Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

Spondilitis TB

Atina Itamanyn, S.Ked J510185085 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


Rachmawati Dwi Puspita, S.Ked J510185087 RSUD DR. HARJONO PONOROGO
M. Eko Andry Setyawan, S.Ked J510185107 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
PENDAHULUAN

Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di seluruh dunia. World Health Organization
(WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat lebih dari 8 juta kasus baru tuberkulosa dan lebih kurang 3
juta orang meninggal akibat penyakit ini. Tuberkulosis sering dijumpai di daerah dengan penduduk yang padat,
sanitasi yang buruk dan malnutrisi. Walaupun manifestasi tuberkulosis biasanya terbatas pada paru, penyakit ini
dapat mengenai organ apapun, seperti tulang, traktus genitourinarius dan sistem saraf pusat.

Spondilitis tuberkulosa memiliki distribusi di seluruh dunia dengan prevalensi yang lebih besar pada negara
berkembang. Tulang belakang adalah tempat keterlibatan tulang yang paling sering, yaitu 5-15% dari seluruh
pasien dengan tuberculosis

Daerah lumbal dan torakal merupakan daerah yang paling sering terlibat, sedangkan insidensi keterlibatan daerah
servikal adalah 2-3%
ANATOMI

• Vertebra terdiri dari 33 ruas antara lain


• 7 ruas vertebra cervicalis
• 12 ruas vertebra thoracalis
• 5 ruas vertebra lumbalis
• 5 ruas vertebra sacralis yang
membentuk os sacrum
• 4 ruas vertebra coccygealis yang
membentuk os coccygeus
Medulla spinalis

• terlindungi oleh ligament,


meninges, cairan serebrospinal,
dan vertebra itu sendiri.
• Panjang pada orang dewasa
42-45 cm dan berdiameter 2
cm pada regio pertengahan
torakal.
DEFINISI

Spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease adalah infeksi tuberkulosis


(TB) ekstrapulmonal yang mengenai satu atau lebih ruas tulang
belakang. Spondilitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis.
Spondilitis tuberkulosa (TB) adalah infeksi granulomatosis dan bersifat
kronis destruktif yang di sebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosa
yang mengenai tulang vertebra. Dikenal juga dengan istilah Vertebral
Osteomyelitis.
ETIOLOGI

• Mycobacterium tuberculosis
• walaupun spesies Mycobacterium
yang lainpun dapat juga bertanggung
jawab sebagai penyebabnya antara lain
:
• Mycobacterium africanum (penyebab
paling sering tuberkulosa di Afrika
Barat)
• bovine tubercle baccilus
• non-tuberculous mycobacteria
(banyak ditemukan pada penderita
HIV)
EPIDEMIOLOGI
• Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya
berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang
tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa
merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan
sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk
masih menjadi merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah
berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam
kurun waktu 30 tahun terakhir.
FAKTOR RISIKO
Usia dan jenis kelamin

• Sebelum pubertas, lesi primer di paru merupakan lesi yang berada di area lokal, walaupun kavitas seperti pada orang dewasa
dapat juga dilihat pada anak-anak malnutrisi di Afrika dan Asia, terutama perempuan usia 10-14 tahun.
• Puncak usia terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50 tahun untuk wanita, sementara pria bisa mencapai usia 60 tahun.

Nutrisi

• Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan menurunkan resistensi terhadap penyakit.

Faktor toksik

• Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat
kortikosteroid atau immunosupresan lain.

Penyakit

• Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.

Lingkungan yang buruk (kemiskinan)

Ras

• orang Eskimo atau Amerika asli, mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap penyakit ini
PATOGENESIS

• Kuman TB  . menyebar secara hematogen melalui arteri intercostal


atau lumbal, atau melalui pleksus Batson’s  destruksi tulang
progresif  perkejuan  menghalangi proses pembentukan tulang 
tuberculos squestra  penetrasi ke korteks dan terbentuk abses
paravertebral  kifosis
DIAGNOSIS

• Trias TB
• Riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah
disertai nyeri dada.
• Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri
yang menjalar.
INSPEKSI

• Langkah kaki pendek, karena mencoba menghindari nyeri di


punggung.
• Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat
menolehkan kepalanya
• Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi leher.
PALPASI

• teraba massa yang berfluktuasi dan kulit di atasnya terasa sedikit


hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses piogenik
yang teraba panas).
• Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di
sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus), tergantung dari
level lesi
PERKUSI

• Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan di atas prosessus


spinosus vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.
• Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah
paraplegia yang dikenal dengan nama Pott’s paraplegia.
• Tekanan eksternal pada korda spinalis dan duramater
• Invasi duramater oleh tuberkulosa
• Type III / yang berjalan kronis
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Laboratorium
• Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis.
• Tuberculin skin test positif. dikatakan positif jika tampak area
berindurasi, kemerahan dengan diameter ≥ 10mm di sekitar tempat
suntikan 48-72 jam setelah suntikan.
• Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium
tuberculosis
• Cairan serebrospinal akan tampak: Xantokrom
RADIOLOGI

• Rontgen
• fase awal, akan tampak lesi
osteolitik pada bagian anterior
korpus vertebra dan osteoporosis
regional.
• Pada fase lanjut, Korpus menjadi
kolaps dan terjadi fusi anterior
yang menghasilkan angulasi yang
khas disebut gibbus.
MIELOGRAFI

• gambaran adanya penyempitan


pada kanal spinalis dan atau
tekanan terhadap medulla spinalis.
CT-SCAN

• MRI T1-weight menunjukkan


destruksi corpus vertebra C6-C7
disertai kompresi pada medula
spinalis
MRI
• Pada spondilitis tuberkulosa akan didapat gambaran dengan lingkaran
inflamasi dibagian luar dan sekuester ditengah yang hipointens ; tetapi
gambaran ini mirip dengan infeksi piogenik dan neoplasma sehingga
tidak spesifik untuk spondilitis tuberkulosa.
DIAGNOSIS BANDING SPONDILITIS TUBERKULOSA

• Infeksi piogenik Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada


foto rontgen menunjukkan adanya infeksi piogenik
• Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari
pemeriksaan laboratorium.
• Tumor/penyakit keganasan, Metastase dapat menyebabkan destruksi
dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbeda dengan spondilitis
tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan.
• Scheuermann’s disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa
oleh karena tidak adanya penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian
sudut superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses
paraspinal.
TERAPI

• KONSERVATIF
• Terapi OAT secepat mungkin semua obat menembus ke dalam lesi vertebra TB.
• Tulang sklerotik vertebra menghambat penetrasi OAT.
• Durasi pengobatan dan jumlah obat kontroversi.
• WHO merekomendasikan pengobatan berbasis kategori untuk tuberkulosis.
• TBC tulang belakang kategori 1 dengan regimen OAT dua fase:
fase intensif (awal) dan fase lanjutan.
• Karena risiko kecacatan dan kematian yang serius, WHO
merekomendasikan 9 bulan pengobatan.
Isoniazid Pirazinamid Rifampisin Etambutol Streptomisin

Sifat Bakterisidal bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik Bakterisidal

Efek samping hepatotoksik, Hepatotoksik, Urin berwarna Neuritis optik, Ototoksik,


mual muntah, peningkatan asam merah, penurunan visus, nefrotoksik
hipersensitivitas urat, atralgia, GIT Hepatotoksik, GIT
trombositopeni

Dosis 5 mg/kg/hari – 15-30 mg/kg/ hari 10 mg/kg/ hari – 15-25 mg/kg/hari 15mg/kg/hari – 1
300 mg/hari 600 mg/hari g/kg/hari
• Banyak ahli  jangka waktu 12-24 bulan /bukti radiologis /patologis
dari regresi penyakit
• NSAID  terapi tambahan lebih awal  menghambat atau efek
minimalisasi destruksi tulang dari prostaglandin.
• Non farmakologi
• Menurut Boswots Compos imobilisasi dan artrodesis posterior awal
• Istirahat dengan memakai gips 
• melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada fase aktif
• untuk mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih
lanjut.
• Istirahat di tempat tidur 3-4 minggu keadaan yang tenang melihat
tanda-tanda klinis, radiologis dan laboratorium.
• Pemasangan gips tergantung pada letak lesi,
• vertebra servikal jaket Minerva
• vertebra torakal, torakolumbal dan lumbal atas  body cast jacket
• lesi pada lumbal bawah, lumbosakral dan sakral  body jacket
/korset dari gips
• Jangka waktu immobilisasi kurang lebih 6 bulan
PEMBEDAHAN

Manfaat

• Kifosis<<
• segera terbebasnya jaringan saraf yang terkompresi,
• pereda nyeri
• persentase fusi tulang lebih tinggi dan lebih cepat
• lebih sedikit kambuh
• kembali ke aktivitas sebelumnya,
• mencegah masalah neurologis
Paraplegi  pembedahan

Indikasi absolut
• Paraplegi terjadi selama pengobatan konservatif,
• paraplegia memburuk atau menetap setelah pengobatan konservatif,
• kehilangan kekuatan motorik yang bersifat komplit selama 1 bulan setelah pengobatan
konservatif,
• paraplegia disertai spastisitas yang tidak terkontrol
• paraplegia berat dengan onset cepat dan/atau berat
Indikasi relatif
• Paraplegia berulang disertai paralisis
• paraplegia pada usia tua,
• paraplegia disertai nyeri akibat adanya spasme atau kompresi akar saraf
• komplikasi batu atau terjadi infeksi saluran kencing
Algoritma tatalaksana
spondilitis TB dengan
komplikasi neurologi
KOMPLIKASI

• Komplikasi tersering  paraplegi  Pott Paraplegia.


• Early onset paraplegi  terjadi pada tahap aktif TBC tulang belakang,
• Late-onset paraplegia terjadi setelah pasien sembuh dari tuberculosis (2-3
dekade)
Spondilitis TB badan kompresi ke anterior gejala spastik tidak
Kompresi memberat
vertebra spinal cord dirasakan pasien

kehilangan kekuatan blok komplit kolum penurunan sensasi


otot dengan tanda lesi kompresi memberat anterior dan sebagian (nyeri, temperature, dan
UMN kolum lateral sentuhan).

kehilangan sensasi Kompresi lama


kolum posterior terkena komplit dan gangguan spastisitas menjadi
spinchter flasid dan spasme flexor
Klasifikasi Paraplegi Dan Keparahan Tingkat Kompresi Untuk Gangguan
Sensoris Dan Motoric
• Stadium I  pasien tidak sadar , klinisi mendeteksi plantar ekstensor
dan/atau klonus ankle
• Stadium IIspastik (bisa berjalan) dan gangguan sensoris pada kolum
lateral.
• Stadium III spastik (ditempat tidur) dan gangguan sensoris pada
kolum lateral.
• Stadium IVgangguan sensoris berat dan/atau nyeri. Terdapat
penekanan pada kedua kolum lateral dan posterior.
• Stadium V stadium IV dan/atau gangguan bladder dan bowel,
dan/atau flexor spasme / flasid tetraplegia / paraplegi.
PROGNOSIS

• Terapi terkini sangat efektif  jika tidak mengalami komplikasi


• Kepatuhan terapi dan resistensi obat  faktor tambahan yang
mempengaruhi
• Prognosis semakin baik  diagnosis awal dan intervensi yang cepat
dan tepat.
• Mortalitas meningkat pada anak dibawah usia 5 tahun hingga 30%.
KESIMPULAN
Spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease adalah Gejala dari spondilitis TB adalah kehilangan berat
infeksi tuberkulosis (TB) ekstrapulmonal yang badan, keringat malam, demam yang berlangsung
mengenai satu atau lebih ruas tulang belakang. secara intermitten terutama sore, malam hari, Defisit neurologis yang paling sering terjadi
Spondilitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi cachexia, riwayat batuk lama (lebih dari 3 adalah paraplegia yang dikenal dengan nama
kuman Mycobacterium tuberkulosis. Puncak usia minggu) berdahak atau berdarah disertai nyeri Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul
terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50 tahun dada, nyeri terlokalisir pada satu regio tulang secara akut ataupun kronis (setelah hilangnya
untuk wanita, sementara pria bisa mencapai usia belakang. Tampak adanya deformitas berupa penyakit) tergantung dari kecepatan peningkatan
60 tahun. Adanya penyakit seperti infeksi HIV, kifosis (gibbus/angulasi tulang belakang), tekanan mekanik kompresi medula spinalis.
diabetes, leprosi, silikosis, leukemia meningkatkan skoliosis, bayonet deformity, subluksasi,
resiko terkena penyakit tuberkulosa. spondilolistesis, dan dislokasi.

Tujuan terapi dari spondilitis TB adalah


mengeradikasi infeksi, mencegah atau mengobati
penurunan neurologi, untuk memperbaiki atau
mencegah terjadinya deformitas, dan tercapainya
aktifitas sehari-hari pasien dengan normal secepat
mungkin. Terapi medikamentosa dapat
Pembedahan dilakukan bila terdapat paraplegi
menggunakan OAT kategori 1 yakni dua bulan
dan/atau gagal dalam terapi konservatif. Prosedur
dengan isoniazid, rifampisin, streptomisin, dan
pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB
pirazinamid. Pada fase lanjutan, dua obat
yang mengalami paraplegi adalah
(isoniazid dan rifampisin) diberikan selama 4
costrotransversectomi, dekompresi anterolateral
bulan. Karena risiko kecacatan dan kematian yang
dan laminektomi.
serius, WHO merekomendasikan 9 bulan
pengobatan. Selain memberikan terapi
farmakologi, imobilisasi regio spinalis harus
dilakukan. Istirahat dapat dilakukan dengan
memakai gips untuk melindungi tulang
belakangnya selama sekitar 3-4 minggu.
DAFTAR PUSTAKA

• Agrawal, V., Patgaonkar, P. R., & Nagariya, S. P. 2010. Tuberkulosis of spine. Retrieved March 25, 2019, from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3075833/
• Garg, R. K., & Somvanshi, D. S. 2011. Spinal tuberkulosis : A review. The Journal of Spinal Cord Medicine, 34(5), 440–454.
• Harisinghani MG, McLoud TC, Shepard JO, Ko JP, 2000. Tuberkulosis from head to toe1. Radiographics: 20:449-70.
• Jain, A. K., & Kumar, J. 2013. Tuberkulosis of spine : neurological deficit. Eur Spine J, 22, 624–633.
• Marjono, Mahar. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian Rakyat. Hal. 427.
• Moesbar, N. 2006. Infeksi Tuberkulosa pada Tulang Belakang. Majalah Kedokteran Nusantara 39(3) pp. 279-89.
• Pradhan, R. L., Pandey, B. K., Sharma, S., & Lakhey, S. 2013. Conservative treatment of TB Spondylitis in Dorsolumbar and
Lumbar spine. NOAJ, 3(2), 33–37.
• Purniti, P. S., Subanada, I. B., & Astawa, P. (2008). Spondilitis Tuberkulosis. Sari Pediatri, 10(3), 177–183.
• Rasouli, M. R., Mirkoohi, M., & Vaccaro, A. R. (2012). Spinal Tuberkulosis : Diagnosis and Management. Asian Spine Journal,
6(4), 294–308.
• Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC
• Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of Anatomy and Physiology Ed 12. Danvers: John Wiley & Sons, Inc.
• Vitriana. 2002. Spondilitis Tuberkulosa. (Online). (http://www.google.com/ pustaka.unpad.ac.id.spondilitis_tuberkulosa.pdf, diakses
tanggal 26 Maret 2019)

Anda mungkin juga menyukai