Anda di halaman 1dari 10

REFRAT

“Eritroderma”

Disusun Oleh
Atina Itamanyn, S.Ked J510185085
Rachmawati Dwi Puspita, S.Ked J510185087
Afifah Ulinnuha, S. Ked J510185090
M. Eko Andry S., S.Ked J510185107
Mirsha Pradana Putri, S.Ked J510185112

Pembimbing:
dr. Rully Setia A. D., Sp.KK
dr. Retna Ika S., Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT


RSUD Dr. HARDJONO KABUPATEN PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
REFRAT
“Glaukoma”

Yang diajukan oleh :

Atina Itamanyn, S.Ked J510185085


Rachmawati Dwi Puspita, S.Ked J510185087
Afifah Ulinnuha, S. Ked J510185090
M. Eko Andry S., S.Ked J510185107
Mirsha Pradana Putri, S.Ked J510185112

Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Kepaniteraan Umum

Pada hari …............, tanggal ............................. 2018.

Pembimbing:
dr. Rully Setia A. D., Sp.KK (............................)
dr. Retna Ika S., Sp.KK (............................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Rully Setia A. D., Sp.KK (............................)
dr. Retna Ika S., Sp.KK (............................)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT


RSUD DR. HARDJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
A. Definisi

Eritroderma atau dermatitis eksfoliative merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritema universalis (90%-100%), biasanya disertai skuama. Insidensi eritroderma kian
meningkat. Kausa paling sering yaitu akibat psoriasis atau penyakit kulit (dermatosis) yang
telah diderita sebelumnya.

B. Epidemiologi

Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari 100.000
populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria
dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma
dapat terjadi pada semua usia.

Insiden eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis.Hal


tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis.

Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebihdari setengah
kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakitkulit lebih dari seperempat
kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari160 kasus adalah psoriasis berat.

Abraham et al. menyatakan bahwa dari 101 kasus eritrodermadidapatkan 75% adalah
pria dengan usia rata-rata 50 tahun, dengan durasipenyakit adalah 5 tahun.Anak-anak bisa
menderita eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat.Alergi terhadap obat bisa karena
pengobatan yang dilakukan sendiri ataupunpenggunaan obat secara tradisional.

C. Etiologi

Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik,perluasan


penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.

Penyakit kulityang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis


23%,dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.

Secara morfologis gambaran eritroderma menyerupai beberapakelainan kulit dan


penyakit sistemik, begitu pula akibat alergi obat-obatan tertentu.

1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik


Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapatmenyebabkan
eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturat.
Insiden ini dapat lebih tinggi karena kebiasaan masyarakat orang sering melakukan
pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional.
Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbulpenyakit bervariasi dapat segera
sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang
masuk lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya ialah
obat yang paling sering menyebabkan alergi
2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak ditemukan
dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan psoriasis yang
terlalu kuat.
Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal
sebagai penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-
20 minggu. Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula
menjadi eritroderma.Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus
foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus.
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat memberi
kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk
akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang
berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar
X toraks), untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan
infeksi fokal. Adakalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya,
jadi terdapat infeksi bakterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.
D. Patofisiologi

Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang dapat diketahui ialah akibat suatu agent
dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema)
yang universal. Kemungkinan berbagai sitokin berperan didalamnya.

Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
kulit meningkat sehingga tubuh kehilangan panas akan bertambah. Akibatnya pasien akan
merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Selain itu,
dapat juga terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang semakin
meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Apabila suhu badan meningkat, kehilangan panas
juga akan meningkat. Sehingga pengaturan suhu akan terganggu. Kehilangan panas akan
menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolism basal.
Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding dengan laju metabolism basal.

Kehilangan skuama pada pasien eritroderma dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan


kulit atau lebih per hari sehingga akan menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia
dengan berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama globulin  merupakan
kelainan yang khas. Edema juga sering terjadi, kemungkinan akibat pergeseran cairan ke ruang
ekstravaskuler. Pada eritroderma akut maupun kronis dapat menyebabkan gangguan mitosis
rambut dan kuku yaitu berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma
yang telah berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang
progresif.

E. Manifestasi Klinis

Gejala klinis dan diagnosis eritroderma dibagi menjadi 3 berdasarkan kausanya.


Golongan I yaitu eritroderma akibat alergi obat sistemik. Pengertian alergi obat secara sistemik
ini adalah masuknya obat ke dalam tubuh dengan berbagai cara, misalnya melalui mulut,
hidung, rektum, vagina serta dengan cara suntikan maupun infus. Selain itu, alergi juga dapat
terjadi karena obat mata, obat kumur, tambal gigi dan melalui kulit sebagai obat luar. Waktu
masuknya obat hingga timbul penyakit sangat bervariasi, dapat segera ataupun sampai 2
minggu. Bila ada obat lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh. Maka yang diduga sebagai
penyebabnya adalah golongan obat yang paling sering menimbulkan alergi. Gambaran
klinisnya berupa eritema universal dengan skuama yang akan timbul pada stadium
penyembuhan.

Golongan II yaitu eritroderma akibat perluasan penyakit kulit. Salah satunya bisa akibat
psoriasis (psoriasis eritrodermik) yaitu eritroderma yang disebabkan karena penyakit psoriasis
itu sendiri atau karena pengobatan psoriasis yang terlalu kuat. Umumnya didapati eritem yang
tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa
dan agak meninggi daripada daerah sekitarnya dengan skuama yang lebih tebal. Perlu
dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi apabila ragu. Selain itu, golongan II ini juga
dapat disebabkan karena penyakit Leiner (pada bayi usia 4-20 minggu) atau disebut
eritroderma deskuamativum. Etiologinya belum diketahui pasti, umumnya penyakit ini
disebabkan oleh dermatitis seboroik yang meluas. Keadaan umum penderitanya baik, biasanya
tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritema universal disertai skuama yang kasar.
Golongan III, eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan. Perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, X-ray (thorax), dll untuk mencari tahu penyebab
penyakit ini. Termasuk golongan ini adalah sindrom sézary yang merupakan limfoma.
Penyebabnya belum diketahui, diduga berhubungan dengan infeksi virus HTV-V dan
dimasukkan ke dalam CTCL (Cutaneous T-Cell Lymphoma). Biasanya menyerang orang
dewasa, lai-laki (umur 64 tahun), perempuan (umur 53 tahun). Sindrom ini ditandai dengan
eritem berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain
itu, terdapat pula infiltrat pada kulit dan edema. Beberapa pasien juga didapati splenomegali,
limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris,
serta kuku yang distrofik. Sebagian kasus menunjukkan leukositosis (rata-rata 20.000/mm),
19% dengan eosinophilia dan linfositosis. Terdapat pula limfosit atipik (sel sézary).

F. Penegakkan Diagnosis

Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada
sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasisdan kuning-kemerahan di pilaris
rubra pityriasis; perubahan kuku khaspsoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis
atopik dan eksema menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai
bercak kulit dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan
diagnosis.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, didapatkan


penurunanhemoglobin, peningkatan eosinofil, dan peningkatan leukosit (pada infeksi
sekunder). Kadar imunoglobulin dapat meningkat, khususnya IgE. Albumin serum
menurun dan gamma globulin meningkat relatif. Didapatkan pula ketidakseimbangan
elektrolit karena dehidrasi.

Pasien dengan eritrodetma yang luas dapat ditemukan tanda-tandadari


ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnyamasa otot.
Beberapa penelitian menunjukan terdapat perubahan keseimbangan nitrogen dan
potasium ketika laju pembentukan skuama mencapai 17 gr/m per 24 jam.

2. Histopatologi

Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapatmembantu


mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan
50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung
berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis
menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge
lebih dominan.

H. Diagnosis Banding

Penyakit eritroderma dibedakan dengan psoriasis dan dermatitis seboroik. Jika pada
psoriasis, penyakitnya berupa peradangan kronik dengan dasar genetik yang kuat dengan
karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi
vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Umumnya lesi berupa plak eritematosa
berskuama berlapis berwarna putih keperakan dengan batas yang tegas disertai fenomena
tetesan lilin, auspitz dan kobner. Letaknya dapat terlokalisir, misalnya pada siku, lutut atau
kulit kepala (scalp) atau menyerang hampir 100% luas tubuh.

Sedangkan pada dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit papuloskuamosa.


Predileksinya didaerah yang kaya kelenjar sebasea, scalp, wajah dan badan. Dermatitis ini
dikaitkan dengan malasesia, gangguan imunologis yang dipengaruhi kelembaban lingkungan,
perubahan cuaca, ataupun trauma. Penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya
ketombe sampai dengan bentuk eritroderma. Lesi khas berupa eksema dengan skuama kuning
berminyak di area predileksi.
I. Tatalaksana

Tatalaksana eritroderma dibagi berdasarkan penyebabnya. Pada eritroderma golongan


I, obat yang diduga sebagai penyebab alergi harus dihentikan. Kemudian dapat diberikan
prednisone 4x10 mg. penyembuhan pada golongan ini cepat, umumnya hanya berlangung
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada golongan II, diberikan prednisone 4x10-15 mg
sehari, jika tidak membaik dosisnya dinaikkan. Dan jika membaik, dosis diturunkan. Pada
golongan II akibat psoriasis dapat pula diobati dengan asetretin. Jika disebabkan penyakit
Leiner maka dosis prednisone 3x1-2 mg sehari. Pada pengobatan kortokosteroid jangka lama
(long term) yakni >1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon. Lama penyembuhan
golongan II ini bervariasi (beberapa minggu hingga bulan) tidak secepat golongan I.
Pengobatan golongan III pada sindrom sézaky diberikan prednisone 30mg sehari dan
klorambusil 2-6 mg sehari.

J. Komplikasi

Banyak sistem organ selain epidermis dan dermis juga terlibat padaeritroderma.
Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus. Hepatomegali ditemukan pada 20%
kasus. Spenomegali ditemukan pada 3% kasus (kesemuanya mengalami limpoma) baik pada
stadium awal dan pada hampir 20% stadium akhir.Rusaknya barier kulit pada eritroderma
menyebabkan peningkatan extrarenal water lost (karena penguapan air berlebihan melalui
barrier kulityang rusak). Peningkatan extrarenal water lost ini menyebabkan kehilangan panas
tubuh yang menyebabkan hipotermia dan kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi.

Respon tubuh terhadap dehidrasi dengan meningkatkan cardiac output, yang bila terus
berlanjut akan menyebabkan gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia, sesak,
dan edema. Oleh karena itu evaluasi terhadap balans cairan sangatlah penting pada pasien
eritroderma.

Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari


ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot. Pada
eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakeksia, alopesia,palmoplantar keratoderma, kelainan pada
kuku and ektropion.

K. Prognosis

Prognosis dari eritroderma juga ditentukan berdasarkan penyebabnya. Pada golongan


I, prognosisnya baik. Pada eritroderma yang belum diketahui penyebabnya, pengobatan dengan
kortikosteroid hanya akan mengurangi gejala dan pasien akan mengalami ketergantungan
kortikosteroid (corticosteroid dependence). Sedangkan pada sindroma sézary prognosisnya
buruk. Pasien laki-laki umumnya akan meninggal setelah 5 tahun, sedangkan pasien
perempuan meninggal setelah 10 tahun. Kematian disebabkan karena infeksi atau penyakitnya
berkembang menjadi mikosis fungoides.
DAFTAR PUSTAKA

Menaldi, S. L., Bramono, K. & Indriatmi, W., 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 ed.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Siregar, R. S., 2014. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 3 ed. Jakarta: EGC.
Wolff, K. & Johnson, R. A., 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 6 ed. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc..

Anda mungkin juga menyukai