutkan dengan dosis sisa dari thiopental.
Frekuensi nadi, tekanan darah, MAP dan nilai BIS harus dicatat pada saat sebelum
induksi, setelah induksi, setelah intubasi dan 5 menit setelah intubasi. Penambahan
fentanyl 50mcg dapat diberikan pada pasien yang mengalami kenaikan tekanan
sistolik 20% pada saat intubasi.
HASIL
PEMBAHASAN
Induksi anastesi dan intubasi endotrakeal adalah faktor risiko dari
ketidakstabilan hemodinamik. Terlepas dari tekanan darah sebelum operasi,
beberapa pasien dengan hipertensi dapat menimbulkan respon hipotensi
yang signifikan pada saat induksi, diikuti dengan peningkatan tekanan darah
yang berlebihan pada saat intubasi.
Simpatomimetik amin disekresikan sebagai hasil dari stimulasi reseptor di
dalam laring dan trakea pada saat intubasi. Stimulasi simpatis dapat
menyebabkan takikardia dan peningkatan tekanan darah. Pada pasien
normotensif dapat meningkat 20-25mmHg tetapi dapat lebih tinggi pada
pasien dengan hipertensi.
Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik dilihat setelah induksi anastesi
jauh lebih tinggi pada pasien dengan hipertensi.
De Silva Neto et al mengevaluasi hasil hemodinamik induksi dan intubasi
dalam 2 kelompok: pasien normotensi dan pasien hipertensi di bawah
pengobatan. Dalam studi ini, tekanan diastolik berkurang selama pemberian
obat, dengan penurunan presentase yang lebih kecil pada pasien hipertensi
dibawah pengobatan. Selama intubasi, tekanan darah meningkat untuk kedua
kelompok, tetapi peningkatan yang lebih kecil pada pasien hipertensi. 5 menit
setelah intubasi tidak ada perbedaan yang signifikan.