Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN

ERITRODERMA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan
atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan
tubuh yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma.2,3
Bagaimanapun, itu tidak dapat mendefinisikan, karena pada gambaran
klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus,
eritroderma umumnya kelainan kulit yang ada sebelumnya (misalnya
psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell lymphoma(CTCL) atau
reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien mempunyai riwayat lesi
pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma, identifikasi penyakit yang
menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.

Pada eritroderma yang kronik eritema tidak begitu jelas, karena bercampur
dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum
korneum yang terlepas dari kulit. Skuama mulai dari halus sampai kasar.
Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma
karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama
kemudian timbul pada stadium penyembuhan timbul. Bila eritemanya
antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma.

2. Etiologi
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik,
perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit
kulit yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis
23%, dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom
sezary 5%.
a. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik
Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat
menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri
(jarang), penisilin, barbiturat. Pada beberapa masyarakat, eritroderma
mungkin lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara
tradisional.2 Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul
penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran
klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih
dari satu yang masuk ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya
ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.
b. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling
banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis
maupun akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.

Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma


yang juga dikenal penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti.
Usia penderita berkisar 4-20 minggu. Ptyriasis rubra pilaris yang
berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma.
Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus
foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus.

c. Eritroderma akibat penyakit sistemik


Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal
dapat memberi kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus
eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat
perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu
pemeriksaan menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan
sinar X toraks), untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam
dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak
ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang
tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.
Tabel 1. Proses yang Berkaitan dengan Timbulnya Eritroderma
Penyakit Kulit Penyakit Sistemik Obat-obatan
Dermatitis atopik Mikosis fungoides Sulfonamid
Dermatitis kontak Penyakit Hodgkin Antimalaria
Dermatofitosis Limfoma Penisilin
Penyakit Leiner Leukemia akut dan kronis Sefalosporin
Liken planus Multipel mieloma Arsen
Mikosis fungoides Karsinoma paru Merkuri
Pemfigus foliaceus Karsinoma rektum Barbiturat
Pitiriasis rubra Karsinoma tuba falopii Aspirin
Psoriasis Dermatitis Kodein
Sindrom Reiter papuloskuamosa pada Difenilhidantoin
Dermatitis seboroik AIDS Yodium
Dermatitis statis Isoniazid
Kuinidin
Kaptopril
Sumber: Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine

3. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas.
Patogenesis eritroderma berkaitan dengan patogenesis penyakit yang
mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang
menjadi eritroderma, atau perkembangan eritroderma idiopatik de novo
tidaklah sepenuhnya dimengerti. Penelitian terbaru imunopatogenesis
infeksi yang dimediasi toxin menunjukkan bahwa lokus patogenesitas
stapilococcus mengkodekan superantigen. Lokus-lokus tersebut
mengandung gen yang mengkodekan toxin dari toxic shock syndrome dan
staphylococcal scalded-skin syndrome. Kolonisasi staphylococcus aureus
atau antigen lain merupakan teori yang mungkin saja seperti toxic shock
syndrome toxin-1, mungkin memainkan peranan pada patogenesis
eritroderma. Pasien-pasien pada dengan eritroderma biasanya mempunyai
kolonisasi S.aureus sekitar 83%, dan pada kulit sekitar 17%,
bagaimanapun juga hanya ada satu dari 6 pasien memiliki toxin S.aureus
yang positif.

Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-
obatan, perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik maka tubuh beraksi
berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata.
Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah.
Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis
dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat
peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat
menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas
juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas
menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju
metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat
sebanding laju metabolisme basal.

Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih


sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan
berkurangnya albumin dengan peningkatan relatif globulin terutama
gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi,
kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan
kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan –
bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.

4. Gambaran Klinis
Pengendalian regulasi tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi
terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk
dapat menimbulkan panas metabolik.5 Eritroderma akibat alergi obat
secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat
penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada
mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan barulah timbul
skuama.

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan


dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua
hal yaitu : karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu
kuat.
Gambar 1. Eritroderma psoriasis (Dikutip dari pustaka 7)
Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner). Usia penderita berkisar 4-
20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di kepala.
Eritema dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.

Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat


pula menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit
kepala diikuti perluasan ke dahi dan telinga; pada saat ini akan menyerupai
gambaran dermatitis seboroik. Kemudian timbul hyperkeratosis, palmo
plantaris yang jelas. Berangsur-angsur menjadi papul folikularis
disekeliling tangan dan menyebar ke kulit berambut.

Cutaneous T-Cell Lymphoma (Sindrom Sezary) memiliki gambaran klinis


berupa eritema seluruh tubuh. Pada stadium awal pasien mengeluh rambut
rontok, hiperkeratosis yang difus, dan terdapat limfadenopati.7 Sindrom ini
ditandai denganeritema berwarna merah yang universal disertai
skuamadan sangat gatal. Selain itu terdapat pula infiltrat pada kulit dan
edema. Sebagian pasien didapati splenomegali, limfadenopati superficial,
hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang
distrofik.
5. Penmeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan
peningkatan gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein
fase akut meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan.

Histopalogi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat
membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan
50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang
bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap
akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada
stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.

Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin


pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik
spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan
sel cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses.
Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari
dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang
menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma.

Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit


menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya
memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak
maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing
lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis
superficial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis
rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan
cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya.
6. Diagnosis
Mendiagnosis tidaklah mudah, adanya riwayat penyakit dermatosis dapat
dijadikan sebagai petunjuk. Dan juga, tanda dan gejala patognomonic dari
penyakit yang dermatosis sebelumnya juga dapat membantu, seperti :
warna hitam-kemerahan pada psoriasis, kekuningan pada pityriasis rubra
pilaris, perubah kuku khas pada psoriasis; likenifikasi, erosi, dan eskoriasi
pada dermatitis atopik dan eksema menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa
skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma.
Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.

7. Komplikasi
Komplikasi eritroderma:
a. Abses
b. Limfadenopati
c. Furunkulosis
d. Hepatomegali
e. Konjungtivitis
f. Rinitis
g. Stomatitis
h. Kolitis
i. Bronkitis ( Ruseppo Hasan , 2005)

8. Pengobatan
a. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan terjadinya
penyakit ini .
b. Rawat pasien di ruangan yang hangat.
c. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya
dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi)
d. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.
e. Berikan steroid sistemik jangka pendek(bila pada permulaan sudah
dapat didiagnosis adanya psoriasis, maka mulailah mengganti dengan
obat-obat anti-psoriasis.
f. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatar-
belakanginya.
Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan
I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10
mg- 4 x 10 mg. Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa
hari – beberapa minggu.

Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan


kortikosteroid. Dosis mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika
setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan.
Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika
eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat
tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati
dengan etretinat. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa
minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I.
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang
baik. Dosis prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary
pengobatannya terdiri atas kortikosteroid dan sitostatik, biasanya
digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.

Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena
terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit
perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi
oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10%.

9. Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara
sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang
tercepat dibandingkan golongan yang lain. Pada eritroderma yang belum
diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya mengurangi
gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan kortikosteroid.
Sindrome Sezary prognosisnya buruk, penderita pria umumya akan
meninggal setelah 5 tahun, sedangkan penderita wanita setelah 10 tahun.
Kematian disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi
mikosis fungoides.

10.
B.

Anda mungkin juga menyukai