“Eritroderma”
Disusun Oleh
Atina Itamanyn, S.Ked J510185085
Rachmawati Dwi Puspita, S.Ked J510185087
Afifah Ulinnuha, S. Ked J510185090
M. Eko Andry S., S.Ked J510185107
Mirsha Pradana Putri, S.Ked J510185112
Pembimbing:
dr. Rully Setia A. D., Sp.KK
dr. Retna Ika S., Sp.KK
Pembimbing:
dr. Rully Setia A. D., Sp.KK (............................)
dr. Retna Ika S., Sp.KK (............................)
Dipresentasikan dihadapan
dr. Rully Setia A. D., Sp.KK (............................)
dr. Retna Ika S., Sp.KK (............................)
Eritroderma atau dermatitis eksfoliative merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritema universalis (90%-100%), biasanya disertai skuama. Insidensi eritroderma kian
meningkat. Kausa paling sering yaitu akibat psoriasis atau penyakit kulit (dermatosis) yang
telah diderita sebelumnya.
B. Epidemiologi
Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari 100.000
populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria
dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma
dapat terjadi pada semua usia.
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebihdari setengah
kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakitkulit lebih dari seperempat
kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari160 kasus adalah psoriasis berat.
Abraham et al. menyatakan bahwa dari 101 kasus eritrodermadidapatkan 75% adalah
pria dengan usia rata-rata 50 tahun, dengan durasipenyakit adalah 5 tahun.Anak-anak bisa
menderita eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat.Alergi terhadap obat bisa karena
pengobatan yang dilakukan sendiri ataupunpenggunaan obat secara tradisional.
C. Etiologi
Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang dapat diketahui ialah akibat suatu agent
dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema)
yang universal. Kemungkinan berbagai sitokin berperan didalamnya.
Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
kulit meningkat sehingga tubuh kehilangan panas akan bertambah. Akibatnya pasien akan
merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Selain itu,
dapat juga terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang semakin
meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Apabila suhu badan meningkat, kehilangan panas
juga akan meningkat. Sehingga pengaturan suhu akan terganggu. Kehilangan panas akan
menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolism basal.
Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding dengan laju metabolism basal.
E. Manifestasi Klinis
Golongan II yaitu eritroderma akibat perluasan penyakit kulit. Salah satunya bisa akibat
psoriasis (psoriasis eritrodermik) yaitu eritroderma yang disebabkan karena penyakit psoriasis
itu sendiri atau karena pengobatan psoriasis yang terlalu kuat. Umumnya didapati eritem yang
tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa
dan agak meninggi daripada daerah sekitarnya dengan skuama yang lebih tebal. Perlu
dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi apabila ragu. Selain itu, golongan II ini juga
dapat disebabkan karena penyakit Leiner (pada bayi usia 4-20 minggu) atau disebut
eritroderma deskuamativum. Etiologinya belum diketahui pasti, umumnya penyakit ini
disebabkan oleh dermatitis seboroik yang meluas. Keadaan umum penderitanya baik, biasanya
tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritema universal disertai skuama yang kasar.
Golongan III, eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan. Perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, X-ray (thorax), dll untuk mencari tahu penyebab
penyakit ini. Termasuk golongan ini adalah sindrom sézary yang merupakan limfoma.
Penyebabnya belum diketahui, diduga berhubungan dengan infeksi virus HTV-V dan
dimasukkan ke dalam CTCL (Cutaneous T-Cell Lymphoma). Biasanya menyerang orang
dewasa, lai-laki (umur 64 tahun), perempuan (umur 53 tahun). Sindrom ini ditandai dengan
eritem berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain
itu, terdapat pula infiltrat pada kulit dan edema. Beberapa pasien juga didapati splenomegali,
limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris,
serta kuku yang distrofik. Sebagian kasus menunjukkan leukositosis (rata-rata 20.000/mm),
19% dengan eosinophilia dan linfositosis. Terdapat pula limfosit atipik (sel sézary).
F. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada
sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasisdan kuning-kemerahan di pilaris
rubra pityriasis; perubahan kuku khaspsoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis
atopik dan eksema menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai
bercak kulit dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan
diagnosis.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Histopatologi
H. Diagnosis Banding
Penyakit eritroderma dibedakan dengan psoriasis dan dermatitis seboroik. Jika pada
psoriasis, penyakitnya berupa peradangan kronik dengan dasar genetik yang kuat dengan
karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi
vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Umumnya lesi berupa plak eritematosa
berskuama berlapis berwarna putih keperakan dengan batas yang tegas disertai fenomena
tetesan lilin, auspitz dan kobner. Letaknya dapat terlokalisir, misalnya pada siku, lutut atau
kulit kepala (scalp) atau menyerang hampir 100% luas tubuh.
J. Komplikasi
Banyak sistem organ selain epidermis dan dermis juga terlibat padaeritroderma.
Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus. Hepatomegali ditemukan pada 20%
kasus. Spenomegali ditemukan pada 3% kasus (kesemuanya mengalami limpoma) baik pada
stadium awal dan pada hampir 20% stadium akhir.Rusaknya barier kulit pada eritroderma
menyebabkan peningkatan extrarenal water lost (karena penguapan air berlebihan melalui
barrier kulityang rusak). Peningkatan extrarenal water lost ini menyebabkan kehilangan panas
tubuh yang menyebabkan hipotermia dan kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi.
Respon tubuh terhadap dehidrasi dengan meningkatkan cardiac output, yang bila terus
berlanjut akan menyebabkan gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia, sesak,
dan edema. Oleh karena itu evaluasi terhadap balans cairan sangatlah penting pada pasien
eritroderma.
K. Prognosis
Menaldi, S. L., Bramono, K. & Indriatmi, W., 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 ed.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Siregar, R. S., 2014. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 3 ed. Jakarta: EGC.
Wolff, K. & Johnson, R. A., 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 6 ed. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc..