SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN A DAN VITAMIN C
TERHADAP PERUBAHAN PEROKSIDASI LIPID PARU
PADA TIKUS YANG TERPAPAR ASAP ROKOK AKUT
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Biomedik Farmakologi
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
NIM : P1503216007
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya
Yang Menyatakan
iv
PRAKATA
kehadirat Allah SWT atas berkat Rahmat, Hidayah dan Ridho Mya
maka penulis dapat menyusun tesis ini sebagai salah satu syarat dalam
paru.
penyusunan tesis ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka
v
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
2. Dr. dr. Andi Mardiah Tahir, Sp.OG (K) sebagai Ketua Program
Studi Biomedik
3. Prof. dr. Peter Kabo, Ph.D., Sp.FK., Sp.JP (K) Sebagai Ketua
Komisi Penasehat
Penasehat
Penasehat
Atas bantuan, arahan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari
vi
Hendrawan wahid yang masih mengejar serjana hukumnya saya
serta istri saya dr. Dian Pratiwi, S.Ked., atas segala dukungan
segala hal untuk terselesaikan tesis ini dan anak saya tercinta
Muhammad Abizar Faizan Rafly yang saya sayangi dan cintai, selalu
juga kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran agar tesis ini
bisa lebih baik untuk penelitin dan penulisan karya ilmiah di masa
vii
Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberi manfaat bagi kita
lingkungan.
viii
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar peroksidasi lipid paru akibat
paparan asap rokok dan yang tidak terpapar asap rokok, dan untuk mengetahui
pengaruh vitamin A, vitamin C serta kombinasi vitamin A dan vitamin C terhadap
kadar peroksidasi lipid paru akibat paparan asap rokok.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biofarmasi, Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin, pada bulan April – Mei 2018. Jenis penelitian ini berupa
penelitian eksperimental dengan desain post test kelompok. Subjek penelitian
adalah tikus wistar jantan putih yang memenuhi criteria inklusi sebanyak 30 ekor
sampel. Peroksidasi lipid paru dinilai dari kadar MDA paru dengan menggunakan
Spektofotometri dilanjutkan dengan perhitungan kadar MDA paru. Data diolah
dengan menggunakan Uji One-way Anova Post Hoc Tukey.
Pada kelompok 1 tikus sebagai kelompok kontrol sehat tanpa paparan asap
rokok dan tanpa perlakuan hanya diberikan aqua via sonde. Kelompok 2 sebagai
kelompok kontrol negatif tikus hanya diberikan aqua via sonde lalu diberikan
paparan asap rokok 5 batang/ hari selama 45 menit dalam 14 hari. Kelompok 3
tikus hanya diberikan vitamin A 50 IU/kgBB x 6,2 lalu diberikan paparan asap
rokok. Kelompok 4 tikus hanya diberikan vitamin C 100 mg/kgBB lalu diberikan
paparan asap rokok. Kelompok 5 diberikan kombinasi vitamin A dan vitamin C
lalu diberikan paparan asap rokok. Hasil penelitian menunjukkan kelompok 2
yang diberikan paparan asap rokok mengalami peningkatan MDA paru enam kali
lipat dari kelompok 1 kontrol sehat (p<0.05). Pada uji kelompok 3dengan
pemberian vitamin A menunjukkan penurunan kadar MDA paru sebesar 71 % dan
secara statistik dinyatakan signifikan terhadap kelompok kontrol negatif (p<0.05),
begitu pula pada kelompok 4 dengan pemberian vitamin C. Pada kelompok 5
kombinasi pemberian vitamin A dan vitamin C menunjukkan penurunan kadar
MDA paru sebesar 75 % namun secara statistik tidak berbeda signifikan terhadap
kelompok 3 dan 4.
ABSTRACT
ix
RAFLY SUWANDHI WAHID. Effect of Vitamin A and Vitamin C on Lung Lipid
Peroxidation in Mice Exposed to Acute Cigarette Smoke (guided by Peter Kabo
and Yulia Yusrini Djabir).
The research aimed investigating the lung lipid peroxidase content due to
the exposure of cigarette smoke and no-exposure of cigarette smoke, and finding
out the influence of vitamin A, vitamin C and the combination vitamin A and
vitamin C on lung lipid peroxidase content due to cigarette smoke exposure.
This research was conducted in the Biopharmacy Laboratory, Faculty of
Pharmacy, Hasanuddin University from April to May 2018. This was the
experimental research with the post-test group design. The research subjects were
the white male wistar rats which fulfilled inclusive criterion with the samples as
many as 30 rats. The lung lipid peroxidase was assessed from the lung MDA
content using the Spectrophotometry and was continued with MDA content
calculation. The data were processed using One-Way ANOVA Post Hoc Tukey
Test.
The first Group, healthy rats as the control group without the cigarette
smoke exposure with treatment are just given aqua with sonde.The second group
as the negative control group, the rats are just given aqua with sonde they are
then exposed with the smoke from 5 cigaretts /day for 45 minutes in 14 days.The
third group, the rats are just given vitamin A 50 IU / kgBW X 6.2, they are then
given exposed to the cigarette smoke. The fourth group, the rats are just given
vitamin C 100 mg / kgBW, then are than exposed to the cigaratte smoke. The fifth
group, the rats are given combination vitamin A and vitamin C then exposed to
the cigarette smoke. The research results indicates the second group exposed to
cigarette smoke undergoes the lung MDA increase six times then the first goup,
the healthy control group (p <0.05). The test of the third group with the giving of
vitamin A indicates the lung MDA content decrease of 71% and is statistically
stated significant on the negative control (p <0.05), similary with the fourth group
bygiving vitamin C. The fifth group of the combination of vitamin A and vitamin C
indicated lung MDA content decrease of 75%, However, statistically it is not
significantly different to the third and fourth groups.
DAFTAR ISI
x
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI xi
BAB I. PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Hipotesis Penelitian 8
E. Manfaat Penelitian 8
A. Rokok 9
D. Peroksidasi Lipid 16
E. Malondialdehida (MDA) 18
F. Vitamin A 19
G. Vitamin C 25
A. Kerangka Teori 32
xi
B. Kerangka Konsep 32
A. Jenis Penelitian 33
C. Populasi Penelitian 33
H. Cara Kerja 34
K. Alur Penelitian 39
A. Hasil Penitian 41
B. Pembahasan 44
A. Kesimpulan 49
B. Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 51
LAMPIRAN 59
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
xiii
tetrametoksipropana) yang diukur dengan spektofotometri sinar
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xiv
bebas........................................................................................
532 nm........................................................................................
Gambar 5. Grafik MDA paru pada tiap tikus dalam setiap kelompok......... 43
LAMPIRAN
Nomor
Halaman
xv
pemberian vitamin.................................................................
(TBARS).................................................................................
spektofotometri......................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
akibat keberadaan radikal bebas. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, banyak
kerusakan sel dan terjadinya bermacam kelainan tubuh. Radikal bebas, terutama
radikal bebas oksigen (Reactive Oxygen Species, ROS) dan derivatnya, mampu
mengoksidasi membran sel yang mengandung asam lemak tak jenuh ganda
jantung koroner, stroke, diabetes melitus, penuaan, dan lain-lain (Emami et al,.
Saat ini manusia sangat mudah terpapar radikal bebas, sehingga berpotensi
akibat berbagai proses kimia kompleks dalam tubuh atau ketika tubuh terpapar
1
Rokok sendiri merupakan salah satu polutan berupa gas dalam bentuk asap
yang mengandung berbagai bahan kimia yang memiliki dampak negatif seperti
kesehatan (Lal. J, 2013, Cancer Researck UK, 2016). Dalam satu kali hisap,
perokok memasukkan kurang lebih 1016 molekul radikal bebas dan berbagai
bahan kimia tar, asbestos, H202 , dan lain-lain ke dalam tubuhnya (Cancer
nitrit oksida (NO), nitrit peroksida (NO2) dalam fase gas serta quinone (Q),
semiquinone (HQ) dan hydroquinone (HQ2) dalam fase tar (Weldimira V dkk,
2013). Kadar radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif
dkk, 2013 ).
Bila terdapat radikal bebas dalam tubuh secara berlebih maka akan terjadi
Sebenarnya, tubuh mempunyai sejumlah enzim dan zat yang dapat menetralkan
radikal bebas yang disebut antioksidan (Lal J, 2013). Namun tingginya kadar
2
radikal bebas dapat menyebabkan mekanisme pertahanan di dalam tubuh
Oleh karena itu, dibutuhkan suplemen antioksidan tambahan yang berasal dari
obat, makanan atau minuman (Sinaga FA, 2012. Darwadi dkk, 2013)..
Paparan asap rokok merupakan salah satu faktor risiko untuk timbulnya
berbagai macam penyakit, baik paparan akut maupun kronik. Paparan akut
seperti infeksi saluran napas dan paparan kronik seperti keganasan, penyakit
bahwa di dunia saat ini ada 6 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat rokok,
lebih dari 600.000 orang meninggal akibat paparan asap rokok lingkungan, dan
lingkungan, 70% diantaranya adalah anak-anak usia < 15 tahun (Barber S, dkk.
2008). Anak-anak memiliki faktor risiko yang tinggi terkena infeksi saluran
napas akibat paparan asap rokok akut karena anak-anak masih dalam tahap
tumbuh kembang dan sistem imun yang belum sempurna (AAP, 2011).
terbesar di dunia, dengan jumlah sekitar 57 juta perokok. Lebih dari 200.000
keatas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013, cenderung meningkat
dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. 64,9 persen laki-
3
laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok tahun 2013. Ditemukan
1,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada kelompok tidak
bekerja, dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah.
Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang,
pertama kali mencoba rokok sebelum usia 10 tahun, dan 88,6% usia 13 tahun
(GYTS Indonesia, 2014). Diperkirakan radikal bebas pada asap rokok yang
masuk kedalam tubuh dalam satu kali hisap sebanyak 1014 molekul. Hal ini
akan menyebabkan stres oksidatif yaitu kondisi dimana beban oksidan berlebih
terjadinya peroksidasi lipid dan kerusakan sel endotel. Kerusakan ini memicu
meningkatkan sekresi mediator inflamasi dari berbagai jenis sel yang berbeda
diantaranya sel epitel, makrofag dan neutrofil (Metcalfe HJ, dkk 2014).
leukosit pada perokok, dimana peningkatan yang signifikan terjadi pada perokok
4
peningkatan neutrofil yang signifikan pada paparan rokok akut sementara pada
paparan rokok kronik tidak signifikan (lymperaki E, et al., 2015). Paparan asap
rokok akut pada mencit sebanyak 2 batang 2 kali sehari selama 3 hari terbukti
et al., 2008).
Hal ini menunjukkan bahwa rokok termasuk salah satu kebiasaan yang
kandungan Nitrogen Oksida dari asap rokok, merupakan oksidator yang kuat,
MDA dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh terjadinya kerusakan jaringan akibat
dari peroksidasi lipid. Dimana MDA adalah merupakan hasil utama peroksidasi
Stres oksidatif akibat paparan asap rokok sangat berpotensi dicegah oleh
antioksidan eksogen, yaitu yang didapat dari luar tubuh, seperti vitamin E, C, pro
tambahan antioksidan dari luar tubuh untuk mencegah terjadinya stres oksidatif
(Werdhasari A, 2014).
5
peroksidasi lipid paru pada tikus yang terpapar asap rokok karena Vitamin C dan
sayuran. Vitamin A terutama terdapat pada bahan dasar dari hewan seperti
mentega, telur, hati dan daging serta buah-buahan seperti tomat, wortel, pepaya.
terutama jeruk.
B. Rumusan Masalah
perubahan peroksidasi lipid paru pada tikus yang terpapar asap rokok?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
perubahan peroksidasi lipid paru pada tikus yang terpapar asap rokok.
2. Tujuan Khusus
6
a. Untuk mengetahui kadar peroksidasi lipid paru pada kelompok tikus
yang terpapar asap rokok dan yang tidak terpapar asap rokok
b. Untuk mengetahui kadar peroksidasi lipid paru pada kelompok tikus
yang terpapar asap rokok yang diberikan vitamin A dan kelompok tikus
Vitamin C
D. Hipotesis Penelitian
1. Kadar peroksidasi lipid paru lebih tinggi pada kelompok tikus yang
rokok dan diberi vitamin A lebih tinggi dibanding kelompok tikus yang
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh
7
- Penelitian ini dapat memberi informasi ilmiah dan meningkatkan
masyarakat
3. Manfaat Bagi Sistem Layanan Kesehatan dan Institusi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam evaluasi dan pelayanan
bagi kelompok perokok aktif maupun perokok pasif. Bila hipotesis penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rokok
Rokok adalah salah satu zat adiktif berasal dari hasil olahan tembakau
terbungkus silinder dari kertas termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang
dihasilkan dari tanaman nicotina tabacum, nicotina rustica dan spesies lainnya
8
atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan
tambahan. Merokok dapat mengganggu kesehatan lewat asap arus utama yaitu
asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok tersebut maupun asap
sampingan, yang disebarkan ke udara bebas dan dihirup oleh orang lain
Asap rokok mengandung radikal bebas dalam jumlah yang sangat tinggi
karena satu kali hisapan rokok saja diperkirakan terdapat 1.014 molekul radikal
bebas yang masuk ke dalam tubuh. Racun utama pada tembakau yang merupakan
bahan baku rokok seperti tar, nikotin, dan karbon monoksida dapat memicu
terbentuknya radikal bebas. Tar diakui sebagai komponen paling destruktif dari
kebiasaan merokok yang akan terakumulasi di paru perokok sepanjang waktu dan
(Dikaningrum Y, 2013).
Asap rokok dapat dikelompokkan menjadi fase tar (ukuran partikel >0.1μm)
termasuk nikotin dan gas. Asap rokok fase tar memiliki kandungan >10 17radikal
bebas dan >1015radikal bebas/kali isapan. Radikal bebas dari asap fase tar
memiliki waktu paruh lebih lama (beberapa jam sampai bulan), sedangkan radikal
dari asap fase gas hanya memiliki waktu paruh beberapa detik (Komala PSR,
2011).
Besar pajanan asap rokok bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh jumlah
rokok yang diisap dan pola pengisapan rokok tersebut. Faktor lain yang turut
mempengaruhi akibat asap rokok antara lain usia mulai merokok, lama merokok,
9
dikelompokkan sebagai berikut: merokok selama kurang dari 10 tahun, antara 10-
20 tahun, dan lebih dari 20 tahun. Jumlah rokok yang dikonsumsi per hari dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: ringan (1-10 batang per hari), sedang (11-20
batang per hari), dan berat (lebih dari 20 batang per hari) (Wahyono, 2010)
1. Tar
bagian partikel rokok setelah kandungan nikotin dan uap air dikeluarkan
(Gondodiputro S, 2007., Fowles J. 2000). Pada saat rokok dihisap tar masuk ke
rongga mulut sebagai uap padat asap rokok, setelah dingin akan membentuk
10
endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernapasan dan paru-paru.
Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar
emfisema, bronkitis kronis dan kanker paru-paru, selain itu juga meningkatkan
risiko karsinoma sel skuamosa pada laring, serta mengganggu fungsi organ mulut,
pita suara, tenggorok, ginjal, kandung kemih, uterus dan ovarium (Repine J. et al.,
2. Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, dan beracun. Gas ini merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari
bahan – bahan yang mengandung karbon atau pembakaran dibawah tekanan dan
rokok dapat mengikat pada hemoglobin darah dengan akibat oksigen akan
tersingkir dan tidak dapat digunakan oleh tubuh (Limoa R, 2018). Efek lain dari
Satu batang rokok yang dibakar mengandung 3-6% karbon monoksida dan
yang dihisap oleh perokok sejumlah 400 ppm sudah dapat meningkatkan kadar
11
3. Nikotin
Nikotin adalah zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam
Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lain yang sintesisnya bersifat
adiktif. Nikotin menguap saat rokok dinyalakan dan setiap batang rokok
1993).
tinggi dapat berperan sebagai depresan (Malik A. 2011). Pengikatan nikotin dan
aktivitas neuron, komunikasi sinaps dan perilaku. Proses adiksi berawal dari
interaksi antara nikotin dengan reseptor nikotin di otak pada daerah mesolimbik
Asap rokok merupakan campuran kompleks antar 4700 bahan kimia sebagai
salah satu sumber radikal bebas yang dikaitkan dengan ketidakseimbangan antara
oksidan dan antioksidan. Beban oksidan dalam paru akan bertambah akibat
pelepasan Reactive Oxygen Spesies (ROS) dari makrofag dan neutrofil sehingga
akan terjadi peningkatan sekuestrasi neutrofil pada sirkulasi mikro paru akibat
12
paparan asap rokok dapat meningkatkan oksidan. Asap rokok juga mengurangi
peroksidase dan transkripsi gen sitokin proinflamasi yang berperan pada obstruksi
paru. Beberapa sel tubuh yang telah terbukti mengalami kerusakan akibat radikal
bebas adalah paru, sel endotel pembuluh darah, jantung (Sumarno dkk. 2007, Agil
P. 2012).
Asap rokok dapat dikelompokkan menjadi fase tar, dan fase gas. Pada fase
tar yaitu bahan yang terserap dari penyaringan asap rokok menggunakan filter
catridge dengan ukuran partikel >0,1 μm termasuk nikotin dan gas. Fase ini
memiliki kandungan >1017 radikal bebas per gram, dan >1015 radikal bebas tiap
kali isapan. Radikal bebas dari asap fase tar memiliki waktu paruh lebih lama,
yaitu dalam beberapa jam sampai bulan, sedangkan radikal dari asap fase gas
Bahan yang terdapat dalam asap rokok banyak mengandung senyawa radikal
bebas dan berbahaya bagi tubuh. Gabungan antara senyawa radikal bebas pada
asap rokok dengan senyawa radikal bebas secara fisiologis, akan menghasilkan
produk metabolisme sel-sel tubuh yang tidak dapat diatasi hanya dengan
antioksidan dalam tubuh saja, terutama organ paru yang terkena langsung dampak
melepaskan leuketrin B-4, IL-8, dan TNA α (Fitriani F, Anggraini H. dkk 2012).
13
Paparan asap rokok dipengaruhi oleh jumlah rokok yang dihisap, pola
penghisapan, usia mulai merokok, lama merokok dan dalamnya hisapan. Udara
yang dihisap melalui rokok berkisar 25-50 ml tiap hisapan dan sebanyak 1014
molekul radikal bebas akan masuk ke dalam tubuh (Sumarno dkk. 2007. Haris A.
dkk. 2012),
dihisap ke dalam paru. Perokok pasif terpapar asap rokok dari ujung rokok yang
Coalition Against Tobacco (INGCAT) bahwa paparan dari asap rokok lingkungan
dapat menyebabkan kanker paru dan kerusakan kardiovaskuler pada orang dewasa
yang tidak merokok, serta dapat merusak kesehatan paru dan pernapasan pada
D. Peroksidasi Lipid
reaksi antara radikal bebas dengan asam lemak tidak jenuh (PUFA) yang
merupakan unsur utama dari membran sel. Secara biokimia, peroksidasi lipid
terdiri dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi (Setiawan B.
dkk. 2007).
Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak yaitu suatu
senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat
dari hilangnya satu atom hidrogen atau adisi pada karbon rangkap. Lemak tak
14
memungkinkan pengambilan atom hidrogen dari salah satu gugus metilen -CH2-
(Siswantono S. 2008).
mudah diserang oleh oksigen membentuk radikal peroksil ROO-. Radikal peroksil
(ROOH) dan radikal asam lemak baru melalui reaksi berantai hingga
tidak reaktif atau bereaksi dengan senyawa antioksidan setelah senyawa tersebut
oksigen radikal dan peroksida lipid. Sifat Peroksida lipid antara lain yaitu bersifat
adesif terhadap molekul lain, memiliki potensial aksi yang sedang, lama aksi yang
panjang dalam sel, tetapi juga tidak dapat dikeluarkan melalui ginjal dan tetap
15
Gambar 2. Reaksi Berantai Peroksidasi Lipid
E. Malondialdehida (MDA)
Produk akhir lipid hidroperoksida yang bersifat sitotoksik dan juga merupakan
metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas disebut MDA. Karena
itu, konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam
16
MDA sangat cocok sebagai biomarker untuk stres oksidatif karena
beberapa alasan, yaitu: (1) pembentukan MDA meningkat sesuai dengan stres
oksidatif, (2) kadarnya dapat diukur secara akurat dengan berbagai metode yang
telah tersedia, (3) bersifat lebih stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi,
(4) pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi
oleh kandungan lemak dalam diet, (5) merupakan produk spesifik dari peroksidasi
lemak, (6) terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan tubuh
(7) metodenya murah dengan bahan yang lebih mudah didapat (Fatimah I. 2014).
Kadar MDA diukur dengan menggunakan metode TBARS (Thiobarbituric
Acid Reactive Substance), yang menggunakan dasar reaksi MDA terhadap asam
fluorometrik. Karena MDA tidak stabil maka cara penyimpanan sampel harus
terlindung dari cahaya, dan bila tidak segera diperiksa harus disimpan pada suhu
muda yang dibaca pada panjang gelombang 545 nm (Munita FF. 2015).
F. Vitamin A
Vitamin A adalah pemadam alami yang paling efektif oksigen singlet dan
menghentikan reaksi berantai dengan menjebak radikal bebas (Jackie KSL, dan
17
Vitamin A didapat dalam 2 bentuk yaitu preformed vitamin A (vitamin A,
senyawa sejenisnya) yang merupakan prekursor vitamin A (Syarif A., dan Hedi
telur, hati dan daging. Retino didapatkan dalam bentuk cis-trans isomer. Minyak
isomer. Perubahan timbal balik antar isomer berlangsung dengan mudah didalam
alkohol dari retinol dan hanya memiliki sebagian kerja retinol. All-trans asam
asam retinoat (isotretionin) yang potensinya hamper sama pada jaringan epitel
satu analog sintetik asam retinoat (Syarif A., dan Hedi RD., dkk. 2008).
Sebagian besar vitamin A dalam makanan berasal dari karotenoid, terutama
dalam bentuk α, β, dan γ-karoten. Karoten banyak terdapat pada sayuran berwarna
hijau atau kuning dan pada buah-buahan seperti wortel, papaya, tomat. Di antara
karotenoid yang memiliki aktivitas vitamin A yang paling besar dan yang paling
aktivitas biologiknya hanya 1/6 dari vitamin A. Hal ini antara lain karena absorpsi
karoten yang kurang baik melalui saluran cerna (Syarif A., dan Hedi RD., dkk.
2008).
Karotenoid lain seperti likopen, yang merupakan senyawa berwarna merah
yang antara lain didapatkan pada tomat, hanya sedikit atau tidak memiliki
18
aktivitas vitamin A akan tetapi memiliki peran lain yang lebih penting (Syarif A.,
1. Farmakodinamik Vitamin A
Vitamin A dalam dosis kecil tidak menunjukkan efek farmakodinamik
adaptasi gelap. Pigmen retina yang fotosensitif yaitu rhodopsin dan iodopsin, bila
terkena cahaya, akan memutih, terurai dan menimbulkan impuls. Pada penguraian
ini akan terjadi kehilangan sebagian vitamin A. sebaliknya pada tempat gelap akan
regenerasi pigmen terutama rodopsin yang penting untuk melihat dalam keadaan
gelap akan terhalang atau berlangsung lebih lambat, sehingga kemampuan untuk
adaptasi gelap akan berkurang dan timbul keadaan yang disebut buta senja atau
fungsi dan struktur sel epitel, karena retinol berperan dalam diferensiasi sel dan
proliferasi epitel. Dengan adanya retinol sel epitel basalis distimulasi untuk
yang berlebihan dan menghambat keratinisasi. Bila tidak ada retinol, sel goblet
mukosa hilang dan terjadi atropi epitel yang diikuti oleh proliferasi sel basal yang
berlebihan. Sel-sel baru yang terbentuk ini merupakan epitel berkeratin dan
19
atas vitamin A juga diperlukan untuk pertumbuhan tulang, alat reproduksi dan
atau reproduksi. Pada hewan coba yang kekurangan vitamin A, sintesis RNA inti
berkurang dan dapat distimulasi oleh retinol dan asam retinoat. Retinol dapat
sintesis DNA oleh sel basal berbagai epitel dan pengurangan diferensiasi sel.
Penggunaan retino atau retinoid lain pada binatang dapat mengatasi perubahan-
perubahan ini. Menurut Hill dan Grubbs (1982) pada hewan coba perubahan sel
Efek anti tumor terlihat pada keganasan yang disebabkan antara lain oleh zat
kimia, virus dan radiasi. Mekanisme antikarsinogenik belum diketahui jelas. Akan
sel maligna menjadi sel normal, penekanan terhadap fenotip maligna yang
20
asupan retinol yang rendah tidak konsisten. Oleh karena itu saat ini perhatian
ditujukan pada efek biologic beta karoten dan karotenoid lain. Salah satu dugaan
ialah karena beta karoten bekerja sebagai anti oksidan, sehingga dengan demikian
dapat mempengaruhi efek mutagenic karsinogen tertentu atau akibat radiasi dan
juga meningkatkan efek sitotoksik leukosit PMN yang aktif (Syarif A., Hedi RD.,
dkk. 2008).
1. Farmakokinetik vitamin A
plasma mencapai puncak setelah 4 jam, tetapi absorpsi dosis besar vitamin A
vitamin A, maka pada keadaan ini dapat digunakan sediaan vitamin A yang larut
dalam air. Absorpsi vitamin A berkurang bila diet kurang mengandung protein,
atau pada penyakit infeksi tertentu, dan pada penyakit hati seperti hepatitis, sirosis
hati atau obstruksi biliaris. Berkurangnya absorpsi vitamin A pada penyakit hati
sedangkan sebagian lain akan langsung diabpsorpsi (Syarif A., dan Hedi RD., dkk.
2008).
Dalam darah retinol terutama diikat oleh α1-globulin yang disebut Retinol
protein prealbumin, sehingga filtrasi vitamin A melalui ginjal dapat dicegah dan
21
disimpan di dalam hati sebagai palmitat, dalam jumlah kecil ditemukan juga di
ginjal, adrenal, paru, lemak intraperitoneal dan retina. Vitamin A sukar melalui
sawar uri dan jumlahnya dalam ASI sangat bergantung pada jumlah diet si ibu.
Metabolit vitamin A diekskresi melalui urin dan tinja (Syarif A., dan Hedi RD.,
dkk. 2008).
Kadar normal vitamin A dalam plasma ialah 100-230 unit/100 ml. selama
cadangan vitamin A di hati cukup, kadar normal akan dipertahankan. Bila terjadi
berkurang. Gejala defisiensi vitamin A timbul bila kadar plasma dibawah 10-20
µg/100 ml. (0,3 µg = 1 unit) (Syarif A., dan Hedi RD., dkk. 2008).
Absorpsi karoten tidak sebaik dan semudah absorpsi vitamin A. proses ini
juga tergantung dari adanya empedu dan lemak yang diabsorpsi. Di dinding usus
halus karoten di ubah menjadi 2 molekul retinal, sedangkan satu molekul alfa dan
sedangkan sebagian kecil retinal dioksidasi menjadi asam retinoat (Reboul, 2013).
yang mengakibatkan kulit berwarna kuning. Berbeda dari icterus, warna kuning
pada kulit ini tidak disertai warna kuning pada sclera (Triana, 2006).
G. Vitamin C
(1999), vitamin C (Ascorbic Acid) terdapat dalam seluruh jaringan hidup dan
22
dapat mempengaruhi reaksi oksidasi-reduksi dalam jaringan tersebut. Sumber
utama vitamin C terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Manusia dan kelinci
pada manusia per hari antara 45 sampai 75 mg. Keadaan stres yang berkelanjutan
dan terapi obat-obatan bisa meningkatkan kebutuhan akan vitamin C (Sayuti dan
Yenrina, 2015).
air (aqueous antioxidanti). Senyawa ini, menurut Zakaria et al. (1996), merupakan
bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam
plasma dan sel. Dalam keadaan murni, vitamin C berbentuk kristal putih dengan
berat molekul 176, 13 dan rumus molekul C6H6O6. Vitamin C memiliki struktur
Secara alami bentuk vitamin C adalah isomer-L. Isomer ini memiliki aktivitas
isomer D hanya 10% dari aktivitas isomer L (Sayuti dan Yenrina, 2015).
antioksidan larut air. Asam askorbat menangkap secara efektif sekaligus O2-
(anion superoksida) dan 1O2 (Singlet oksigen). Asam askorbat dapat memutus
reaksi radikal yang dihasilkan melalui lipid peroksidasi. Pada konsentrasi rendah,
23
asam ini bereaksi secara langsung pada fase cair dengan radikal peroksil LOO -
lalu berubah menjadi askorbil sedikit reaktif. Pada konsentrasi tinggi, asam ini
L-dehidroaskorbat yang secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan
lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan sebagai
murah bila dikonsumsi dari alam. Vitamin C sebagai antioksidan berfungsi untuk
molekul 178 dengan rumus molekul C6H8O6, dalam bentuk kristal tidak
berwarna,memiliki titik cair 190-192 °C, bersifat larut dalam air, sedikit larut
larut dalam kloroform, eter dan benzene. Vitamin C merupakan senyawa yang
mudah larut dalam air, sangat sensitif terhadap kerusakan yang datang dari luar,
seperti suhu, gula, garam, pH, oksigen dan katalisator logam (Syarif A., dan Hedi
Vitamin C pada buah bisa hilang secara terus menerus selama pengolahan,
24
kontak dengan udara. Selama penyimpanan dalam keadaan beku pun terjadi
kerusakan zat gizi. Dalam bahan pangan beku kehilangan yang lebih besar
dijumpai terutama pada vitamin C daripada vitamin yang lain (Rohanah, 2002).
Asam askorbat dapat pula bersifat sebagai prooksidan. Asam ini menaikan
penyerapan zat besi di usus dan dapat mereduksi secara in vitro. Fe3+ menjadi
sering dilakukan. Tindakan ini berguna dalam proses, penanganan dan pencegahan
infeksi, keracunan rokok, alkohol dan lain-lain. Vitamin C juga disarankan dalam
penanganan kanker walaupun saat ini belum ada bukti yang jelas (Kumalaningsih,
2006).
sebagai peredam radikal bebas dan sebagai agen pengkelat (Sayuti dan Yenrina,
2015).
kerja yang sama dengan vitamin E, yaitu menangkap radikal bebas dan mencegah
25
sebagai kontrol positif dalam menentukan aktivitas antioksidan (Dalimartha dan
Vitamin ini juga berperan penting dalam memelihara kesehatan sel-sel kulit
sehingga tetap tampak bersih, berseri, dan sehat (Gerald et al. 2017).
berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen (protein berserat yang
berbagai reaksi enzimatik, pemacu gusi yang sehat, pengatur tingkat kolesterol,
serta pemacu imunitas. Selain itu Vitamin C sangat diperlukan tubuh untuk
penyembuhan luka dan meningkatkan fungsi otak agar dapat bekerja maksimal
(Agus S. 2010).
Vitamin C dapat disintesis secara alami dalam tanaman dan hewan dan
bisa dibuat secara sintetis dari gula. Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah
rusak oleh oksidasi, panas dan alkali. Sumber vitamin C terutama berasal dari
buah-buahan segar akan tetapi sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-
buahan. Misalnya pada buah jeruk, baik yang dibekukan maupun yang
dikalengkan merupakan sumber vitamin C yang tinggi. Begitu juga halnya dengan
berries, nenas dan jambu. Sayur-sayuran seperti bayam, brokoli, cabe hijau dan
kubis juga merupakan sumber vitamin C yang baik, bahkan setelah dimasak.
Sedangkan beberapa jenis bahan pangan hewani seperti susu, telur, daging, ikan
dan unggas sedikit sekali kandungan vitamin C-nya (Sayuti dan Yenrina, 2015).
26
1. Farmakodinamik Vitamin C
Vitamin C berperan sebagai suatu kofaktor dalam sejumlah reaksi
metalnya harus berada dalam keadaan tereduksi; dan dalam kondisi tertentu
hidroksiprolin dan hidroksilisin dan sintesis kolagen. Selain itu juga diperlukan
untuk perubahan asam folat menjadi asam folinat, metabolisme obat oleh
hormone oksitosin, hormone antidiuretic. Dengan mereduksi ion feri menjadi fero
dalam lambung, vitamin C meningkatkan absorpsi besi. Selain itu vitamin C juga
proteoglikan dan lain zat organic matriks antar sel misalnya pada tulang, gigi,
endotel kapiler. Dalam sintesis kolagen selain berperan dalam hidroksilasi prolin
tersebut disebabkan oleh kebocoran kapiler akibat adhesi sel-sel endotel yang
kurang baik dan mungkin juga karena gangguan pada jaringan ikat perikapiler
sehingga kapiler mudah pecah oleh penekanan (May and Harrison, 2013).
27
Pemberian vitamin C pada keadaan normal tidak menunjukkan efek
akan menghilangkan gejala penyakit dengan cepat (Syarif A., dan Hedi RD., dkk.
2008).
2. Farmakokinetik Vitamin C
Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Pada keadaan normal
tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi. Kadar dalam
leukosit dan trombosit lebih besar daripada dalam plasma dan eritrosit.
Distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan
terendah dalam otot dan jaringan lemak. Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh
dan bentuk garam sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang
rangsang ginjal 1,4 mg% (Syarif A., dan Hedi RD., dkk. 2008).
28
BAB III
A. Kerangka Teori
Vitamin A
Radikal bebas
Vitamin C
Stress Oksidatif
Ketidakseimbangan Oksidan
dan Antioksidan
MDA ↑
29
B. Kerangka Konsep
Stress, lingkungan
Asap rokok
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
untuk pengandangan hewan coba pemberian paparan asap rokok dan pemberian
C. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah tikus jantan yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 ekor tikus wistar
jantan yang dikandangkan dalam kandang yang terbuat dari bahan polypropylene
dengan siklus pencahayaan 12 jam, mendapat makan dan minum ad libitum dan
31
suhu kandang 28-320 C. Tikus wistar jantan dipilih karena memiliki karakteristik
mirip manusia dari data dasar fisiologis dan metabolisme. Sampel penelitian yang
dalam Research Guideline for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal
menggunakan 6 ekor tikus untuk setiap kelompok. Pada penelitian ini terdapat dua
Kriteria Inklusi
3. Usia 8 - 12 minggu
Kriteria Eksklusi :
32
G. Ijin Penelitian dan Ethical Clearance (Kelaikan Etik)
Hasanuddin
H. Cara Kerja
1. Alokasi Subjek
Pada penelitian ini subjek penelitian adalah tikus jantan yang termasuk dalam
kriteria inklusi
a. Alat : Kandang tikus, Alkohol, Nitrogen cair, lumpang dan alu, pisau
bobot badan antara 150-220 gram. Hewan coba tikus putih disiapkan
33
dalam kandang dengan akses makanan dan air yang cukup setiap
hari.
et al., 2012)
34
IU/KgBB x 6,2) 4 jam kemudian diberi paparan asap rokok 5
tikus dibedah dan diambil organ paru-parunya. Setelah itu organ paru
35
h. Preparasi dan evaluasi sampel paru tikus putih
36
1. Paparan asap rokok adalah pemberian asap rokok kretek ( 14 mg Tar, 1 mg
K. Alur Penelitian
37
Tikus dilakukan
Tikus
seleksi
diadaptasikan
kriteria inklusi-eksklusi
n = 30
Pengukuran
kadar MDA
Paru
Analisa Data
Kesimpulan
38
Data yang terkumpul diolah dengan bantuan program Stastistical Product
dengan metode One Way ANOVA dengan uji Post Hoc menggunakan Tukey.
BAB V
39
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
paru akibat paparan asap rokok akut berdasarkan pengukuran kadar MDA dengan
Gambar 4. Kurva baku yang diperoleh dari pengukuran absorbansi standar TMP
(1,1,3,3 tetrametoksipropana) yang diukur dengan spektofometri sinar tampak
pada panjang gelombang 532 nm.
40
Persamaan kurva baku ini digunakan untuk menentukan kadar MDA pada
tikus yang terpapar asap rokok akut di laboratorium Biofarmasi dan Farmasi
Klinik pada bulan April – Mei 2018 disajikan dalam bentuk tabel 2 sebagai
berikut:
41
Gambar 5. Grafik MDA paru pada tiap tikus dalam setiap kelompok
dengan uji Post Hoc menggunakan Tukey dengan hasil antara kelompok 2 dan
42
kelompok 1,3,4 serta kelompok 5 yaitu sebesar 0.000 < 0.05, artinya ada
perbedaan kadar MDA paru yang signifikan akibat paparan asap rokok (radikal
bebas). Hal ini menunjukkan bahwa asap rokok beresiko dapat menyebabkan
Hasil rata – rata MDA paru antara kelompok 1 atau kelompok kontrol
sehat menunjukan nilai 0,036 ppm yang merupakan nilai terendah MDA paru dari
peningkatan kadar MDA paru yang menunjukkan nilai 0.214 ppm yang
merupakan nilai tertinggi dan dinyatakan signifikan secara statistik dari semua
kelompok (p<0.05) hal ini menunjukkan bahwa asap rokok memicu terjadinya
diberikan vitamin A menunjukan nilai 0.062 ppm hal ini jika dibandingkan dengan
(p>0.05) atau hamper setara artinya vitamin C memiliki peran sebagai antioksidan
dalam menurunkan kadar MDA paru akibat paparan asap rokok. untuk kelompok
4 yang diberikan vitamin C menunjukan nilai 0.062 ppm hal ini menunjukan
dinyatakan tidak signifikan secara statistik (p>0.05) atau hampir artinya vitamin A
memiliki peran sebagai antioksidan dalam menurunkan kadar MDA paru akibat
43
paparan asap rokok. Namun jika dibandingkan antara kelompok 4 dan kelompok 3
hanya sedikit 0,001 ppm; vitamin C sedikit lebih baik dari vitamin A, hal ini
menunjukan nilai 0.054 ppm hal ini menyatakan bahwa jika dibandingkan
memiliki peran sebagai antioksidan dalam menurunkan kadar MDA paru akibat
paparan asap rokok. Namun jika dibandingkan antara kelompok 5 dan kelompok 3
vitamin A dan vitamin C sedikit lebih baik jika dibandingkan vitamin A dan
vitamin C saja. Hal ini sesuai yang dikatakan bahwa vitamin A dan vitamin C
44
peroksida, mampu menstabilkan radikal yang berinti karbon, serta efektif pada
yang efektif pada konsentrasi tinggi oksigen (Agus S. 2010). Tidak hanya itu, hal
ini juga sesuai yang dikatakan Fennema (1996) untuk hasil maksimal, antioksidan
dengan berbagai agen pengkelat logam lainnya. Suatu kesinergisan terjadi ketika
besar dibandingkan aktivitas antioksidan yang di uji sendiri – sendiri (Sayuti dan
Yenrina, 2015) yang sesuai pada penelitian ini, yakni kombinasi Vitamin A dan
45
B. PEMBAHASAN
Rokok merupakan salah satu polutan berupa gas dalam bentuk asap yang
kesehatan (Lal. J, 2013, Cancer Researck UK, 2016). Dalam satu kali hisap,
perokok memasukkan kurang lebih 1016 molekul radikal bebas dan berbagai
bahan kimia tar, asbestos, H2O2 , dan lain-lain ke dalam tubuhnya (Cancer
oksida (NO), nitrit peroksida (NO2) dalam fase gas serta quinone (Q),
semiquinone (HQ) dan hydroquinone (HQ2) dalam fase tar (Weldimira V dkk,
2013). Kadar radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif
serta memicu terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel (Permatasari FR dkk,
2013 ).
meningkatkan sekresi mediator inflamasi dari berbagai jenis sel yang berbeda
46
diantaranya sel epitel, makrofag dan neutrofil (Metcalfe HJ, dkk 2014). Penelitian
neutrofil yang signifikan pada paparan rokok akut sementara pada paparan rokok
kronik tidak signifikan (lymperaki E, et al., 2015). Paparan asap rokok akut pada
inflamasi akut yang ditandai dengan peningkatan neutrofil (Doz E. et al., 2008).
Hal ini menunjukkan bahwa rokok termasuk salah satu kebiasaan yang
kandungan Nitrogen Oksida dari asap rokok, merupakan oksidator yang kuat,
MDA dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh terjadinya kerusakan jaringan akibat
dari peroksidasi lipid. Dimana MDA adalah merupakan hasil utama peroksidasi
Stres oksidatif akibat paparan asap rokok sangat berpotensi dicegah oleh
antioksidan eksogen, yaitu yang didapat dari luar tubuh, seperti vitamin E, C, pro
47
tambahan antioksidan dari luar tubuh untuk mencegah terjadinya stres oksidatif
(Werdhasari A, 2014).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa kadar
MDA paru meningkat setelah tikus diberikan paparan asap rokok selama 14 hari
yang memicu peningkatan radikal bebas akibat stress oksdidatif. Vitamin A dan
perubahan kadar MDA paru lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok
Dari hasil analisa data sesudah perlakuan jika dibandingkan dari semua
kelompok 1-5, bahwa kelompok 1 (kelompok kontrol) memiliki kadar MDA paru
yang paling rendah dari kelompok 2-5. sedangkan kelompok 2 memiliki kadar
kadar MDA paru jika dibandingkan dari kelompok 3 dan 4 yang hanya diberikan
48
BAB VI
A. Kesimpulan
1. Kadar MDA paru pada kelompok tikus yang terpapar asap rokok
2. Kadar MDA paru pada kelompok tikus yang terpapar asap rokok
3. Kadar MDA paru pada kelompok tikus yang terpapar asap rokok
4. Kadar MDA paru pada kelompok tikus terpapar asap rokok yang
49
B. Saran
hewan coba yang tingkat spesiesnya lebih tinggi dari tikus putih,
(>14 hari), jumlah dan jenis rokok yang digunakan, cara serta
rokok.
hasil penelitian.
50
DAFTAR PUSTAKA
Agil P. 2012. Hubungan Antara Paparan Asap Rokok Dan Frekuensi Terjadinya
Agus S. 2010. 9 Buah dan Sayur Sakti Tangkal Penyakit. Liberplus. Yogyakarta
Agusti A., Faner R., 2012. Systemic inflammation and comorbidities in chronic
Ambrose JA, Barua RS. 2004. The pathophysiologi of cigarette smoking and
Anroop BN., and Shery J., 2016. A Simple Practice Guide for Dose Conversion
51
Barber S, Adioetomo SM, Ahsan A, Setyonaluri D. 2008. Tobacco economics in
Disease.
http://www.cancerresearchuk.org/about-cancer/causes-of cancer/smoking-
and-cancer/how-smoking-causes-cancer.
Kadar Mda Hasil Isolasi Parotis Dan Profil Protein Tikus Putih Yang
Doz E., Noulin N., Boichot E., Guénon I., et al. 2008. Cigarette smoke-induced
Kadar MDA Pada Hewan Uji Yang Di Induksi Asap Rokok. Yogyakarta:
Fennema OR. 1996. Food Chemistry, 3rd edition. New York : Marcel Dekker
Fidrianny I. 2003. Analisis Nikotin dalam Asap dan Filter Rokok. Departemen
52
Fitriani Feni. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Sebagai Penyakit Sistemik. Jakarta:
New Zealand.
Gerald F. Combs Jr., James P. McClung. 2017. The Vitamins, Fifth Edition:
39(1).
Hasanah SNR., 2008. Aktivitas ekstrak etil asetat daun dewandaru (Eugenia
Surakarta.
Huzen J, Wong LS, Veldhuisen DJ, Samani NJ,, et al. 2014. Telomere length loss
Indrayana R. 2008. Efek antioksidan ekstrak etanol 70% daun salam (Syzygium
polyanthum) pada serum darah tikus putih jantan galur wistar yang
53
diinduksi CCl4. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Jackie KSL., Dika PD. 2017. Uji Aktifitas Antioksidan Vitamin A, C, E dengan
Komala PSR. 2011 Efek Fluvastatin Terhadap Selisih Jumlah Leukosit, Neutrofil,
Dan Alkali Fosfatase Serum Pada Tikus Wistar Sebelum Dan Sesudah
Diponegoro. 7-17.
Agrisana, Surabaya.
Lal, J., 2013. Indoor Air Pollution by Tobacco Smoke and Study on Tobacco Use
Pattimura.
www.fakultaskedokteran.com
54
Liu CM, Sun YZ, Sun JM, Ma JQ, Cheng C. 2012. Protective role of quercetin
smoking on total blood count and markers of oxidative stress in active and
May, JM., Harrison, FE. 2013. Role of Vitamin C in the Function of the Vascular
Menach P., Oburra H., Patel A., 2012. Cigarette Smoking and Alcohol Ingestion
National Hospital, Kenya. Clinical Medicine Insights ear Nose Throat. Vol
5: 17-24.
Metcalfe HJ, Lea S, Hughes D, Khalaf R., et al. 2014. Effects of cigarette smoke
176: 461–472.
Munita FF. 2015. Pengaruh Ekstrak Tape Ubi Ungu (Ipomoea Batatas L.)
55
Permatasari FR, Pramana A, Marhendra W, Aulanni'am. 2013. Studi Terapi
10.
Pratiwi, Dewi P, Harapini M. 2006. Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal
Rohanah A. 2002. Titik Beku Bahan Pangan. USU Digital Library, Medan.
Sayuti K., Yenrina R. Antioksidan Alami dan Sintetik. Andalan University Press.
Cetakan I. 2015.
56
Sinaga, FA., 2012. Pengaruh Pemberian Virgin Coconut Oil Vco Terhadap Kadar
Sirait AM, Pradono Y, Toruan IL. Perilaku Merokok di Indonesia. Bul. Penel.
Diponegoro. 2008:100-116.
Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Kadar MDA (Hepar) Pada Tikus
Rattus novergicus strain wistar Yang Dipapari Asap Rokok Akut. Malang:
Syarif A., Hedi RD., dkk. 2008. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta; Balai
Tarasub N., Junseecha T., Tarasub C., et al. 2012. Protective Effects of Curcumin,
57
Wahyono. 2010. Bahaya Rokok Bagi Kesehatan. Malang: Universitas
58
LAMPIRAN I
Dibagi menjadi 5
30 ekor Tikus kelompok; masing-
masing 6 ekor tikus
Diadaptasi 4 jam
Diadaptasi 20 menit
Dieutanasia dengan
metode dislokasi servikal
59
LAMPIRAN II
Skema Kerja Preparasi dan Evaluasi Sampel Organ Paru dengan Metode
Organ paru
(400 mg)
Supernatan
1 ml TBA 1%
1 ml TCA 10%
Sentrifugasi 3000 rpm,
selama 10 menit
Supernatan
Pipet supernatan
60
Lampiran III
61
Lampiran IV
62
63
Lampiran V
A. Perhitungan dosis
1. Dosis Vitamin C
Dosis yang digunakan adalah 100 mg/KgBB Setiap hari (Tarasub N. et al.,
2. Dosis Vitamin A
faktor konversi 6,2 menjadi 310 IU/kgBB (Anroop BN., 2016). Sedian
Dari dosis diatas sehingga ditentukan dosis dari seluruh kelompok tikus
64
3.6 200 200 62
4.1 200 220 20
4.2 170 180 17
4.3 200 200 20
4.4 170 180 17
4.5 170 180 17
4.6 150 160 15
5.1 160 180 49.6 16
5.2 180 180 55.8 18
5.3 160 180 49.6 16
5.4 170 180 52.7 17
5.5 200 200 62 20
5.6 190 200 58.9 19
Tabel 3. Dosis pemberian Vitamin A dan Vitamin C
0,078 + 1,821x
1. Kelompok 1 (kontrol)
65
1.5 0,184 = 0,078 + 1,821X
X = 0,184 - 0,078
1,821
= 0,058
66
3. Kelompok 3 (Vitamin A)
4. Kelompok 4 (Vitamin C)
67
4.3 0,212 = 0,078 + 1,821X
X = 0,212 - 0,078
1,821
= 0,074
4.4 0,237 = 0,078 + 1,821X
X = 0,237 - 0,078
1,821
= 0,088
68
5.6 0,180 = 1,821x + 0,078
X = 0,180 - 0,078
1,821
= 0,056
69
Lampiran VI
70
3.00 .1515387753* .016677411433 .000 .10255936308 .20051818759
4.00 .1516751805* .016677411433 .000 .10269576824 .20065459276
5.00 .1596937880* .016677411433 .000 .11071437574 .20867320026
1.00 .0263838647 .016677411433 .522 -.02259554759 .07536327692
2.00 -.151538775* .016677411433 .000 -.20051818759 -.10255936308
3.00
4.00 .0001364052 .016677411433 1.000 -.04884300709 .04911581742
5.00 .0081550127 .016677411433 .988 -.04082439959 .05713442492
1.00 .0262474595 .016677411433 .527 -.02273195276 .07522687176
2.00 -.151675181* .016677411433 .000 -.20065459276 -.10269576824
4.00
3.00 -.0001364052 .016677411433 1.000 -.04911581742 .04884300709
5.00 .0080186075 .016677411433 .988 -.04096080476 .05699801976
1.00 .0182288520 .016677411433 .808 -.03075056026 .06720826426
2.00 -.159693788* .016677411433 .000 -.20867320026 -.11071437574
5.00
3.00 -.0081550127 .016677411433 .988 -.05713442492 .04082439959
4.00 -.0080186075 .016677411433 .988 -.05699801976 .04096080476
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran VII
71
Gambar Penelitian
72
Gambar 5. Pembedahan Gambar 6. Spektofotometri UV-VIS
Lampiran VIII
73
Rekomendasi Persetujuan Kode Etik
74