Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN SKOR DEPRESI

PADA SISWA SISWI SDN XXX


DI SURAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

FULANAH
J500140222

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

1
2

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN SKOR DEPRESI


PADA SISWA SISWI SDN BRATAN 1 SURAKARTA

Yang diajukan oleh :

FULANAH

J500140222

Telah disetujui oleh Pembimbing Utama Skripsi Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari , tanggal ..2017

Pembimbing Utama

Dr. Erna Herawati, Sp.K.J.


NIK: 1046

Kepala Biro Skripsi

Dr. Erna Herawati, Sp.K.J.


NIK: 1046
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................ iii
MOTTO .................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi
ABSTRAK .............................................................................................. xii
ABSTRACT ............................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 2
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 2
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 3
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................. 4
A. Tinjauan Pustaka .............................................................. 4
1. Depresi ........................................................................ 4
2. Tinjauan Pola Asuh .................................................... 11
3. Tinjauan Depresi dan Pola Asuh ................................ 14
B. Kerangka Teori ................................................................. 15
C. Hipotesis ........................................................................... 15
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 16
A. Jenis Penelitian ................................................................. 16
B. Tempat dan Waktu............................................................ 16
C. Populasi ............................................................................ 16
D. Sampel dan Teknik Sampel .............................................. 16
E. Estimasi Besar Sampel ..................................................... 16
4

F. Kriteria Restriksi .............................................................. 17


G. Identifikasi Variabel ......................................................... 18
H. Definisi Variabel Operasional .......................................... 18
I. Instrumen Penelitian ......................................................... 18
J. Teknik Pengambilan Data ................................................ 19
K. Teknik Analisis Data dan Pengolahan Data ..................... 19
L. Skema Penelitian .............................................................. 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 21
A. Hasil .................................................................................. 21
1. Deskripsi Data ............................................................ 21
2. Analisis Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan
Tingkat Depresi .......................................................... 22
B. Pembahasan ..................................................................... 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 25
A. Kesimpulan ....................................................................... 25
B. Saran ................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 26
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak merupakan penduduk usia muda yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan agar dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan di masa
mendatang. Mereka adalah kelompok yang perlu disiapkan untuk
kelangsungan bangsa dan negara di masa depan. Masa depan anak
tergantung dari pengalaman yang didapatkan anak termasuk faktor
pendidikan dan pola asuh orang tua (Suhariyanti, et al., 2015).

Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu


kehidupan. Depresi dapat terjadi pada semua usia, mulai dari anak-anak
hingga usia lanjut (Soetjiningsih, 2010). Prevalensi gangguan depresi
5

dapat terjadi sekitar 2% (0,4%-2,5%) pada anak pra pubertas, dan pada
remaja terjadi sekitar 6% (1,6%-8%) (Marcdante, et al., 2014).
Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan
mental emosional (depresi dan ansietas), sebesar 6% untuk usia 15
tahun keatas (Depkes RI, 2015).
Gejala depresi bervariasi sesuai dengan tingkat usia dan perkembangannya.
Gejala depresi pada anak usia sekolah dapat ditunjukkan dengan ekspresi
wajah sedih, mudah meneteskan air mata, iritabilitas, menarik diri dari hal-
hal yang disukai, gangguan makan, dan pola tidur (Behrman, et al., 2000).
Dampak dari depresi anak dapat mengalami distorsi kognitif seperti
mengkritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga,
kepercayaan diri turun, pesimis, putus asa, terdapat rasa malas, tidak
bertenaga, retardasi psikomotor, dan menarik diri dari hubungan sosial
(Suhariyanti, et al., 2015).
Lingkungan yang sangat berperan dalam kehidupan seorang
anak adalah keluarga. Yang dimaksud dalam hal ini adalah orang tua.
Perhatian serta pembelajaran yang didapatkan dari keluarga dapat
mempengaruhi pola penyelesaian dari masalah yang sedang dihadapi.
Semakin tinggi kemampuan kognitif yang dimiliki oleh seorang anak,
maka semakin kreatif anak tersebut dalam menyelesaikan suatu
masalahnya. Salah satu faktor dari orang tua yang paling berpengaruh
terhadap perkembangan anak adalah cara pengasuhan yang diterapkan
oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh tertentu akan
memberikan akibat tertentu pula pada kepribadian anak (Suhariyanti, et
al., 2015).
Pola asuh orang tua merupakan suatu bentuk dan proses interaksi

yang terjadi antara orang tua dengan anak yang merupakan suatu pola

pengasuhan tertentu dalam keluarga dan akan memberikan pengaruh

terhadap perkembangan kepribadian anak. Orang tua juga memerlukan

penyesuaian perilaku terhadap anak, yang berdasarkan atas kedewasaan

perkembangan anak karena setiap anak memiliki kebutuhan dan


6

kemampuan yang berbeda-beda (Santosa & Marheni, 2013). Penelitian

yang dilakukan oleh Suhariyanti dkk pada murid SDN Ngabean

kecamatan Secang kabupaten Magelang didapatkan hasil bahwa

terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan kecenderungan

skor depresi pada anak (Suhariyanti, et al., 2015).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis bermaksud


melakukan penelitian mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan
skor depresi pada siswa siswi SDN Bratan 1 Surakarta.

B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan
skor depresi pada siswa siswi SDN Bratan 1 Surakarta.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh
orang tua dengan skor depresi pada siswa siswi SDN Bratan 1
Surakarta.
7

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
hubungan pola asuh orang tua dengan skor depresi pada siswa siswi
SDN Bratan 1 Surakarta.
2. Manfaat aplikatif
Untuk masyarakat
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu
sumber informasi pola asuh untuk mencegah
depresi pada anak.
Untuk isntitusi
Dapat memberikan informasi pada institusi
tentang pola asuh orang tua dengan skor depresi
pada anak.
Untuk orang tua
Dapat memberikan informasi pada orang tua
mengenai hubungan pola asuh dengan skor
depresi.
Untuk peneliti lain
Dapat digunakan sebagai acuan dan informasi
penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Depresi
a. Definisi
Depresi merupakan suatu keadaan terganggunya fungsi
seseorang yang meliputi perasaan sedih dan gejala penyerta seperti
perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,serta keinginan
untuk bunuh diri (Kaplan, M.D., et al., 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) depresi
merupakan gangguan mental yang umum dengan gejala mood depresi,
kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan
bersalah atau harga diri yang rendah, susah tidur, nafsu makan
menurun, kehilangan konsentrasi (Marcus, et al., 2012).
b. Etiologi
Banyak teori menyatakan bahwa penyebab depresi pada anak,
yaitu :
1) Faktor genetik
Meningkatnya insiden depresi umumnya ditemukan pada
anak dari orang tua maupun saudara yang memiliki gangguan
depresi. Memiliki kedua orang tua dengan gangguan depresi
dapat meningkatkan resiko empat kali lipat terjadinya depresi
pada anak sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan resiko
pada anak dengan dua orang tua yang tidak mengalami depresi
(Sadock & Sadock, 2015). Anak dengan ibu yang memiliki
gangguan depresi lebih mudah terkena depresi dibandingkan
dengan depresi yang terjadi pada ayah (Kujawa, et al., 2015).

8
9

2) Faktor biologis lainnya


Anak prapubertas yang mengalami gangguan depresi
secara signifikan menyekresikan lebih sedikit hormon
pertumbuhan sebagai respon terhadap hipoglikemi yang
dicetuskan insulin dibandingkan dengan anak nondepresi.
Keadaan ini berlangsung selama empat bulan (Sadock & Sadock,
2015).
3) Faktor sosial
Defisit psikososial pada anak dengan depresi akan
membaik setelah terapi dalam jangka waktu lama. Pada anak-
anak prasekolah dengan gambaran klinis depresif, peran dan
pengaruh lingkungan akan mempengaruhi tingat depresi anak di
kemudian hari (Sadock & Sadock, 2015).
4) Faktor psikologis
a) Teori Psikoanalitik dan psikodinamik
Depresi dapat diakibatkan karena kehilangan sesuatu
yang disukainya (Soetjiningsih, 2010).
b) Teori cognitive-behavioral
Depresi dapat terjadi karena pandangan yang negativ
terhadap dirinya sendiri, interpretasi yang negativ terhadap
pengalaman hidup, harapan negativ terhadap diri sendiri, dan
harapan negativ untuk masa depan (Soetjiningsih, 2010).
c) Teori belajar merasa tidak berdaya (learned helplessness
model)
Depresi dapat terjadi bila seseorang mengalami
peristiwa yang tidak dapat dikendalikannya dan merasa tidak
mampu menghadapi peristiwa di masa depan (Soetjiningsih,
2010).
d) Teori model sistem keluarga
Depresi dapat terjadi karena interaksi dalam keluarga.
Depresi dapat terjadi akibat ketidak mampuan orang tua untuk
10

menciptakan hubungan yang baik dengan anak (Soetjiningsih,


2010).
e) Teori pengendalian diri sendiri (self control model)
Depresi dapat terjadi karena tidak mempunyai
kemampuan dalam hal seperti: pemantauan diri sendiri,
penilaian diri sendiri, atau menguatkan diri sendiri
(Soetjiningsih, 2010).
c. Epidemiologi
Gangguan depresi meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Gangguan depresi pada anak prasekolah sangat jarang terjadi.
Pada anak usia sekolah gangguan distimik lebih banyak ditemukan
dibanding gangguan depresi. Pada anak usia sekolah dengan
gangguan distimik, terdapat kemungkinan besar bahwa gangguan
depresif berat akan timbul pada suatu waktu setelah masa satu tahun
mengalami gangguan distimik (Sadock & Sadock, 2015). Prevalensi
gangguan depresif dapat terjadi sekitar 2% (0,4%-2,5%) pada anak
pra pubertas, dan pada remaja terjadi sekitar 6% (1,6%-8%)
(Marcdante, et al., 2014). Diperkirakan pada tahun 2020, depresi
merupakan gangguan terbanyak (Maramis & Maramis, 2009). Depresi
lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki (Maughan, et
al., 2013).
d. Kriteria Diagnosis Episode Depresi Major
1). Dijumpai lima atau lebih gejala berikut selama 2 minggu dan
disertai oleh perubahan fungsi jika dibandingkan sebelumnya,
setidaknya ada salah satu dari gejala (a) mood depresi atau (b)
kehilangan minat atau kegembiraan.
a). Mood depresi hampir sepanjang hari. Pada anak-anak dan
remaja, suasana hati bisa berupa mood yang iritabel.
b). Berkurangnya secara nyata minat atau kegembiraan dalam
semua atau hampir semua kegiatan (seperti yang ditunjukkan
penderita atau pengamatan oleh orang lain).
11

c). Penurunan berat badan yang bermakna padahal tidak sedang


dalam keaadaan diet, penambahan berat badan, penurunan
atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Pada anak
pertimbangkan gagal tumbuh.
d). Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
e). Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (diamati
oleh orang lain).
f). Kelelahan yang sangat atau hilangnya energi yang terjadi
hampir setiap hari.
g). Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan
hampir setiap hari.
h). Hilangnya kemampuan untuk berpikir, berkonsentrasi, atau
membuat keputusan, hampir setiap hari.
i). Pikiran berulang tentang kematian (bukan hanya takut mati),
keinginan bunuh diri berulang tanpa rencana yang spesifik,
usaha bunuh diri atau rencana khusus untuk bunuh diri.
2). Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode manik campuran.
3). Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan fungsi penting dalam aspek sosial, atau lainnya.
4). Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari
penyalahgunaan zat psikotropika, obat, atau kondisi medis umum.
5). Gejala tidak lebih baik dijelaskan oleh duka cita, dan gejala terus
berlangsung lebih dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan fungsi
yang nyata, preokupasi dengan perasaan tidak berharga, keinginan
bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor (Marcdante,
et al., 2014).
e. Teori depresi
Terdapat tiga teori depresi, yaitu teori perkembangan Bowlby,
teori Kognitif Beck, dan teori Learned helplessness.
12

1). Teori Bowlby


Kurangnya kasih sayang dan afeksi dalam pengasuhan anak, atau
kehilagan orang tua pada masa kanak-kanak akan mengakibatkan
anak mengembangkan skema kognitif yang negatif. Hal tersebut
akan terus dibawa dan akan mempengaruhi kehidupan anak di
masa mendatang. Pada kehidupan di masa mendatang anak akan
mengalami rasa kehilangan, anak akan menginterpretasikan
kehilangan tersebut sebagai kegagalan dalam membina hubungan
positif, dan biasanya hal tersebut dapat menimbulkan depresi
(Santrock, 2007).
2). Teori Kognitif Beck
Anak akan depresi bila pada masa awal perkembangannya
membentuk skema kognitif yang ditandai dengan devaluasi diri
dan tidak percaya diri mengenai masa depannya. Anak memiliki
pemikiran negatif, dan pemikiran negatif tersebut akan
meningkatkan pengalaman negatif pada anak. Anak yang depresi
akan menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Pada teori ini ,
depresi pada anak dapat dilihat sebagai perkembangan dari dua
kecenderungan kognitif, yaitu anak terlalu memperhatikan hal
negatif di lingkungan, dan menganggap diri sendiri sebagai
sumber dari kejadian negatif (Santrock, 2007).
3). Teori Learned Helplessness
Terjadi ketika seseorang mengalami pengalaman negatif dan
mereka tidak memiliki kontrol mengenai hal tersebut. Dalam teori
ini, depresi akan terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa
negatif dan menyalahkan diri sendiri akibat peristiwa tersebut
(Santrock, 2007).
f. Manifestasi klinis
Gejala depresi bervariasi sesuai dengan skor usia dan
perkembangan. Bowlby melaporkan bahwa perpisahan dengan
pengasuh bayi setelah 6-7 bulan menimbulkan gejala menangis,
13

mencari-cari, perilaku seperti panik, dan hipermotilitas kedua tangan


maupun kaki. Ini diikuti dengan kecermatan bayi meneliti setiap
orang dewasa yang mendekatinya. Fase akhir meliputi apati dimana
bayi menjadi hipotonik dan tidak aktif, ekspresi wajah terlihat sedih,
menangis perlahan dan menatap ke langit-langit (Behrman, et al.,
2000).
Depresi pada usia sekolah datang dengan berbagai gejala.
Ekspresi wajah sedih, mudah menangis, iritabilitas, menarik diri dari
hal-hal yang disukai, gangguan makan dan tidur. Setengah dari anak
yang mengalami depresi datang dengan gejala kecemasan yang jelas,
dan 20-30% mengalami gangguan perilaku. Secara khas remaja
datang dengan impulsifitas, kelelahan, dan keinginan bunuh diri
(Behrman, et al., 2000).
Gejala episode depresi berat biasanya berkembang selama
beberapa hari atau minggu. Gejala-gejala yang tidak ditangani sering
menetap selama 6 bulan. Namun, kadang-kadang gejala dapat
berlangsung selama 2-3 tahun (Behrman, et al., 2000).
g. Pengobatan
Depresi berat pada anak dan remaja dapat ditangani dengan
obat antidepresan dan berbagai terapi psikologis. Anti depresan
trisiklik (imipramin, desipramin) mungkin dapat bermanfaat
menurunkan gejala. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa
pada anak laki-laki prapubertas yang meminum desipramin meninggal
secara mendadak, hal itu menunjukkan ketidakpastian penggunaan
antidepresan trisiklik pada anak (Behrman, et al., 2000).
Salah satu obat anti depresan yang terdapat di Indonesia yaitu
SSRI atau selective serotonin reuptake inhibitor yang terdiri dari
fluoksetin dan sertralin. SSRI diserap baik dengan pemberian oral,
level puncak dalam darah setelah 6 jam. Penyerapan di usus tidak
dipengaruhi oleh makanan. Dosis untuk fluoxetin 20-60 mg/hari dan
dosis untuk sertralin 50-200 mg/hari (Keliat, et al., 2011).
14

Obat anti depresi yang ideal hendaknya memiliki kriteria


sebagai berikut :
1). Memiliki efek terapeutik yang tinggi dalam waktu yang relatif
singkat.
2). Jangka waktu pemakaian relatif pendek.
3). Efek samping minimal.
4). Memiliki dosis yang rendah.
5). Tidak menyebabkan kantuk.
6). Memperbaiki pola tidur.
7). Tidak menyebabkan habituasi, adiksi, dan dependensi.
8). Memiliki efek perbaikan pada gangguan fisik sebagai gejala
ikutan atau gejala terselubung.
9). Tidak menyebabkan lemas.
10). Dan kalau dimungkinkan pemakaian dosis tunggal (Hawari,
2013).
Penanganan nonfarmakologis meliputi psikoterapi. Terapi
bermain dan percakapan penting dalam perbaikan gejala (Behrman, et
al., 2000).
h. Prognosis
Prognosis depresi tergantung dari :
1) Penyebab depresi dapat dikoreksi atau terselubung.
2) Usia. Semakin tinggi usia, semakin buruk prognosisnya.
3) Bentuk klinis.
4) Ada atau tidaknya pikiran bunuh diri.
5) Keadaan pramorbid.
6) Ada tidaknya keluarga yang menderita penyakit serupa.
(Soetjiningsih, 2010).
Kemungkinan prognosis baik apabila, terjadi episode ringan,
tidak ada gejala psikotik, waktu rawat inap yang singkat, memiliki
teman akrab, fungsi keluarga stabil, fungsi sosial baik selama lima
tahun terakhir, tidak lebih dari sekali rawat inap dengan depresi berat.
15

Sedangkan kemungkinan terjadi prognosis buruk apabila, depresi


berat bersamaan dengan distimik, terdapat gejala cemas, riwayat lebih
dari sekali episode depresi (Ismail & Siste, 2015).

2. Tinjauan Pola Asuh


a. Definisi
Pola asuh adalah asuhan yang diberikan ibu atau pengasuh lain
berupa sikap, dan perilaku dalam hal kedekatannya dengan anak,
memberi makan, merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih
sayang, dan sebagainya (Septiari, 2012). Pengasuhan merupakan
tanggung jawab kedua orang tua. Tinggal teknis pelaksanaannya,
yaitu siapa yang melaksanakan pengasuhan tersebut. Bisa ibu, ayah,
nenek, atau orang lain (Charis, 2016).
Pola asuh orang tua adalah bagaimana orang tua
memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan
anak dalam mencapai proses kedewasaan hingga pada upaya
pembentukan norma-norma yang diharapkan masyarakat pada
umumnya (Septiari, 2012).
b. Macam-macam Pola Asuh
Pola asuh ada empat yaitu :
1) Authoritarian (Otoritarian)
Authoritarian merupakan pola asuh yang menggunakan
pendekatan pemaksaan kehendak orang tua kepada anak. Anak
harus patuh kepada orang tua, anak tidak boleh mengeluarkan
pendapat (Septiari, 2012). Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak
menjadi tertekan, pendiam, cemas, dan menarik diri (Sadewo,
2009).
2) Permisive
Orang tua membiarkan anak berbuat apa saja. Orang tua
memiliki kehangatan, dan menerima apa adanya. Orang tua
cenderung memanjakan. Sedangkan menerima apa adanya
16

cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa


saja (Septiari, 2012). Pola asuh ini dapat menyebabkan anak
menjadi manja, ingin menang sendiri, kurang percaya diri, salah
bergaul, kurang kontrol diri (Sadewo, 2009).
3) Authoritative (Otoritatif)
Pada pola asuh Authoritative ini orang tua sangat
memperhatikan kebutuhan anak, dan mencukupinya dengan
pertimbangan faktor kepentingan dan kebutuhan (Septiari, 2012).
Namun, orang tua juga menetapkan standar prilaku tertentu pada
anak (Charis, 2016). Pola asuh tersebut dapat mengakibatkan anak
memiliki hubungan yang baik dengan teman, anak dapat
mengontrol diri, dan terbuka pada orang tua (Sadewo, 2009).
4) Indulgent
Pada pola asuh ini orang tua sangat terlibat dalam kehidupan
anak. Orang tua hanya sedikit memberikan tuntutan terhadap anak.
Orang tua membiarkan anak melakukan apapun yang mereka
inginkan. Sehingga anak tidak pernah belajar mengendalikan
perilakunya dan selalu berharap agar kemauannya selalu diikuti
(Santrock, 2007). Akibatnya anak tumbuh menjadi kurang dewasa,
tidak bertanggung jawab, mudah menyerah, kurang cakap
memimpin, dan mudah mengalami depresi (Charis, 2016).
Menurut Steinberg & Silk 2002, pola pengasuhan yang
bersifat Authoritative merupakan pola pengasuhan yang paling
efektif. Sebab pola pegasuhan ini memiliki keseimbangan yang baik
antara pengendalian dan otonomi, serta memberikan peluang pada
anak untuk mengembangkan kemandiriannya, namun tetap
memberikan standar, batasan, dan bimbingan; membiarkan anak
mengekspresikan pandangannya; kehangatan dan keterlibatan yang
diberikan oleh orang tua membuat anak lebih bersedia menerima
pendidikan orang tua (Santrock, 2007).
17

c. Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga


Pola pengasuhan dalam keluarga adalah sebuah fase yang
menghimpun empat unsur penting, yaitu pola, asuh, orang tua, dan
keluarga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti
corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Arti
bentuk/struktur yang tetap semakna dengan istilah kebiasaan. Asuh
yang berarti mengasuh, suatu bentuk kata kerja yang bermakna (1)
menjaga, merawat, dan mendidik anak kecil; (2) membimbing,
membantu, melatih agar dapat berdiri sendiri; (3) memimpin suatu
badan kelembagaan. Sedangkan pengasuh adalah orang yang
mengasuh; wali (orang tua dan sebagainya). Orang tua menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah ayah ibu, orang yang
dianggap tua, orang-orang yang dihormati. Dalam konteks keluarga,
orang tua yang dimaksud adalah ayah dan ibu kandung dengan tugas
dan tanggung jawab mendidik anak dalam keluarga (Djamarah, 2014).
Pola asuh orang tua dalam keluarga berarti kebiasaan orang
tua dalam memimpin, mengasuh, dan membimbing anak dalam
keluarga. Keluarga adalah sebuah institusi keluarga yang disebut
nuclear family. Menurut Ahmad Tafsir pola asuh berarti pendidikan.
Dengan demikian pola asuh orang tua adalah upaya orang tua yang
konsisten dan persisten dalam menjaga dan membimbing anak dari
sejak lahir hingga remaja. Pola asuh orang tua merupakan pola
perilaku yang diterapkan ke anak dan bersifat relatif konsisten dari
waktu ke waktu. Pola ini dapat memberika efek negatif maupun
positif pada anak. Cara dan pola asuh orang tua akan berbeda antara
satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orang tua
merupakan gambaran perilaku dan sikap orang tua dan anak dalam
berinteraksi dan berkomunikasi. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang
tua selalu dilihat, dinilai, ditiru oleh anaknya yang kemudian secara
sadar dan tidak sadar akan diresapi, dan kemudian menjadi kebiasaan
bagi ank-anaknya (Djamarah, 2014).
18

Bentuk pola asuh orang tua mempengaruhi kepribadian anak


setelah ia dewasa. Kepribadian menurut Koentjaraningrat (2011),
terbentuk dari pengetahuan yang dimiliki anak maupun oleh berbagai
perasaan, emosi, kehendak dan keinginan yang ditujukan kepada
berbagai macam hal dalam lingkungannya (Djamarah, 2014).
Pola asuh orang tua dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan orang tua, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, adat
istiadat, suku bangsa, dan sebagainya (Djamarah, 2014).

3. Tinjauan Depresi dan Pola Asuh


Orang tua adalah orang yang paling berpengaruh terhadap
kehidupan anak (Lipps, et al., 2012). Hubungan rumah tangga yang baik
sering kali berkaitan dengan pola pengasuhan yang baik pula (Santrock,
2007). Pola asuh dapat dipengaruhi oleh pengalaman orang tua, agama,
norma, dan budaya yang berlaku (Lipps, et al., 2012). Pola asuh dapat
berpengaruh terhadap kepribadian, kecemasan, dan depresi pada anak
(Scanlon & Epkins, 2015). Ketidak harmonisan orang tua, gangguan
mental pada orang tua, ketidakserasian, temperamen antara orang tua dan
anak, serta pola asuh orang tua yang cenderung dominan, merupakan
kondisi-kondisi yang dapat memicu timbulnya depresi pada anak
(Tanjungsari, et al., 2013). Anak dengan pola asuh tertekan dapat
mengalami gejala depresi (Hetrick, et al., 2015).
Pola pengasuhan yang bersifat kurangnya penerimaan pada anak,
dapat mengembangkan pikiran dan perasaan negatif tentang diri dan masa
depan mereka sendiri, yang merupakan gejala dari depresi (Scanlon &
Epkins, 2015). Akibat dari depresi dapat menyebabkan gangguan
kesehatan fisik, upaya bunuh diri, masalah dalam kehidupan sosial, dan
gangguan mental yang buruk (Maughan, et al., 2013).
Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara pola
asuh orang tua dengan kecenderungan depresi pada anak. Semakin baik
pola asuh orang tua maka semakin rendah kecenderungan depresi pada
anak begitu pula sebaliknya, semakin buruk pola asuh orang tua maka
semakin tinggi kecenderungan depresi pada anak (Suhariyanti, et al.,
2015).
19

B. Kerangka Teori

Anak

`
Pendidikan orang tua
Tumbuh kembang
Status sosial ekonomi
anak
orang tua
Pekerjaan orang tua
Adat istiadat
Pola asuh orang Suku bangsa
tua

Faktor Faktor Faktor Faktor


Psikologis genetik biologis sosial
anak

Depresi

: Yang diteliti

: Yang tidak diteliti

Gambar 2.1

Kerangka Teori

C. Hipotesis
Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan skor depresi
pada anak.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dimana variabel
bebas dan variabel terikat di nilai dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo,
2012).

B. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di SDN Bratan 1 Surakarta dan waktu
penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016.

C. Populasi
1. Populasi target
Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa siswi SD.
2. Populasi aktual
Populasi aktual dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas 6 SDN
Bratan 1 Surakarta.

D. Sampel dan Teknik Sampel


Pada penelitian ini sampel yang akan menjadi fokus penelitian adalah
siswa siswi kelas 6 SDN Bratan 1 Surakarta yang tinggal bersama kedua orang
tua. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling.

E. Estimasi Besar Sampel


Besar sampel diperoleh dari jumlah seluruh sampel yang diperoleh
yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Dahlan, 2013).
2
( + )
=[ (1+) ] +3
0,5 { }
(1)

20
21

Keterangan :
n = Besar sampel.
= Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai
yang ditentukan. Untuk = 0,10 maka = 1,282.
= Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai
yang ditentukan. Untuk = 0,10 maka = 1,282.
r = Koefisien korelasi, didapatkan dari penelitian sebelumnya dengan r =
-0,282.
Berdasarkan rumus di atas, didapatkan besar sampel untuk penelitian
sebagai berikut :
2
( + )
=[ (1+) ] +3
0,5 { }
(1)

2
(1,282 + 1,282 )
=[ (1+0,282 ) ] +3
0,5 { }
(10,282 )

= 54
Jadi, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 54 sampel.

F. Kriteria Restriksi
1. Kriteria Inklusi
a. Siswa siswi SDN Bratan 1 Surakarta
b. Kelas 6
c. Bersedia menjadi responden
d. Tinggal bersama kedua orang tua
2. Kriteria Eksklusi
a. Sakit atau izin tidak masuk sekolah
b. Tidak mengisi penuh kuesioner
22

G. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas
Variabel bebas atau independent variable merupakan variabel yang
mempengaruhi variabel terikat (Notoatmodjo, 2012). Variabel bebas pada
penelitian ini adalah pola asuh.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat atau dependent variable merupakan variabel yang
dipengaruhi oleh variabel bebas (Notoatmodjo, 2012). Variabel terikat
pada penelitian ini adalah depresi.

H. Definisi Variabel Operasional


1. Depresi
Definisi : Depresi merupakan gangguan mood atau perasaan yang
bersifat patologis dan dapat mempengaruhi kualitas hidup
sehari-hari.
Alat ukur : Depresi diukur dengan menggunakan kuesioner Child
Depression Inventory (CDI).
Skala : Interval
2. Pola Asuh
Definisi : Pola asuh adalah asuhan yang diberikan oleh orang tua
terhadap anak.
Alat ukur : Pola asuh diukur menggunakan Kuesioner Pola Asuh Anak
(KPAA).
Skala : Interval

I. Instrumen Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan berbagai instrumen
diantaranya:
1. Lembar persetujuan
Berisi identitas singkat responden serta tanda tangan sebagai bukti
persetujuan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
2. Lembar data diri
Berisi biodata responden yang meliputi nama, jenis kelamin, usia, tempat
dan tanggal lahir, alamat, sekolah, kelas.
3. Kuesioner CDI
CDI merupakan instrumen orientasi untuk menilai gejala depresi pada
anak usia 7-17 tahun. Kuesioner tersebut terdiri dari 27 pertanyaan. Untuk
pertanyaan jenis favorable mempunyai urutan nilai 0, 1, 2, sedangkan
23

untuk pertanyaan jenis unfavorable mempunyai urutan nilai 2, 1, 0


(Husada, 2012).
4. Kuesioner Pola Asuh Anak (KPAA)
Kuesioner KPAA merupakan alat ukur untuk menilai pola asuh yang
diperoleh dari orang tua maupun wali yang tinggal bersama anak. Uji
validitas dan reliabilitas KPAA menunjukkan Cronbach coefficient alpha
sebesar 0,8344 yang menunjukkan kuesioner ini dapat dipercaya untuk
digunakan. Kuesioner tersebut terdiri dari 54 pertanyaan yang diajukan
kepada anak. Penilaian dilakukan dengan menjumlahkan jawaban A (1), B
(2), C (3). Dengan skor terendah 54 dan skor tertinggi 162. Semakin
rendah skor kuesioner maka pola asuh semakin baik, dan semakin tinggi
skor kuesioner maka pola asuh semakin buruk (Ismail, 2016).

J. Analisis Data
Analisis data digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian. Uji
statistik yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah observasional
analitik. Sedangkan untuk uji analisis akan menggunakan uji korelasi
Pearson. Data statistik akan diperoleh dengan program SPSS 20.

K. Skema Penelitian
Alur penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Survey Sekolah

Kriteria Retriksi

Sampel Penelitian

Mengisi Lembar
persetujuan
Lembar data diri
Kuesioner CDI
Kuesioner KPAA

Skor Depresi &


pola asuh

Analisis Data
24

Gambar 3.1
Skema Penelitian

Anda mungkin juga menyukai