Anda di halaman 1dari 12

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFARAT MINI MEI 2012

ERITRODERMA

OLEH : HENDRA SANTOSO (C111 08 110)

PEMBIMBING dr. MARYAM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012
1

ERITRODERMA PENDAHULUAN Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang ditandai dengan eritema dan skuama yang melibatkan permukaan kulit dan sering sulit untuk menentukan lesi primer yang merupakan petunjuk penting untuk memahami perjalanan penyakit yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma.(1,2) .

Bagaimanapun, itu tidak dapat didefinisikan, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya di dasari oleh kelainan kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell lymphoma(CTCL) atau reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien mempunyai riwayat lesi pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma, identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.(3)

EPIDEMIOLOGI Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari 100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Insiden eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis. (4,5)

ETIOLOGI Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik, perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit kulit yang dapat menimbulkan
2

eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.(5,6) a. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturat. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional. Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.(1,5)

Table 1. Obat-obat yang menyebabkan eritroderma (5)

b.

Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.(4) Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu. Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus.(6)

PATOFISIOLOGI Patogenesis timbulnya eritroderma berkaitan dengan patogenesis dari kelainan yang mendasari timbulnya penyakit ini. Mekanisme kelainan yang mendasari akan bermanifestasi sebagai eritroderma seperti dermatosis yang menimbulkan eritroderma, atau bagaimana timbulnya eritroderma secara idiopatik tidak diketahui secara pasti. Riset terbaru mengenai imunopatogenesis dari infeksi yang diperantarai toksin, misalnya teori yang mengatakan bahwa kemungkinan kolonisasi stafilokokus aureus atau antigen lain, seperti toksin-1 toxic shock syndrome, berperan dalam patogenesis eritroderma. Pada pasien eritroderma ditemukan kolonisasi S. aureus di hidung pada 83 persen dan pada kulit dan hidung pada 17 persen pasien. (5) Peningkatan immunoglobulin E (IgE) dapat terjadi pada berbagai kelainan yang mendasari terjadinya eritroderma, dan mekanismenya pun dapat berbeda-beda. Misalnya pada eritroderma karena psoriasis, dimana peningkatan IgE pada pasien ini adalah akibat
4

perubahan dari profil sitokin T helper 1 pada psoriasis menjadi sitokin T helper 2 pada eritroderma karena psoriasis. Mekanisme ini berbeda dengan overproduksi IgE primer pada dermatitis atopik. (5) HyperIgE syndrome adalah suatu defisiensi imun yang berhubungan dengan eritroderma, pada kasus ini produksi IgE tinggi akibat ketidakcukupan sekresi interferon selektif. Peningkatan IgE ini mungkin terkait dengan proses penyakit yang mendasari atau dengan manifestasi penyakit sebagai eritroderma. Jumlah sel germinal dan kecepatan mitosis pada kulit dengan eritroderma meningkat dibandingkan dengan kulit normal, sehingga waktu transit sel melalui epidermis menjadi lebih pendek. Akibatnya protein, asam amino, dan asam nukleat yang memediasi proses tersebut akan lebih cepat hilang dari tubuh. Kehilangan unsur protein yang lebih tinggi daripada umumnya akan mempengaruhi proses metabolisme.(5) GAMBARAN KLINIS Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yag disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik.(5)

Gambar 1. Eritema yang bersifat generalisata dan skuam exfoliative pada pasien eriteroderma ini

(5)

DIAGNOSIS Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di pityriasis rubra dan ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.(1,3) PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan darah maupun anemia ringan.(5) Histopatologi Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan

gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis,

mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada

tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.(1) Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma. (1) DIAGNOSA BANDING Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma : 1. Dermatitis Atopik Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada keluarga asma bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi diantara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya, ada tiga tahap : balita, anak-anak dan dewasa.(7,8,9) Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, dermal eosinofil dan parakeratosis.(2)

Gambar 2. Dermatitis atopik. Nodul-nodul eritema dan linkenlikasi (7) 2. Psoriasis


7

Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat menghilang dimana plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal.(1) Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12 %, sedangkan jika seseorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34 39%.(4) Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.(4) salah

Gambar 3. Bercak-bercak eritema (7) 3. Dermatitis seboroik Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum alkohol.(4,10) Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan
8

skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.(4) Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi imun. (1)

Gambar 4. Eritema dan skuama halus (10) TERAPI Pada eritroderma golongan I, obat tersangka sebagai kausanya segera dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dodsis prednisone 4 x 10 mg. penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. (4) Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, makan obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan asetretin. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I. (4)

Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term), yakni jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon darpiada prednison dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit. (4) Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil yang baik. Dosis prednisone 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary pengobatan terdiri atas kortikosteroid (prednisone 30 mg sehari) atau metilprednisolon ekuivalen dengan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari. (4) Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema misalnya dengan salep lanolin 10% atau krim urea 10%.(4)

KESIMPULAN Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh/ hampir seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama. Kelainan ini lebih banyak didapatkan pada pria, terutama pada usia rata rata 40-60 tahun. Penyebab sering eritroderma adalah akibat perluasan penyakit kulit sebelumnya, reaksi obat, alergi obat dan akibat penyakit sistemik termasuk keganasan. Gambaran klinik eritrodermi berupa pruritus, eritema dan skuama yang bersifat generalisata. Penatalaksanaan eritroderma yaitu pemberian kortikosteroid dan pengobatan topical dengan pemberian emolien serta pemberian cairan dan perawatan diruangan yang hangat. Prognosis eritroderma yang disebabkan obat obatan relatif lebih baik, sedangkan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit idipatik, dermatitis dapat berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun tahun dan cenderung untuk kambuh.

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Champion RH. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Erythroderma. In : Champion RH eds. Rooks, Textbook of dermatology, 5th ed. Washington ; Blackwell Scientific Publications. 2004. p; 17.48-17.49. 2. Umar H sanusi. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis),( online )2012. Available From www.emedicine.com 3. Sterry W, Assaf Chalid. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses. Erythroderma. In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003. Chapter-11.p;1. 4. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 189-190,197-200. 5. Kels-Grant JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Chapter-23Exfoliative Dermatitis. Wollf K et all. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th eds. Newyork : Mcgraw-Hill. 2008. Chapter-23.p; 225-8. 6. Sehgal Virendra N, Srivastava Govind, Sardana Kabir. Erythroderma/exfoliative dermatitis. International Journal of Dermatology. 2004. P; 1-10 7. Gawkrodger JD. Dermatology an Illustrated colour text. 3rd ed. 2002.p; 40 8. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4 th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 138. 9. Kefei K et all. Atopic Dermatitis. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses. Erythroderma. In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003. Chapter-13.p; 1.
11

10. Selden Samuel. Seboroik Dermatitis,(online)2012. Available From www.emedicine.com

12

Anda mungkin juga menyukai