Anda di halaman 1dari 321

GAMBARAN PENGELOLAAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA DI

LABORATORIUM FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM

NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh :

Diandra Dinda

NIM: 11151010000059

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1441 H
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, 15 November 2019

Diandra Dinda, NIM 11151010000059


GAMBARAN PENGELOLAAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA DI LABORATORIUM
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN
2019
x+ 281 halaman, 12 tabel, 9 gambar, 3 lampiran

ABSTRAK
Laboratorium kimia ataupun laboratorium yang didalamnya terdapat bahan kimia dinilai
berisiko untuk menimbulkan risiko kesehatan maupun risiko keselamatan. Upaya untuk dapat
mengatasi salah satu faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan laboratorium yaitu melalui
penerapan 7 prinsip penyimpanan bahan kimia aman yaitu : (1) pelabelan bahan kimia, (2)
kompatibilitas, (3) pengadaan bahan kimia sedikit, (4) perawatan kebersihan wadah dan
laboratorium, (5) pengendalian stok bahan kimia (6) peletakkan bahan kimia dan (7) penyimpanan
yang dapat dijangkau dengan penglihatan. Banyaknya variasi bahan kimia yang terdapat di 7
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut maka perlu untuk
adanya penanganan terhadap pemenuhan aspek penyimpanan bahan kimia.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran pengelolaan penyimpanan bahan kimia di 7 laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, penelitian II, kimia obat,
PDR, PHA, PSO dan HEN tahun 2019. Objek dalam penelitian ini adalah seluruh bahan kimia yang
digunakan untuk kegiatan praktikum mahasiswa dan bukan merupakan bahan kimia yang sudah
berbentuk produk. Informan dalam penelitian ini yaitu laboran, kepala STP serta Kepala
laboratorium FIKES dari masing-masing laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh laboratorium berada pada kategori tidak aman
(tidak terpenuhi 100% keseluruhan aspek penyimpanan bahan kimia). Seluruh laboratorium telah
memenuhi aspek peletakkan bahan kimia. Sedangkan mengenai aspek pelabelan dan aspek
kompatibilitas hanya terpenuhi di laboratorium PHA.
Oleh karena itu, pengelola laboratorium perlu untuk menyusun serta mensosialisasikan
standar opersional kerja (SOP) yang mencakup seluruh prinsip penyimpanan bahan kimia dan
menyelenggarakan review secara berkala mengenai pelaksaanaan laboratorium.
Kata Kunci : Penyimpanan bahan kimia , Pelabelan bahan kimia, compatibility, FIFO & FEFO
Daftar bacaan : 70 bacaan (1991 – 2019)

i
FACULTY OF HEALTH SCIENCE
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduated Thesis, 15 November 2019
Diandra Dinda, NIM: 11151010000059
DESCRIPTION OF CHEMICAL STORAGE MANAGEMENT IN LABORATORY OF
FACULTY OF HEALTH SCIENCE UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IN 2019
x + 281 pages + 12 tables + 9 pictures, 3 attachments

ABSTRACT

Chemical laboratories or laboratories where chemicals are present are considered risky to
pose health risks and safety risks. Efforts to overcome one of the factors that can cause laboratory
accidents are through the application of 7 principles of safe chemical storage : (1) labelling, (2)
compatibility, (3) minimize quantities (4) maintain good houskeeping (5) maintain good stock
control (6) do not store chemical under sink and (7) sensible shelf storage. The many variations of
chemicals found in 7 laboratories at the Faculty of Health Sciences of UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, it is necessary for the handling of the fulfillment of chemical storage aspects.
This research is a descriptive qualitative research that aims to find out the description of the
management of chemical storage in 7 laboratories at the Faculty of Health UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta namely pharmacogonosi-phytochemical laboratory, research II, drug chemistry, PDR, PHA,
PSO and HEN in 2019. Objects in research These are all chemicals used for student practicum
activities and are not chemicals that have been in the form of products. Informants in this study were
laboratory assistants, heads of STP and heads of FIKES laboratories from each laboratory.
The results showed that all laboratories were in the unsafe category (not fulfilled 100% of
all aspects of chemical storage). All laboratories meet the chemical laying aspects. Whereas
regarding labeling aspects and compatibility aspects are only fulfilled in PHA laboratories.
Therefore, laboratory managers need to develop and socialize operational standards (SOPs)
that cover all the principles of chemical storage and conduct periodic reviews of laboratory
implementation.
Keyword : Chemical storage, labeling, compatibility, FIFO & FEFO
Reference : 70 (1991-2019)

ii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Diandra Dinda


NIM : 11151010000059
Prodi : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas

Islam Negeri Jakarta Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (n e c e a ree) atas Karya ilmiah

Saya yang berjudul : Gambaran Pengelolaan Penyimpanan Bahan Kimia Di Laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan hak bebas royalty Non-eksklusif ini

UIN berhak menyimpan mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pengkalan data

(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir Saya selama tetapi mencantumkan

nama Saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta,

Diandra Dinda

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Diandra Dinda

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 13 Februari 1996

Agama : Islam

Alamat : Jl. Hj. Mawi Desa Bojong Indah RT/RT 01/01 No 92

Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.

No. Handphone : 0881025142642

Email : diandradinda13@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan

2002-2003 : TK Nurul Fatimah

2003-2009 : SDN Waru 01

2009-2012 : SMPN 1 Parung

2012-2015 : SMAN 1 Parung

2015-sekarang : Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

C. Organisasi dan Pengalaman Kerja

2017-2018 : Anggota Department Public relations Forum Studi

Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

2018-2019 : Anggota Department Human Resources Development


Forum Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2018 : Pengalaman Belajar Lapangan I dan II di wilayah


vii
viii

Kerja Puskesmas Kampung Sawah, Ciputat,

Tangerang Selatan.

2019 : Magang di PT. Telkom Indonesia Gatot Subroto

Regional II, Jakarta

viii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakhatuh


Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan nikmat
yang telah diberikan sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan
harapan. Sholawat beserta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kami nabi besar
Muhammad SAW yang menjadi teladan bagi kita semua. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
proposal ini kepada:
1. Dr. Zilhadia., M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Catur Rosidati.,M.KM selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Iting Shofwati, ST., M.KKK. Selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun proposal penelitian ini..
4. Kedua orang tua saya bapak Satria Anggara dan ibu Rosmawati yang telah
memberikan kasih sayang dan doanya sehingga saya dapat menyelesaikan
proposal ini.
5. Teman-teman terbaik dan terdekat Kak Ummi Habibah Lubis, Zelda Octaviani, Decy
Rahmawati, Ummu ruqiyah, Fitria Khoiriani, Rika Mardiah Azhari yang telah
membantu dan memberikan semangat dalam menyusun proposal ini.
Demikianlah rasa syukur dan terima kasih kepada semua pihak. Dalam penulisan
proposal penelitian ini penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan
kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakhatuh.

ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................................. i
ABSTRACT ................................................................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN.................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................................v
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................................xvi
DAFTAR ISTILAH..................................................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................7
C. Pertanyaan Penelitian ......................................................................................................8
D. Tujuan .............................................................................................................................8
1. Tujuan Umum..............................................................................................................8
2. Tujuan Khusus .............................................................................................................8
E. Manfaat ...........................................................................................................................9
1. Manfaat bagi Peneliti...................................................................................................9
2. Manfaat bagi Fakultas Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ...........................9
F. Ruang Lingkup ................................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................................11
1. Laboratorium .............................................................................................................11
a. Pengetian Laboratorium...........................................................................................11
b. Jenis-jenis Laboratorium..........................................................................................12
c. Manajemen Laboratorium........................................................................................13
2. Bahan Kimia ..............................................................................................................13
a. Pengertian Bahan Kimia...........................................................................................13
b. Bentuk Bahan Kimia................................................................................................13
x
c. Sifat-sifat Bahan Kimia............................................................................................15
d. Material Safety Data Sheets.....................................................................................18
e. Bahaya dan Efek Bahan Kimia Berbahaya...............................................................21
f. Interaksi Bahan Kimia...............................................................................................27
3. Penyimpanan Bahan Kimia Aman ............................................................................29
a. Pelabelan Bahan Kimia (Labelling).........................................................................29
b. Kompatibilitas Bahan Kimia(Compatibillity)................................................... ......34
c. Pengadaan Kuantitas Bahan Kimia Minimal (Minimise quzntities) ......................44
d. Perawatan Kebersihan Labarotorium (Mantain good hosukeeping) .......................45
e. Perawatan terhadap Pengendalian Stok bahan Kimia (Mantain good stock control).52
f. Peletakan Bahan Kimia (Do not store chemical under
sink)..............................................................................................................................53
g. Wadah Penyimpanan dan Ketinggian Bahan Kimia (Store large breakable cointaners,
particulary liquid bellow shoulder height)............................................ ......................53
h. Penyimpanan yang dapat dijangkau oleh penglihatan (sensible shelf storage)........54
B. Kerangka Teori..............................................................................................................56
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL .............................................57
A. Kerangka Konsep ..........................................................................................................57
B. Definisi Istilah ...............................................................................................................59
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................70
A. Desain Peneltian ............................................................................................................70
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................................70
C. Objek dan Informan Penelitian .....................................................................................70
1. Objek .........................................................................................................................70
2. Informan ....................................................................................................................70
D. Instrumen Penelitian......................................................................................................71
1. Lembar Observasi ......................................................................................................71
2. Pedoman Wawancara ................................................................................................71
3. Alat Ukur ...................................................................................................................71
4. Recorder ....................................................................................................................71
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................71
F. Validasi Data .................................................................................................................76
G. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ..................................................................80
xi
BAB V HASIL .........................................................................................................................84

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................................................84

B. Gambaran Penyimpanan Bahan Kimia ........................................................................88

1. Gambaran Pelabelan Bahan Kimia ............................................................................89

2. Gambaran Kompatibilitas Bahan Kimia ...................................................................94

3. Gambaran Pengadaan Kuantitas Bahan Kimia yang Sedikit ..................................102

4. Gambaran Terkait Perawatan Kebersihan Laboratorium ........................................106

5. Gambaran Perawatan dan Pengendalian Stok Bahan Kimia ...................................161

6 Gambaran Peletakan Bahan Kimia ..........................................................................171

7 Gambaran Penyimpanan Bahan Kimia ...................................................................174

BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................................182

A. Keterbatasan Penelitian ...............................................................................................182

B. Pemetaan Penyimpanan Bahan Kimia .......................................................................182

1. Pelabelan Bahan Kimia ...........................................................................................184

2. Kompatibilitas Bahan Kimia ...................................................................................185

3. Pengadaan Bahan Kimia..........................................................................................186

4. Perawatan Kebersihan Laboratorium ......................................................................190

5. Perawatan Terhadap Pengendalian Stok Bahan Kimia ...........................................191

6. Peletakan Bahan Kimia ...........................................................................................268

7. Penyimpanan Bahan Kimia yang Dapat Dijangkau ................................................268

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................273

A. Kesimpulan .................................................................................................................273

B. Saran ...........................................................................................................................277

1. Saran untuk Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ................277

2. Saran untuk Pengelola Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif


Hidayatullah Jakarta .......................................................................................................278

xii
a. Kepala Laboratorium .........................................................................................278

b. Kepala STP ........................................................................................................279

DAFTAR PUSTAKA

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelompok Bahan Kimia dan Kelompok Inkompatibilitas .......... ..........37

Tabel 2.2 Bahaya dari Penyimpanan Bahan Kimia yang Tidak Memerhatikan
Kompatibilitas Bahan Kimia ................................................................. 43

Tabel 4.1 Ringkasan Triangulasi Data................................................................... 78

Tabel 5.1 Gambaran Kompatibilitas Bahan Kimia ................................................ 90

Tabel 5.2 Gambaran Pelabelan Bahan Kimia ........................................................ 95

Tabel 5.3 Gambaran Pengadaan Kuantitas ......................................................... 103

Tabel 5.4 Gambaran Metode 5S .......................................................................... 104

Tabel 5.5 Ringkasan Pemenuhan Kriteria Aspek Kebersihan Laboratorium ...... 160

Tabel 5.6 Gambaran Perawatan dan Pengendalian Stok Bahan Kimia ............... 162

Tabel 5.7 Gambaran Peletakan Bahan Kimia ...................................................... 171

Tabel 5.8 Gambaran Ketinggian Rak Penyimpanan............................................ 174

Tabel 5.9 Pemetaam Aspek Prinsip Penyimpanan Bahan Kimia ........................ 180

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Piktogram BahayaGlobal Harmonized System ............ .................30

Gambar 2.2 Elemen Label Global Harmonized System .................................... 32

Gambar 2.3 Kesalahan Pelabelan Bahan Kimia ................................................. 33

Gambar 2.4 Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia ............................................ 36

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Prinsip Penyimpanan Bahan


KimiaAman di Laboratorium menurut Univeristy
Nothingham, (2012) ...................................................................... 58

Gambar 5.1 Dokumentasi Pelabelan ................................................................. 92

Gambar 5.2 Dokumentasi Temuan Bahan Kimia yang Disimpan


Tidak Kompatibel .......................................................................... 99

Gambar 5.3 Dokumentasi Buku Catatan Kerusakan Alat ............................... 127

Gambar 5.4 Dokumentasi Modul dan Handout Materi Pelatihan ................... 154

xv
DAFTAR LAMPIRAN

A. Lampiran 1 Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia............................................................


B. Lampiran 2 Lembar Observasi Penyimpanan Bahan Kimia Laboratorium ....................
C. Lampiran 3 Pedoman Wawancara ....................................................................................

xvi
DAFTAR ISTILAH
APD : Alat Pelindung Diri
B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun
FIFO : First in - First Out
FEFO : First Expired – First Out
HEN : Helath Environment
HSE : Health Safety Executive
ILO : Institute Labour Organization
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
MSDS : Material Safety Data Sheets
OSHA : Occupational Safety Health Administration
PMK : Peraturan Menteri Kesehatan
5S : Sort, set in order, shine, sustain, dan standardize

UIN : Universitas Islam Negeri


WHO : World Health Organization

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laboratorium merupakan suatu tempat untuk melakukan kegiatan eksperimen

sebagai pembuktian penelitian yang ditunjang oleh adanya peralatan dan infrastruktur

yang lengkap seperti tersedianya fasilitas air, listrik. (Muna, 2016). Dalam arti luas

menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Biorkrasi Nomor

03 Tahun 2010 laboratorium adalah penunjang akademik pada lembaga pendidikan,

berupa ruangan tertutup atau terbuka, bersifat pemanen atau bergerak, dikelola

secara sistematis untuk kegiatan pengujian, kalibrasi dan atau produksi dalam skala

terbatas dengan menggunakan peralatan dan bahan berdasarkan metode keilmuan

tertentu dalam rangka pelaksanaan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat.

Laboratorium kimia ataupun laboratorium yang didalamnya terdapat bahan

kimia dinilai berisiko untuk menimbulkan risiko kesehatan maupun risiko

keselamatan serta dapat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja yang berasal dari bahan kimia (Lizza, 2009). Hal ini disebabkan karena

banyaknya bahan kimia yang masing-masing memiliki sifat mudah terbakar,

meledak, reaktif terhadap air atau asam, beracun dan gas bertekanan. (Harjanto,

2011)

Menurut data yang tercatat kasus kecelakaan Laboratoium sekolah menengah

di dunia yang dilaporkan oleh Education Bureau pada tahun 2014/2015 yaitu

sebanyak 280 kasus, dimana 241 siswa dan 10 anggota staff terluka. (Education

Bureau, 2015). Di Indonesia sendiri, kasus kecelakaan laboratorium kimia pernah

1
2

tercatat mengalami kebakaran akibat dari penyimpanan bahan-bahan eksplosif dan

mudah terbakar. Hal ini dapat terjadi dikarena campuran tersebut inkompatibel.

Selain itu terjadi keracunan peptisida akibat kesalahan dalam penyimpanan dan

penggunaannya. (Adiesendjaja, 2004) .

Faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan laboratorium menurut

Education Bureau yaitu berasal dari faktor individu seperti pengetahuan dan

kecerobohan pengguna labarotoium. Kecerobohan pengguna laboratorium 95%

berkontribusi menyebabkan kecelakaan di laboratorium. Kemudian didukung dengan

faktor manajemen yaitu pembuangan bahan kimia yang tidak baik dan

penanganan bahan kimia yang tidak tepat seperti pemisahan, pengemasan, pelabelan

dan penyimpanan bahan kimia yang tidak memerhatikan prinsip-prinsip

penyimpanan bahan kimia yang aman.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Education Bureau sumber

terjadinya kecelakaan di laboratorium adalah kurangnya pengetahuan dan

pemahaman tentang bahan kimia dan proses perlengkapan dan peralatannya dan

kurang mengikuti petunjuk atau aturan-aturan baik penggunaan bahan kimia

maupun penyimpanan (Adiesendjaja, 2004). Adapun sumber penyebab kecelakaan

laboratorium yang lain yaitu kurang jelasnya petunjuk dan pengawasan , kurangnya

bimbingan siswa atau mahasiswa dalam melakukan kegiatan laboratorium, kurang

tersedianya perlengkapan keamanan dan pelindung kegiatan laboratorium, dan

kurang bersikap hati-hati dalam melakukan kegiatan.

Terkait dengan faktor manajemen mengenai penyimpanan bahan kimia

terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan penyimpanan

bahan kimia agar aman. Menurut University Nottingham, (2012) prinsip-prinsip

penyimpanan bahan kimia aman yaitu harus memenuhi delapan aspek, yaitu :
3

Labelling (pelabelan bahan kimia, Compatibillity (kompabilitas bahan kimia),

minimize quantities (Pengadaan kuantitas bahan kimia yang sedikit), maintain good

houskeeping (perawatan kebersihan laboratorium yang baik), maintain good stock

control (perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia), do not store chemical

under sink (peletakaan bahan kimia), store large breakable cointaners, perticulary

liqubabid bellow shoulder height (wadah bahan kimia dan ketinggian rak

penyimpanan bahan kimia), sensible shelf storage (penyimpanan yang dapat

dijangkau oleh penglihatan).

Aspek yang pertama yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia

yaitu Labelling (pelabelan bahan kimia). Menurut Peraturan Perindustrian No.23/M-

IND/PER/4/2013 menjelaskan bahwa setiap bahan kimia tunggal maupun bahan

kimia campuran wajib diberikan label. Fungsi label pada bahan kimia yaitu untuk

memberikan informasi dan mengingatkan pengguna yang terdiri dari penanda

produk, piktogram bahaya, kata sinyal, pernyataan bahaya, identifikasi produsen serta

mengenai tindakan pencegahan dan langkah-langkah secara singkat untuk

meminimalisir atau mencegah efek dari bahaya fisik, kesehatan maupun lingkungan.

Selain itu dalam kaitannya dengan penyimpanan, label memberikan informasi penting

untuk siapa saja yang menangani, menggunakan, menyimpan, dan mengangkut bahan

kimia berbahaya (OSHA, 2013).

Aspek yang kedua yang harus dipenuhi dalam menyimpan bahan kimia yaitu

harus memerhatikan kompatibilitas dari masing-masiing bahan kimia (compatibility).

Menurut WHO, (2004) penyimpanan bahan kimia yang sesuai standar dinilai sangat

penting mengingat sejumlah bahan kimia yang diperlukan untuk penggunaan sehari-

hari harus disimpan ditempat khusus dan sesuai dengan matriks penyimpanan bahan

kimia. Penyimpanan bahan kimia yang tidak mengikuti standar atau matriks
4

penyimpanan dapat menimbulkan reaksi ledakan, kebakaran dan menimbulkan

racun. (Harjanto, 2011). Kompatibilitas bahan kimia adalah pedoman umum untuk

penyimpanan material bahan kimia berbahaya yang tujuannya agar bahan kimia

tersebut tidak tercampur ataupun bereaksi ketika didekatkan secara berdekatan.

Kompatibilitas bahan kimia sangat penting ketika terdapat beberapa bahan kimia

yang berbahaya memilki sifat yang tidak similar. (MEMD Milliporse, 2013)

Aspek ketiga yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia yaitu

dengan menerapkan prinsip pengadaan kuantitas bahan kimia yang sedikit (minimise

quantities). Menurut American Chemical Society, (1993) konsep minimise quantities

dikenal sebagai dengan konsep Less is better yaitu penggunaan bahan kimia dalam

jumlah sedikit dan memiliki pengaruh yang besar. Pembelian bahan kimia dalam

jumlah besar dapat menyita tempat atau gudang penyimpanan bahan kimia serta

menjadi tidak efisien. Selain itu efek yang ditimbulkan dari adanya jumlah bahan

kimia yang terlalu banyak yaitu dapat berpotensi menimbulkan risiko bahaya yang

tinggi.

Aspek keempat dari penyimpanan bahan kimia yaitu perawatan kebersihan

laboratorium yang baik (maintain good houskeeping). Menurut safety culture, (2018)

aspek houskeeping dapat diterapkan di semua tempat kerja termasuk laboratorium.

Aspek houskeeping diterapkan untuk meningkatkan efesiensi penyimpanan,

kebersihan, kerapihan, pengawasan pada wadah, serta standar yang harus dipatuhi

dalam menjaga keamanan laboratorium melalui metode 5S (sort, set in order, shine,

sustain, dan standardize)

Aspek kelima dari penyimpanan bahan kimia yaitu perawatan terhadap

pengendalian stok bahan kimia (maintain good stock control). Didalam aspek ini

memerhatikan pengelolaan terkait persediaan bahan kimia meliputi pengecekan


5

tanggal kadarluarsa dan pemberian label tanggal ketika botol pertama kali dibuka.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tentang penyelenggaraan laboratorium

klinik menyebutkan bahwa laboratorium yang sudah ada harus ditangani secara

cermat dengan mempertimbangkan perputaran pemakaian dengan kaidah FIFO (First

in - First Out) dan FEFO (First Expired – First Out).

Aspek keenam yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia yaitu

peletakkan bahan kimia (do not store chemical under sink). Menurut Occupational

Safety Health and Administration Penyimpanan bahan kimia dilarang disimpan di

bawah westafel. Hal ini disebabkan oleh sebagian bahan kimia yang mudah berekasi

dengan air dapat menimbulkan reaksi melepaskan gas yang mudah terbakar.

Aspek ketujuh yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia yaitu

wadah bahan kimia dan ketinggian rak penyimpanan store large breakable

cointaners, particulary liquid below shoulder height. Penyimpanan bahan kimia harus

memerhatikan wadah bahan kimia dan ketinggian rak penyimpanan bahan kimia.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tahun 2013 bahan kimia tertentu dapat

berinteraksi dengan wadahnya dan akan menimbulkan kebocoran ataupun kerusakan.

Selain itu ketinggan dari peletakkan bahan kimia menurut University of Nothingham,

(2012) harus setinggi bahu orang dewasa. Menurut Stephen, (1994) bahan kimia

dilarang diletakkan dilantai. Hal ini disebabkan untuk mencegah terjadinya tumpahan

secara tidak sengaja yang dapat memicu kontak ataupun reaksi.

Aspek kedelapan yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia yaitu

sensible shelf storage. Menurut WHO efek yang ditimbulkan akibat adanya uap kimia

yang dihasilkan dari penyimpanan yang tidak sesuai dapat merusak sistem

pernapasan, sistem pencernaan, darah, paru-paru, hati, ginjal, serta organ dan

jaringan lain. Hal ini disebabkan oleh beberapa bahan kimia diketahui bersifat
6

karsinogenik. Terlepas dari efek yang lebih serius yang disebutkan di atas, paparan

uap kimia dapat mengakibatkan gangguan yang tidak menunjukkan efek segera

terlihat, yaitu dapat berupa kurangnya koordinasi, mengantuk dan gejala serupa, yang

mengarah ke peningkatan rawan kecelakaan. (WHO, 2004)

Dalam peraturan Menteri Riset teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44

Tahun 2015 perguruan tinggi harus memenuhi standar sarana pembelajaran yang

dimana salah satunya yaitu laboratorium. Untuk itu sebagai fakultas yang

menyelenggarakan pendidikan, Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta memiliki 18 laboratorium. 7 laboratorium diantaranya terdapat bahan kimia

yang bervariasi. Laboratoirum tersebut sering digunakan untuk sarana pembelajaran

maupun praktikum oleh mahasiswa Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Adapun rincian dari laboratorium tersebut yaitu berjumlah 7 laboratoium

diantaranya yaitu laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia obat, PDR,

penelitian II, PSO, dan PHA. Berdasarkan data inventaris alat dan bahan kimia

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui dari 7

laboratorium tersebut terdapat bahan kimia bervariasi sebanyak 347.

Berdasarakan studi pendahuluan yang dilakukan di dua laboratorium melalui

observasi dan wawancara, pada laboratoium Farmakogonosi-Fitokimia Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditemukan bahwa terdapat 21 wadah

bahan kimia di laboratorium farmakogonosi tidak terdapat label yang sesuai dengan

persyaratan, ditemukan 1 bahan kimia yang ditempatkan tidak sesuai dengan sifat

komptibilitasnya, tidak melakukan pengecekkan tanggal kadarluarsa, tidak

memberikan label dan tanggal ketika botol pertama kali dibuka, wadah bahan kimia

diletakkan di lantai dan tidak menerapkan masa kadarluarsa pada bahan kimia yang

telah memasuki tanggal expired. Selain itu pada laboratorium penelitian II ditemukan
7

sebanyak 144 wadah bahan kimia tidak terdapat label yang sesuai, 1 bahan kimia

tidak ditempatkan sesuai dengan kompatibilitas, tidak melakukan pengkajian pada

tanggal kadaluarsa, tidak melakukan aduit untuk memantau keefektifan dari praktik

kerja yang aman, tidak memberikan label ketika botol pertama kali dibuka dan tidak

menerapkan masa kadaluarsa bahan kimia yang sudah memasuki tanggal expired.

Melihat dari adanya ketidaksesuaian tersebut serta efek yang ditimbulkan dari

penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai dengan prinsip penyimpanan bahan

kimia yang aman maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengelolaan

penyimpanan bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Penyimpanan bahan kimia merupakan salah satu faktor manajemen yang

berkontribusi menyebabkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja di laboratorium.

Banyaknya jumlah dan variasi bahan kimia memperbesar risiko untuk menimbulkan

kecelakaan maupun penyakit akibat kerja di laboratorium. Dalam kaitannya dengan

hal tersebut prinsip penyimpanan bahan kimia yang aman dan sesuai standar dinilai

sangat penting.

Melihat dari adanya ketidaksesuaian tersebut serta efek yang ditimbulkan dari

penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai dengan prinsip penyimpanan bahan

kimia yang aman maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengelolaan

penyimpanan bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.


8

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran pengelolaan penyimpanan bahan kimia di 7 laboratorium

Fakultas Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2019?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran pengelolaan penyimpanan bahan kimia di 7

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran pelabelan (Labelling) bahan kimia di laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2019

b. Diketahuinya gambaran kompatibilitas bahan kimia (Compatiblity) di

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

c. Diketahuinya gambaran pengadaan kuantitas bahan kimia yang sedikit

(minimise quantites) bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

d. Diketahuinya gambaran terkait perawatan kebersihan laboratorium

(maintain good houskeeping) di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

e. Diketahuinya gambaran perawatan dan pengendalian stok bahan kimia

(maintain good stock control) di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019


9

f. Diketahuinya gambaran peletakan bahan kimia (do not store chemical

under sink) di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

g. Diketahuinya gambaran penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau

oleh penglihatan (sensible shelf storage) di laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

E. Manfaat

1. Manfaat bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai bahan referensi

dan bacaan oleh peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai keselamatan

laboratoium di laboratorium yang terdapat bahan kimia.

2. Manfaat bagi Fakultas Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Dapat mengetahui gambaran pemenuhan standar prinsip penyimpanan bahan

kimia di laboratorium yang akan dijadikan sebagai bahan evaluasi

penyimpanan bahan kimia

b. Memberikan referensi masukan dan saran dalam menciptakan laboratarium

yang aman, nyaman dan sehat bagi laboran dan mahasiswa

c. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pembuatan program

pengendalian risiko paparan bahan kimia akibat salah penyimpanan

F. Ruang Lingkup

Penelitan ini didasarkan oleh hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan

dimana hasilnya ditemui terdapat ketidaksesuaian dari prinsip penyimpanan bahan

kimia di laboratorium. Ketidaksesuaian tersebut memberikan implikasi ingin

diketahuinya mengenai gambaran pengelolaan penyimpanan bahan kimia di


10

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2019.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - November 2019 dengan

menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan objek seluruh bahan

kimia yang terdapat di delapan laboratoium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yaitu (Laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia

obat, PDR, penelitian II, PSO dan PHA, serta informan utama yaitu laboran dan

informan pendukung yaitu kepala STP dari setiap laboratorium tersebut.

Pengumpulan data diperoleh melalui data primer dan data sekunder. Dimana data

primer diperoleh dari observasi langsung dan wawancara yang hasilnya dibandingkan

dengan standar, matriks penempatan bahan kimia (Chemical Compatibility Chart) dan

Material Safety Data Sheet. Sedangkan terkait data sekunder berasal dari daftar

inventaris alat dan bahan, daftar penggunaan bahan habis pakai serta Material Safety

Data, aturan / SOP laboratorium


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Laboratorium

a. Pengertian Laboratorium

Laboratorium diartikan sebagai tempat untuk melakukan percobaan atau

meneyelidiki sesuatu yang berhubungan dengan fisika, kimia. Kata laboratorium

berasal dari laboratory yang didalamnya mengandung banyak pengertian yaitu

sebagai tempat yang memuat peralatan untuk mengadakan eksperimen di dalam

sains atau melakukan pengujian dan analisis. Arti lain dari laboratory yaitu

bangunan atau ruang yang dilengkapi dengan peralatan penunjang untuk melakukan

penelitian ilmiah atau praktek kimia dan obat-obatan. Selain tiu kata laboratory

berarti tempat atau ruang kerja ilmuan untuk melakukan penelitian ilmiah untuk

melakukan eksperimen dibidang studi sains fisika, biologi dan kimia.

Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 03 Tahun 2010 labortorium adalah unit penunjang

akademik pada lembaga pendidikan, berupa ruangan tertutup atau terbuka, bersifat

permanen atau bergerak, dikelola secara sistematis untuk kegiatan pengujian,

kalibrasi dan produksi dalam skala terbatas dengan menggunakan peralatan dan

bahan berdasarkan metode keilmuan tertentu dalam rangka pelaksanaan pendidikan,

penelitian dan pengabdian msyarakat.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan

bahwa laboratorium merupakan tempat atau wadah yang berisi perlengkapan untuk

melakukan ekperimen atau pengujian, kalibrasi dan produksi dengan menggunakan

11
12

metode tertentu dalam rangka melaksanakan penelitian, pendidikan, pembelajaran

dan pengabdian masyarakat dalam bidang ilmu tertentu

b. Jenis-jenis Laboratorium

Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi No. 03 tahun 2010 laboratorium pendidikan dibagi menjadi 4 tipe yaitu :

1) Laboratorium Tipe I merupakan laboratorium yang terdapat di sekolah dasar

pada jenjang pendidikan menengah, atau unit pelaksana teknis yang

menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan dengan fasilitas penunjang

peralatan kategori I dan II, dan bahan yang dikelola adalah bahan kategori

umum untuk melayani kegiatan pendidikan siswa.

2) Laboratorium Tipe II merupakan laboratorium yang tedapat di perguruan tinggi

tingkat persiapan (semester I,II) atau unit pelaksana teknis yang

menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan dengan fasilitas penunjang

peralatan kategori I dan II dan bahan yang dikelola adalah bahan kategori

umum untuk melayani kegiatan pendidikan mahasiswa.

3) Laboratorium Tipe III merupakan laboratorium bidang keilmuan terdapat di

jurusan atau program studi atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan

pendidikan atau pelatihan dengan fasilitas penunjang peraltan kategori I, II dan

II dan bahann yang dikelola adalah bahan kategori umum dan khusus untuk

melayani kegiatan pendidikan dan penelitian mahasiswa dan dosen.

4) Laboratorium Tipe IV merupakan laboratorium terpadu yang terdapat di pusat

studi fakultas atau universitas atau unit pelaksana teknis yang

menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan dengan fasilitas penunjang

perlatan kategori I,II dan II dan bahan yang dikelola adalah bahan kategoti
13

umum dan khusus untuk melayani kegiatan penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat, mahasiswa dan dosen.

c. Manajemen Laboratorium

Manajemen adalah proses dalam mencapai suatu sasaran dengan penggunaan

sumberdaya secara efektif. Manajemen labaoratorium sendiri diartikan sebagai

pelaksanaan dalam pengadministrasian, perawatan, pengamanan, perencanaan untuk

pengembangan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan. Manajemen

laboratorium mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan serta

pengawasan. Hal ini bertujuan untuk mengatur dan memelihara alat dan bahan yang

terdapat di dalam laboratorium dan menunjang keselamatan laboratorium.

(Wahyukaeni, 2005)

2. Bahan Kimia

a. Pengertian Bahan Kimia

Dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 23/M-

IND/PER/4/2013 disebutkan bahwa bahan kimia adalah semua materi dalam bentuk

cairan, padat atau gas berupa unsur atau senyawa dalam bentuk tunggal atau

campuran dan memiliki sifat khusus. Dalam kaitannya dengan bentuk dari bahan

kimia, masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik sifat fisik

maupun secara sifat kimiawinya

b. Bentuk Bahan Kimia

Dalam menjalankan aktivitasnya pengguna laboratorium maupun petugas

laboratorium setingkali terpapar berbagai bahan kimia. Penggunaan bahan kimia di

laboratorium umumnya digunakan dalam jumlah sedikit namun mencakup jenis

yangg sangat beragam. Menurut Endang, (2003) berdasarkan wujudnya bahan kimia
14

dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu bahan kimia yang berbentuk padat, cair dan

gas.

Menurut Shofwati, (2009) dengan mengetahui bentuk fisiknya bahan kimia

maka akan mempermudah mengidentifikasi dan mengenali efek kesehatan yang

ditimbulkannya. Hal ini disebabkan oleh diketahuinya jalur masuk kedalam tubuh.

Adapun sifat fisik bahan kimia adalah sebagai berikut :

1) Padatan dan cairan yang mudah melayang di Udara (Air-borne)

Bahan kimia baik dalam bentuk cair maupun padat dapat melayang diudara.

2) Mist (Kabut)

Mist merupakan awan airborne yang berupa tetesan cairan yang kecil.

3) Vapour (Uap)

Cairan dapat berubah menjadi uap ketika cairan tersebut bercampur dengan

udara melalui peroses penguapan. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur dan

tekanan. Uap dapat dihasilkan dari proses penguapan yang merupakan hasil

dari cairan yang dipanaskan.

4) Dust (Debu)

Debu tersusun dari patikel padat yang sangat kecil yang berasal dari bahan

padat yang dihancurkan.

5) Fume (Kabut Tebal)

Fume merupakan materi berbentuk partikel yang terdiri atas partikel padata

atau cair yang dihasilkan oleh pengembunan keadaan gas. Umumnya

ditimbulkan dari adanya penguapan yang diiringi dengan reaksi kimia seperti

oksidasi. Fume terbentuk ketika bahan padat berubah menjadi cair. Partikel

fume umumnya sangat kecil diamternya berkisar <1 mikro sehingga dapat

terhirup.
15

6) Smoke (Asap)

Smoke merupakan campuran gas dan emisi partikel dari cerobong ketel uap,

asap mengandung partikel padat yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak

sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon.

c. Sifat-Sifat Bahan Kimia

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tahun 2013 Tentang

Penyelenggaraan laboratorium klinik berdasarkan sifatnya bahan kimia terbagi

menjadi :

1) Bahan Mudah Terbakar

Merupakan bahan kimia yang mudah berekasi dengan oksigen dan dapat

menimbulkan kebarakan. Reaksi kebakran yng amat cepat dapat menimbulkan

ledakan. Bahan kimia yang memliki sifat mudak terbakar dapat berwujud gas,

padat, cair yang mudah menguap ataupun bahan padat yang berbentuk debu

jika terpapar atau terdispersi dengan udara makan akan meledak.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tahun 2013 tentang

penyelenggaraan laboratorium klinik, jenis bahan kimia mudah terbakar dapat

digolongkan menjadi tiga sub golongan, yaitu :

a) Zat padat mudah terbakar

Zat padat yang mudah terbkar adalah bahan padat yang tidak

mudah meledak, dapat menimbulkan kebakaran karena gesekan,

absorpsi uap, perubahan kimia yang spontan dan penyimpanan panas

selama proses. Pada umumnya zat padat lebih sukar terbakar

dibandingkan dengan zat cair, tetapi zat padat berupa serbuk halus

mudah terbakar daripada zat cait atau gas. Contoh yang termasuk
16

golongan ini adalah belerang, fosfor, hibrida logam, logam alkali dll

(PMK. No. 43 Tahun 2013).

b) Zat cair mudah terbakar

Zat cair yang mudah terbakar adalah bahan cair yang mudah

menguap serta uapnya mudah terbakar pada suhu dibawah 25,5 C.

Golongan ini paling banyak dijumpai dan di laboratorium serta dikenal

sebagai pelarut organik. Contoh : eter, alkohol, aseton, benzena heksan

dll. Pelarut tersebut pada suhu kamar dapat menghasilkan uap yang jika

bereaksi dengan udara pada perbandingan tertentu dapat terbakar oelh

adanya api atau loncatan listrik (PMK. No. 43 Tahun 2013).

Sifat fisika dan kimia dari zat cair mudah terbakar menurut

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 187 tahun 199 yaitu sebagai berikut

cairan mudah terbakar yaitu memiliki titik nyala >21 C dan <55C pada

tekanan 1 atmosfir

c) Gas mudah terbakar

Golongan gas mudah terbakar adalah gas yang amat mudah

terbakar dan sering menimbulkan ledakan. Menurut Peraturan Menteri

Tenaga Kerja No. 187 tahun 1999 gas mudah terbakar memiliki titik

didih <20C pada tekanan 1 atmosfir. Contoh : gas alam untuk bahan

bakar, hidrogen, asetilen, etilen oksida dan sebagainya.

2) Bahan mudah meledak (Eksplosif)

Bahan kimia yang memiliki sifat mudah meledak merupakan zat padat

atau cair ataupun campuran yang bereaksi mengahsilkann gas melalui rekasi

kimia. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 187 tahun 1999 dari hasil

reaksi tersebut menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta
17

suhu yang tinggi, sehingga dapat meimbulkan kerusakan di sekelilingnya.

Contoh bahan kimia yang mudah meledak yaitu : metanol, eter, aseton, heksana

benzena.

3) Bahan Korosif

Merupakan bahan kimia dapat mengakibtkan kerusakan apabila kontak

dengan jaringan tubuh atau bahan lain. Bahan Kimia yang memiliki sifat

korosif. Contoh bahan kimia yang ebersifat korosif antara lain : anhidrida asam,

alkali, asam sulfat, fenol dll

4) Bahan Beracun.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tentang Penyelenggaraan

laboratorium klinik bahan kimia beracun (toksik) adalah bahan kimia yang

dapat menyebabkan kematian apabila terserap ke dalam tubuh karena terelan,

terhirup atau terkena kulit. Bahan beracun contohnya : karbondioksida,

benzena, kloroform, sianida dll

5) Bahan Oksidator.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tentang Penyelenggaraan

laboratorium klinik, bahan kimia oksidator adalah bahan kimia yang mungkin

tidak mudah terbakar namun dapat menghasilkan oksigen yang dapat

menyebabkan kebakaran bahan lainnya. Peraturan Menteri tenaga Kerja No.

187 tahun 1999 tentang pengendalian bahan kimia di tempat kerja

menyebutkan bahwa bahan kimia yang bersifat oksidator yaitu apabila reaksi

kimia tau penguraiannya mengahsilkan oksigen yang dapat menyebabkan

kebaran.Contoh bahan kimia yang bersifat oksidator adalah : natrium,

nitrit/nitrat, kalium, klorat, kaporit, asam sedawa, alkena,alkilbenzena.


18

6) Bahan reaktif

Merupakan bahan atau zat-zat yang bereaksi secara liar jika

dicampurkan dengan zat lai, seperti logam alkali yang rektif terhadap air atau

campurnan asam kuat dan basa yang tidak cocok. Menurut Peraturan Menteri

No. 187 tahun 1999 bahan kimia yang ditetapkan termasuk kedalam kriteria

reaktif yaitu apabila bereaksi dengan air dapat mengeluarkan panas dan gas

mudah terbakar atau bereaksi dengan asam dapat mengeluarkan panas dan gas

yang mudah terbakar atau beracun atau korosif.

d. Material Safety Data Sheet

1) Pengertian MSDS

Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor

23/M-IND/PER/4/2013 Material Safety Data Sheet (Lembar Data Keselamatan

Bahan) adalah lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia meliputi sifat

fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakan khusus

dalam keadaan darurat dan informasi lain yang diperlukan.

2) Kegunaan MSDS

Health Safety Authority, (2018) menyebutkan bahwa lembar data

keamanan berguna untuk memberikan informasi mengenai bahan kimia,

menjelaskan bahaya bahan kimia dan memberikan informasi mengenai

penanganan, penyimpanan dan tindakan darurat jika terjadi kecelakaan.

Dengan demikian Material Safety Data Sheet bermanfaat untuk memberi

petunjuk kepada pekerja (penggunaaan bahan kimia), mecegah pekerja dari

adanya kecelakaan akibat penggunaan bahan kimia, memberikan informasi


19

mengenai pemenuhan tindakan dan peraturan yang berlaku. Safety Data Sheet

harus memuat 16 informasi yaitu :

a. Informasi Produk (Identification of the substance / mixture and of the

company / undertaking)

Berisikan informasi terperinci mengenai perusahaan yang

memproduksi bahan kimia, penggunaan bahan kimia, serta nomor

telepon yang bisa dihubungi dalam situasi darurat.

b. Identifikasi Bahaya (Hazard identification)

Memberikan rincian tentang bahaya, efek yang ditimbulakan dan gejala

potensial dari penggunaan bahan kimia. Dalam informasi ini

membantu menilai risiko kesehatan. Karena pada bagian ini tercantum

informasi batasan yang diizinkan dalam satuan persentase nilai

ambang batas, LDC50, LC10 dll.

c. Informasi komposisi bahan kimia (Composition/ information on

ingredients)

Bagian ini menyeiakan inforamsi tentang indentitas, bahaya dan

konsentrasi zat dalam campuran.

d. Tindakan Pertolongan pertama ( First aid measures)

Menggambarkan tindakan pertolongan pertama yang diperlukan

untuk diambil jika terjadi kecelakaan.

e. Instuksi kebakaran (Fire fighting measures)

Memberikan informasi yang spesifik tentang pemadaman api yang

disebabkan oleh bahan kimia, termasuk media pemadam dan alat

pelindung yang paling cocok untuk digunakan serta prosedur khusus

pemadaman api dan bahaya kebakaran dan ledakan yang tidak lazim
20

f. Instruksi tumpahan dan kebocoran (Accidental release measures

Menjelaskan tindakan apa yang perlu diambil jika ada pelepasan bahan

kimia secara tidak sengaja, tumpahan maupun kebocoran.

g. Penanganan dan Penyimpanan (Handling and storage)

Berisi detail tentang cara menangani dan menyimpan bahan kimia

dengan aman.

h. Pengendalian paparan / APD (Exposure control / personal protection)

Memberikan rincian langkah-langkah yang diperlukan untuk

mengurangi eksposur, baik pengendalian secara tekmis seperti ventilasi

maupun alat pelindung diri diperlukan untuk melindungi kesehatan,

serta batas pemaparan alam pekerjaan nilai bila diperlukan.

i. Identifikasi Sifat Fisik Kimia (Physycal and chemical properties)

Memberikan informasi rinci tentang fisik/sifat kimia, toksikologi dan

ekologi dari bahan kimia. Seperti titik didih , Vapor Density, tekanan

uap , kelarutan dalam air, Specific Gravity, penampilan dan bau.

j. Stablititas dan Rektivitas (Stabillity and reactivity)

Berisi rincian reaksi berbahaya apapun yang mungkin terjadi jika bahan

kimia digunakan dalam kondisi tertentu atau tercampur.

k. Informasi Toksikologi (Toxicological information)

Memberikan informasi rinci tentang fisik/sifat kimia, ekologi dari

bahan kimia. Selain itu berisikan informasi mengenai efek kesehatan

baik akut maupun kronik akibat dari adanya paparan yang diterima.

Termasuk efek dari teratogenik dan efek mutagenik.

l. Informasi Ekologi (Ecological information)


21

Memberikan informasi rinci tentang fisik/sifat kimia, toksikologi dan

ekologi dari bahan kimia.

m. Informasi Pembuangan Bahan kimi (Disposal considerations)

Menjelaskan bagaimana bahan kimia harus dibuang dengan benar.

n. Informasi Transportasi (Transport Information)

Berisi informasi yang berkaitan dengan transportasi dari bahan kimia.

o. Informasi Peraturan ataupun Regulasi (Regulatory information)

Berisi tentang undang-undang yang relevan.

p. Informasi lainnya (Other information)

Memberikan informasi lain yang relevan dengan bahan kimia tersebut,

misalnya saran pelatihan, teks lengkap dari pernyataan bahaya dll.

e. Bahaya dan Efek Bahan Kimia Berbahaya

Pada dasarnya banyak bahan kimia berbahaya karena dapat menimbulkan

kebakaran (F-flammability hazard), ledakan (R-reactivity / stability hazard) atau

gangguan kesehatan (H-health hazard) bagi pengguna maupun petugas

laboratorium. Berdasarkan Global Harmonzed System klasifikasi bahan kimia

berdasarkan peggolongan bahaya adalah sebagai berikut :

1) Bahaya Fisik

Bahaya fisik bahan kimia yaitu meliputi eksplosif atau mudah meledak, gas

mudah menyala, aerosol mudah menyala, gas pengoksidasi, gas bertekanan,

cairan mudah menyala, padatan mudah menyala, zat dan campuran reaktif,

cairan piroforik, padatan piroforik, zat dan campuran swapanas, zat yang jika

kontak dengan air mengeluarkan gas mudah menyala, cairan pengoksidasi,

padatan pengoksidasi, peroksida organik dan korosif terhadap logam.


22

2) Bahaya Kesehatan

Bahan kimia yang dapat menimbulkan efek kesehatan dapat muncul secara

akut maupun dalam jangka waktu yang lama (kronis). Menurut Global

Harmonzed System bahaya kesehatan yang dapat muncul akibat bahan

kimia berbahaya yang terdapat di laboratorium diantaranya :

a. Toksikan Akut

Toksisitas akut adalah kemampuan bahan kimia untuk dapat

menimbulkan efek setelah terjadinya pajanan yang bersifat satu arah

(single exposure). Indikator dari baha kimia toksik yaitu berupa n ilai

LD50 dan LC50. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 187

Tahun 1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat

Kerja Lethal dose 50 atau LD50 yaitu dosis yang dapat menyebabka

kematian pada 50% binatang percobaan. Sedangkan Lethal

Concentration 50 (LC50) yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan

kematian pada 50% binatang percobaan. Dampak yang ditimbulkan

dari pajanan satu arah ini dapat menyebabkan efek toksik

lokal,sistemik maupun gabungan dari efek lokal dan sistemik.

Efek lokal merupakan suatu efek yang timbul akibat dari

paparan bahan kimia toksik yang kontak dengan salah satu rute

masuknya pajanan yaitu dapat berupa kulit, sistem pernapasan dll

kemudian secara langsung memberikan pengaruh terhadap sistem

masuknya pajanan tersebut. Contoh bahan kimia toksik yang terhirup

dapat memberikan efek lokal pada saluran pernafasan yaitu

mempengaruhi keadaan saluran napas tersebut. Sedangkan efek

sistemik merupakan efek yang disebakan oleh bahan kimia toksik yang
23

masuk kemudian menyebar dan memberikan efek terhadap organ lain.

Contoh bahan kimia toksik tehirup kedalam saluran napas kemudian

akan mempengaruhi organ-organ lain di dalam tubuh melalui darah

seperti anestesia umum.

b. Iritan dan Korosi

Iritasi merupakan kerusakan atau peradangan yang terjadi pada

permukaan tubuh seperti mata, saluran pernapasan, kulit dll oleh

bahan kimia yang bersifat korosif atau iritan seperti asam klorida, asam

trikloroasetat, gas klor, belerang dioksida dll. Efek iritasi yang sering

ditemui dapat berupa kemerahan pada kulit, gatal-gatal, terasa panas

pada permukaan yang terkena kontak dll.

Korosi merupakan hasil dari kerusakan yang irreversible atau

tidak dapat kembali lagi kedalam keadaan sebelumnya. Efek ini dapat

terjadi pada kulit, mata saluran pernapasan serta saluran

gastrointestinal.

c. Kerusakan Mata yang serius / Iritasi Mata

Kerusakan mata yang serius merupakan kerusakan yang terjadi

dari rusaknya jaringan mata yang berdampak pada terganggunnya

fungsi fisik mata dalam penglihatan. sifat dari kerusakan mata yang

serius diakibatkan oleh paparan bahan kimia yaitu irreversible (tidak

dapat kembali seperti keadaan semula).

Iritasi Mata adalah perubahan yang terjadi akibat adanya

paparan bahan kimia yang mengenai permukaan mata. Iritasi bersifat

reversible.
24

d. Sensitifitas pada sistem pernapasan atau kulit

Sensitifitas pada sistem pernapasan yaitu keadaan

hipersensitifitas pada saluran napas terhadap bahan kimia yang masuk

kedalam saluran pernapasan. Sedangkan sensitifitas pada kulit yaitu

keadaan yang disebabkan akibat paparan bahan kimia yang

menyebabkan respon alergi pada kulit akibat adanya kontak dengan

kulit. Alergi dapat terjadi karena reaksi dari sistem imun yang menolak

ataupun salah mengenali adanya bahan kimia dan dapat terjadi akibat

tingkat sensitifitas yang dimiliki tubuh seseorang terhadap bahan kimia

tertentu.

e. Mutagenik

Efek mutagenik merupakan efek yang dapat menyebabkan

perubahan pada gen. Efek ini dapat terjadi diakibatkan oleh adanya

perubahan yang terjadi pada kromosom yang berarti dapat

meningkatkan mutasi. Sebagian bahan kimia yang dapat menimbulkan

efek mutagen biasanya pula memiliki efek karsinigenik. Hal ini

disebabkan oleh banyaknya mutasi yang dialami oleh gen maka

cenderung menjadi karsinogenik.

f. Karsinogenik

Karsinogenik merupakan efek yang dapat menimbulkan efek

kanker. Bahan kimi yang dapat menyebabkan efek ini merupakan

bahan kimia yang bersifat kronik dan bersifat laten. Efek ini dapat

terjadi jika adanya pajanan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama

dan diakibatkan oleh adanya pajanan yang berulang.


25

g. Toksin yang dapat mempengaruhi Sistem Reproduksi

Beberapa bahan kimia memiliki efek yang dapat berdampak

pada sistem reproduksi manusia. Menurut Occuppational Safety Health

and Administration toksin yang dapat mempengaruhi sistem

reproduksi yaitu bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan

kromosom da efek kecacatan pada janin. Selain itu dapat berdampak

pada menurunnnya fungsi reproduksi baik pria maupun wanita.

Menurut Occupational Safety and Helath Research Intitute

bahaya pajanan bahan kimia pada sistem reproduksi pria diantaranya

adalah :

1. Jumlah sprema

Bahaya reproduksi yang dihasilkan dari bahan kimia yang

dapat mempengrauhi sistem reproduksi dapat memperlambat

produksi sperma. Hal tersebut dapat menyebabkan sperma yang

dihasilkan sedikit dan tidak optimal dalam membuahi sel telur.

Selain itu dapat pula mengakibatkan produksi sperma terhenti

sehingga beruung pada infertilitas atau kemandulan permanen.

2. Bentuk sperma

Pajanan bahan kimia yang berdampak pada sistem reproduksi

dapat pula merubah bentuk dari sel sperma, sehingga sprema

akan kesulitan dan tidak memiliki kemampuan untuk

membuahi sel telur


26

3. Transfer sperma

Bahan kimia berbahaya yang masuk kedalam tubuh, akan

terkumpul pada epididimis, vasikulaseminalis atau prostat.

Bahan kimia yang terkumpul ini dapat membunuh sperma,

menempel pada sperma ketika sperma keluar dan siap untuk

membuahi

4. Kromosom Sperma

Radiasi dan bahan kimia dapat meyebabkan perubahan dalam

DNA. Jika DNA sperma rusak maka kemungkinan besar

sprema tidak dapat membuahi sel telur. Hal ini dapat terjadi

karena pada saat pembuahan sperma dan sel telur masing-

masing menyumbangkan 23 kromosom. DNA yang terseimpan

dalam kromosom ini sangat dibutuhkan dalam pembuahan sel

telur.

Sedangkan efek pajanan bahan kimia yang berakibat pada

sistem reproduksi wanita yaitu dapat berdampak pada kesuburan,

prematur, periode masa kehamilan, periode menyusi serta kemampuan

organ reproduksi secara umum.

h. Toksin yang Berpengaruh terhadap Target organ

Bahan kimia dapat memperngaruhi target organ lainnya. Bahaya bahan

kimia jenis ini adalah dapat memberikan lebih dari satu efek pada

organ target. Contoh dari bahan kimia ini adalah karbon monoksida,

benzene, sianida dll.


27

i. Asphyxant

Merupakan bahan kimia yang mengganggu kecukupan transportasi

oksigen pada organ-organ vital di dalam tubuh. Hal ini disebabkan

oleh digantikannya keberadaaan oksigen dengan bahan kimia yang

mendorong efek buruk terhadap organ vital tubuh terutama otak. Cotoh

bahan kimia yang dapat menyebabkan efek ini adalah karbon dioksida,

asitilen, metana, helium dll. Selain itu terdapat bahan kimia yang

memiliki kemampuan mengikat hemoglobin dan menyebabkan

berkurangnya kapasitas darah dan suplai oksigen dalam tubuh. Contoh

bahan kimia tersebut adalah sianida, karbon monoksida dll.

3. Bahaya Lingkungan

Bahaya lingkungan dari bahan kimia berbahaya yaitu dapat berupa

bahaya terhadap lingkungan akuatik. Bahaya terhadap lingkungan akuatik

adalah bahaya yang disebabkan oleh adanya paparan bahan kimia yang dapat

menyebabkan terganggunya lingkungan akuatik dan memberikan efek bagi

kehidupan akuatik.

f. Interaksi Bahan Kimia

Adanya suatu bahaya yang menimbulkan efek dari bahan kimia berbaaya

tidak terlepas dari adanya interaksi bahan kimia. Menurut Danish Veterinary and

Food Administration, (2003) bahan kimia dapat berinterkasi satu sama lain dan

memodifikasi besar dari efek maupun sifatnya. Kombinasi dari interaksi bahan

kimia dapat menghasilkan lebih lemah efeknya ataupun lebih kuat dari efek dari

masing-masing bahan kimia tersebut. Adapun macam-macam interkasi bahan

kimia adalah sebagai berikut :


28

1) Antagonis

Efek antagonis terjadi ketika efek dari dua bahan kimia kurang dari

jumlah setiap efek yang diberikan dari masing-masing bahan kimia. Efek ini

terjadi ketika terdapat bahan kimia yang memiliki efek toksik yang rendah

kemudian ditemukan dengan bahan kimia yang memiliki efek toksik yang

rendah maka menghasilkan efek toksik yang jauh lebih rendah dari masing-

masing efek toksik yang diberikan sebelum kedua bahan atau lebih berinteraksi.

2) Sinergis

Efek sinergis terjadi ketika efek gabungan dari dua bahan kimia lebih

besar dari jumlah efek dari setiap bahan kimia yang diberikan masing-masing.

Efek ini terjadi ketika bahan kimia yang masing-masing memiliki toksisitas

rendah berinteraksi, kemudian menghasilkan efek toksisitasnya tinggi dari

toksisitas masing-masing bahan kimia sebelum berinteraksi.

3) Potensi

Efek potensi terjadi ketika terdapat bahan kimia yang memiliki efek

risiko yang rendah bersama-sama bertemu dengan bahan kimia lain yang tidak

memiliki efek toksik dan memberikan efek yang sangat berisiko.

4) Complex Similar action (Additive)

Efek additive dapat terjadi ketika adanya interaksi dari bahan kimia yang

menghasilkan akumulasi dari masing-masing efek bahan kimia tersebut.

Interaksi bahan kimia ini dapat terjadi pada bahan kimia yang memiliki target

organ yang sama.

5) Complex dissimilar actions

Efek Complex dissimilar actions dapat terjadi ketika adanya interaksi

dari masing – masing bahan kimia yang memiliki toksisitas rendah


29

menghasilkan toksisitas yang lebih rendah dari sebelum adanya interaksi dari

bahan kimia tersebut.

3. Penyimpanan Bahan Kimia Aman

Prinsip penyimpanan bahan kimia yang aman menurut Univeristy

Nottingham, (2012) prinsip dalam penyimpanan bahan kimia di laboratorium

adalah harus memenuhi aspek sebagai berikut :

1) Pelabelan Bahan Kimia (Labelling)

Menurut Widuri, (2017) label adalah keterangan mengenai bahan

kimia yang berbentuk piktogram bahaya atau simbol, tulisan atau kombinasi

keduanya atau bentuk lain yang berisi informasi bahan kimia atau produk,

identitas produsen / pemasok, serta klasifikasi bahan kimia.

Sejalan dengan widuri, dalam Peraturan Perindustrian No. 23/M-

IND/PER/4/2013 menyebutkan bahwa label merupakan setiap keterangan

yang memuat informasi tentang bahan kimia yang dapat berbentuk gambar,

tulisan atau kombinasi keduamya atau bentuk lainnya yang harus memuat

unsur :

a) Penanda produk

Penanda produk berisi tentang identitas bahan kimia seperti

nama bahan kimia, nomer kode bahan kimia atau nomor batch.

b) Pikogram bahaya

Piktogram bahaya adalah suatu komposisi grafis yang terdiri

dari suatu simbol bahaya dan elemen-elemen grafis lainnya seperti

bingkai, pola latar belakang atau warna yang dimaksudkan untuk

menyampaikan informasi spesifik tentang suatu bahaya. Adapun

bentuk dari piktogram tersebut adalah sebagai berikut :


30

Sumber : Safety Institute Of Australia. (2012)

Gambar 2.1 Piktogram Bahaya Global Harmonized System

c) Kata sinyal

Kata sinyal adalah suatu kata yang digunakan untuk

menunjukkan tingkatan relatif suatu bahaya agar pengguna waspada

terhadap potensi bahaya dari suatu bahan kimia. Kata sinyal yang biasa

digunakan dalam label adalah “Bahaya” dan “awas”


31

d) Pernyataan bahaya

Pernyataan bahaya adalah pernyataan yang dimaksudkan untuk

tiap katogeri dan kelas bahaya yang menguraikan sifat dasar bahaya

suatu bahan kimia dan termasuk ke tingkat bahayanya.

e) Identifikasi produsen

Identifikasi produsen memuat informasi umum terkait identitas

produsen yang membuat atau mengeluarkan bahan kimia. Seperti nama

instansi, alamat dan nomor telepon produsen atau impotir.

Menurut Occupational Safety Health Administration label tidak hanya

memuat infromasi mengenai penanda produk, piktogram bahaya, kata sinyal,

pernyataan bahaya dan identifikasi produsen. Namun memuat pula informasi

mengenai tindakan pencegahan (Precautionary Measures) yang memuat informasi

kehati-hatian yang betujuan untuk melengkapi informasi bahaya dengan

memberikan langkah-langkah secara singkat untuk meminimalkan atau mencegah

efek samping dari bahaya fisik, kesehatan atau lingkungan. Dalam hal ini pula

memuat pertolongan pertama yang harus dilakukan ketika terjadi kecelakaan dalam

penggunaan bahan kimia. Berikut elemen label yang harus dipenuhi menurut OSHA

yang dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :


32

Sumber : Occupational Safety Health Administration

Gambar 2.2 Elemen Label Global Harmonized System

Di area kerja produksi maupun laboratorium bahan kimia sering

dipindahkan dari wadah primernya ke wadah sekunder yang cenderung

ukurannya lebih kecil. Tujuan dari pemindahan ini adalah agar mudah untuk

digunakan. Namun pada kenyataannya wadah sekunder yang terdiri dari

berbagai bentuk membatasi jumlah informasi yang harusnya dicantumkan di

dalam label (Summera, 2018). Berikut merupakan contoh kesalahan

pelabelan pada wadah sekunder dapat dilihat pada gambar 2.3


33

Sumber : Summera, (2018)

Gambar 2.3 Kesalahan Pelabelan Wadah Bahan Kimia

Didalam buku yang berjudul Labelling of Workplace Hazardous

Chemicals yang dikeluarkan oleh Office Of Industrial tahun 2012 Pelabelan

pada bahan kimia merupakan komponen penting dari Program Global

Harmonized System hal ini didasrkan oleh label mengandung informasi

tentang penggunaan, arah, aplikasi, dan penyimpanan dari bahan kimia.

Selain itu pula dapat menyelamatkan pengguna dari potensi bahaya yang

ditimbulkan dari masing-masing bahan kimia. Dengan adanya label yang

jelas dan konsisiten dapat memberikan pemahaman dalam memastikan

bahaya kimia yang dengan mudah untuk dipahami melalui komponen yang

tercantum dalam label. Selain itu dapat memberikan pengetahuan kepada

pengguna bahan kimia mengenai pencegahan yang tepat dan penanganan

yang tepat dalam menggunakan bahan kimia tertentu.

Bahan kimia tertentu mengharuskan pengguna mengenakan pakaian

tertentu atau dalam beberapa kasus memberikan penjelasan mengenai cara

untuk menghindari ataupun menangani bahan kimia tersebut. Selain itu

terdapat bahan kimia tertentu yang mengharuskan dilakukannya

pengocokkan terlebih dahulu sebelum digunakan dan tidak boleh terlalu


34

banyak dikocok karena sifatnya yang mudah terbakar. Hal tersebut mendasari

alasan bahwa pelabelan pada bahan kimia dianggap hal yang penting.

Dampak yang ditimbulkan dari tidak terdapatnya label, kondisi label

dalam keadaaan rusak ataupun ketidaksesuaian label dengan bahan kimia

yaitu dapat memperbesar resiko tertukarnya bahan kimia, memperbesar

peluang kecelakaan akibat salah pencampuran bahan kimia akibat tidak

teridentifikasinya bahan kimia tersebut, kemudian dapat berakibat salah

dalam melakukan penyimpanan bahan kimia dan tidak mengetahui resiko

serta pencegahan maupun penanganan penggunaan bahan kimia secara tepat.

2) Kompatibilitas Bahan Kimia (Compatibillity)

Merupakan penyimpanan yang sesuai dengan matriks penyimpanan

bahan kimia dan MSDS, dimana bahan kimia disimpan sesuai dengan sifat

dan kategori bahaya yang dimiliki.

Menurut MEMD Milliporse, (2013) Kompatibilitas bahan kimia

adalah pedoman umum untuk penyimpanan material bahan kimia

berbahaya. Tujuannya agar bahan kimia tersebut tidak tercampur ataupun

bereaksi ketika didekatkan secara berdekatan. Kompatibilitas bahan kimia

sangat penting ketika terdapat beberapa bahan kimia yang berbahaya

memilki sifat yang tidak similar.

Prinsip dari penyimpanan bahan kimia berdasarkan matriks

kompabilitas yaitu dengan melihat sifat dan kelompok dari antar bahan

kimia. Kelompok-kelompok tersebut disusun berdasarkan matriks

kompabilitas, pada matriks tersebut digambarkan kelompok bahan kimia

yang tidak boleh disandingkan dengan kelompok bahan kimia lain yaitu
35

ditunjukkan dengan tanda “X” . Tanda tersebut ini mengindikasikan bahwa

kelompok bahan kimia tersebut memiliki sifat Inkompatibilitas dan akan

bereaksi jika ditempatkan bersebelahan serta tidak boleh disimpan secara

bersamaan. Berikut Matriks Kompatibilitas bahan kimia menurut CRC

Laboratory dapat dilihat pada gambar 2.4 :


36

Sumber : CRC, Laboratory, (2012)

Gambar 2.4 Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia


37

Berikut merupakan contoh kelompok bahan kimia dan kelompok inkompatibilitas

bahan kimia berdasarkan CRC Laboratory, (2012) dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut

Tabel 2.1 Kelompok Bahan Kimia dan Kelompok Inkompatibilitas

Group Nama Kelompok Contoh Kelompok Incompatotible

# Bahan Kimia

1 In organic acids - Hydroclochoric acid 2,3,4,5,6,7,8,10,13,14,16,1

- Hydroflouric acid 7,18,19,21,22,23

- Hydrogen chloride

- Hydrogen flouride

- Nitric acid

- Sulfur acid

- Phosphoric acid

2 Organic acids - Acetic acid 1,3,4,7,14,16,17,18,19,22

- Butyric acid

- Formic acid

- Propionic acid

3 Cautics - Sodium hydroxide 1,2,6,7,8,13,14,1,5,16,17,1

- Ammonium hydroxide 8,20,23

solution

4 Amines - Aminoethylethanolammine 1,2,5,7,8,13,14,15,16,17,18

alkanolamines - Anilline ,23

- Diethanolamine

- Diethylamine
38

Group Nama Kelompok Contoh Kelompok Incompatotible

# Bahan Kimia

- Ethylenediamine

- 2-methyl 5-ethylpyridine

- Monoethanolamine

- Pyridine

- Triethanolamine

triethylamine

- Triethylenetetramine

5 Halogeneted - Aklyl chloride 1,3,4,11,14,17

compounds - Carbon tetrachloride

- Chlorobenzene

- Chloroform

- Methylene chloride

- Monochlorodiflouromethan

- 1,2,4- trichlorobenzene

- 1,1,1-trichloroethane

- Trichloroethylene

- Trichloroflouromethane

6 Alcohols glycols, - Methyl alcohol 1,7,14,16,20,23

glycol ether - Methanol

- Ethanol

- Butanol
39

Group Nama Kelompok Contoh Kelompok Incompatotible

# Bahan Kimia

7 Aldehyde - Crotonaldehyde 1,2,3,4,6,8,15,16,17,19,20,

acetaldehyde - Formaldehyde 23

- Furfural

- Paraformaldehyde

- Propionaldehyde

- Acetone

- Acetophenone

8 Ketones - Diisobutyl ketone 1,3,4,7,19,20

- Methyl ethyl ketone

- Butane

- Cychlohehane

9 Saturated - Ethane 20

hydrocarbon - Heptane

- Paraffins

- Paraffin wax

- Pantene

- Petroleum ether

- Benzene

10 Aromatic - Cumene 1,20

hydrocarbon - Ethyl benzene

- Naphtha

- Napthalene
40

Group Nama Kelompok Contoh Kelompok Incompatotible

# Bahan Kimia

- Toluene

- Xylene

11 Olefins - Butylene 1,5,20

- 1-Decene

- 1-Dodeceme

- Ethylene

- Turpentine

12 Petroleum oils - Gasoline 20

- Mineral oil

13 Esters - Arnyl acetate 1,3,4,19,20

- Butyl acetates

- Castor oil

- Diemthyl sulfate

- Ethyl acetate

14 Monomers - Polymerizable esters 1,2,3,4,5,15,16,19,20,21,23

- Acrylic acid

- Acrloronitrite

- Butadiene

- Acrylates

15 Phenols - Carbolic acid 3,4,7,14,16,19,20

- Cresote

- Cresols phenol
41

Group Nama Kelompok Contoh Kelompok Incompatotible

# Bahan Kimia

16 Alkylene oxides - Ethylene oxide 1,2,3,4,6,7,14,15,17,18,19,

- Propylene oxide 23

17 Cyanohydrins - Acetone cyanohydrins 1,2,3,4,5,7,16,19,23

- Ethylene cyanohydrins

18 Nitriles - Acetonitrile 1,2,3,4,16,23

- Adiponitrile

19 Ammonia - Ammonium hydroxide 1,2,7,8,13,14,15,16,17,20,2

- Ammonium gas 3

20 Halogens - Chlorine 3,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15

- Flourine ,19,21,22

21 Ethers - Diethyl ether 1,14,20

- THF

22 Phosphorus - Phosporus elemental 1,2,3,20

Acid andhydrides - Acetic anhydride 1,3,4,6,7,14,16,17,18,19

- Propionic anhydride
23

Sumber : CRC, Laboratory, (2012)

Menurut Stephen K. Hall, (1994) dalam sejarahnya kasus kecelakaan

laboratoium akibat kesalahan dari sistem penyimpanan yang tidak

memerhatikan dari aspek kompatibilitas bahan kimia. Kesalahan

penyimpanan bahan kimia diakibatkan oleh penyimpanan bahan kimia

disusun berdasarkan alfabet dan tidak memerhatikan sisi kompatibilitas


42

dari masing-masing sehingga hal ini mendorong reaksi dari antar bahan

kimia yang dapat menimbulkan tercampurnya antar bahan kimia yang reaktif,

kebakaran, dan lain-lain. Untuk itu dalam penerapan prinsip penyimpanan

bahan kimia berdasarkan kompatibilitas maka yaitu harus memerhatikan

hal-hal sebagai berikut :

1) Memiliki data inventaris seluruh bahan kimia yang lengkap. Seluruh

bahan kimia yang terdapat tercatat di data inventaris tersebut harus di

kategorikan dan dipisahkan menjadi kelas asam, basa, mudah

meledak, pengoksidasi dll. Dalam penelitian ini pengkategorian

disesuaikan dengan matriks kompatibilitas bahan kimia yang dengan

sendirinya telah memisahkan bahan kimia berdasarkan kelompok

bahan kimia

2) Melakukan pemisahan lebih lanjut untuk mengelompokkoan bahan

kimia berdasarkan kelompok yang berhubungan secara kimiawi dan

kompatibilitas.

3) Melakukan penetapan pengaturan penyimpanan bahan kimia yang

telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan kompatibilitas

serta melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia yang

tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier

maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada

ukuran area penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.

4) Akses ke area penyimpanan bahan kimia harus dibatasi secara ketat.

Akses tersebut hanya dimiliki personel yang dipilih dan memiliki

tanggung jawab langsung terhadap pengendalian inventaris dan

pemisahan bahan kimia.


43

Dampak yang ditimbulkan akibat penyimpanan bahan kimia yang

tidak memerhatikan kompatibilitas bahan kimia yaitu dapat memicu reaksi

yang dari masing-masing bahan kimia yang reaktif (Stephen K. Hall, 1994).

Adapun reaksi tersebut dapat digambarkan melalui tabel 2.2

Tabel 2.2 Bahaya dari Penyimpanan Bahan Ki

mia yang Tidak Memerhatikan Kompatibilitas Bahan Kimia

Penyimpanan Bahan Kimia yang Reaksi yang ditimbulkan

di Simpan Secara Bersamaan

Acetic acid + acetaldehyde Dapat menyebabkan polimerisasi

kemudian dapat menyebabkan

pelepasan panas dalam jumlah yang

besar

Acetic anyhidride + acetaldehyde Dapat menimbulkan reaksi ledakan

yang besar

Mercury II oxide + Phosphorus Menyebabkan campuran menyala

Metil alcohol + mercury II nitrat Dapat membentuk merkuri yang

dijadikan sebagai bahan peledak

Sodium nitrat + sodium trisulfat Dapat menyebabkan ledakan

Nitric acid + phosphorus Phosphorus akan membakar secara

spontan

Sumber : Stephen K. Hall, 1994


44

3) Pengadaan Kunatitas Bahan Kimia yang Sedikit (Minimise quantities)

Penyimpanan bahan kimia berbahaya harus seminimum mungkin

ataupun sewajarnya mungkin untuk penggunaannya di laboratorium.

Penyimpanan dalam jumlah besar disarankan disimpan di toko bahan kimia

eksternal. Menurut American Chemical Society , (1993) konsep minimise

quantites dikenal dengan konsep Less is Better, yaitu mempergunakan bahan

kimia dalam jumlah sedikit dan memiliki pengaruh yang besar. Dalam

proses pengadaan bahan kimia diupayakan pembelian dalam jumlah sedikit

dan secukupnya, hindari pembelian dalam jumlah besar yang dapat

berpotensi menyita tempat atau gudang bahan kimia menjadi tidak efisien.

Untuk dapat mengatasi pemakaian bahan kimia yang berlebihan

(Suplus Chemicals) yaitu dapat dengan melakukan pengkajian secara ulang

terhadap bahan kimia kadarluarsa namun masih dalam kemasan yang

sempurna, pemakaian kembali dapat dilakukan jika bahan kimia tersebut

belum mengalami degradasi (Lasut, 2006).

Pemakaian bahan kimia yang berlebihan akan berdampak pada

penyimpanan dan keselamatan laboratorium. Bahan kimia dengan kuantitas

yang berlebih akan cenderung sulit untuk diorganisir. Hal ini diakibatkan

dari banyaknya bahan kimia tersebut dibutuhkan waktu untuk melakukan

pengkategorian berdasarkan sifat kompatibilitasnya. Selain itu dengan

berlebihnya pemakaian bahan kimia maka akan meningkatkan variasi bahan

kimia yang berdampak pada meningkatnya konsekuensi efek dari masing-

masing bahan kimia.


45

4) Perawatan Kebersihan Laboratorium (Maintain good houskeeping)

Penyimpanan bahan kimia harus memerhatikan aspek kerapihan

untuk menghindari kekacauan dalam peletakan bahan kimia. Menurut

Safety culture, (2018) aspek houskeeping biasanya diterapkan pada bidang

manufaktur, gudang, kantor, dan rumah sakit. Namun prinsipnya aspek

houskeeping pada semua tempat kerja termasuk laboratorium yang terdapat

bahan kimia. Hal ini didasarkan oleh pada laboratorium tersebut memiliki

banyak bahan kimia yang disimpan didalamnya.

Menurut Stephen K. Hall, (1994) dalam kaitannya dengan penerapan

aspek houskeeping di laboratorium tidak terlepas dari adanya peran pekerja

laboratorium dalam menjaga kebersihan laboratorium. Setiap pekerja

laboratorium berkewajiban untuk :

1. Memastikan seluruh area kerja laboratorium dalam keadaan bersih

2. Memastikan seluruh lantai permukaaan dan lantai bersih

3. Memastikan akses untuk seluruh peralatan keadaan, shower, eyewash,

dan pintu eksit tidak terhalang maupun terkunci

4. Tidak ada bahan kimia atau peralatan yang disimpan di bawah tangga

maupun lorong atau dibiarkan di atas meja kerja

5. Seluruh wadah bahan kimia harus terlabel dengan identitas serta

bahaya dari bahan kimia tersebut dapat terlihat oleh pengguna bahan

kimia

6. Pada akhir waktu di setiap hari kerja, seluruh bahan kimia harus

disimpn di tempat penyimpanan yang telah ditetapkan, dan bahan

kimia yang tidak memiliki label dianggap limbah yang harus

ditempatkan dengan benar dalam wadah yang berlabel


46

7. Seluruh tumpahan bahan kimia dan kebocoran yang tidak disengaja

harus segera dibersihkan sesuai dengan rencana tanggap darurat

kimia, menggunakan pakaian an peralatan pelindung yang tepat

sesuai MSDS dari bahan kimia tersebut dan bahan kimia tumpahan

serta alat pembersihan tumpahan tersebut dibuang dengan benar.

Penerapan aspek housekeeping yaitu dengan memerhatikan aspek 5S

yaitu merupakan sistem dan cara mengatur serta mengelola ruang kerja untuk

meningkatkan efesiensi dengan menghilangkan limbah, meingkatkan aliran

dan mengurangi proses. Penerapan aspek houskeeping 5S di laboratorium

menurut Ball, (2013) yaitu diantaranya dapat meningkatkan keamanan

laboratoium, mendukung adanya keterlibatan karyawan dalam

mengoragnisir laboratorium, efisensi terhadap ruang laboratorium maupun

stok persediaan bahan kimia, serta kebersihan laboratorium. Metode 5S

menerapkan praktik tata graha standar di tempat kerja melalui 5 prinsip yaitu

a) Penyortiran (Sort / Seiri)

Merupakan prinsip yaitu dengan menghilangkan apapun yang

tidak diperlukan agar pelatan berfungsi dengan baik. Selain itu prinsip

ini adalah untuk mencari tahu terkait item mana yang harus

ditiadakan dengan metode penyortiran (Safety culture, 2018).

Dalam menerapkan prinsip ini cara yang dilakukan adalah

dengan memilih dan melist peralatan, barang, bahan yang telah rusak,

tidak terpakai dan tidak berguna lagi. Selain itu dengan menentukan

frekuensi pemakaian barang (harian, mingguan, bulanan, tidak

pernah) dan menerapkan penanda atau tag merah berfungsi sebagai


47

penanda bahwa barang, bahan maupun peralatan bahan kimia

dikategorikan sebagai yang tidak terpakai maupun tidak berfungsi

dengan baik. Jika belum yakin untuk menjadikan barang tersebut

sebagai barang yang tidak terpakai dan tidak berguna lagi maka

petugas laboratorium perlu untuk melakukan verifikasi terhadap tag

merah yang telah dilakukan (Ball, 2013).

Tujuan dari penerapan prinsip ini adalah untuk

mengidentifikasi serta memaksimalkan efesiensi ruangan

laboratorium sehingga terciptanya laboratorium yang rapih dan dapat

memperkecil risiko terjadinya kecelakaan di laboratorium akibat

pemakaian alat maupun bahan kimia yang tidak memiliki fungsinya

dengan baik.

b) Menyimpan pada tempatnya (Set in Order / Seiton)

Merupakan prinsip menempatkan segala barang atau bahan

sesuai pada tempatnya. Tujuan dari prinsip ini adalah untuk

menciptkan manajemen visual yang baik dengan mempertimbangkan

item apa yang harus diposisikan, kuantitas dan dimana penempatan

yang sesuai.

Penerapan aspek ini yaitu dengan cara selalu mengalokasikan

dan menyimpan barang ditempat yang mudah dijangkau dan

mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan

fungsinya. Untuk dapat mengalokasikan dan menyimpanan barang

yang mudah dijangkau yaitu dengan menentukan lokasi untuk setiap

peralatan maupun bahan kimia yang diperlukan (Safety culture,

2018).
48

Dampak yang ditimbulkan dari tidak menerapkannya prinsip

ini yaitu memperbesar peluang kesalahan akibat penyimpanan

maupun pengalokasian peralatan serta bahan kimia di tempat yang

berpotensi menimbulkan kecelakaan. Contoh dalam kegiatan

praktikum bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dengan air

ditempatkan disisi wastafel akan berpotensi menimbulkan efek

keselamatan maupun kesehatan seperti ledakan, kebakaran,

keracunan dll.

c) Kebersihan wadah dan laboratorium (Shine / Seiso)

Merupakan prinsip untuk menjaga agar wadah bahan kimia

serta laboratorium tetap bersih. Tujuan dari penerapan prinsip ini

yaitu memudahkan dalam mendeteksi adanya kebocoran atau

kelainan pada wadah bahan kimia serta membantu ruangan dalam

keadaan bersih, aman dan nyaman bagi pengguna maupun pekerja

(laboran) dengan demikian dapat meingkatkan fokus dan motivasi

pengguna laboratorium maupun laboran (Ball, 2013).

Penerapan aspek ini yaitu dilakukan dengan cara menetapkan

rutinitas pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia,

memastikan aarea kerja laboratorium bersih dan siap digunakan

sebelum dan sesudah praktikum, membersihkan area kerja setelah

shift berakhir minimal 5 menit, melakukan kegiatan inspeksi untuk

tumpahan yang mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan, wadah,

peralatan, kabel usang dll, memasang pencahayaan yang memadai

(Safety Culture, 2018).


49

Terkait dengan kebersihan area kerja terdapat beberapa

indikator kebersihan yang dapat dikatakan sebagai area laboratorium

yang bersih. Indikator tersebut diantaranya :

1. Tidak tercium bau busuk / bau bahan kimia yang

menyengat di dalam ruangan laboratorium

2. Tidak terdapat sampah di atas meja praktikum, di lantai

ruangan laboratorium

3. Tidak terdapat debu di meja praktikum, lemari tempat

penyimpanan bahan kimia, dan lantai laboratorium

4. Tidak terdapat air tergenang di lantai maupun di meja

praktikum

Adapun terkait pencahayaan memadai, menurut Peraturan

Menteri Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 Nilai

Ambang Batas pencahayaan untuk di laboratorium sebesar plus minus

10% dari 500 lux atau sebesar 450-550 lux.

Dampak tidak dilakukannya prinsip ini yaitu menyebabkan

laboaratoium yang tidak sehat dan nyaman untuk pengguna,

memperbesar resiko kecelakaan maupun kesehatan akibat adanya

reaksi dari tumpahan bahan kimia baik antar bahan kimia maupun

reaksi yang terjadi ketika terjadinya kontak dengan kulit, pernapasan

dll. Selain itu dapat memperbesar risiko kebakaran akibat konsleting

listrik yang berasal dari kabel yang usang.


50

d) Pelibatan Pengguna laboratoium dalam kebersihan (Sustain /

Shitsuke)

Merupakan prinsip yang mempertahankan praktik dan

perbaikan yang baik dengan melibatkan kontribusi dari pekerja

maupun pengguna laboratorium dalam menjaga kebersihan

lingkungan laboratorium yang sehat dan aman. Dalam menerapkan

prinsip ini membutuhkan disiplin dan kepatuhan dalam

menjalankannya (Safety culture, 2018).

Penerapan prinsip ini yaitu dengan cara komunikasi mengenai

prosedur dan tanggung jawab setiap pengguna laboratorium maupun

laboran, melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan

laboratorium maupun penyimpanan bahan kimia, melakukan audit

untuk memantau kefektifan laboratoium serta dari praktik kerja yang

aman.

Tujuan dari penerapan prinsip ini yaitu meningkatkan

pengetahuan serta tanggung jawab pengguna laboratorium maupun

laboran mengenai prosedur yang terdapat di laboratorium,

meningkatkan pengetahuan serta keterampilan laboratorium dalam

menjalankan prinsip-prinsip penggunaan maupun penyimpanan bahan

kimia serta dapat mengidentifikasi kesalahan maupun kekurangan

yang terdapat di laboraroium.

Dampak tidak melakukannya prinsip ini yaitu dapat

memperbesar risiko salah penempatan bahan kimia, menyalahi

prosedur serta sulit untuk menentukkan tindakan perbaikan yang

harus dilakukan mengenai kekurangan dari laboratorium.


51

e) Adanya petunjuk atau prosedur (Standardize / Seiketsu)

Prinsip ini digunakan untuk mendukung 4 prinsip lainnya

yaitu dengan membuat aturan sebagai standar yang harus dipatuhi

sehingga dapat menghindari kecenderungan kembali pada kebiasaan

lama yang mengarah pada kebiasaan buruk dan cenderung tidak

aman.

Menurut International Trade Centre, (2012) penerapan prinsip

ini yaitu dengan cara menyediakan pengingat visual didinding berupa

petunjuk ataupun prosedur mengenai penyimpanan bahan kimia yang

aman, ketetapan temperatur suhu dan kelembaban. Hal ini bertujuan

untuk dijadikannya bahan referensi mengenai penyimpanan bahan

kimia yang tepat dan aman, temperatur suhu dan kelembaban. Selain

itu menetapkan peran dan tanggung jawab pekerja maupun pengguna

laboratoium untuk menjaga budaya kebersihan, serta menggunakan

daftar periksa untuk melakukan audit dan perawatan secara rutin.

Terkait dengan standar suhu dan kelembaban peraturan

menteri tenaga kerja nomor 05 tahun 2018 menyebutkan bahwa

tempat kerja yang dijadikan untuk melakukan jenis pekerjaan

administratif, pelayanan umum dan fungsi manajerial harus

memenuhi kualitas udara dalam ruangan yang sehat dan bersih.

Kualitas udara dalam ruangan tersebut ditentukan oleh salah satunya

suhu dan kelembaban. Suhu ruangan yang nyaman berkisar 23C-

26C dengan kelembaban berkisar 40-60%.


52

Dampak yang ditimbulkan dari tidak diterapkannya prinsip ini

yaitu memperbesar risiko kesalahan runtutan dalam menggunakan

maupun menyimpan bahan kimia, tidak dilakukannnya perawatan

secara rutin.

5) Perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia (Maintan good stock

control)

Penyimpanan bahan kimia memerhatikan pengelolaan terkait

persediaan bahan kimia yang meliputi pengecekan tanggal kadarluarsa.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tentang penyelenggaraan

laboratorium klinik menyebutkan bahwa bahan laboratorium yang sudah

ada harus ditangani secara cermat dengan mempetimbangkan perputaran

pemakaian dengan menggunakan kaidah pertama masuk dan keluar (FIFO-

First in First out) yaitu bahwa barang yang lebih dahulu masuk persediaan

harus digunakan lebih dahulu. Tujuan dari penerapan kaidah ini yaitu agar

bahan kimia yang digunakan untuk kegiatan praktikum tidak memasuki

masa kadarluarsa serta menjaga kualitas dari bahan kimia masih tetap prima.

Kemudian kaidah yang kedua adalah menerapkan masa kadarluarsa bagi

bahan kimia yang sudah memasuki tanggal expired harus segera dibuang

(FEFO-First-expired first Out). Tujuannya agar bahan kimia yang sudah

memasuki tanggal kadarluarsa tidak disimpan secara bersamaan dengan

bahan kimia yang belum memasuki tanggal kadarluarsa maupun tidak

digunakan untuk kegiatan praktikum.

Dampak yang ditimbulkan akibat tidak menerapkan prinsip FIFO

yaitu akan meningkatkan kuantitas bahan kimia yang kadarluarsa sehingga

tidak dapat digunakan, memperbesar pembiayaan pengadaan bahan kimia.


53

Sedangkan dampak yang ditimbulkan dari tidak dilakukannya pengecekkan

tanggal kadaluarsa dan tidak menerapkannya prinsip FEFO yaitu berupa

dampak keselamatan maupun kesehatan. Menurut Vanderbit Enviromental

Health and Safety pemakaian bahan kimia yang telah memasuki tanggal

kadaluarsa yaitu dapat meimbulkan efek mudah terbakar, berubah menjadi

lebih eksplosif ataupun berdampak pada bertambahnya efek yang

ditimbulkan sebelum memasuki tanggal expired.

6) Peletakan bahan kimia (Do not store chemical under sinks)

Penyimpanam bahan kimia dilarang disimpan di bawah westafel. Hal

ini dapat memicu reaksi kimia hal ini didasarakan oleh terdapat bahan

kimia yang mudah bereaksi ketika basah. Menurut Occupational Safety

Health and Administration sebagian bahan kimia yang mudah bereaksi

dengan air dapat menimbulkan reaksi untuk melepaskan gas yang mudah

terbakar.

7) Wadah bahan kimia dan ketinggian rak penyimpanan bahan kimia (Store

large breakable cointaners, particulary liquid below shoulder height)

Penyimpanan bahan kimia yang memerhatikan wadah, ketinggian

dari peletakan bahan kimia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43

Tahun 2013 bahan kimia tertentu dapat beinteraksi dengan wadahnya dan

akan menimbulkan kebocoran ataupun kerusakan. Adapun syarat-syarat

penyimpanan bahan kimia yang berkaitan dengan aturan mengenai wadah

bahan kimia menurut Budhi, (2018) adalah sebagai berikut :

a) Bahan yang dapat bereaksi dengan plastik sebaiknya disimpan dalam

botol kaca
54

b) Bahan yang dapat berekasi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam

botol plastik

c) Bahan yang dapat berubah apabila terkena matahari langsung harus

disimpan dalam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup.

d) Bahan yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung

dapat disimpan dalam botol bewarna bening

e) Bahan berbahaya dan bahan yang bersifat korosif disimpan terpisah

dari bahan lainnya.

Beberapa bahan kimia yang amat korosif seperti asam sulfat, asam

klorida, natrium hidroksida dapat merusak wadah. Kerusakan ini dapat

menyebabkan interaksi antar bahan sehingga menimbulkan reaksi-rekasi

berbahaya seperti kebakaran, ledakan atau menimbulkan racun (Harjanto,

2011).

Selain memerhatikan syarat wadah bahan kimia, dalam

penyimpanan bahan kimia perlu memperhatikan ketinggian dari peletakan

bahan kimia. Ketinggian penyimpanan bahan kimia menurut University of

Nothingham, (2012) harus setinggi bahu orang dewasa.

8) Penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh penglihatan (Sensible

shelf storage)

Penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh penglihatan

pengguna bahan kimia di laboratoium. Pada prinsinya keterjangkauan

penglihatan berhubungan dengan ketinggian dari peletakkan bahan kimia.

Menurut University of Nothingham, (2012) penyimpanan bahan kimia

harus setinggi bahu orang dewasa. Dengan demikian bahan kimia akan lebih

mudah ditemukan dalam penggunaannya.


55

Berdasarkan data antropometri masyarakat Indonesia yang didapatkan

dari interpolarasi masyarakat British dan Hongkong terhadap masyarakat

Indonesia diketahui bahwa rata-rata tinggi bahu orang dewasa indonesia baik

perempuan maupun laki-laki yaitu 127,2 - 133,8 cm (Nurmianto, 1991).

Dengan demikian ketinggian dari rak penyimpanan bahan kimia berkisar

1,272 m – 1,338 m.

Dampak yang ditimbulkan akibat tidak dilakukannya penyesuaian

terhadap ketinggian yaitu memperbesar risiko terjadinya tumpahan akibat

dari tinggi atau terlalu rendahnya rak penyimpanan bahan kimia, sulit untuk

dijangkau baik dalam jangkauan tangan maupun jangkauan penglihatan.


Pelabelan (Labelling) B. Kerangka Teori
a. Penanda produk 56
b. Piktogram bahaya
c. Kata sinyal
d. Pernyataan bahaya
A. e.Kerangka
Identifikasi produsen
Teori
f. Tindakan pencegahan

Kompatibilitas bahan kimia


(Chemical Compatibillity)

Pengadaan kuantitas bahan kimia


sedikit (Minimise quantities) )

Perawatan kebersihan lab


(Maintain good houskeeping)
a. Penyortiran (Sort)
b. Menyimpan pada
tempatnya (Set in order)
c. Kebersihan wadah dan lab
(Shine)
d. Pelibatan pengguna lab
dalam kebersihan
(sustain)
Penyimpanan bahan
e. Adanya petunjuk /
kimia aman
prosedur (Standardize)
Perawatan terhadap pengendalian
stok bahan kimia (Maintan good
stock control)

Peletakkan Bahan Kimia (Do not


store chemical under sinks)

Wadah bahan kimia dan


ketinggian peletakkan bahan
kimia (Store large breakable
``````
cointaners, particulary liquid
below shoulder height)

Penyimpanan yang dapat


dijangkau penglihatan (Sensible
shelf storage)
57

NABAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu pada teori pada prinsip dalam

penyimpanan bahan kimia yang aman menurut University Nottingham, (2012).

Adapun prinsip-prinsip tersebut terdiri dari : Pelabelan bahan kimia (Labelling) ,

Kompatibilitas bahan kimia (Compatibillity), kuantitas bahan kimia yang sedikit

(Minimise quantities), Perawatan kebersihan laboratoium (Maintain good

houskeeping), Perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia (Maintan good

stock control), Peletakkan Bahan Kimia (Do not store chemical under sinks), wadah

bahan kimia dan ketinggian rak penyimpanan bahan kimia (Store large breakable

cointaners, particulary liquid below shoulder height) dan penyimpanan bahan kimia

yang dapat dijangkau oleh penglihatan (Sensible shelf storage). Namun pada

penelitian ini, peneliti tidak melakukan pengkajian terhadap variabel wadah bahan

kimia (Store large breakable cointaners, particulary liquid below shoulder height).

Hal ini didasarkan oleh tidak bervariasinya wadah bahan kimia yang digunakan dari

masing-masing laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Adapun kerangka konsep dapat digambarkan melalui gambar 3.1 sebagai

berikut :..................

57
Pelabelan (Labelling)
58
a. Penanda produk
b. Piktogram bahaya
c. ..........................................
Kata sinyal
d. Pernyataan bahaya
e. Identifikasi produsen
f. Tindakan pencegahan

Kompatibilitas bahan kimia


(Chemical Compatibillity)

Pengadaan kuantitas bahan kimia


(Minimise quantities) )

Perawatan kebersihan lab


(Maintain good houskeeping)
a. Penyortiran (Sort)
b. Menyimpan pada
tempatnya (Set in order)
c. Kebersihan wadah dan lab
(Shine)
d. Pelibatan pengguna lab
dalam kebersihan
(sustain)
Penyimpanan bahan
e. Adanya petunjuk /
kimia aman
prosedur (Standardize)
Perawatan terhadap pengendalian
stok bahan kimia (Maintan good
stock control)

Peletakan Bahan Kimia (Do not


store chemical under sinks)

Penyimpanan yang dapat


dijangkau penglihatan (Shensible
shelf storage)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Prinsip


Penyimpanan Bahan Kimia Aman di
Laboratorium menurut University
Notthingham, (2012)
59

B. Definisi Istilah

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
1. Penyimpanan bahan kimia Evaluasi kesesuaian
aman penyimpanan bahan kimia
berdasarakan prinsip
penyimpanan bahan kima
aman yaitu : pelabelan, 1. Aman, jika
kompatibilitas bahan kimia, memenuhi
pengadaan kuantitas seluruh aspek
minimal bahan kimia, a. Lembar prinsip
perawatan terhadap Observasi penyimpanan
pengendalian stok bahan b. Matriks Chemical bahan kimia
kimia, tidak meletkakan Compatibillity, aman
a. Observasi
bahan kimia di bawah Material Safety 2. Tidak aman, jika
b. Telaah
westafel, wadah Data Sheet) tidak memenuhi
Dokumen
penyimpanan dan c. SOP / Aturan salah 1 aspek
c. Wawancara
ketinggian peletakkan bahan laboratorium prinsip
d. Pengukuran
kimia, penyimpanan yang d. Pedoman penyimpanan
dapat dijangkau penglihatan wawancara bahan kimia
di 11 laboratorium Fakultas e. Lux meter, aman
Ilmu Kesehatan UIN Syarif higrometer
Hidayatullah Jakarta (University of
(Laboratorium Nothingham, 2012)
Farmakogonosi-Fitokimia,
Penelitian II, PSO, Kimia
obat, Kesehatan
Lingkungan, PDR)
60

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
2. Pelabelan (Labelling) Evaluasi ketersediaan
keterangan mengenai
komponen label bahan
kimia yang berbentuk
piktogram bahaya atau
simbol, tulisan atau 1. Sesuai, apabila
kombinasi dari keduanya memenuhi
a. Pedoman seluruh
atau bentuk lain yang Wawancara a. Wawancara
memuat informasi : penanda komponen label
b. Lembar b. Observasi 2. Tidak sesuai,
produk, piktogram bahaya, Observasi c. Telaah
kata sinyal, penyataan apabila tidak
c. SOP / Aturan Dokumen memenuhi salah
bahaya, identifikasi Laboratorium
produsen, dan tindakan satu komponen
pencegahan. label

(Global Harmonized
System)
a. Penanda Produk Evaluasi ketersediaan Informasi mengenai
keterangan yang tercantum a. Pedoman ketersedaiaan
pada label mengenai Wawancara keterangan identitas
identitas bahan kimia seperti a. Wawancara bahan kimia seperti :
b. Lembar
nama bahan kimia, nomer b.Observasi nama bahan kimia, kode
Observasi
kode bahan kimia atau c. Telaah Dokumen bahan kimia atau nomor
c. SOP / Aturan
nomor batch Laboratorium batch yang tercantum
pada label bahan
61

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
b. Piktogram Bahaya Evaluasi ketersediaan Informasi mengenai
keterangan mengenai ketersediaan informasi
informasi spesifik tentang spesifik tentang suatu
suatu bahaya dari masing- a. Pedoman bahaya dari masing-
masing bahan kimia yang Wawancara a. Wawancara masing bahan kimia
digambarkan melalui simbol b. Lembar b. Observasi yang digambarkan
bahaya dan elemen grafis Observasi c. Telaah melalui simbol bahaya
lainnya berupa bingkai, c. SOP / Aturan dokumen dan elemen grafis
pola, latar belakang atau Laboratorium lainnya berupa bingkai,
warna pola, latar belakang atau
warna
c. Kata Sinyal Evaluasi ketesediaan Informasi mengenai
keterangan kata yang a. Pedoman ketersediaan keterangan
menunjukkan tingkatan Wawancara a. Wawancara kata yang menunjukkan
relatif suatu bahaya dari b. Lembar b. Observasi tingkatan relatif suatu
suatu bahan kimia berupa Observasi c. Telaah bahaya dari suatu
kata “bahaya” dan “awas” c. SOP / Aturan Dokumen bahan kimia berupa kata
Laboratorium “bahaya” dan “awas”
d. Pernyataan Bahaya Evaluasi ketersediaan Informasi mengenai
keterangan pada label bahan a. Pedoman ketersediaan keterangan
kimia yang menyatakan Wawancara a. Wawancara pada label bahan kimia
kategori dan tingkat bahaya b. Lembar b. Observasi yang menyatakan
dari masing-masing bahan Observasi c. Telaah kategori dan tingkat
kimia c. SOP / Aturan Dokumen bahaya dari masing-
laboratorium masing bahan kimia
62

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
e. Identifikasi produsen Evaluasi ketersediaan Informasi mengenai
keterangan yang memuat ketersediaan keterangan
informasi terkait identitas a. Pedoman yang memuat informasi
produsen seperti : nama Wawancara a. Wawancara terkait identitas
instansi, alamat dan nomor b. Lembar b. Observasi produsen seperti : nama
telepon produsen atau Observasi c. Telaah instansi, alamat dan
importir pada masing- c. SOP / Aturan Dokumen nomor telepon produsen
masing label bahan kimia laboratorium atau importir pada
masing-masing label
bahan kimia
f. Tindakan pencegahan Evaluasi ketersediaan Informasi mengenai
(precautionary keterangan yang memuat ketersediaan
Measures) informasi kehati-hatian dan keteranganpada label
langkah-langkah secara a. Pedoman yang memuat informasi
singkat untuk Wawancara a. Wawancara kehati-hatian dan
meminimalisir atau b. Lembar b. Observasi langkah-langkah secara
mencegah efek samping dari Observasi c. Telaah singkat untuk
bahan kimia c. SOP / Aturan Dokumen meminimalisir atau
Laboratorium mencegah efek
samping dari bahan
kimia
3. Chemical Compatibillity Evaluasi kesesuaian a. Lembar Observasi Informasi mengenai
penyimpanan material gambaran kesesuaian
bahan kimia berbahaya b. Matriks Chemical
berdasarkan sifat yang Compatibillity CRC a. Observasi penyimpanan bahan
similar (kompatibilitas) Laboratory, (2012), b. Telaah kimia berdasarkan sifat
Material Safety Data Dokumen yang similar
menurut matriks Chemical c. Wawancara (kompatibilitas)
Compatibillity dan Material Sheet, SOP / Aturan menurut matriks
Safety Data Sheet laboratorium Chemical Compatibillity
63

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
c. Pedoman di laboratorium FIKES
Wawancara UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta

4. Pengadaan kuantitas bahan Evaluasi pengadaan bahan


kimia (Minimise quantities) kimia berdasarkan tingkat Informasi mengenai
kebutuhan dan memiliki a. Pedoman pertimbangan
pengaruh yang besar. Wawancara a. Wawancara pengadaan bahan kimia
b. Lembar b. Observasi di laboratorium FIKES
Observasi UIN Syarif
(American Chemical Safety, Hidayatullah Jakarta
1993)
5. Perawatan kebersihan lab Evaluasi penyimpanan
(Maintain good houskeeping) bahan kimia yang
memerhatikan aspek
kerapihan dan kebersihan
pada bahan kimia, wadah
bahan kimia dan lab a. Pedoman
berdasarkan prinsip : wawancara Informasi mengenai
b. Lembar a. Wawancara
Penyortiran (Sort), prinsip 5S disetiap
menyimpan pada tempatnya Observasi b. Observasi laboratorium FIKES
(Set in order), Kebersihan c. SOP / Aturan UIN Syarif
Laboratorium c. Telaah Dokumen Hidayatullah Jakarta
wadah dan laboratorium
(Shine), Pelibatan pengguna
lab dalam kebersihan
(sustain), Adanya petunjuk /
prosedur (Standardize)
(Safety culture, 2018)
64

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `

a. Penyortiran (Sort) Evaluasi mengenai kegiatan


penyortiran terhadap
peralatan dan bahan kimia Informasi mengenai
yang tidak berfungsi dengan ketersediaan list pada
baik maupun sudah tidak a. Pedoman
a. Wawancara peralatan, barang dan
terpakai lagi dengan cara : wawancara
bahan kimia yang telah
melakukan pelistan pada b. Lembar
b. Observasi rusak, tidak terpakai dan
peralatan, barang dan bahan Observasi
tidak berguna lagi, serta
kimia yang telah rusak, c. SOP / Aturan c. Telaah Dokumen
informasi mengenai
tidak terpakai dan tidak laboratoium
frekuensi pemakaian
berguna lagi, menentukkan barang.
frekuensi pemakaian
barang.

b. Menyimpan peralatan Evaluasi mengenai kegiatan a. Pedoman Infromasi mengenai


dan bahan pada tempatnya pengalokasian dan wawancara
a. Wawancara kesesuaian alokasi dan
(Set in order), penyimpanan barang atau b. Lembar penyimpanan bahan
bahan kimia yang mudah Observasi b. Observasi kimia, pengelompokkan
dijangkau, pengelompokkan c. SOP / Aturan alat atau item
alat atau item berdasarakan laboratoium c. Telaah Dokumen berdasarkan tingkat
tingkat penggunaan dan
penggunaan
fungsinya
d. Kebersihan wadah dan Evaluasi mengenai kegiatan a. Pedoman a. Wawancara Informasi mengenai
laboratorium penetapan rutinitas wawancara kegiatan penetapan
pembersihan pada wadah b. Lembar b. Observasi rutinitas pembersihan
dan lingkungan Observasi c. Telaah Dokumen pada wadah dan
c. SOP / Aturan lingkungan
65

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
laboratorium laboratoium laboratorium

Evaluasi kegiatan a. Pedoman Infomasi mengenai


pembersihan area kerja wawancara kegiatan pembersihan
setelah shift berakhir b. Lembar a. Wawancara
pada area kerja setelah
minimal 5 menit Observasi b. Observasi shift berakhir di
c. SOP / Aturan laboratorium FIKES
laboratorium c. Telaah Dokumen UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta

Melakukan kegiatan a. Pedoman


pemastian terhadap wawancara
peralatan termasuk area b. Lembar a. Wawancara Informasi mengenai
kerja bersih dan siap Observasi kegiatan pemastian
b. Observasi peralatan sebelum dan
digunakan sebelum dan c. SOP / Aturan
sesudah praktikum laboratorium c. Telaah Dokumen sesudah praktikum

Melakukan kegiatan a. Pedoman


pemeriksaan tumpahan, wawancara Infromasi mengenai
kebocoran wadah, b. Lembar a. Wawancara
kegiatan pemeriksaan
kerusakan alat, kabel Observasi b. Observasi tumpahan, kebocoran
c. SOP / Aturan wadah, kerusakan alat,
laboratorium c. Telaah Dokumen kabel
66

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
Melakukan pengukruan
Intensitas pencahayaan Hasil Pengukuran
dilaboratorium umum Pencahayaan umum
bernilai 450-550 lux pada masing-masing
Lux meter Pengukuran
(Peraturan Menteri laboratorium Fikes UIN
Kesehatan No. 70 tahun Syarif Hidayatullah
2016 : NAB pencahayaan = Jakarta.
500 lux)

d. Pelibatan pengguna lab Evaluasi kegiatan a. Pedoman Informasi mengenai


dalam menjaga komunikasi mengenai wawancara kegiatan komunikasi
kebersihan prosedur dan tanggung b. Lembar a. Wawancara prosedur dan tanggung
laboratorium (sustain) jawab terhadap setiap Observasi jawab kebersihan
pengguna laboratorium b. Observasi laboratorium dan
c. SOP / Aturan
mengenai kebersihan laboratorium c. Telaah Dokumen penyimpaan bahan
laboratorium maupun kimia pada setiap
penyimpanan bahan kimia pengguna laboratorium

Evaluasi mengenai kegiatan a. Pedoman


pelatihan yang diakukan wawancara Informasi mengenai
mengenai prinsip b. Lembar a. Wawancara kegiatan pelatihan yang
penggunaan laboratorium Observasi telah dilakukan
b. Observasi mengenai prinsip
c. SOP / Aturan
laboratorium c. Telaah Dokumen penggunaan
laboratorium
67

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
Evaluasi mengenai kegiatan
audit yang dilakukan di
setiap laboratorium a. Pedoman
wawancara Informasi mengenai
a. Wawancara kegiatan audit yang
b. Lembar
Observasi b. Observasi dilakukan di setiap
laboratorium

e. Petunjuk / prosedur Identifikasi dokumen Infrormasi mengenai


(Standardize) tertulis berupa pengigat ketersediaan dokumen
visual mengenai petunjuk a. Pedoman a. Wawancara tertulis maupun
ataupun aturan mengenai Wawancara b. Telaah pengingat visual
penyimpanan bahan kimia b. SOP / Aturan dokumen ataupun aturan
yang aman laboratorium mengenai penyimpanan
bahan kimia

Melakukan pengukuran Hasil Pengukuran suhu


suhu di setiap laboratorium pada masing-masing
(Peraturan Menteri Tenaga Higrometer Pengukuran laboratorium Fikes UIN
Kerja No. 05 tahun 2018 : Syarif Hidayatullah
NAB suhu = 23C-26C) Jakarta.

Melakukan pengukuran Hasil Pengukuran


Kelembaban di setiap kelembaban pada
laboratorium Higrometer Pengukuran masing-masing
(Peraturan Menteri Tenaga laboratorium Fikes UIN
Kerja No. 05 tahun 2018 : Syarif Hidayatullah
68

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
NAB kelembaban= 40- Jakarta.
60%)

Evaluasi peran dan a. Pedoman Informasi mengenai


tanggung jawab pekerja Wawancara a. Wawancara peran dan tanggung
maupun pengguna b. Lembar jawab pekerja maupun
laboratoium untuk menjaga b. Observasi pengguna laboratorium
Observasi
budaya kebersihan c. SOP / Aturan c. Telaah Dokumen dalam menjaga
laboratorium kebersiha laboratorium

6. Perawatan terhadap Evaluasi penyimpanan Informasi mengenai


pengendalian stok bahan kimia bahan kimia yang pengelolaan terkait stok
(Maintan good stock control) memerhatikan pengelolaan bahan kimia yang
terkait persediaan bahan a. Pedoman meliputi : pengecekan
kimia yang meliputi : Wawancara a. Wawancara tanggal kadarluarsa,
pengecekan tanggal b. Lembar pemberian label ketika
b. Observasi
kadarluarsa, pemakaian Observasi pertama kali botol di
bahan kimia menggunakan c. SOP / Aturan c. Telaah Dokumen buka, pemakaian bahan
kaidah FIFO dan FEFO. laboratorium kimia menggunakan
kaidah FIFO dan FEFO
(Permenkes No. 43 tahun
2013)
7. Peletakkan bahan kimia (Do Evaluasi penyimpanan a. Pedoman
not store chemical under sinks) bahan kimia yang tidak Wawancara a. Wawancara
diletakkan di bawah b. Lembar Informasi mengenai
b. Observasi penyimpanan ataupun
westafel Observasi
c. SOP / Aturan c. Telaah Dokumen peletakkan bahan kimia
(Occupational Safety Health laboratorium
69

NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
and Administration)

Evaluasi peran dan


tanggung jawab pekerja
maupun pengguna
laboratoium untuk menjaga
budaya kebersihan,
8. Penyimpanan yang dapat Evaluasi ketinggian Hasil pengukuran
dijangkau penglihatan penyimpanan bahan kimia ketinggian rak
(Sensible shelf storage) yang dapat dijangkau penyimpanan bahan
dengan penglihatan kimia dari masing-
(setinggi bahu orang dewasa masing laboratorium
atau berkisar 127,2 cm – Meteran Pengukuran Fikes UIN Syarif
133,8 cm) Hidayatullah Jakarta
(University Nothingham,
(2012) dan Nurmianto,
(1991) )
70

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Peneltian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif yang menggunakan

pendekatan deskriptif. Pendekatan kualitatif dipilih yaitu untuk dapat menggambarkan

sacara lebih rinci mengenai gambaran penyimpanan bahan kimia dari masing-masing

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

dijadikan sebagai lokasi penelitian.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitan ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Laboratoium tersebut diantaranya :

Laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia obat, PDR, penelitian II, PMC,

PSO, dan PHA. Pemilihan lokasi penelitian tersebut didasarkan oleh karena

banyaknya variasi bahan kimia serta tingginya intensitas penggunaan laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta oleh

mahasiswa maupun laboran. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga

Agustus 2019.

C. Objek dan Informan Penelitian

1. Objek

Objek dalam penelitian ini adalah seluruh bahan kimia yang terdapat di

Laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia obat, PDR, penelitian II,

PSO, dan PHA. Pemilihan bahan kimia pada 7 laboratorium tersebut didasarkan

oleh banyaknya variasi yang dimiliki dari setiap bahan kimia. Dengan banyaknya

70
71

variasi bahan kimia tersebut maka perlu untuk memerhatikan prinsip

penyimpanan bahan kimia..

Bahan kimia yang dijadikan sebagai objek penelitian yaitu bahan kimia

yang digunakan untuk kegiatan praktikum mahasiswa yang dapat dilihat dari

data bahan habis pakai di dokumen alat inventaris alat dan bahan selain itu

bahan kimia yang bukan telah menjadi bahan kimia yang sudah berbentuk

produk baik obat-obatan, media kultur bakteri maupun produk shampo, minyak

telon dll. Hal ini didasarkan oleh penentuan kompatibilitas bahan kimia hanya

dapat ditentukan pada bahan kimia yang belum diolah menjadi produk.

2. Informan

Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu

peneliti memiliki pertimbangan dan kriteria tertentu untuk dilibatkan sebagai

informan penelitian. Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi informan

utama, informan pendukung dan informan kunci. Dimana kriteria informan

utama, infoman pendukung dan informan kunci yaitu bekerja di laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bertanggung

jawab atau berhubungan dengan pengelolaan laboratorium baik sarana dan

prasarana maupun manajemen laboratorium. Informan utama yaitu laboran

sedangkan untuk informan pendukung yaitu kepala STP laboratorium

Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia obat, PDR, penelitian II, PSO, dan

PHA,dan informan kunci yaitu kepala laboratorium.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini menggunakan lembar observasi, pedoman

wawancara, lembar data keselamatan bahan kimia (Material Safety Data Sheet) ,
72

Matriks Penempatan Bahan Kimia (Chemcial Compatibillity Matrix), dan SOP /

Aturan laboratorium, alat ukur yaitu meteran lux meter dan higrometer, kamera dan

recorder.

1. Lembar observasi digunakan untuk mengukur variabel pelabelan (Labelling),

kompatibilitas bahan kimia (Compatibillity), kuantititas bahan kimia sedikit

(minimise quantities), perawatan kebersihan laboratorium (Maintain good

houskeeping), perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia (Maintain

good stock control) dan peletakan bahan kimia (Do not store chemical under

sinks). Penyusunan lembar observasi mengacu pada standar yang dikeluarkan

oleh University Nothingham, (2012) dan didukung dari teori lain.

2. Pedoman wawancara digunakan untuk mengukur variabel perawatan terhadap

Pelabelan Bahan Kimia (Labelling), Kompatibilitas Bahan Kimia

(Compatibillity), pengendalian stok bahan kimia (Maintan good stock

control), perawatan kebersihan laboratorium (Maintan good houskeeping),

pengadaan kuantitas bahan kimia dalam jumlah minimal (Minimise

quantities), peletakkan bahan kima (do not store chemical under sink) dan

penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau dengan penglihatan (Sensible

Shelf Storage)

3. Material Safety Data Sheets digunakan untuk mengetahui kelompok bahan

kimia yang akan digunakan untuk pengkategorian kompatibilitas bahan kimia

dari masing-masing bahan kimia yang terdapat di laboratorium.

4. Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia digunakan untuk membandingkan dan

mengevaluasi kesesuaian penyimpanan bahan kimia yang terdapat di setiap

laboratorium dengan standar penyimpanan bahan kimia berdasarkan matriks

yang dikeluarkan oleh CRC laboratory, (2012)


73

5. SOP / Aturan laboratorium digunakan sebagai perbandingan antara aturan

umum penggunaan maupun penyelenggaraan laboratorium yang berlaku di

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan fakta yang ditemukan di lapangan. Sehingga dapat diketahuinya

kesesuaian ataupun ketidaksesuaian dari hasil perbandingan fakta tersebut.

6. Alat Ukur

a. Meteran

Meteran digunakan untuk mengukur ketinggian rak penyimpanan bahan

kimia. Meteran yang digunakan yaitu meteran yang sering digunakan

untuk mengukur panjang kayu, luas bangunan dll dengan panjang 10

meter.

b. Lux meter

Lux meter digunakan untuk mengukur intesitas pencahayaan di

laboratorium baik pengukuran pencahayaan umum maupun pengukuran

pencahayaan setempat

c. Higrometer

Higrometer digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban yang

terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

7. Kamera digunakan untuk mendokumentasikan gambar terkait temuan di

lapangan terkait ketidaksesuaian penyimpanan bahan kimia.

8. Recorder atau perekam suara digunakan untuk merekam hasil wawancara

dengan informan
74

E. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa berasal dari data

primer dan sekunder. Adapun rincian dari data tersebut adalah :

1. Data primer yang diperoleh secara langsung yaitu berasal dari hasil observasi dan

wawancara.

b. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati kesesuaian komponen label

pada bahan kimia di laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga didapatkan data mengenai gambaran kondisi serta jumlah label

bahan kimia pada masing-masing laboratorium. Observasi dilakukan untuk

mengamati kesesuaian penyimpanan bahan kimia yang digunakan di

Laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan matriks

kompatibilitas sehingga didapatkan data mengenai jumlah bahan kimia yang

tidak sesuai penempatan berdasarkan matriks kompatibilitas dari masing-

masing laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu,

observasi dilakukan untuk mengamati mengenai perawatan kebersihan

laboratorium, perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia serta

peletakan bahan kimia

c. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengetahui mengenai pelabelan bahan

kimia (Labelling), kompatibilitas bahan kimia (Compatibility), kuantitas

bahan kimia sedikit (Minimise quantities), perawatan kebersihan

laboratorium (Maintain good houskeeping), perawatan terhadap

pengendalian stok bahan kimia (Maintan good stock control), peletakkan

bahan kimia (do not store chemical under sink), penyimpanan bahan kimia
75

yang dapat dijangkau dengan penglihatan (Sensible shelf storage). Serta

alasan terkait tidak dilakukan maupun tidak adanya aktivitas ataupun

kegiatan tersebut dari masing-masing laboratorium Fikes UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Wawancara dilakukan untuk mendukung data yang

didapatkan dari hasil observasi. Sehingga diharapkan dapat saling

memberikan kejelasan maupun klarifikasi dari masing-masing data yang

didapatkan.

2. Data sekunder diperoleh dari daftar inventaris alat dan bahan kimia Fakultas

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Matrial Safety Data Sheet ,

matriks kompatibilitas bahan kimia Serta Standar Operasional Prosedur

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

a. Daftar Inventaris alat dan Bahan Kimia

Daftar inventaris alat dan bahan kimia digunakan untuk mengetahui

jumlah bahan kimia yang digunakan oleh mahasiswa dari masing-masing

laboratorium serta digunakan untuk mengelompokkan bahan kimia

berdasarkan kelompok bahan kimianya seperti : organic acid, in organic

acid dll. Pengelompokkan bahan kimia ini didasarkan dari kelompok bahan

kimia yang terdapat di matriks komaptibilitas menurut CRC laboratory,

(2012)

b. Material Safety Data Sheet

Dokumen ini digunakan untuk melihat dari masing-masing bahan

kimia terkait kelompok kompatibilitasnya yang tercantum pada sub bagian

tata cara penanganan dan penyimpanan bahan kimia. Sehingga diketahuinya

data mengenai kompatibilitas antar bahan kimia yang tidak ditemukan

kelompok bahan kimianya.


76

c. Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia

Matriks kompatibilitas bahan kimia CRC laboratory, (2012)

merupakan matriks yang menjelaksan mengenai penyimpanan bahan

kimia berdasarkan similaritas kelompok bahan kimia. Bahan kimia yang

memiliki sifat tidak similar atau inkompatibilitas tidak boleh disatukan

atupun disimpan secara berdampingan. Tanda bahan kimia yang tidak

inkompatibilitas di dalam matriks dapat disajikan dalam simbol “X’ atau

yang lainnnya. Matriks kompatibiilitas bahan kimia digunakan untuk

membandingkan hasil observasi penyimpanan bahan kima yang diperoleh

dari pengamatan dengan ketentuan yang tercantum pada matriks. Sehingga

diperoleh data mengenai gambaran ataupun jumlah bahan kimia yang telah

maupun belum disimpan berdasarakan kompatibilitas bahan kimia.

d. SOP atau aturan umum Laboratorium  Modul

SOP atau aturan umum Laboratorium digunakan sebagai

perbandingan antara aturan umum penggunaan maupun penyelenggaraan

laboratorium yang berlaku di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dengan fakta yang ditemukan di lapangan.

Sehingga dapat diketahauiya kesesuaian ataupun ketidaksesuaian dari hasil

perbandingan fakta tersebut.

F. Validasi Data

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan validasi data digunakan metode

triangulasi sumber dan traingualsi teknik. Triangulasi sumber digunakan untuk

membandingkan hasil data yang diperoleh dari informan. Tujuannnya untuk menguji

kredibilitas data dari berbagai informasi yang diberikan dari informan yang berbeda.

Informan dalam penelitian ini yaitu laboran dan kepala laboratorium. Kemudian
77

triangualsi teknik digunakan untuk membandingkan hasil wawancara dengan hasil

observasi maupun hasil dari telaah dokumen yang telah didapatkan. Tujuannya agar

masing-masing informasi dapat diuji kebenarannya serta dapat saling melengkapi

informasi satu sama lain. Triangulasi teknik dalam penelitian ini yaitu, wawancara,

observasi dan telaah dokumen. Berikut merupakan ringkasan mengenai triangulasi

data yang akan digunakan pada penelitian ini yang dapat dilihat pada tabel 4.1 :
78

Tabel 4.1 Ringkasan Triangulasi Data

No. Variabel Triangulasi Teknik Triangulasi Sumber


Observasi Wawancara Telaah Pengukuran Informan Informan Informan
Dokumen Utama Pendukung Kunci (Kepala
(Laboran) Laboratorium)
(STP)
1. Pelabelan Bahan
   -   
Kimia (Labelling)
2. Kompatibilitas
Bahan Kimia    -   
(Compatibility)
3. Kuantitas sedikit
(minimise    -   
quantities)
4. Perawatan
kebersihan
laboratorium       
(maintain good
houskeeping)
5. Perawatan
pengendalian stok
bahan kimia    -   
(Maintain good
stock control)
79

No. Variabel Triangulasi Teknik Triangulasi Sumber


Observasi Wawancara Telaah Pengukuran Informan Informan Informan
Dokumen Utama Pendukung Kunci (Kepala
(Laboran) Laboratorium)
(STP)
6. Peletakkan Bahan
Kimia (do not
   -   
store chemical
under sink)
7. Penyimpanan
bahan kimia yang
dapat dijangkau
      
penglihatan
(Sensible shelf
storage)
80

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Seluruh data yang telah dikumpulkan, kemudian diolah dengan serangkaian

tahapan pengolahan data tujuannya agar data siap untuk dilakukan analisis dan

interpretasi. Adapun tahapannya sebagai berikut:

1) Teknik Pengolahan dan Analisis Data terkait Kompatibilitas Bahan Kimia

a. Mengidentifikasi kelompok bahan kimia dari masing-masing bahan kimia

yang tercantum dalam daftar invetaris alat dan bahan kimia pada masing-

masing laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Menentukan kompatibilitas dari masing-masing bahan kimia sesuai

dengan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC Laboratory.

Bahan kimia yang telah dikategorikan selanjutnya ditentukan tidak boleh

bersebelahan dengan bahan kimia yang tidak kompatibel (cocok) untuk

disimpan. Misalnya bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok bahan

kimia asam organik tidak boleh disimpan secara bersebelahan dengan

bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok asam inoganik, caustic dll

c. Melakukan analisis perbandingan terhadap data existing bahan kimia

yang telah didapatkan dari hasil observasi dengan keseharusan

penyimpaanan bahan kimia yang sesuai dengan matriks kompatibilitas

bahan kimia. Penempatan bahan kimia yang tidak sesuai dengan matriks

tersebut akan dijadikan sebagai bahan temuan yang selanjutnya akan

disusun rekomendasi untuk penyimpanan bahan kimia yang sesuai

matriks kompatibilitas bahan penyimpanan bahan kimia

80
81

d. Mendata jumlah bahan kimia yang menjadi temuan atau tidak sesuai

dengan matiks kompatibilitas bahan kimia dari masing-masing

laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

e. Melakukan pemetaan berdasarkan jumlah temuan bahan kimia yang tidak

kompatibilitas pada masing-masing laboratorium Fikes UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2) Teknik Pengolahan dan Analisis Data terkait Hasil Wawancara

a. Reduksi Data

Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang telah

dikumpulkan yang berasal dari hasil wawancara dan catatan-catatan

tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu

dan mengorganisasi data dengan sedemikian rupa sehingga didapatkan

kesimpulan akhir dengan melakukan pengecekan terhdap hasil observasi

yang didapatkan.

b. Penyajian Data

Merupakan kegiatan penyusunan informasi untuk memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Bentuk penyajian data kualitatif dapat berupa teks naratif yang berbentuk

catatan lapangan ataupun matriks, grafik, jaringan dan bagan. Dalam

penelitian ini bentuk penyajian data yang akan ditampilkan yaitu berupa

narasi, matriks atau tabel.


82

c. Penarikan Kesimpulan

Merupakan kegiatan untuk menetapkan hasil analisis yang telah

dilakukan. Penarikan kesimpulan dilakukan secara terus-menurus selama

proses penelitian sampai dengan proses analisis.

3) Teknik Pengolahan dan Analisis Data terkait Hasil Pengukuran

a. Pengukuran Pencahayaan

1. Melakukan penentukan titik pengukuran pencahyaan. Penentuan titik

pengukuran pencahayaan umum didasarkan dengan ukuran luas

ruangan masing-masing laboratorium

2. Melakukan pengukuran pencahayaan umum

3. Mendata hasil pengukuran pencahayaan umum maupun setempat yang

telah dilakukan pada masing-masing laboratoium Fikes UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

4. Membandingkan hasil pengukuran dengan standar atau NAB

pencahayaan (Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 : NAB

pencahayaan = ± 10% dari 500 lux)

5. Memetakkan hasil perbandingan pengukuran pencahayaan dan NAB

pada masing-masing laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Baik hasil pengukuran pencahayaan umum maupun setempat

b. Pengukuran Ketinggian Rak Penyimpanan Bahan Kimia

1. Mendata hasil pengukuran ketinggian rak penyimpanan bahan kimia

darii masing-masing laboratorium


83

2. Membandingkan hasil pengukuran dengan standar ketinggian rak

penyimpanan menurut University Nothingham, (2012) dan Nurmianto,

(1991) yaitu sebesar 127,2 – 133,8 cm.

3. Memetakkan hasil pengukuran ketinggian rak penyimpanan bahan

kimia yang telah dibandingkan dengan standar pada masing-masing

laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Pengukuran Suhu

1. Mendata hasil pengukuran suhu ruangan di masing-masing

laboratorium

2. Membandingkan hasil pengukuran dengan standar suhu menurut

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05 Tahun 2018 yaitu sebesar

23C-26C

3. Memetakkan hasil pengukuran suhu ruangan laboratorium yang telah

dibandingkan dengan standar pada masing-masing laboratorium Fikes

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

d. Pengukuran Kelembaban

1. Mendata hasil pengukuran kelembaban ruangan di masing-masing

laboratorium

2. Membandingkan hasil pengukuran dengan standar suhu menurut

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05 Tahun 2018 yaitu sebesar 40-

60%

3. Memetakkan hasil pengukuran kelembaban ruangan laboratorium

yang telah dibandingkan dengan standar pada masing-masing

laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


74

BAB V

HASIL

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium 7 Laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7

laboratorium tersebut diantaranya laboratorium farmakogonosi-fitokimia,

penelitian II, Kimia obat, PDR, PSO, PHA, dan HEN . Laboratorium

tersebut merupakan laboratorium yang terdapat bahan kimia dan sering

digunakan untuk penunjang kegiatan pembelajaran mahasiswa.

Laboratorium yang dijadikan sebagai lokasi penelitian terletak

pada lantai 3,4 dan 5 gedung Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun fungsi dari masing-masing

laboratorium tersebut yaitu terkait dengan penyelenggaraan praktikum

pembuatan obat-obatan, bahan kosmetik, uji halal obat, dan uji kualitas

lingkungan.

1. Bahan Kimia di Laboratorium

Berdasarkan data inventaris alat dan bahan kimia

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, diketahui dari 7 laboratorium yang dijadikan sebagai lokasi

penelitian terdapat bahan kimia sebanyak 347 bahan kimia yang

bervariasi dan sering digunakan dalam kegiatan praktikum. Bahan-

bahan kimia tersebut tergolong kedalam kategori sifat bahaya korosi

sebanyak 77,9% iritan 14,9%, serta bersifat toksik sebanyak 7,2%

84
85

2. Prosedur Keselamatan Kerja di Laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan

Kegiatan di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang dijadikan sebagai lokasi penelitian

tidak terlepas dengan penggunaan bahan kimia. Segala bentuk

kegiatan praktikum yang menggunakan bahan kimia, jika tidak

dilaksanakan secara hati-hati maka dapat menimbulkan bahaya

maupun berbagai efek samping baik efek keselamatan, kesehatan

maupun efek terhadap lingkungan. Untuk itu dalam menunjang

keselamatan pengguna laboratorium, prosedur mengenai

keselamatan kerja di laboratorium harus dapat menjamin

keselamatan kerja dan dapat menerangkan setiap perlengkapan

maupun tahapan proses yang sesuai dengan standar yang ditetapkan

mengenai keselamatan laboratorium.

Prosedur Keselamatan kerja yang terdapat di laboratorium

fakultas ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tercantum

pada aturan keamanan dan keselamatan laboratoium yang di tempel

pada dinding laboraorium. Prosedur ini hanya terdapat pada empat

laboratorium (Farmakogonosi, Penelitian II, Kimia Obat dan

laboraorium halal). Adapun rincian dari isi prosedur tersebut

mengatur mengenai :

a. Keterangan bahaya yang ditimbulkan dari penanganan bahan

kimia yang tidak tepat ketika kegiatan praktikum dilakukan


86

tanpa memerhatikan aspek keselamatan dan keamanan kerja

di laboratorium

b. Jenis peralatan yang harus digunakan oleh pengguna

laboratorium mengenai :

1) Jas laboratorium dan alas kaki tertutup

2) Sarung tangan, kaca mata pelingung (googles) untuk

menangani zat-zat kimia tertentu yang berbahaya

3) Jika menggunakan zat kimia asam atau basa pekat atau

melakukan pekerjaan dengan bahan yang mudah meledak

perlu menggunkan pelindung muka dan bekerja di lemari

asam

c. Keterangan mengenai himbauan untuk melakukan kegiatan

praktikum dengan hati-hati dan menyadari bahwa setiap

bahan kimia dapat menjadi sumber bahaya dan kecelakaan

d. Keterangan mengenai himbauan untuk memerhatikan sifat

zat bahan kimia dan membaca penjelasan pada setiap wadah

reagensia

e. Keterangan mengenai himbauan untuk menangani bahan

kimia sesuai dengan karakteristiknya dengan melihat label

keselamatan bahan yang telah disediakan

f. Keterangan mengenai himbauan untuk mengetahui

karakteristik senyawa bahan kimia yang akan digunakan

dalam penelitian serta mengetahui bagaimana cara

penyimpanan senyawa bahan kimia yang benar.


87

g. Himbauan mengenai kewajiban untuk memberikan label pada

senyawa bahan kimia yang disimpan pada lemari pendingin

sesuai dengan isinya dan masa pakai.

h. Keterangan mengenai himbauan kehati-hatian dalam

menggunakan bahan kimia yang dapat menimbulkan luka

bakar. Misalnya asam-asam pekat (H2SO4, HNO3, HCL),

basa-basa kuat (KOH,NaOH dan NH4OH) dan oksidator kuat

(air, brom, iod, senyawa klor dan permanganat)

i. Keterangan mengenai tindakan pertolongan pertama jika

terjadi insiden bahan kimia cairan yang tertelan harus segera

memuntahkan dan kumur-kumur dengan air bersih dalam

jumlah banyak

j. Keterangan mengenai tindakan pertolongan pertama yang

harus dilakukan jika suatu zat tertelan dan harus diberikan

penawar sesuai dengan jenis larutan yang terminum seperti :

1) Asam, diencerkan dengan minum banyak air diikuti

dengan air susu

2) Alkalis, dilarutkan dengan minum banyak air diikuti

dengan minum lemon / jus jeruk / susu

3) Garam-garam logam berat, berikan putih telur atau susu

k. Keterangan mengenai tindakan pertolongan pertama yang

harus dilakukan jika terjadi tumpahan zat kimia berbahaya

seperti :
88

1) Apabila terkena mata, dicuci dengan air mengalir dalam

jumlah besar selama 15 menit

2) Apabila terkena kulit, dicuci dengan air mengalir dalam

jumlah banyak dan secepatnya.

l. Keterangan mengenai himbauan untuk melaporkan setiap

kecelakaan yang terjadi di laboratorium

B. Gambaran Penyimpanan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Analisis penyimpanan bahan kimia yaitu memerhatikan 7 aspek

prinsip-prisip penyimpanan bahan kimia aman yang dikeluarkan oleh

University of Nothingham, (2012). Pengambaran tersebut melihat dari

masing-masing pemenuhan aspek kesesuaian yang telah diterapkan

dengan ketentuan yang harus dilakukan pada setiap aspek prinsip

penyimpanan bahan kimia.

Penilaian kesesuaian penyimpanan bahan kimia aman didasarkan

apabila seluruh aspek prinsip penyimpanan bahan kimia aman dapat

terpenuhi. Sedangkan penilaian penyimpanan bahan kimia tidak aman

didasarkan pada apabila terdapat salah satu aspek prinsip penyimpanan

bahan kimia tidak terpenuhi. Berikut merupakan rincian dari masing –

masing aspek prinsip penyimpanan bahan kimia di laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan Univerisitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2019 :
89

1. Gambaran Pelabelan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2019

Dalam menentukan kesesuaian pelabelan bahan kimia di masing-

masing laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

syarif Hidayatllah Jakarta, peneliti menggunakan kriteria pelabelan bahan

kimia yang mengacu pada Peraturan Perindustrian No. 23/M-

IND/PER/4/2013. Dimana kriteria dalam peraturan tersebut menyatakan

bahwa setiap bahan kimia wajib diberikan label yang berisi informasi

mengenai penanda produk, piktogram bahaya, kata sinyal, pernyataan

bahaya, identifikasi produsen dan informasi mengenai tindakan

pencegahan).

Untuk dapat menentukan kesesuaian dari setiap label bahan kimia

yang terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Jakarta, peneliti memperoleh data dengan cara melakukan

observasi serta wawancara mendalam mengenai pelabelan dan alasan

terkait tidak sesuainya label bahan kimia di masing-masing laboratorium.

Berikut adalah hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat pada

tabel 5.1
90

Tabel 5.1 Gambaran Pelabelan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2019

No. Laboratorium Kriteria Pelabelan Bahan Kimia


Inforrmasi mengenai
Penanda Produk Piktogram Bahaya Kata Sinyal Pernyataan Bahaya Identifikasi Produsen tindakan pencegahan Keterangan
(Precuationary Measures)
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N %
1. Farmakogonosi- 111 100 0 0 90 81,1 21 18,9 90 81 21 18 90 81 21 18, 90 81, 21 18,9 90 81,1 21 18,9 Tidak Sesuai
Fitokimia ,1 ,9 ,1 9 1

(n) = 111 botol bahan


kimia
2. Penelitian II 286 100 0 0 142 49,7 144 50,3 14 49 144 50 142 49 144 50, 14 49, 144 50,3 142 49,7 144 50,3 Tidak Sesuai
2 ,7 ,3 ,7 3 2 7

(n) = 286 Botol


Bahan Kimia

3. Kimia Obat 418 100 0 0 158 37,7 260 62,3 26 62 158 37 260 62 158 37, 26 62, 158 37,7 260 62,3 158 37,7 Tidak Sesuai
0 ,3 ,7 ,3 7 0 3

(n) = 418 botol bahan


kimia

4. PDR 123 100 0 0 44 35,8 79 64,2 44 35 79 64 44 35 79 64, 44 35, 79 64,2 44 35,8 79 64,2 Tidak Sesuai
,8 ,2 ,8 2 8

(n) = 123 botol


bahan kimia

5. PHA 79 100 0 0 79 100 0 0 79 10 0 0 79 10 0 0 79 10 0 0 79 100 0 0 Sesuai


0 0 0
(n) = 79 botol bahan
91

No. Laboratorium Kriteria Pelabelan Bahan Kimia


Inforrmasi mengenai
Penanda Produk Piktogram Bahaya Kata Sinyal Pernyataan Bahaya Identifikasi Produsen tindakan pencegahan Keterangan
(Precuationary Measures)
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N %
kimia

6. PSO 130 100 0 0 121 93 9 7 95 73 35 27 95 73 35 27 95 73 35 27 95 73 35 27 Tidak Sesuai

(n) = 130 botol bahan


kimia

7. HEN 75 100 0 0 44 58,6 31 41,4 23 30 52 69 23 30 52 69, 23 30, 52 69,4 23 30,6 52 69,4 Tidak Sesuai
,6 ,4 ,6 4 6

(n) = 75 botol bahan


kimia
92

Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta hanya ada 1

laboratorium yaitu laboratorium PHA yang memenuhi aspek pelabelan yang

sesuai dengan kriteria label yang dikeluarkan oleh Global Harmonized System.

Sedangkan 6 laboratorium lainnya yaitu Farmakogonosi-fitokimia, penelitian II,

Kimia Obat, PDR, PSO, dan HEN hanya mencantumkan terkait nama bahan

kimia pada label dan belum mencantumkan terkait piktogram bahaya, kata sinyal,

pernyataan bahaya, identifikasi produsen dan informasi mengenai tindakan

pencegahan.

Berikut adalah salah satu dokumentasi mengenai hasil temuan terkait

pelabelan bahan kimia tidak sesuai maupun yang telah memenuhi kriteria :

Sesuai Hanya
Kritera mencantumkan nama
bahan kimia

Tidak ada piktogram, kata sinyal,


pernyataan bahaya, informasi
pencegahan,
Sumber : Primer

Gambar 5.1 Dokumentasi Pelabelan di Laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


93

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada setiap

laboran Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

menyebutkan bahwa alasan tidak terpenuhinya aspek pelabelan bahan kimia di

laboratorium yaitu disebabkan oleh belum adanya aturan baku mengenai sistem

pelabelan bahan kimia, tidak adanya review yang melihat terkait kesesuaian

semua aspek terkait manajemen laboratorium maupun keselamatan laboratorium,

serta kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh laboran terkait pelabelan bahan

kimia yang sesuai dengan standar. Berikut merupakan beberapa hasil wawancara

yang dilakukan oleh laboran :

“Hanya mencantumkan nama alasannya agar tau itu bahan apa, alasan

lain karena tidak kepikiran dan karena tidak ada perintah dari atasan, untuk

aturan tidak ada “. (IU2)

“Hanya mencantumkan nama alasannya karena ketidaktahuan dan


mengikuti yang terdahulu”. (IU3)
Hasil dari wawancara dengan informan utama diatas didukung oleh

informan lain. Berikut adalah kutipan wawancaranya :

“Sistem pelabelan disini belum ada, kita belum mematok pelabelan harus

kaya gimana, jadi selama ini itu yang dicantumkan hanya bahan kimia,

konsentrasinya dan tanggal pembuatan. Setau saya selama saya menjadi kepala

STP aturan mengenai pelabelan tersebut belum ada.” (IP1)

Penjelasan dari kedua informan tersebut dilengkapi dengan oleh informan

kunci, bagaimana terkait klarifikasi mengenai peraturan dan review terkait

pelabelan bahan kimia.

“SOP mengenai sistem pelabelan belum ada, selama ini kita baru fokus

terkait di penyelenggaraan praktikum, bagaimana mahasiswa disetiap semesternya


94

bisa praktikum tanpa ada kendala, untuk SOP-SOP kami belum fokus kearah situ,

paling cuma ada SOP alat dan tata tertib. Orientasinya masih praktikum harus

berjalan. Dan hal tersebut menurut kita belum urgent. Peninjauan ulang belum

dilakukan, peninjauan hanya dilakukan mengenai pengadaan bahan kimia

(BHP)”.(IK1)

2. Gambaran Kompatibilitas bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Penentuan kriteria kesesuaian kompatibilitas bahan kimia diperoleh dari

hasil observasi yang dilakukan dengan cara membandingkan penempatan wadah

bahan kimia yang disimpan di dalam rak penyimpanan bahan kimia dengan

kesesuaian jenis kelompok bahan kimia dan kesesuaian mengenai matiks

kompatibilitas bahan kimia yang dikeluarkan oleh University of Nothingham.

(2012). Selain melihat mengenai penempatan bahan kimia di laboratorium, peneliti

juga mengumpulkan data untuk menanyakan terkait alasan apabila tidak

terpenenuhinya penyimpanan bahan kimia yang disimpan berdasarkan kelompok

kompatibilitasnya yaitu melalui wawancara. Adapun hasil observasi yang telah

dilakukan di delapan laboratorium yang menjadi lokasi penelitian dapat terlihat

pada tabel 5.2


95

Tabel 5.2 Gambaran Kompatibilitas Bahan Kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Jumlah yang
ditempatkan Kelompok Potensi Efek yang
No. Laboratorium Temuan Inkompibel Keterangan
tidak Inkompatibel ditimbulkan
kompatibel
a. Iron III Chlorida X a. Halogeneted Dapat mengalami
Bismuth III Nitrit Compound X dekomposisi, kondensasi
(Ruang In Organic atau polimerisasi
Farmakogonosi- Spektofotometri)
1. 1 berbahaya serta dapat Tidak Sesuai
Fitokimia
mengeluarkan gas
beracun atau dapat
menjadi reaktif.
a. Asam Oksalat X a. Organic X Dapat menyebabkan
2. Penelitian II 1 Tidak Sesuai
CMC Na (Lemari I) Monomer lebih reaktif
a. Kalium Iodat X a. Halogeneted Keterangan
Natrium Carbonat Compound X Meningkatkan reaksi Tidak Sesuai
3. Kimia Obat 4 (Ruang Laboran + Alkylene kebakaran
alat) Oxide
b. Natrium Carbonat X b. Alkylene Keterangan mengenai Tidak Sesuai
Ammonium Oksalat Oxide X
96

Jumlah yang
ditempatkan Kelompok Potensi Efek yang
No. Laboratorium Temuan Inkompibel Keterangan
tidak Inkompatibel ditimbulkan
kompatibel
(Ruang Laboran + Ammonia efek tidak tersedia
alat)
c. Asam Sulfat X c. Inorganic Dapat menyebabkan
Benzaldehid acid X kebakaran dan ledakan Tidak Sesuai
(Lemari asam II) Organic acid
d. Asam Sulfat X d. Inorganic Dapat menyebabkan
Natrium Benzoat acid X kebakaran dan ledakan Tidak Sesuai
(Lemari asam IV) Oganic acid
a. Iron III Chloride a. Halogeneted Dapat menimbukan
hexahydrate X Compound X reaksi oksidasi yang
cadmium Sulfate inorganic mengakibatkan
(Lemari I) acid peningkatan risiko
4. PDR 1 kebakaran atau ledakan Tidak Sesuai
dan pelepasan gas / uap
korosif, selain itu
berisiko mengalami
penyalaan yang spontan.
5. PHA Tidak ditemukan bahan kimia yang disimpan tidak inkompatibel Sesuai
a. Sodium carbonat X a. Inroganic Dapat menyebabkan
6. PSO 3 Sodium Cyclamate acid X kebakaran dan ledakan Tidak Sesuai
(Lemari I atas) organic acid
97

Jumlah yang
ditempatkan Kelompok Potensi Efek yang
No. Laboratorium Temuan Inkompibel Keterangan
tidak Inkompatibel ditimbulkan
kompatibel

b. Natrium alginat X b. Monomer X Keterangan mengenai


Natrium Bikarbonat alcohol potensi efek yang
(Lemari 2 Bawah) glycol, ether Tidak Sesuai
ditimbulkan tidak
tersedia
c. Sorbitol X PEG 400 c. Alcohol,glyc Keterangan mengenai
(Lemari IV) ol ether X potensi efek yang
Monomer Tidak Sesuai
ditimbulkan tidak
tersedia
a. Kalium Klorida X a. Halogeneted Keterangan mengenai
NaOH Compound X potensi efek yang
(Lemari 4) caustic ditimbulkan tidak
7. HEN 1 Tidak Sesuai
tersedia
98

Berdasarkan hasil observasi dari 7 laboratorium yang dijadikan sebagai

lokasi penelitian, 1 laboratorium yaitu laboratorium PHA sudah memenuhi aspek

kompatibilitas. Dimana pada kedua laboratorium tersebut tidak ditemukan bahan

kimia yang disimpan sesuai dengan sifat dan kompatibilitas dari masing-masing

bahan kimia. Pada laboratorium PHA bahan kimia dipisahkan berdasarkan bentuk

dan sifat kimianya (mudah terbakar, ekspolsif, korosif dll) sehingga hal ini yang

menyebabkan bahwa penyimpanan bahan kimia di laboratorium tersebut secara

tidak sengaja memenuhi aspek kompatibilitas bahan kimia. Sedangkan pada 6

laboratorium lainnya masih ditemukan bahan kimia yang disimpan tidak sesuai

dengan kompatibilitas bahan kimia. 4 laboratorium diantaranya disebabkan oleh

sistem penyimpanan bahan kimia yang digunakan di laboratorium tersebut

menggunakan sistem penyusunan secara alfabetis (abjad) dan dipisahkan

berdasarkan bentuk fisik dari masing-masing bahan tanpa memerhatikan aspek

kompatibilitas. Dan 2 laboratorium diantaranya yaitu laboratorium HEN dan PDR

penyimpanan bahan kimia didasarkan oleh bentuk fisik dan sifat kimianya.

Berikut adalah beberapa hasil dokumentasi dari temuan mengenai

penyimpanan bahan kimia yang disimpan tidak pada kelompok kompatibilitasnya :


99

Kalium Klorida X NaOH Natrium Alginat X Natrium


Bicarbonat
Laboratorium HEN
Laboratorium PSO

Sodium carbonat X Sodium


Cyclamate
Laboratorium PSO

Sumber : Data Primer

Gambar 5.2 Dokumentasi Temuan Bahan Kimia yang Disimpan Tidak

Kompatibel
100

Hal tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan

informan utama dari masing-maisang laboratorium menyebutkan bahwa sistem

penyimpanan bahan kimia dilaboratoriun menggunakan sistem alfabetis dan

pemisahan secara bentuk fisik. Berikut adalah beberapa kutipan wawancaranya :

“Memakai sistem alpabetis, tidak berdasarkan aspek kompatibilitas

alasannya karena bahannya tidak saling bereaksi dan bukan bahan berbahaya,

mengenai aturan tidak ada, tidak ada perintah, dan lemari penyimpanan terbatas”.

(IU2)

“Berdasarkan abjad alasannya agar mudah dan mengikuti yang terdahulu,

mengenai kompatibilitas belum tahu”. (IU3)

“Seperti biasa di taro di wadah khusus saja, tapi mereka tidak di campur,

misalnya bahan kimia berbahaya tidak dicampur dengan yang mudah rusak atau

korosif di lemari khusus bahan kimia,cara pemisahananya dilihat dari label,

penyimpanan tidak dilakukan berdasarkan kompatibilitasnya tetapi tidak ada

yang bereaksi antar bahan kimia yang berbahaya karena disimpan berdasarkan

sifat fisik bahan kimianya, pelarut dengan pelarut organik dengan organik

padatan dengan padatan,gas dengan gas”. (IU5)

Hasil wawancara dengan informan utama tersebut pula didukung dengan

penjelasan dari informan pendukung yang menyebutkan bahwa penyimpanan bahan

kimia berdasarkan sifat kimia yaitu mudah terbakar, eksplosif, dll dan sifat fisik

yaitu padatan, cairan, gas, dll. Berikut merupakan hasil kutipan wawancara dari

beberapa informan pendukung :

“Disesuaikan dengan cairan-cairan, padat-padat. Diantara cairan yg

padat atau cairan tersebut dilihat dari sifatnya misalnya bahan-bahan yg iritatif
101

disatukan dengan bahan-bahan yang memiliki sifat iritatif, eksplosif-eksplosif”.

(IP7)

Dari kedua hasil wawancara yang dilakukan oleh informan utama dan

informan pendukung dapat diketahui bahwa alasan tidak terpenuhinya mengenai

aspek kompatibilitas adalah yaitu didasarkan oleh aturan yang tidak ada. Kedua

pernyataan tersebut dilengkapi dengan informan kunci yang menyebutkan bahwa

aturan mengenai penyimpanan bahan kimia selama ini belum terdapat aturan baku,

pengorganisasian teknis diserahkan sepenuhnya oleh laboran dan kepala STP

masing-masing laboratorium. Berikut adalah hasil wawancara dengan informan

kunci :

“Kalau aturan baku mengenai penyimpanan bahan kimia tidak ada, hanya

dipisahkan kalau padatan disimpan di lemari atas, pelarut disimpan dilemari

bawahnya karena kalau padatan itu takutnya lembab ya.” (IK2)

“Belum ada aturan, karena kendalanya ada 2 yaa, gudang disini itu belum

ada. Jadi harusnya seluruh bahan kimia yang datang itu masuknya ke gudang baru

nanti ketika dibutuhkan oleh masing-masing di laboratorium baru masuk. Serta

belum jelasnya jobdesk dari masing-masing laboran, STP dan Kepala

Laboratorium sehingga sulit untuk membuat aturan. Selain itu bobot dari beban

kerja STP dan Kepala laboratorium berlebih. Karena selain bertugas menjadi STP

dan Kepala laboratorium memiliki kewajiban juga untuk mengajar sebagai dosen

yang disamakan bobotnya dengan dosen lain hal tersebut membuat kurang fokus

untuk mengurus laboratorium”. (IK1)

Dari wawancara tersebut pula dapat disimpulkan bahwa alasan

penyimpanan bahan kimia berdasarkan alfabetis (abjad) didasarkan tidak adanya


102

aturan baku terkait penyimpanan bahan kimia dan terbatasnya fasilitas (lemari

penyimpanan bahan kimia) yang menunjang untuk dilakukannya penyimpanan

bahan kimia secara benar.

3. Gambaran Pengadaan Kuantitas Bahan Kimia Yang Sedikit Bahan Kimia Di

Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Kesesuaian mengenai pengadaan bahan kimia yang sedikit yaitu dapat

dilihat dari sistem pengadaan bahan kimia yang dilakukan di masing-masing

laboratorium. Penggambaran kesesuaian mengenai pengadaan bahan kimia dapat

dilihat dari berapa banyak praktikum yang berlangsung selama 1 tahun, berapa

banyak bahan kimia yang digunakan dalam setiap praktikum yang tercantum dalam

modul praktikum dan berapa banyak mahasiswa yang menggunakan bahan kimia

ataupun yang mengikuti praktikum. Hasil dari perhitungan dibandingkan dengan

list jumlah permintan bahan habis pakai (BHP) ataupun list inventaris bahan kimia

dari setiap laboratorium di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berikut merupakan hasil telaah dokumen yang telah dilakukan dapat

terlihat pada table 5.3 sebagai berikut :


103

Tabel 5.3 Gambaran Pengadaan Kuantitas Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Kebutuhan Bahan Kimia

Berdasarkan Modul Tidak


tercantum Jumlah
Laboratorium Sesuai Tidak Sesuai dalam modul Bahan Keterangan
Kimia
Berlebih Kurang
N % N %
N % N %

Farmakogonosi- Tidak
0 100 4 66,67 2 33,33 39 100 45
Fitokimia Sesuai

Penelitian II Tidak
0 100 15 83,33 3 16,67 48 100 66
Sesuai

Kimia Obat Tidak


0 100 15 60 10 40 193 100 218
Sesuai

PDR Tidak
0 100 5 50 5 50 8 100 18
Sesuai

PHA Tidak
0 100 2 100 0 0 22 100 24
Sesuai

PSO Tidak
0 100 6 100 0 0 41 100 47
Sesuai

HEN Tidak
0 100 10 76,9 3 23,1 44 100 54
Sesuai

Berdasarkan hasil telaah dokumen dari 7 laboratorium yang dijadikan

lokasi penelitian diketahui semua laboratorium tidak memenuhi aspek pengadaan

kuantitas bahan kimia yang minimal. Dimana pengadaan bahan kimia dari seluruh

laboratorium tersebut tidak disesuaikan berdasarkan kebutuhan praktikum yang

dicantumkan di dalam modul pembelajaran selama 1 tahun yang terdiri dari 2

semester. Terdapat bahan kimia yang diketahui untuk penunjang penelitian yang

dilakukan oleh dosen berada pada laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


104

Hasil telaah dokumen tersebut pula didukung dengan wawncara yang

dilakukan oleh peneliti kepada informan utama, pendukung maupun informan

kunci. Berikut adalah hasil kutipan wawancara dengan beberapa informan utama :

“Berdasarkan kebutuhan praktikum ataupun atas list instruksi dari kepala

STP”. (IU6)

“Berdasarkan praktikum yang di lihat di modul, kepala lab melakukan

pengurangan melihat dana yang ada dan urgensinya. Disini bahan kimia ga semua

punya laboratorium tetapi ada bahan kimia yang untuk penelitian dosen”. (IU5)

Hasil wawancara tersebut didukung dengan hasil wawancara yang

dilakukan oleh informan pendukung. Berikut adalah hasil wawancara yang

dilakukan oleh beberapa informan pendukung :

”Setiap tahun kita melakukan perencanaan yang dilakukan oleh kepala

STP. Perancanaan dibuat berdasarkan pemakaian dari 1 tahun kebelakang sama

jumlah mahasiswa dan jumlah kebutuhan praktikum. Misal tahun lalu cuma

dipakai 1 praktikum kita mesennya cuma sedikit. Tapi kalau misalnya ada

rencana mau dipakai praktikum yang lain misalnya ada tiga atau empat ya kita

tambah, jadi metode konsumsi”. (IP4)

“Kita minta mengajukan lewat lab kepada kepala lab, ya nanti saya engga

tahu biasanya kepala lab lah yang akan menyediakan sesuai dengan yang kita

minta atau sesuai dengan anggaran. Biasanya perminataan itu berdasakan

kebutuhan praktikum apa yang akan dilakukan pada semseter ini butuhnya apa

ketersiadannya yang ada di lab apa sehingga kurangnya ditambah yang tidak ada

di mintakan”. (IP1)
105

Kedua wawancara dari kedua informan tersebut dilengkapi oleh informan

kunci. Bagaimana terkait sistem pengadaan bahan kimia di laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.

Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan kunci :

“Berdasarkan kebutuhan praktikum yang lebih penting biasanya ada bahan

kimia yang khusus untuk penelitian dosen”. (IK1)

Dari hasil telaah dokumen dan wawancara tersebut maka dapat disimpulkan

terkait sistem pengadaan bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu tidak hanya

berdasarkan tingkat kebutuhan praktikum yang ada selama 1 tahun melainkan

terdapat pula permintaan bahan kimia yang disesuaikan dengan kebutuhan

penelitian dosen. Dari masing-masing semester tersebut STP melakukan

perencanaan terkait praktikum apa saja yang akan diselenggarakan sehingga dari

perencanaan tersebut tergambar terkait apa saja kebutuhan bahan kimia yang akan

digunakan dalam 1 tahun. Disamping itu, laboran melakukan inventaris alat dan

bahan dan melakukan pengecekkan terkait bahan apa saja yang masih tersedia di

laboratorium. Kemudian dari hasil perencanaan yang dibuat oleh STP kemudian

dicocokan dengan hasil pengecekaan bahan apa saja yang masih tersedia dan sudah

habis oleh laboran untuk dilakukannya penyusunan list pengajuan bahan kimia

yang dibutuhkan dari masing-masing laboratorium. Hasil dari list kebutuhan

tersebut diserahkan ke kepala laboratorium untuk dikomunikasikan ke masing-

masing program studi untuk melakukan pemesanan bahan sesuai dengan anggaran

yang disediakan dan prioritas kebutuhan bahan kimia yang digunakan.


106

4. Gambaran terkait Perawatan Kebersihan Laboratorium di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Penentuan kesesuaian mengenai aspek prinsip kebersihan laboratorium menggunakan metode 5S yaitu (sort, set in order, shine,

sustain, dan standardize). Berikut adalah hasil observasi yang dilakukan di laboratoium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 Gambaran Metode 5S yaitu (sort, set in order, shine, sustain, dan standardize) di Laboratorium Farmakogonosi Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019

Penyortiran (Sort)

Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian Obat
Fitokimia II
Adanya list kerusakan, tidak terpakai dan tidak berguna lagi pada :
a. Peralatan √ √ √ √ √ - √
Di catat di Di catat di Di catat di Ditulis Di catat di Tidak ada list Tercantum
surat dokumen dokumen dibuku dokumen list ataupun dalam buku
list list besar inventaris catatan untuk catatan
107

Penyortiran (Sort)

Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian Obat
Fitokimia II
perbaikan alat inventaris inventaris “Kerusakan alat dan kerusakan “Data
alat dan alat dan alat” bahan alat Kerusakan
bahan. bahan. Alat”
b. Barang-Barang - - √ - √ - √

Tidak ada Tidak ada Di catat di Tidak ada Dicatat di list Tidak ada Tercantum
list inventaris dalam buku
inventaris catatan
“Data
Kerusakan
Alat”
c. Bahan Kimia - - - - - - -
Tidak ada list terkait bahan kimia yang sudah tidak terpakai kadaluarsa di seluruh laboratorium
Adanya catatan frekuensi √ √ √ √ √ √ √
pemakaian barang (harian,
mingguan)
Terdapat buku catatatan mengenai pemakaian, peminjaman alat, bahan yang tercantum dalam buku catatan di seluruh laboratorium
108

Penyortiran (Sort)

Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian Obat
Fitokimia II
Keterangan Tidak sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai

Meletakkan Benda sesuai dengan Tempatnya (Set in Order)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
Mengalokasikan
dan menyimpan
√ √ √ √ √ √ √
barang yang
mudah dijangkau
Di seluruh laboratorium barang-barang dan alat-alat disimpan di tempat yang mudah dijangkau oleh
pengguna laboratorium dan dengan disesuaikan dengan tempat dan fungsinya
Mengelompokka
n alat atau item √ - √. √ √ √

berdasarkan
penggunaan dan
109

fungsinya
Adanya Adanya Alat-Alat Adanya Adanya Adanya Adanya
pemisahan pemisahan dipisahkan pemisahan pemisahan pemisahan pemisahan
alat-alat di alat-alat di diruang alat-alat di alat-alat di alat-alat di alat-alat di
ruang khusus ruang khusus khusus ruang khusus ruang khusus ruang khusus ruang khusus
sesuai dengan sesuai dengan namun sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan
penggunaanny penggunaanny tempat penggunaanny penggunaanny penggunaanny penggunaanny
a, adanya a, adanya penyimpana a, adanya a, adanya a, adanya a, adanya
ruang ruang n bahan ruang ruang ruang ruang
penyimpanan penyimpanan kimia tidak penyimpanan penyimpanan penyimpanan penyimpanan
bahan kimia bahan kimia dipisahkan bahan kimia bahan kimia bahan kimia bahan kimia
ruangannya
Keterangan Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Sesuai

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
Adanya rutinitas pembersihan pada :
a. wadah √ √ √ √ √ √ √
110

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan
oleh oleh oleh oleh oleh oleh oleh
mahasiswa mahasiswa mahasiswa mahasiswa mahasiswa mahasiswa mahasiswa
setelah setelah setelah setelah setelah setelah setelah
praktikum praktikum praktikum praktikum praktikum praktikum selesai
selesai. selesai. selesai. selesai. selesai. selesai. praktikum
Sedangkan Sedangkan Sedangkan Sedangkan Sedangkan
yang yang yang yang yang
dilakukan oleh dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
laboran oleh laboran oleh laboran oleh laboran oleh laboran
seminggu 6 bulan 6 bulan 6 bulan sekali jika bahan
sekali sekali sekali kimia yang
sudah habis
b. Botol bahan kimia √ √ √ √ √ √ √

Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan


oleh oleh oleh oleh oleh oleh oleh
mahasiswa mahasiswa mahasiswa mahasiswa mahasiswa mahasiswa mahasiswa
setelah setelah setelah setelah setelah setelah setelah
praktikum praktikum praktikum praktikum praktikum praktikum selesai
111

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
selesai. selesai. selesai. selesai. selesai. selesai. praktikum
Sedangkan Sedangkan Sedangkan Sedangkan Sedangkan
yang yang yang yang yang
dilakukan oleh dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
laboran oleh laboran oleh laboran oleh laboran oleh laboran
seminggu 6 bulan 6 bulan 6 bulan sekali jika bahan
sekali sekali sekali kimia yang
sudah habis
Adanya kegiatan pemastian terhadap area kerja bersih dan siap digunakan sebelum dan sesudah praktikum dengan kriteria area sebagai
berikut :
1. Tidak tercium bau - √ - - √ √ -
busuk atau bahan kimia
yang menyengat di
dalam ruangan dan
ruang penyimpanan
bahan kimia di
laboratorium
Pada area Pada area Pada area Pada area Pada area Pada area Pada area
praktikum dan praktikum praktikum praktikum praktikum praktikum praktikum
ruang maupun tercium dan ruang tidak tercium tidak tercium tidak tercium
penyimpanan ruang bahan kimia penyimpanan bau busuk bau busuk bau busuk
112

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
bahan kimia penyimpanan yang bahan kimia maupun bau maupun bau maupun bau
tercium bau bahan kimia menyengat tercium bau bahan kimia bahan kimia bahan kimia
bahan kimia tidak tercium serbuk, yang yang yang
menyengat bahan kimia bahan-bahan menyengat menyengat menyengat.un
yang alami dan pada ruang
menyengat bahan kimia penyimpanan
yang cukup bahan kimia
menyengat. tercium bau
bahan kimia
yang
menyengat

2. Tidak terdapat sampah √ √ √ √ √ √ √


diatas meja praktikum,
di lantai ruangan
Diseluruh laboratorium tidak ditemukan sampah diatas meja prakikum maupun lantai ruangan
3. Tidak terdapat debu di √ √ √ √ √
meja praktikum, lemari -
penyimpanan bahan √
kimia dan lantai
113

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
laboratorium

Meja, lemari Meja, lemari Meja, lemari Meja, lemari Meja, lemari Meja, lemari Meja, lemari
penyimpanan penyimpanan penyimpanan penyimpanan penyimpanan penyimpanan penyimpanan
bahan kimia bahan kimia bahan kimia bahan kimia bahan kimia bahan kimia bahan kimia
dan lantai area dan lantai tidak dan lantai dan lantai dan lantai dan lantai
praktikum area terdapat area area area area
tidak terdapat praktikum debu. praktikum praktikum praktikum praktikum
debu. tidak Namun tidak tidak terdapat tidak terdapat tidak terdapat
terdapat untuk lantai terdapat debu. debu. debu.
debu. area debu.
praktikum
terdapat
debu yang
berasal dari
lantai yang
rusak.
4. Tidak terdapat air √ √ √ √ √ √
tergenang di lantai -
maupun di meja
114

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
praktikum
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Pada lantai
ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan area
genangan air genangan air genangan air genangan air genangan air genangan air praktikum
di lantai di lantai di lantai di lantai di lantai di lantai maupun
maupun meja maupun maupun maupun maupun meja maupun meja ruang
praktikum meja meja meja praktikum praktikum penyimpanan
praktikum praktikum praktikum bahan kimia
serta meja
praktikum
tidak
dietemukan
genangan air.
Namun pada
ruang
penyimpanan
bahan kimia
terdapat
tumpahan
bahan kimia
di lantai.
115

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia

Adanya kegiatan
pembersihan area kerja - √ √ √ √
- -
setelah shift berakhir
selama 5 menit
Kegiatan Setiap hari Setiap hari Setiap hari Setiap hari Kegiatan Kegiatan
pembersihan setelah shift setelah shift setelah shift setelah shift pembersihan pembersihan
dilakukan kerja kerja kerja kerja dilakukan dilakukan
seminggu berakhir berakhir. berakhir. berakhir. hari rabu dan seminggu
sekali jumat. sekali
Adanya rutinitas untuk
memastikan dan √ √ √ √ √ √
-
memeriksakan tumpahan
yang mungkin terjadi
116

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Pemastian Kegiatan
pemastian pemastian pemastian pemastian pemastian pada wadah pemastian
terhadap botol terhadap terhadap terhadap terhadap maupun botol terhadap
bahan kimia, botol bahan botol bahan botol bahan botol bahan bahan kimia botol bahan
tumpahan kimia, kimia, kimia, kimia tidak kimia,
dilakukan oleh tumpahan tumpahan tumpahan tumpahan dilakukan tumpahan
laboran dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan secara ruitn dilakukan
sebelum oleh laboran oleh laboran oleh laboran oleh laboran oleh laboran. oleh laboran
praktikum sebelum sebelum sebelum sebelum Pemastian sebelum
dimulai praktikum praktikum praktikum praktikum tersebut praktikum
dimulai dimulai dimulai dimulai dilakukan dimulai
ketika adanya
laporan dari
mahasiswa
117

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
a. Wadah √ √ √ √ √ - √

Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Pemastian Kegiatan


pemastian pemastian pemastian pemastian pemastian pada wadah pemastian
terhadap terhadap terhadap terhadap terhadap maupun botol terhadap
wadah wadah bahan wadah bahan wadah wadah bahan bahan kimia wadah bahan
dilakukan oleh kimia kimia dilakukan kimia tidak kimia
laboran dilakukan dilakukan oleh laboran dilakukan dilakukan dilakukan
sebelum dan setiap setiap sebelum dan setiap secara ruitn setiap
sesudah sebelum dan sebelum dan sesudah sebelum dan oleh laboran. sebelum dan
praktikum sesudah sesudah praktikum sesudah Pemastian sesudah
praktikum praktikum praktikum tersebut praktikum
dilakukan
ketika adanya
laporan dari
mahasiswa
b. Alat √ √ √ √ √ √ √
118

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan
pemastian pemastiaan pemastiaan pemastiaan pemastian pemastian pemastian
terhadap alat terhadap terhadap terhadap terhadap terhadap terhadap alat
dilakukan oleh peralatan peralatan peralatan peralatan peralatan bahan
laboran dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
sebelum dan ketika tidak ketika sebelum dan oleh laboran oleh laboran oleh laboran
sesudah adanya sebelum dan sesudah dan dan secara rutin
praktikum praktikum sesudah praktikum mahasiswa mahasiswa ketika
dan setiap 6 praktikum sebelum sebelum dan sebelum dan
bulan sekali penggunaan seudah sesudah
dan selesai praktikum praktikum
penggunan

c. Kabel √ √ √ √ √ √ √

Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Pengecekkan


pemastian pemastian pemastian pemastian pemastian pemastian kabel
terhadap kabel terhadap terhadap terhadap terhadap terhadap peralatan
dilakukan oleh kabel kabel kabel kabel kabel dilakukan
laboran dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan ketika alat
119

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
sebelum dan berbarengan ketika alat ketika alat ketika sedang ketika sedang akan
sesudah dengan ingin ingin ingin ingin digunakan
praktikum pemastian digunakan digunakan menggunakan menggunakan maupun akan
terhadap alat alat. Kegiatan alat. Kegiatan dikalibrasi
yaitu setiap pengecekkan pengecekkan
tidak adanya tersebut tersebut
praktikum dilakukan dilakukan
dan setiap 6 oleh laboran oleh laboran
bulan sekali namun tidak namun tidak
rutin rutin
dilakukan dilakukan
Adanya Pencahayaan
yang memadai di
laboratorium, pada :
a. Pengukuran
pencahayaan Ruang - - - - - - -
Praktikum
Dari hasil Dari hasil Dari hasil Dari hasil Dari hasil Dari hasil Dari hasil
pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran
pencahayaan pencahayaan pencahayaan pencahayaan pencahayaan pencahayaan pencahayaan
yang yang yang yang yang yang yang
120

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
dilakukan di dilakukan di dilakukan di dilakukan di dilakukan di dilakukan di dilakukan di
16 titik ruang 16 titik 10 titik 16 titik 20 titik ruang 12 titik ruang 16 titik ruang
praktikum ruang ruang ruang praktikum praktikum praktikum
diketahui rata- praktikum praktikum praktikum diketahui diketahui diketahui
rata diketahui diketahui diketahui rata-rata rata-rata rata-rata
pencahayaan rata-rata rata-rata rata-rata pencahayaan pencahayaan pencahayaan
yaitu sebesar pencahayaan pencahayaan pencahayaan yaitu sebesar yaitu sebesar yaitu sebesar
24,9 hingga yaitu sebesar yaitu sebesar yaitu sebesar 82,6 hingga 12,5 hingga 37,7 hingga
115,5 lux 27,6 hingga 73,2 hingga 32,3 hingga 204, 7 lux 97,2 lux 336, 3lux
183,4 lux 146,8 lux 246 lux

b. Pengukuran
Pencahayaan Ruang - - - - - - -
Penyimpanan
Dari hasil Dari hasil Tidak Dari hasil Dari hasil Dari hasil Dari hasil
pengukuran pengukuran terdapat pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran
pencahayaan pencahayaan ruang pencahayaan pencahayaan pencahayaan pencahayaan
yang yang penyimpanan yang yang yang yang
dilakukan di dilakukan di bahan kimia dilakukan di dilakukan di dilakukan di dilakukan di
16 titik ruang 11 titik sehingga 17 titik 24 titik ruang 15 titik ruang 20 titik ruang
penyimpanan ruang pengukuran ruang penyimpanan penyimpanan penyimpanan
bahan kimia penyimpanan pencahayaan penyimpanan bahan kimia bahan kimia bahan kimia
121

Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
diketahui rata-bahan kimia tidak bahan kimia diketahui diketahui diketahui
rata diketahui dilakukan. diketahui rata-rata rata-rata rata-rata
pencahayaan rata-rata rata-rata pencahayaan pencahayaan pencahayaan
yaitu sebesar pencahayaan pencahayaan yaitu sebesar yaitu sebesar yaitu sebesar
106,6 yaitu sebesar yaitu sebesar 124,2 hingga 57,1 hingga 28,7 hingga
135,3 hingga 49,2 hingga 322,3 lux 176,7 lux 76,3lux
hingga 221 lux
232,3 lux 171,1 lux

Keterangan Tidak Sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai
Sesuai Sesuai Sesuai
122

Pelibatan Pengguna Laboratorium dalam Menjaga Kebersihan (Sustain)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian Obat
Fitokimia II
Adanya komunikasi
mengenai prosedur dan
tanggung jawab dari setiap
pengguna laboratorium √ √ √ √ √ √ √
mengenai kebersihan
laboratorium dan
penyimpanan bahan kimia
Penyampaian prosedur tulisan dan lisan. Penyampaian secara tulisan berupa tata tertib, aturan kebersihan
yang tercantum dalam modul praktikum. Sedangkan peyampaian secara lisan yaitu disampaian oleh dosen
ataupun laboran mengenai aturan penyimpanan bahan kimia secara umum yaitu berupa pengarahan ketika
menggunakan bahan kimia harus disimpan ditempat semula pada awal perkualihan
Adanya bukti berupa foto
kegiatan, handout ataupun
softfile materi ataupun √ √ √ √ √ √ √
kegiatan pelatihan yang
dilakukan
Terdapat modul pelatihan mengenai manajemen laboratorium, handout materi pelatihan ISO/IEC 17025 :
2017 mengenai akreditasi laboratorium yang pernah diikuti oleh laboran, kepala STP
Adanya bukti berupa hasil - - - - - - -
123

audit yang dilakukan


Belum pernah dilakukan audit baik audit internal maupun audit eksternal
Keterangan Tidak Sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai

Adanya Petunjuk ataupun Prosedur (Standardize)


Kriteria Lab. Lab. Lab. Kimia Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Farmaogonsi- Penelitian II Obat
Fitokimia
Adanya pengingat visual
didinding berupa petunjuk
ataupun prosedur - - - - - - -
mengenai penyimpanan
bahan kimia yang aman
Belum terdapat prosedur yang baku mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman di setiap laboratorium
Adanya peran dan
tanggung jawab pekerja
maupun pengguna
√ √ √ √ √ √ √
laboratorium untuk
menjaga budaya
kebersihan (jadwal piket)
124

Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat Tidak


jadwal piket jadwal piket jadwal jadwal piket jadwal piket jadwal piket terdapat
yang dibuat yang dibuat piket yang yang dibuat yang dibuat yang dibuat jadwal piket,
oleh laboran oleh laboran dibuat oleh oleh laboran oleh laboran oleh laboran namun
bersama bersama laboran bersama bersama bersama kegiatan
dengan dengan bersama dengan dengan dengan pembersihan
penanggung penanggung dengan penanggung penanggung penanggung dilakukan
jawab (PJ) jawab (PJ) penanggung jawab (PJ) jawab (PJ) jawab (PJ) oleh
jawab (PJ) mahasiswa
setiap
praktikum
berakhir
Adanya standar temperatur
- - - - - - -
ruangan :
Tidak adanya standar mengenai temperatur ruang praktikum maupun ruang penyimpanan baik suhu dan
kelembaban di setiap laboratorium
a. Suhu - - - - - √ -
Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil
pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran
suhu : suhu : suhu : suhu : suhu : suhu : suhu :
a. Ruang a. Ruang a. Ruang a. Ruang a. Ruang a. Ruang a. Ruang
Praktikum : Praktikum : Praktikum : Praktikum Praktikum : Praktikum : Praktikum
27,7 °C 25,9 °C 29,1 °C : 30,1 °C 27,6 °C 26 °C : 27,3 °C
b. Ruang b.Ruang b. Ruang b. Ruang
125

b. Ruang b. Ruang Penyimpan Penyimpan Penyimpan Penyimpa


Penyimpanan Penyimpanan an : 29,6 an : 27,9 an : 23 °C nan : 27,8
: 27,9 °C : 26,6 °C °C °C °C

b. Kelembaban - - - - - - -
Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil
Pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran
Kelembaban : kelembaban : kelembaban kelembaban : kelembaban : kelembaban : kelembaban :
:
a. Ruang a. Ruang a. Ruang a. Ruang a. Ruang a. Ruang
Praktikum : Praktikum : a. Ruang Praktikum : Praktikum : Praktikum : Praktiku
53,8% 54% Praktikum : 63,9, % 60,8, % 57,3, % m : 57,2
52,4% b. Ruang b. Ruang %
b. Ruang b. Ruang b.Ruang Penyimpan Penyimpan b. Ruang
Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan an : 63,2 % an : 73 % Penyimp
: 55,5% : 54,8% : 65 % anan :
56,8 %

Keterangan Tidak Sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak Sesuai Tidak Tidak Sesuai
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
126

A. Sort / Seiri (Penyortiran)

Prinsip dari aspek penyortiran adalah untuk mengidentifikasi dan

menghilangkan terkait barang-barang yang sudah tidak dapat digunakan.

Menurut Ball, (2013) dalam menerapkan prinsip peyortiran yaitu dengan cara

melakukan pemilihan dan pelistan terhadap peralatan, barang, bahan yang

telah rusak, tidak terpakai dan tidak berguna lagi dan menentukan frekuensi

pemakaian barang.

1. Melakukan Pemilihan dan Pelistan terhadap :

a) Peralatan

Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium,

6 laboratorium diantaranya sudah melakukan pencatatan terhadap

peralatan yang sudah rusak. Sedangkan 1 laboratorium yaitu PSO

belum melakukan pencatatan terhadap peralatan yang sudah rusak.

Pencatatan yang dilakukan oleh 6 laboratorium tersebut dilakukan

pada dokumen yang bervariasi. Artinya pada 6 laboratorium

tersebut memiliki perbedaan dalam melakukan pencatatan di

masing-masing dokumen. untuk laboratorium farmakogonsi

pencatatan peralatan yang rusak dicatat pada surat perbaikan alat,

laboratorium penelitian II, Kimia Obat, PHA di catat pada list

inventaris alat dan bahan dan untuk laboratorium PDR dan

laboratorium HEN dilakukan pencatatan di log book dengan judul

buku “Data Kerusakan Alat”. Berikut adalah hasil dokumentasi :


127

Sumber : Primer

Gambar 5.3 Dokumentasi Buku Catatan Kerusakan alat

dan Barang

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara

yang dilakukan oleh peneliti kepada informan utama, pendukung

maupun informan kunci. Berikut adalah hasil kutipan wawancara

dengan beberapa informan utama, informan pendukung dan

informan kunci :

“Kerusakan alat dilakukan pencatatan pada surat

perbaikan alat. (IUI).

“Alat-alat laboratorium seperti gelas-gelas ataupun alat

besar dicatat biasanya di komputer, nama filenya itu inventaris

alat dan bahan. (IU2)

“Alat-alat ataupun barang-barang laboratorium yang

lainnya yang sudah rusak dicatat di buku besar. Di dalamya di


128

tulis alat apa saja yan rusak, tanggal kerusakan, berapa banyak

yang rusak dll. (IP7).

Kedua pernyataan tersebut dilengkapi dengan pernyataan

yang dikeluarkan oleh informan kunci yang menyebutkan bahwa

terdapat pencatatan terhadap kerusakan alat pada surat perbaikan

atau (logbook) di setiap laboratorium. Berikut adalah kutipan

wawancaranya.

“List barang-barang rusak dan sudah tidak terpakai di

buku besar atau biasanya melalui surat perbaikan alat” (IK1)

Sedangkan untuk laboratorium PSO menyebutkan bahwa

alasan belum melakukan pencatatan terhadap alat-alat yang rusak

yaitu dikarenakan tidak adanya tindak lanjut dari bagian fakultas

untuk melakukan perbaikan alat. Berikut adalah hasil kutipan

wawancaranya :

”Kalau dulu saya tulis, kalau sekarang udah jarang,

alasannya saya udah bosen ngajuinnya, maksudnya gini misalkan

rusak kan kalopun kita ajuin belum tentu langsung dibenerinkan

gitu loh, kewajiban buat laboran melakukan pelistan alat yang

rusak, biasanya ka lab setiap awal tahun nanyain ada alat yang

rusak ga”. (IU6)

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan

tersebut dapat disimpulkan bahwa pencatatan terhadap kerusakan

alat di laboratorium hampir seluruh laboratorium telah melakukan.


129

Namun pencatatan yang dilakukan penentuan terhadap keharusan

untuk melakukan pencatatan pada dokumen tertentu sehingga

belum terciptanya penyeragaman terhdap dokumentasi kerusakan

alat laboratorium. Selain itu dapat disimpulkan terkait alasan tidak

dilakukannya pencatatan terhadap kerusakan alat di laboratorium

PSO yaitu disebabkan oleh tidak adanya tindak lanjut dari bagian

fakultas untuk melakukan perbaikan alat.

b) Barang-Barang

Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium,

3 laboratorium diantaranya yaitu laboratorium kimia obat, PHA

dan HEN sudah melakukan pencatatan terhadap barang-barang

yang sudah rusak. Sedangkan 4 laboratorium lainnya belum

melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang sudah rusak.

Pencatatan barang-barang tersebut diantaranya pencatatan terhadap

lemari, bangku-bangku ataupun terkait barang-barang yang lain,

AC dll. Untuk laboratorium kimia obat dan PHA pencatatan

tersebut dilakukan di list ineventaris sedangkan untuk laboratorium

HEN pencatatan tersebut dilakukan pada buku besar (logbook)

yang berbarengan dengan pencatatan kerusakan alat yaitu buku

catatan “Data Kerusakan Alat”.

Hasil observasi tersebut didukung dengan wawancara yang

dilakukan oleh informan utama dan pendukung. Berikut adalah

hasil kutipan wawancaranya :


130

“Catatan kerusakan alat dan barang-barang yang sudah

tidak terpakai dan rusak ada di data inventaris”. (IU3)

“Alat-alat ataupun barang-barang laboratorium yang

lainnya yang sudah rusak dicatat di buku besar. Di dalamya di

tulis alat apa saja yang rusak, tanggal kerusakan, berapa banyak

yang rusak dll.” (IP7)

Sedangkan mengenai belum dilakukan serta alasan terkait

tidak melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang sudah

rusak dapat diketahui dari hasil wawancara yang dilakukan oleh

peneliti terhadap infoman utama, pendukung dan informan kunci.

Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :

“Untuk barang-barang selain alat belum dilakukan

pencatatan. (IU4).

“List barang-barang rusak belum ada. Aturan mengenai

pencatatan barang rusak dan tidak terpakai tidak dulu ada. Tapi

tidak tahu. (IP4)

“Barang-barang yang sudah rusak seharusnya dicatat,

kaya AC dll itu harus ikut dilaporkan juga ketika pengajuan alat.

Tapi memang belum ada aturan dan belum disosialisasikan”.

(IK2)

Dari hasil observasi dan wawancara tersebut dapat

disimmpulkan bahwa sebagian laboratorium fakultas ilmu

kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui sudah

melakukan pencatatan pada dokumen yang belum seragam. Dan


131

sebagian laboratorium lainnya belum melakukan pencatatan

terhdap barang-barang yang sudah rusak. Adapun alasannya yaitu

karena belum adanya aturan yang mewajibkan untuk melakukan

kegiatan pencatatan tersebut yang diketahui oleh seluruh pengelola

laboratorium.

c) Bahan Kimia yang sudah rusak / Kadaluarsa

Berdasarkan hasil observasi diketahui 7 laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidaytullah Jakarta belum

melakukan pencatatan terhadap bahan kimia yang sudah memasuki

tanggal kadaluarsa. Belum adanya catatan terkait tanggal

kadaluarsa pada bahan kimia yaitu disebabkan oleh belum adanya

aturan yang mewajibkan untuk melakukan pencatatan serta

terdapat sebagian bahan kimia yang tidak mencantumkan tanggal

kadaluarsa secara pasti.

Bahan kimia yang sudah kadaluarsa biasanya masih

digunakan untuk praktikum selama bahan kimia tersebut belum

berubah secara fisik baik warna maupun wujudnya. Selain itu pula

bahan kimia yang sudah kadaluarsa yang masih dapat digunakan

tersebut disimpan secara bersamaan dengan bahan kimia yang lain.

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara

yang dilakukan oleh peneliti kepada informan utama, pendukung

dan infoman kunci. Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :

“Untuk list bahan yang udah kadaluarsa ga ada biasanya

saya pisahin aja alasannya jadi kalau di invennya mah saya tulis
132

expired tapi ga tau itu harus diapain sebenernya, tapi saya pisahin

kalau misalkan masih bisa dipake ya di pake, kalo yang udah

expired terus udah terlalu lama dan berubah itu saya pisahin,

maksudnya penyimpanannya”. (IU6)

“Kalau untuk bahan kimia yang sudah kadalurasa tidak

dilakukan. Karena memang belum ada kewaibannya dan masih

ada bahan kiima yang kadaluarsa yang masih dipakai untuk

praktikum”. (IU4)

“Tanggal kadaluarsa bahan tidak di tulis karena tidak ada

tanggal expirednya”. (IP2)

“Tidak ada list bahan yang sudah memasuki tanggal

kadaluarsa. Aturan mengenai pencatatan belum ada, aturan

mengenai larangan penggunaan bahan kimia kadaluarsa belum

ada”.

Dari hasil observasi dan wawancara tersebut dapat

disimpulkan bahwa semua laboratorium belum melakukan

pencatatan terkait bahan kimia yang sudah memasui tanggal

kadaluarsa. Dimana alasannya yaitu karena belum adanya aturan

yang mewajibkan untuk melakukan pencatatan serta terdapat

sebagian bahan kimia yang tidak menctumkan tanggal kadaluarsa

secara pasti

2. Menentukkan frekuensi pemakaian barang

Berdasarkan hasil observasi di seluruh laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui telah


133

melakukan pencatatan terhadap frekuensi pemakaian barang (harian,

mingguan) mengenai pemakaian, peminjaman alat dan bahan yang

tercantum dalam buku catatan di seluruh laboratorium. Hal ini sesuai

dengan Ball. (2013) yang menyebutkan bahwa dalam penerapan aspek

penyortiran harus menentukan frekuensi pemakaian barang baik bahan

maupun alat.

Di masing-maisng laboratorium, mahasiswa diwajibkan untuk

mengisi logbook atauun buku catatan besar terakit pemakaian bahan

serta peralatan apa saja yang akan digunakan serta jumlah dari masing-

masing kebutuhan bahan dan alat yan digunakan. Tidak hanya pada

saat praktikum, bagi mahasiswa yang melakukan riset yang

mengunakan alat laboratorium wajib mengisi catatan peminjaman alat.

Dengan demikian dapat tergambar bahwa frekuensi pemakaian alat

maupun bahan setiap harinya maupun setiap minggunya bergantung

pada penyelenggaraan praktikum maupun riset mahasiswa.

Hasil observasi tersebut didukung pula dengan hasil

wawancara yang dilakukan oleh salah satu informan utama,

pendukung yang menyebutkan bahwa hal yang serupa dengan hasil

observasi. Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :

“Saya selalu ingatkan mahasiswa untuk mencatat. Karena itu

penting sekali untuk tahu siapa yang menggunakan alat. Makanya

saya selalu ketat jika ada mahasiswa yang menggunakan alat untuk

praktikum ataupun untuk riset untuk mengisi buku catatan pemakaian


134

alat. Untuk pemakaian bahan mereka selalu mengisi dan mencatat di

buku pemakaian bahan”. (IU4)

“Biasanya dicatat di buku pemakaian bahan dan buku

pemakaian alat”. (IP7)

Pernyataan dari kedua informan tersebut sejalan dengan

pernyataan yang dinyatakan oleh informan kunci. Dimana informan

kunci tersebut membenarkan bahwa terdapat pencatatan untuk

terhadap frekuensi pemakaian alat maupun bahan yang tercantum

dalam buku catatan besar yang dilakukan oleh mahasiswa setiap ingin

menggunakan dalam kegitan praktikum ataupun mahasiswa yang

sedang melakukan riset di laboratorium.

“Biasanya mahasiswa praktikum ataupun mahasiswa yang

sedang melakukan penelitian skripsi jika menggunakan peralatan

laboratorium diwajibkan untuk mencatat alat apa saja yang

digunakan. Mahasiswa praktikum biasanya dibagi perkelompok dan

jika ingin menggunakan bahan dicatat berdasarkan hitungan

kelompok”. (IK1)

“Ada catatanya untuk pemakaian bahan ataupun alat yang

menunjukkan bahwa alat atau bahan tersebut digunakan setiap hari

ataupun setiap minggu dll. Itu dijadikan sebagai bahan rujukan untuk

penyimpanan alat maupun bahan”. (IK2)

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka

dapat disimpulkan bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan telah melakukan pencatatan terhadap pemakaian alat dan


135

bahan. Catatan tersebut berfungsi untuk mengetahui frekuensi

pemakaian bahan maupun alat setiap harinya ataupun bergantung

dengan kegiatan praktikum berlangsung.

B. Set In Order / Seiton (Menyimpan pada tempatnya)

Merupakan prinsip menempatkan segala barang atau bahan sesuai pada

tempatnya. Tujuan dari prinsip ini adalah untuk menciptkan manajemen visual

yang baik dengan mempertimbangkan item apa yang harus diposisikan,

kuantitas dan dimana penempatan yang sesuai.

Penerapan aspek ini yaitu dengan cara : (1) mengalokasikan dan

menyimpan barang ditempat yang mudah dijangkau dan (2)

mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya.

Untuk dapat mengalokasikan dan menyimpanan barang yang mudah

dijangkau yaitu dengan menentukan lokasi untuk setiap peralatan maupun

bahan kimia yang diperlukan (Safety culture, 2018).

1. Mengalokasikan dan menyimpan barang yang mudah dijangkau

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa seluruh laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah

mengalokasikan dan menyimpan barang yang mudah di jangkau. Hal

tersebut terlihat dari pada seluruh laboratorium barang-barang maupun alat

disimpan ditempat yang mudah dijangkau dengan penglihatan ataupun

jangkauan tangan oleh pengguna laboratorium kemudian disesuaikan

dengan tempat dan fungsinya. Hal tersebut telah sesuai dengan Safety

culture, (2018) yang menyebutkan bahwa penerapan aspek menyimpan

pada tempatnya yaitu dengan cara selalu mengalokasikan dan menyimpan


136

barang ditempat yang mudah dijangkau dan mengelompokkan alat atau

item berdasarkan penggunaan dan fungsinya. Tujuan dari penerapan

kriteria ini agar terciptanya efektifitas dalam sisi pengambilan bahan

maupun alat ketika sewaktu-waktu ingin digunakan.

Secara penglihatan pengalokasian dan penyimpanan bahan maupun

alat dapat terlihat oleh penglihatan ataupun dapat di ambil oleh jangkauan

tangan. Terdapat area-area tertentu ataupun ruangan yang petakan untuk

alat ataupun bahan-bahan kimia di masing-masing laboratorium. Untuk

penyimpanan alat-alat besar (mayor) disimpan di ruang khusus alat.

Sehingga penggunaannya dilakukan diruangan tersebut, sedangkan untuk

alat-alat yang kecil (minor) seperti gelas-gelas kaca, pipet, corong dll

disimpan dilemari penyimpanan alat.

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang

dilakukan oleh informan utama, informan pendukung dan informan kunci.

Berikut adalah hasil kutipannya :

“Sistem pengalokasian bahan kimia memerhatikan aspek

keterjangkauan. Ga tinggi-tinggi kalau simpan alat atau bahan yang

penting prinsipnya harus terlihat dan mudah untuk diambil”. (IU3)

“Selama ini mahasiswa sudah tahu alat disimpan dimana dan selalu

bisa mengambilnya”. (IP6)

“Memerhatikan aspek keterjangkauan biasanya laboran sudah

mengetahui agar mahasiswa efektif dalam kegiatan praktikum”. (IK1)

“Penyimpanan dan pengalokasian bahan kimia memerhatikan

aspek keterjangkauan, alat di ruang alat”. (IK2)


137

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan telah

memenuhi kriteria mengalokasikan dan menyimpan barang baik bahan dan

alat dengan mudah dijangkau. Hal tersebut didasarkan oleh untuk lemari

alat dan bahan dilengkapi dengan kaca didepannya sehinga memudahkan

pengguna untuk melihat serta pengaloasikan dan penyimpanan bahan dan

alat dilakukan didalam laboratorium yang mana telah ditentukan area-area

tertentu ataupun ruangan dari masing-masing penggunaannya.

2. Mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa dari 7 laboratorium, 6

laboratorium diantaranya telah memenuhi kriteria mengelompokkan alat

atau item berdasarkan pengunaan dan fungsinya. Sedangkan 1

laboratorium lainnya yaitu laboratorium kimia obat belum memenuhi

kriteria tersebut. Pada laboratorium kimia obat tidak dipisahkan antara

ruang penyimpanan bahan kimia dengan area praktikum mahasiswa. Hal

tersebut dilatarbelakangi oleh keterbatasannya ruangan yang tersedia di

laboratorium tersebut serta banyaknya alat-alat besar yang bersifat mayor

sehingga membutuhkan ruangan khusus dalam pengoperasiannya.

Sedangkan untuk laboratorium lainnya sudah terdapat pemisahan terhadap

ruang praktikum, penyimpanan alat besar dan ruang penyimpanan bahan

kimia.

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang

dilakukan oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut

adalah hasil kutipan wawancaranya :


138

“Disini kalau alat-alat besar yang bersifat mayor dipisahkan. Tapi

untuk ruang penyimpanan bahan kimia tidak ada, karena ruangannya

terpakai semua dengan penyimpanan alat-alat khusus”. (IU3)

“Area praktikum dipisahkan dengan ruang penimbangan bahan,

alat-alat besar. Namun belum ada ruang penyimpanan bahan kimia yang

secara terpisah”. (IP3)

“Di laboratorium sudah memisahkan sudah memisahkan antara

ruang praktikum, penyimpanan alat dan penyimpanan bahan kimia. Ada

juga sebagaian yang disatukan ruangannya antara penyimpanan alat

yang kecil-kecil seperti gelas-gelas pipet dll di ruang penyimpanan

bahan”. (IK1)

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka

dapat simpulkan bahwa hanya 1 laboratorium yaitu kimia obat yang belum

memenuhi kriteria mengelompokkan alat atau item berdasarkan

penggunaan dan fungsinya. Hal tersebut didasari oleh keterbatasan

ruangan yang dimiliki. Sehingga belum dilakukannya pemisahan terhadap

ruang penyimpanan bahan kimia dengan area praktikum mahasiswa.

C. Shine / Seiso (Kebersihan wadah dan laboratorium)

Menurut Ball, (2013) penerapan prinsip kebersihan yaitu bertujuan

untuk menjaga agar wadah bahan kimia serta laboratorium tetap bersih.

Selain itu memudahkan dalam mendeteksi adanya kebocoran atau kelainan

pada wadah bahan kimia serta membantu ruangan dalam keadaan bersih,

aman dan nyaman bagi pengguna maupun pekerja (laboran) dengan


139

demikian dapat meingkatkan fokus dan motivasi pengguna laboratorium

maupun laboran.

Adapun dalam penerapan ini yaitu dilakukan dengan cara : (1)

menetapkan rutinitas pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia, (2)

memastikan area kerja laboratorium bersih dan siap digunakan sebelum dan

sesudah praktikum, (3) membersihkan area kerja setelah shift berakhir

minimal 5 menit, (4) melakukan kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang

mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan, wadah, peralatan, kabel usang dll,

memasang pencahayaan yang memadai (Safety Culture, 2018).

1. Adanya rutinitas pembersihan pada :

a. Wadah dan botol Kimia

Dari hasil observasi yang telah dilakukan di 7 laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN syarif Hidayatullah Jakarta diketahui

bahwa seluruh laboratorium telah memenuhi kriteria yaitu melakukan

rutinitas pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia. Kegiatan

tersebut dilakukan oleh mahasiswa dan laboran. Untuk kegiatan

pemberishan yang dilakukan oleh mahasiswa yaitu setelah praktikum

selesai, sedangkan untuk kegiatan pembersihan rutin yang diakukan

oleh laboran dilakukan seminggu sekali, jika bahan kimia sudah habis

ataupun dilakukan ketika 6 bulan sekali berbarengan dengan kagiatan

stok of name.

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara

yang dilakukan oleh salah beberapa informan utama, pendukung, dan

informan kunci. Berikut adalah kutipan wawancaranya :


140

“Sistem pembersihan pada wadah, botol dilakukan setelah

praktikum”. (IU3)

“Sistem pembersihan pada wadah botol dilakukan 6 bulan

sekali atau setelah praktikum”. (IU2)

“Rutinitas Pembersihan wadah botol dilakukan setelah

praktikum. (IP3)

“Dilakukan setiap selesai prakrikum, laboran ketika stock of

name” (IP2)

“Aturan pemeriksaan, pembersihan tumpahan dan kebocoran

wadah berupa instruksi. Tidak ada kewajiban harus dilakukan berapa

kali dalam seminggu. Berantung intensitas praktikum”. (IK1)

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dapat

simpulkan bahwa diseluruh laboratorium telah menjalankan rutinitas

untuk melakukan pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia.

Namun intensitas pemberishannnya di masing-maisng laboratorium

berbeda-beda. Hal tersebut didasari oleh belum adanya aturan yang

mewajibkan untuk dilakukan kegiatan tersebut kapan harus dilakukan

berapa kali dalam kurun waktu tertentu. Sehinga hal tersebut yang

menimbulkan variasi waktu pelaksanaan rutinitas pembersihan pada

wadah bahan kimia.

2. Adanya kegiatan pemastian terhadap area kerja bersih dan siap digunakan

sebelum dan sesudah praktikum dengan kriteria area sebagai berikut :

a. Tidak tercium bau busuk atau bahan kimia yang menyengat di dalam

ruangan dan ruang penyimpanan bahan kimia di laboratorium


141

Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, dapat

diketahui bahwa 4 laboratorium yaitu laboratorium Farmakogonosi-

fitokimia, kimia obat, PDR, dan laboratorium HEN tercium bau

menyengat di dalam ruangan praktikum maupun di ruang

penyimpanan bahan kimia. Sedangkan 3 laboratorium lainnya tidak

tercium bau busuk maupun bau bahan kimia yang menyengat.

Bau menyengat yang ditemukan di area praktikum dan ruang

penyimpanan laboratorium Farmakogonosi-Firokimia berasal dari

bahan kimia. Sedangkan untuk bau menyengat yang ditemukan di

laboratorium kimia obat berasal dari bahan kimia yang disimpan di

ruang praktikum sehingga berdampak pada terciumnya bau menyengat

diruang praktikum. Selain itu pada laboratorium PDR bau menyengat

yang tercium di area praktikum dan ruang penyimpanan yaitu berasal

dari serbuk bahan-bahan alami dan bahan kimia yang digunakan untuk

kegiatan praktikum maupun bahan kimia yang disimpan diruang

penyimpanan. Dan untuk bau menyengat yang tercium di laboratoriu

HEN yaitu berasal dari bahan kimia yaitu spirtus yang tumpah di lantai

ruang penyimpanan bahan kimia. kondisi tersebut diperparah dengan

kurang berfungsinya local exhaust pada area praktikum maupun ruang

penyimpanan bahan kimia di 4 laboratorium tersebut. Penyataan

tersebut didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh salah

satu informan utama. Berikut adalah kutipan wawancaranya :


142

“Tidak ada, karena tidak ada fasilitas yang memumpuni, jadi

percuma ada standar juga karena fasilitasnya ga mendukung. AC dan

Local exhaust saja rusak” (IU1)

b. Tidak terdapat sampah diatas meja praktikum, di lantai ruangan

Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium diketahui

bahwa seluruh laboratorium tidak terdapat sampah diatas meja

praktikum, di lantai ruangan. Hal tersebut terlihat dari bersihnya lantai

dan meja tanpa ditemukan sampah-sampah plastik makanan ataupun

sampah-sampah lainnya. Kondisi tersebut dapat terjadi akibat adanya

aturan tata tertib yang melarang mahasiswa untuk meninggalkan

sampah di area laboratorium serta dilarang membawa makanan dari

luar sehingga mahasiswa ketika melakukan pratkikum tidak membawa

sampah plastik bekas makanan dan selalu menjaga kebersihan

laboratorium.

c. Tidak terdapat debu di meja praktikum, lemari penyimpanan bahan

kimia dan lantai laboratorium

Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, dapat

diketahui 6 laboratorium lainnya telah sesuai memenuhi kriteria tidak

terdapat debu di meja praktikum, lemari penyimpanan bahan kimia dan

lantai laboratorium. Sedangkan 1 laboratorium yaitu laboratorium

kimia obat ditemukan debu pada lantai laboratorium. Hal tersebut

disebabkan oleh rusaknya lantai laboratorium kimia obat yang

menyebabkan berdebunya lantai laboratorium. Kondisi tersebut

diperparah dengan tidak dilakukannya kegiatan pembersihan pada


143

lantai laboratorium yang disebabkan oleh timpang tindihnya tugas dan

tanggung jawab antara laboran dan OB (office boy).

Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan

oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut adalah

kutipan wawancaranya :

”Rutinitas Pembersihan laboratorium untuk hanya untuk meja

dan alat untuk lantai tidak dilakukan, karena kalau lantai itu

tanggung jawab OB”. (IU3)

“Pembersihan laboratorium tanggungjawab OB. Laboran

hanya mengelola laboratorium. Mungkin untuk kebersihan alat-alat

itu tanggung jawab laboran”. (IP3)

“Kebersihan laboratorium itu tupoksinya OB”. (IK1)

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar laboratorium telah memenuhi

kriteria, hanya terdapat sebagian kecil laboratorium yang belum

memenuhi kriteria tidak terdapatnya debu pada lantai laboratorium

yang disebabkan oleh rusaknya lantai laboratorium kemudian

didukung dengan tidak dilakukannya pembersihan pada lantai

laboratorium.
144

d. Tidak terdapat air tergenang di lantai maupun di meja praktikum

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium,

diketahui 6 laboratorium telah memenuhi kriteria yaitu tidak

ditemukan air tergenang di lantai dan meja pada area praktikum

maupun ruang penyimpanan bahan kimia. namun terdapat 1

laboratorium yang ditemukan adanya air yang menggenangi lantai

ruang penyimpanan bahan kimia. air tersebut diketahui adalah bahan

kimia spirtus yang tumpah. Tumpahan tersebut disebabkan oleh bahan

kimia yang disimpan dilantai serta kurang hati-hatinya pengguna

bahan kimia dalam mengambil bahan kimia tersebut.

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara

yang dilakukan oleh informan pendukung. Berikut adalah kutipan

wawancaranya :

“Disimpan dilantai karena waktu itu ada yang pakai dan

tumpah pada saat nuangin. Setahu saya memang itu disimpan

dilantai”. (IP7)

3. Adanya kegiatan pembersihan area kerja setelah shift berakhir selama 5

menit

Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium dapat

diketahui 4 laboratorium diantaranya telah memenuhi kriteria yaitu

melakukan kegiatan pembersihan setelah shift kerja berakhir selama 5

menit pada meja-meja ataupun lingkungan laboratorium. Kegiatan tersebut

dilakukan oleh laboran secara rutin ketika sebelum pulang. Tujuannya agar

laboratorium esok harinya sudah siap digunakan. Sedangkan 3


145

laboratorium lainnya yaitu laboratorium. Farmakogonosi, laboratorium

PSO dan laboratorium HEN belum melakukan kegiatan pembersihan pada

area kerja setelah shift kerja berakhir. Hal tersebut didasarkan oleh

kegiatan kegiatan pembersihan ada yang melakukan setiap minggu ada

pula yang melakukan bergantung dengan intensitas pemakaian

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang

dilakukan oleh informan utama, pendukung dan. Berikut adalah kutipan

wawancaranya :

“Rutinitas pembersihan di laboratorium tidak rutin tergantung

pemakaian alasannya karena prkatikumnya tidak tentu”. (IU6)

“Rutinitas pembersihan laboratorium sesuai kegiatan praktikum.

Tidak ditetapkan harus melakukan berapa kali” (IP6)

“Rutinitas pembersihan laboratorium dilakukan setiap minggu”.

(IP7)

Penyataan tersebut dilengkapi dengan jawaban informan kunci

yang menyebutkan bahwa untuk rutinitas pembersihan laboratorium tidak

ditentukan intensitasnya harus berapa kali. Berikut adalah hasil kutipan

wawancaranya :

“Aturan pemeriksaan, pembersihan tumpahan dan kebocoran

wadah berupa instruksi. Tidak ada kewajiban harus dilakukan berapa kali

dalam seminggu. Bergantung intensitas praktikum”. (IK1)

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa masih terdapat sebagian kecil laboratorium yang

belum melakukan rutinitas untuk melakukan pembersihan pada area


146

labortorium yaitu yang disebabkan oleh belum adanya aturan yang

menjelaskan terkait frekuensi pembersihan yang harus dilakukan berapa

kali dalam seminggu yang harus dilakukan oleh laboran.

4. Adanya rutinitas untuk memastikan dan memeriksakan tumpahan yang

mungkin terjadi :

a. Wadah

Dari hasil observasi di 7 laboratorium diketahui 6

laboartorium telah melakukan pengecekkan untuk memastikan dan

memeriksakan tumpahan yang mungkin terjadi pada wadah bahan

kimia yang digunkan. Sedangkan 1 laboratorium yaitu PSO belum

melakukan pengecekkan secara rutin. Pengecekkan yang dilakukan

oleh 6 laboratorium yaitu pada saat sebelum dan sesudah

praktikum berlangsung. Sedangkan untuk pengecekkan yang

dilakukan oleh laboratorium PSO yaitu ketika adanya laporan dari

mahasiswa.

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara

yang dilakukan oelh informan utama, pendukung. Berikut adalah

hasil kutipan wawancaranya :

“Rutinitas pemastian tumpahan dan kebocoran waah serta

kabel dilakukan sambil berjalan saja seperti menungu laporan ada

masalah atau tidak dari mahasiswa biasanya melapor”. (IU6)

“Rutinitas pemastian tumpahan dan kebocoran wadah tidak

ada alasannya karena tidak ada tumpahan dan kebocoran wadah

dan belum ada kewajibannya”. (IP6)


147

Hasil wawancara dari kedua informan tersebut didukung

dengan pernyaraan informan kunci yang menyebutkan belum

adanya aturan yang mewajibkan untuk melakukan pengecekkan

secara rutin yang ditentukan harus berapa kali dalam sehari dan

kapan harus dilakukan serta apa saja item yang harus diperiksakan.

Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :

“Aturan pemeriksaan, pembersihan tumpahan dan

kebocoran wadah berupa instruksi. Tidak ada kewajiban harus

dilakukan berapa kali dalam seminggu. Berantung intensitas

praktikum”. (IK1)

b. Alat

Berdasarkan hasil observasi di 7 laboratorium dapat

diketahui seluruh laboratorium telah melakukan pengecekkan

terhadap alat sebelum dan sesudah praktikum dilakukan. Tujuan

dari pengecekkan tersebut yaitu dilakukan untuk memastikan

apakah terdapat alat laobratorium yang sudah tidak berfungsi

ataupun sesuai dengan kondisi awal dan fungsinya. Kegiatan

pengecekkan tersebut dilakukan oleh laboran dan mahasiswa

terkait yang menggunakan alat laboratorium tersebut. Apabila

ditemukan alat yang sudah rusak sebelum praktikum maka

disisihkan dan dicatat di buku kerusakan alat maka alat tersebut

tidak dapat digunakan. Namun apabila ditemukan alat yang rusak

ketika habis pemakaian maka mahasiswa terkait menggantikan alat


148

tersebut sesuai dengan spesifikasi alat yang dirusak, kemudian alat

yg rusak tersebut disisihkan.

Hasil obeservasi tersebut didukung dengan hasil wawancara

yang dilakukan dengan salah satu informan utama, pendukung.

Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya

“Rutinitas pemastian alat dan bahan kimia yang sedang

digunakan hanya dengan dilihat, apabila rusak di sisihkan.

Pemeriksaan dilakukan juga ketika jeda praktikum”. (IU6)

“Rutinitas pemasitan alat dan bahan kimia yang sedang

digunakan dilakukan setelah praktikum dan di jeda kosong

praktikum”. (IP6)

c. Kabel

Berdasarkan hasil observasi di 7 laboratorium, diketahui

seluruh laboratorium melakukan pengecekkan kabel untuk

memastikan kondisi kabel secara fisik apakah ada masalah seperti

terkelupas, ataupun korsleting. Kegiatan pengecekkan tersebut

bervariasi mengenai waktu pelaksanaannya yaitu ketika dilakukan

sebelum dan sesudah praktikum, 6 bulan sekali, hanya ketika alat

ingin digunakan ataupun dikalibrasi dan ada pula yang

melakukannya setiap kali selesai digunakan sebelum pulang oleh

laboran.

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara

yang dilakukan dengan informan utama, pendukung dan informan

kunci. Berikut adalah kutipan wawancaranya.


149

“Kalau kabel ga rutin kalau ga ada praktikum dicek atau

setiap 6 bulan sekali semuaya memang harus di cek”. (IU2)

“Rutinitas memastikan kabel dilakukan ingin digunakan”.

(IU4)

“Kabel-kabel listrik dari alat dicek kalau alat itu gabisa

digunain ketika mau dipakai berarti ada masalah. Biasanya

mahasiswa yang lapor. Baru saya cek”. (IU6)

“Idealnya memang harus sebelum digunakan alat yang

menggunakan listrik. Namun saya kurang tahu hal itu dilakukan

atau tidak. Aturannya pun blm ada”. (IP6)

Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa

perbedaan pelaksanaan pengecekan kabel pada peralatan yang

mengunakan listrik disebabkan oleh karena belum adanya

ketentuan mengenai aturan untuk melakukan pengecekkan yang

dirincikan kapan, siapa dan bagaimana kegiatan tersebut dilakukan.

Hasil kedua wawancara tersebut dilengkapi dengan informan kunci

yang menyebutkan hal yan sejalan. Berikut adalah hasil kutipan

wawancaranya :

““Aturan pemeriksaan, pembersihan tumpahan dan

kebocoran wadah berupa instruksi. Tidak ada kewajiban harus

dilakukan berapa kali dalam seminggu. Berantung intensitas

praktikum”. (IK1)
150

5. Adanya pencahayaan yang memadai

a. Pengukuran pencahayaan Ruang Praktikum

Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan yang dilakukan di

beberapa titik yang ditentukan dari 7 laboratorium seluruh ruang

praktikum laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tidak memiliki pencahayaan yang memadai. Pengukuran

pencahayaan yang dilakukan pada masing-masing titik yang ditentukan

berdasarkan grid dari masing-masing luas ruang praktikum berada

dibawah standar pencahayaan yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri

Kesehatan No. 70 tahun 2016 mengenai nilai ambang batas pencahayaan

di laboratorium yaitu plus minus 500 lux atau 450-550 lux.

Dari hasil observasi pula diketahui bahwa kondisi laboratorium

pada saat pengukuran pencahayaan yang dilakukan yaitu tidak semua

lampu dinyalakan pada laboratorium tertentu. Adapun total lampu dari

setiap area praktikum yaitu berjumlah 9 lampu. Tidak dinyalakan semua

lampu pada saat pengukuran pencahayan yaitu disebabkan oleh adanya

anggapan cukupnya pencahayaan di laboratorium oleh mahasiswa. Selain

itu warna dari dinding laboratorium berwarna cream. Adapun hal tersebut

memberikan implikasi terhadap kurangnya pencahayaan di laboratorium.

b. Pengukuran Pencahayaan Ruang Penyimpanan

Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan yang dilakukan di

beberapa titik yang ditentukan dari 7 laboratorium seluruh ruang

penyimpanan bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tidak memiliki pencahayaan yang memadai.


151

Pengukuran pencahayaan yang dilakukan pada masing-masing titik yang

ditentukan berdasarkan grid dari masing-masing luas ruang praktikum

berada dibawah standar pencahayaan yang dikeluarkan oleh Peraturan

Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 mengenai nilai ambang batas

pencahayaan di laboratorium yaitu plus minus 500 lux atau 450-550 lux.

Dari hasil observasi pula diketahui bahwa kondisi laboratorium

pada saat pengukuran pencahayaan yang dilakukan yaitu lampu

dinyalakan pada ruang penyimpanan bahan kimia. Adapun total lampu

dari setiap area praktikum yaitu berjumlah 1 lampu serta cat dinding ruang

penyimpanan berwarna cream. Adapun hal tersebut memberikan implikasi

terhadap kurangnya pencahayaan di laboratorium

D. Sustain / Shitsuke (Pelibatan Pengguna laboratorium dalam menjaga

kebersihan)

Merupakan prinsip yang mempertahankan praktik dan perbaikan yang

baik dengan melibatkan kontribusi dari pekerja maupun pengguna

laboratorium dalam menjaga kebersihan lingkungan laboratorium yang sehat

dan aman. Dalam menerapkan prinsip ini membutuhkan disiplin dan

kepatuhan dalam menjalankannya (Safety culture, 2018).

Penerapan prinsip ini yaitu dengan cara : (1) komunikasi mengenai

prosedur dan tanggung jawab setiap pengguna laboratorium maupun laboran,

(2) melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium

maupun penyimpanan bahan kimia dan (3) melakukan audit untuk memantau

kefektifan laboratoium serta dari praktik kerja yang aman.


152

1. Adanya komunikasi mengenai prosedur dan tanggung jawab dari setiap

pengguna laboratorium mengenai kebersihan laboratorium dan

penyimpanan bahan kimia

Berdasarkan hasil observasi dari 7 laboratorium diketahui

seluruhnya telah melakukan komunikasi mengenai prosedur dan tanggung

jawab dari setiap pengguna laboratorium mengenai kebersihan

laboratorium dan penyimpanan bahan kimia. Penyampaian komunikasi

tersebut dilakukan secara lisan dan tulisan. Adapun Penyampaian secara

tulisan berupa tata tertib, aturan kebersihan yang tercantum dalam modul

praktikum. Sedangkan peyampaian secara lisan yaitu disampaian oleh

dosen ataupun laboran mengenai aturan penyimpanan bahan kimia secara

umum yaitu berupa pengarahan ketika menggunakan bahan kimia harus

disimpan ditempat semula pada awal perkuliahan.

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang

dilakukan oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut

adalah hasil kutipan wawancaranya :

“Alur penyampaian komunikasi prosedur dan tanggungjawab

dilakukan melalui lisan”. (IU1)

“Alur penyampaian komunikasi prosedur dan tanggungjawab

dilakukan dosen untuk cara penyimpanan alat dan bahan dilakukan di

awal pertemuan dalam panduan modul”. (IP1)

“Biasanya dosen praktikumnya sih yang menyampaikan tentang

aturan-aturan kebersihan, tatib laboratorium si awal pertemuan biasanya.

Laboran juga menyampaikan. Biasanya mahasiswa sudah mengerti jika


153

menggunakan bahan kimia yang diambil di lemari disimpan kembali di

tempat semula”. (IK1)

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka

dapat disimpulkan bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah memenuhi kriteria Adanya

komunikasi mengenai prosedur dan tanggung jawab dari setiap pengguna

laboratorium mengenai kebersihan laboratorium dan penyimpanan bahan

kimia.

2. Adanya bukti berupa foto kegiatan, handout ataupun softfile materi

ataupun kegiatan pelatihan yang dilakukan

Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, diketahui

bahwa seluruh pengelola laboratorium baik laboran dan STP telah

mengikuti pelatihan yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan

kapabilitas dalam mengelola laboratorium. Adapun pelatihan yang pernah

diikui yaitu mengenai manajemen laboratorium yang diselenggarakan di

Batam oleh Balai Pelatihan Kesehatan pada tahun 2017, pelatihan

ISO/IEC 17025 : 2017 mengenai akreditasi laboratorium. Kegiatan

tersebut difasilitasi oleh Fakultas. Berikut adalah dokumentasi handout

pelatihan yang pernah dikuti oleh laboran dan STP.


154

Sumber : Primer

Gambar 5.4 Dokumentasi Modul dan Handout Materi

Pelatihan

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang

dilakukan dengan informan utama, pendukung dan informan kunci.

Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :

“Pelatihan yang pernah saya ikuti manajemen laboratorium, ISO”.

(IU5)

“Pelatihan yang dibogor, manajemen laboratorium di batam”.

(IP5)

“Pelatihan untuk laboran, STP waktu itu safety, manajemen

laboratorium, yang tentang akreditasi laboratorium”. (IK1)

3. Adanya bukti berupa hasil audit yang dilakukan

Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, seluruh

laboratorium belum pernah melakukan audit baik audit internal maupun

audit eksternal. Hal tersebut didasarkan oleh tidak ditemukannya berupa

dokumen hasil audit laboratorium di seluruh laboratorium.


155

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan

informan utama, pendukung dan innforman kunci. Berikut adalah hasil

kutipan wawancaranya :

“Akreditasi bagian kecil dari audit. Waktu akreditasi ditanya alat

apa saa yang rusak. untuk audit keamanan laboratorium belum pernah

alasannya karena belum ada yang mampu untuk melakukan hal tersebut”.

(IU5)

“Belum pernah dilakukan audit alasannya karena personil

auditnya tidak tahu harusnya siapa, aturan belum ada”. (IP1)

“Audit berupa inventaris, untuk audit secera keseluruhan belum

pernah alasannya karena bergantung dana”. (IK2)

Dari hasil observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa audit di

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

belum pernah dilakukan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya sumber

daya yang dapat menyelenggarakan audit internal serta keterbatasannya

dana operasional laboratorium sehingga sulit untuk meminta pihak

eksternal untuk melakukan audit.

E. Standardize / Seiketsu (Adanya petunjuk atau prosedur

Menurut International Trade Centre, (2012) Penerapan prinsip ini

yaitu dengan cara : (1) menyediakan pengingat visual didinding berupa

petunjuk ataupun prosedur mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman,

(2) ketetapan temperatur suhu dan kelembaban. Hal ini bertujuan untuk

dijadikannya bahan referensi mengenai penyimpanan bahan kimia yang tepat

dan aman, temperatur suhu dan kelembaban.


156

1. Adanya pengingat visual didinding berupa petunjuk ataupun prosedur

mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman

Dari hasil observasi yang dilakukan di seluruh laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui

belum tersedia prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia di

setiap laboratorium. Penyimpanan bahan kimia yang dilakukan selama ini

oleh laboran hanya berdasarkan pengetahuannya terdahulu ketika

didapatkan semasa kuliah ataupun bekerja di tempat lain yang kemudian

disesuaikan dengan kondisi maupun fasilitas yang terdapat di

laboratorium.

Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang

dilakukan oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut

adalah hasil kutipan wawancaranya :

“Tidak ada pengingat visual di dinding mengenai prosedur

penyimpanan bahan kimia karena tidak ada aturan dari atas”. (IU2)

“Petunjuk aturan penyimpanan bahan kimia tidak ada”. (IP2

“Prosedur penyimpanan bahan kimia tidak ada alasannya tidak

focus mengenai itu” (IK2)

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka

dapat disimpulkan bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih belum memenuhi terkait kriteria

tersedianya prosedur untuk penyimpanan bahan kimia secara baku. Hal

tersebut disebabkan oleh fokus utama penyelenggaraan laboratorium

yaitu masih berorientasi terhadap jalannya suatu praktikum di


157

laboratorium dan belum fokus mengarah pada penyelenggaraan

praktikum yang sesuai dengan sistem dokumentasi yang sesuai dengan

ISO/IEC 17025 : 2017 mengenai keharusan untuk tersedianya prosedur

yang dapat memfasilitasi terseleggaranya laboratotorium yang sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

2. Adanya peran dan tanggung jawab pekerja maupun pengguna

laboratorium untuk menjaga budaya kebersihan (jadwal piket)

Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium diketahui

bahwa seluruhnya telah melakukan pembagian peran dan tanggung jawab

antara laboran dengan pengguna laboratorium untuk menjaga budaya

kebersihan (jadwal piket). Jadwal piket ini berfungsi untuk mengorganisir

pengguna laboratorium untuk kegiatan pembersihan laboratorium.

Adapun kegiatan pembersihan yang dilakukan yaitu bersih-bersih area

laboratorium seperti meja, wadah ataupun lantai namun khusus untuk

lantai laboratorium kimia obat tidak dilakukan pembersihan hal tersebut

dikarenakan rusaknya lantai laboratorium. Lantai laboratorium hanya

ditutupi dengan kardus sebagai upaya untuk menutupi lantai yang rusak

agar debu lantai tidak terinjak-injak dan semakin banyak.

Pembentukan jadwal piket melibatkan antara penanggung jawab

praktikum yang berasal dari mahasiswa dengan laboran masing-masing

laboratorium. Jadwal piket tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiwa

yang melakukan praktikum saja, namun diberlakukan pula untuk

mahasiswa yang sedang melakukan pengujian di laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


158

Hasil observasi tersebut didukung oleh hasil wawancara yang

dilakukan oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut

adalah kutipan wawancaranya :

“Penetapan peran dan tanggungjawab antara laboran dan

mahasiswa tentang kebersihan ada berupa jadwal piket”. (IU4)

“Penetapan peran dan tanggungjawab antara laboran dan

mahasiswa tentang kebersihan ada berupa jadwal piket pada setiap

praktikum dan ada penanggungjawabnya”. (IP4)

“Laboran membuat jadwal piket. Masing-masing laboratorium

mahasiswanya dilibatin untuk berish-berish setelah pemakaian” (IK1)

3. Adanya standar temperatur ruangan

a. Suhu dan Kelembaban

Dari hasil observasi yang dilakukan seluruh laboratorium

diketahui tidak terdapat standar suhu yang ditetapkan untuk masing-

masing laboratorium. Dari hasil pengukuran suhu yang telah

dilakukan pula diketahui bahwa, 6 ruang praktikum laboratorium dan

ruang penyimpanan bahan kimia menunjukkan bahwa hasil

pengukuran melebihi standar suhu yang dikeluarkan oleh Peraturan

Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018 yaitu berkisar 23C-26C.

Sedangkan 1 laboratorium lainnya yaitu PSO telah memenuhi standar

suhu yang telah ditetapkan. Mengenai kelembaban ruangan baik

ruang praktikum aupun ruang penyimpanan menunjukkan angka yang

kurang dari standar dengan kelembaban yang dikeluarkan oleh

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018 berkisar 40-60%.


159

Penyebab dari tidak terpenuhinya mengenai terdapatnya standar suhu

dan kelembaban ruangan yang ditetapkan disebabkan oleh tidak

adanya fasilitas yang mendukung untuk menerapkan suhu yang sesuai

dengan standar. hal tersebut dilatarbelakangi oleh rusaknya local

exhaust pada sebagian laboratorium serta rusaknya AC sehingga sulit

untuk mengontrol kesesuaian dari suhu dan kelembaban.

Hasil observasi tersebut didukung oleh hasil wawancara oleh

informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut adalah hasil

kutipan wawanacaranya :

“Tidak ada, karena tidak ada fasilitas yang memumpuni, jadi

percuma ada standar juga karena fasilitasnya ga mendukung. AC dan

Local exhaust saja rusak” (IU1)

Pernyataan tersebut pula didukung dengan infoman

pendukung yang menyebutkan bahwa tidak adanya standar mengenai

suhu dan kelembaban pula didukung dengan tidak adanya aturan yang

dikeluarkan oleh kepala laboratorium mengenai standar suhu dan

kelembaban ruangan laboratoirum. Berikut adalah hasil kutipan

wawancaranya :

“Tidak ada secara tertulis, karena memang selain fasilitas

tidak mendukung aturan dari kepala laboratorium juga tidak ada”.

(IP1)

Pernyataan dari kedua informa tersebut sejalan dengan

pernyataan informan kunci yang menyebutkan bahwa tidak adanya

aturan mengenai standar suhu dan kelembaban ruangan laboratorium


160

yang disebabkan oleh belum menaruh fokus pada standar mengenai

suhu dan kelembaban ruangan laboratorium.

“Ga ada, ga ada alasannya belum kepikiran aja sampai

kesana, karena fokusnya yang penting praktikum berjalan”.(IK1)

Tabel 5.5 Ringkasan Pemenuhan Kriteria Aspek Kebersihan Laboratorium

(Maintain Good Housekeeping) di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019

No. Laboratorium Kriteria metode 5 S Keterangan


Sort Set In Shine Sustain Standardize
Order

1. Farmakogonosi Tidak Sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak


– Fitokimia sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
2. Penelitian II Tidak Sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak
Sesuai Sesuai sesuai Sesuai Sesuai
3. Kimia Obat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Sesuai Sesuai Sesuai sesuai Sesuai Sesuai
4. PDR Tidak Sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak
Sesuai Sesuai sesuai Sesuai Sesuai
5. PHA Tidak Sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
6. PSO Tidak Sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
7. HEN Sesuai Sesuai Tidak Tidak Tidak Tidak
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa seluruh laboratorium

Fakultas Ilmu Kesahatan yang menjadi tempat penelitian belum memenuhi aspek

perawatan kebersihan laboratorium (mantain good hosukeeping)


161

5. Gambaran Perawatan dan Pengendalian Stok Bahan Kimia Di

Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Dalam menentukan kesesuaian pengendalian stok bahan kimia di masing-

masing laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri syarif

Hidayatllah Jakarta, peneliti menggunakan kriteria pengendalian bahan kimia

yang mengacu pada prinsip penyimpanan bahan kimia aman yang dikeluarkan

oleh University of Nothingham, (2012). Dimana kriteria dalam pengendalian stok

bahan kimia tersebut menyatakan bahwa setiap bahan kimia harus dilakukan

kegiatan pengecekkan bahan kimia, dan memerhatikan terkait perputaran stok

bahan kimia (FIFO) dan pembuangan bahan kimia yang sudah memasuki tanggal

kadaluarsa (FEFO). Untuk dapat menentukan kesesuaian dari setiap label bahan

kimia yang terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Jakarta, peneliti memperoleh data dengan cara melakukan observasi serta

wawancara mendalam mengenai pengendalian stok bahan kimia dan alasan terkait

tidak sesuainya kriteria pengendalian bahan kimia di masing-masing

laboratorium. Berikut adalah hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat

pada tabel 5.6


162

Tabel 5.6 Gambaran Perawatan dan Pengendalian Stok Bahan Kimia Di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia


Melakukan Menggunakan bahan Melakukan pembuangan pada Keterangan
No. Laboratorium
pengecekan tanggal Kimia persediaan bahan kimia yang telah memasuki
kadaluarsa terdahulu (FIFO) tanggal kadaluarsa (FEFO)

Tidak
melakukan pembuangan pada bahan
Pengecekan tanggal
kimia yang sudah memasuki tanggal
kadaluarsa dilakukan Bahan Kimia
Farmakogonosi – kadaluarsa. Bahan kimia yang sudah
1. ketika bahan kimia ingin persediaan terdahulu Tidak Sesuai
Fitokimia kadalursa masih digunakan dalam
digunakan. Pengecekan disimpan di deretan
praktikum jika secara fisik terlihat
tersebut dilakukan oleh paling depan.
masih baik (tidak berubah warna) dan
laboran
disimpan secara bersamaan dengan
bahan kimia yang belum kadaluarsa.
163

Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia


Melakukan Menggunakan bahan Melakukan pembuangan pada Keterangan
No. Laboratorium
pengecekan tanggal Kimia persediaan bahan kimia yang telah memasuki
kadaluarsa terdahulu (FIFO) tanggal kadaluarsa (FEFO)
Pengecekan tanggal Menempatkan bahan Tidak melakukan pembuangan
kadaluarsa dilakukan kimia persediaan terhadap bahan kimia yang sudah
ketika bahan kimia ingin terhdahulu di deretan kadalursa. Bahan kimia yang sudah
digunkaan untuk paling depan kadalurasa masih digunakan untuk
kegiatan praktikum praktikum jika secara fisik masih
2. Penelitian II mahasiswa dan setiap 6 baik (tidak berubah warna) Tidak Sesuai
bulan sekali oleh seadngkan untuk bahan kimia yang
laboran kadaluarsa dan sudah tidak bisa
digunakan hanya dikumpulkan

Tidak melakukan Menempatkan bahan Tidak semua bahan kimia yang sudah
pengecekan tanggal kimia persediaan memasuki tanggal kadaluarsa
kadaluarsa dikarenakan terhdahulu di deretan dibuang. Pembuangan dilakukan
bahan kimia yang paling depan ketika bahan kimia kadalursa tersebut
3. Kimia Obat terdapat di laboratorium menunjukan ciri fisik yg sudah tidak Tidak sesuai
tidak memiliki tanggal bisa digunakan kembali. Namun
kadaluarsa secara pasti. untuk bahan kimia yang sudah
Dan kadaluarsa dan sudah tidak bisa
tidak melakukan digunakan kembali dilakukan
pencatatan ketika botol pembuangan. Untuk pembuangan
164

Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia


Melakukan Menggunakan bahan Melakukan pembuangan pada Keterangan
No. Laboratorium
pengecekan tanggal Kimia persediaan bahan kimia yang telah memasuki
kadaluarsa terdahulu (FIFO) tanggal kadaluarsa (FEFO)
pertama kali dibuka jenis bahan kimia cair dibuang ke
westafel. Sedangkan untuk bahan
kimia padatan dibuang ke tong
sampah
Pengecekkan tanggal Menempatkan bahan Tidak sesmua bahan kmia yang sudah
kadalursa dilakukan kimia persediaan memasuki tanggal kadaluarsa
setiap berakhirnya terhdahulu di deretan dipisahkan dan dibuang. Untuk bahan
4. PDR semester atau 6 bulan paling depan kimia yang masih menujukkan ciri Tidak sesuai
sekali. fisik yang masih layak untuk
digunakan maka bahan kimia tersebut
masih disimpan dan digunakan untuk
keperluan praktikum
Melakukan pengecekkan Menempatkan bahan Tidak semua bahan kimia yang sudah
tanggal kadaluarsa kimia persediaan memasuki tanggal kadalurasa
ketika bahan kimia terhdahulu di deretan dilakukan pemisahan dan dibuang.
tersebut digunakan pada paling depan Bahan kimia yang sudah memasuki
5. PHA saat praktikum tanggal kadalursa namun belum Tidak sesuai
menunjukkan perubahan secara fisik
masih disimpan secara bersamaan
dan digunakan untuk kegiatan
praktikum. Contoh bahan kimia yang
telah memasuki tanggal kadalurasa
165

Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia


Melakukan Menggunakan bahan Melakukan pembuangan pada Keterangan
No. Laboratorium
pengecekan tanggal Kimia persediaan bahan kimia yang telah memasuki
kadaluarsa terdahulu (FIFO) tanggal kadaluarsa (FEFO)
dan ditemukan di lab ini adalah
alkohol
166

Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia


Melakukan Menggunakan bahan Melakukan pembuangan pada Keterangan
No. Laboratorium
pengecekan tanggal Kimia persediaan bahan kimia yang telah memasuki
kadaluarsa terdahulu (FIFO) tanggal kadaluarsa (FEFO)
Melakukan pengecekkan Menempatkan bahan Bagi bahan kimia yang ditemukan
tangal kadalursa hanya kimia persediaan sudah memasuki tanggal kadalursa
pada bahan kimia yang terhdahulu di deretan dan menujukkan perubahan fisik
tertera tanggal paling depan dilakukan pemisahan namun bagi
kadalursa. Sedangkan bahan kimia kadalursa yang tidak
bahan kimia yang tidak memiliki tanggal kadalursa dan masih
memiliki tanggal tidak menunjukkan perubahan ciri
kadalursa tidak fisik maka masih disimpan dan
dilakukan pencatatan digunakan dalam kegiatan praktikum
ketika botol pertama kali
6. PSO dibuka. Pengecekkan Tidak sesuai
tanggal kadalursa
tersebut dilakukan
ketika stock opname
atau setiap 6 bulan
sekali.
167

Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia


Melakukan Menggunakan bahan Melakukan pembuangan pada Keterangan
No. Laboratorium
pengecekan tanggal Kimia persediaan bahan kimia yang telah memasuki
kadaluarsa terdahulu (FIFO) tanggal kadaluarsa (FEFO)
Tidak ada rutinitas Menempatkan bahan Tidak melakukan pemisahan terhadap
untuk melakukan kimia persediaan bahan kimia yang telah memasuki
pengecekan tanggal terhdahulu di deretan taanggal kadalursa. Ditemukan bahan
7. HEN kadalursa. Pengecekkan paling depan kimia yang kadaluarsa di lemari Tidak Sesuai
dilakukan ketika bahan penyimpanan bahan kimia
ingin digunakan untuk
praktikum
168

Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium yang dijadikan

sebagai lokasi penelitian, seluruhnya tidak memenuhi kriteria yaitu tidak

melakukan salah satu aspek ataupun keduanya yaitu terkait tidak melakukan

pengecekan tanggal kadalursa dan melakukan pembuangan pada bahan kimia

yang telah memasuki tanggal kadalursa (FEFO).

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada setiap

laboran Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

menyebutkan bahwa alasan tidak terpenuhinya aspek pengendalian stok bahan

kimia di laboratorium yaitu disebabkan oleh belum adanya aturan baku mengenai

pengendalian terhadap stok bahan kimia dan terbatasnya fasilitas yang dapat

menunjang untuk pengaturan stok bahan kimia dan pembuangan stok bahan

kimia. Berikut merupakan beberapa hasil wawancara yang dilakukan oleh

beberapa laboran :

“Bahan kimia yang kadaluarsa tapi masih bisa dipake di simpan,

yang ga bisa dipake dibuang, dibuang ke tong sampah, ga dipisahkan dulu

karena ga ada memang, disini sistem limbahnya ga berjalan sistem

pembuangan limbahnya ga ada jadi kita ya mau gamau terpaksa,

prosedurnya tidak ada disini harusnya ketempat pembuangan limbah tapi

saya tau kan saya pernah pelatihan tuh jadi tau bukan ada tapi tau tapi

tidak dilakukan gara-gara fasilitasnya ga ada “. (IU5)

“Ketika ada bahan yang kadaluarsa selama ini materialnya saya

buang, di buang tempat sampah, saya bingung untuk menangani limbah”.

(IU1)
169

“Kalau saya sih caranya saya pisahin doang, soalnya saya

bingung mau di buang dimana, sebenernya kalau di buang di westafel

juga ga masalah, sebenernya menurut saya buat bahan-bahan tertentu

kaya pewarna/perasa makanan soalnya disini sttusnya foodgrade”. (IU6)

“Tidak semua bahan kimia yg sudah kadualursa dibuang hanya

bahan kimia yang sudah berubah bentuk misalnya dari padat menjadi cair

ataupun berubah warna yang dibuang. Dibuangnya kewatafel, secara

aturan belum ada”. (IU3)

Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan

utama, kemudian didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh

informan pendukung yang menyebutkan bahwa

“Pengcecekan tanggal kadalursa dilakukan setiap 1 semester

sekali oleh laboran, untuk penanganan pembuangan limbah expayed

dilabel merah, kemudian di pisahkan di tempatt bahan-bahan yang

expayed kemudian dimusnahkan sesuai dengan caranya sendiri. Misalnya

cairan dimusnahkan dengan cara diencerkan ataupun di tanam. Jika

padatan di musnahkan dengan cara di bakar di insenerator. Jika ditanya

soal SOPnya secara tertulis demikian harusnya ada tapi selama ini saya

belum pernah liat aturan tersebut. Terus saya bisa tahu darimana aturan

seperti itu ya dari saya sendiri karena saya pernah bekerja di tempat

lain”. (IP4)

“Selama ini belum ada aturan mengenai prosedur untuk melakukan

pengeckkan tanggal kadalursa, pengecekkan tanggal kadalursa biasanya


170

dilakukan ketika bahan kimia tersebut akan digunkan dan baru ketahuan

bahwa itu sudah kadalursa. Untuk penanganan terhadap limbah

kadaluarsa. Limbah yang sudah kadalursa bisanya disisihkan dan

dikumpulkan kemudian dikoordinasikan ke bagian umum untuk di proses”.

(IP7)

“Selama ini tidak ada prosesnya pembuangan limbah yang ada

maka itu masih dibiarkan. Karena instruksi untuk melakukan pembuangan

limbah tidak ada. Dan kalau memang masih bisa digunakan saya

gunakan”. (IP1)

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh informan utama maupun

pendukung serta hasil observasi yang telah dilakukan, didapakan hasil

yang sejalan dengan pengakuan informan kunci mengenai belum adanya

aturan, serta tidak adanya fasilitas yang memadai menjadi alasan belum

sesuainya kriteria pengendalian stok bahan kimia. Berikut kutipan hasil

wawancara yang dilakukan dengan informan kunci :

“Belum, belum saya pun belum kepikiran sampai kesana.

Peraturannya belum ada, kayanya pembuangan belum ada, saya pun

gatau tuh kita juga mau pembuangan itu kemana kita bisa itu belum tahu

saya belum ada deh kayaknya di UIN”. (IK2)


171

6. Gambaran Peletakan Bahan Kimia (Do Not Store Chemical Under

Sink) Di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Penentuan kesesuaian peletakan bahan kimia di masing-masing

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri syarif

Hidayatllah Jakarta, peneliti menggunakan pinsip penyimpanan bahan

kimia aan yang dikeluarkan oleh University of Nothingham. (2012) yaitu

menyebutkan bahwa bahan kimia tertentu dilarang diletakan di bawah

westafel maupun area westafel. Untuk dapat menentukan kesesuaian dari

kiteria tersebut memperoleh data dengan cara melakukan observasi serta

wawancara mendalam mengenai pelabelan dan alasan terkait tidak

sesuainya peletakan bahan kimia di masing-masing laboratorium. Berikut

adalah hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Gambaran Peletakan Bahan Kimia Di Laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2019

No. Laboratorium Hasil Pengamatan Keterangan


1. Farmakogonosi – Tidak ditemukan bahan
fiokimia kimia yang disimpan ataupun
2. Penelitian II diletakkan dibawah westafel
3. Kimia Obat pada seluruh laboratorium
4. PDR yang menjadi lokasi
penelitian. Seluruh bahan Sesuai
5. PHA
6. PSO kimia di simpan di lemari
7. HEN penyimpanan dan diletakkan
di meja praktikum ataupun
lantai yang berjauhan dengan
westafel.
172

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa dari 7 laboratorium

yang menjadi lokasi penelitian tidak ditemukan bahan kimia yang

disimpan ataupun diletakan dibawah maupun berdekatan dengan westafel.

Masing-masing laboratorium menyimpan bahan kimia di lemari

penyimpanan bahan kimia yang terdapat di ruang praktikum maupun

ruang penyimpanan bahan kimia. Adapun bahan kimia yang tidak

disimpan dilemari akibat terbatasnya jumlah lemari yang dimiliki,

diletakkan dilantai yang berjauhan dengan westafel. Selain itu untuk bahan

kimia yang digunakan dalam kegiatan praktikum diletakkan di atas meja

praktikum. Dengan demikian dapat disimpulkan maka hal tersebut telah

sesuai dengan aspek terkait peletakan bahan kimia.

Hasil observasi tersebut didukung pula dengan hasil wawancara

yang dilakukan oleh peneliti kepada informan utama yang menyebutkan

bahwa tidak ada bahan kimia yang disimpan di bawah westafel. Berikut

beberapa kutipan wawancara dengan informan utama :

“Ga ada tapi memang di bawah westafel ga ada ruang

penyimpanan”. (IU5)

“Ga ada, saya gatau kan aturannya dari sini mungkin mereka

kurang ini sama lab, kalau dari saya sendiri yang naro bahan jadi saya ga

taro di bawah westafel”. (IU2)

Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa sejalan dengan

hasil observasi yaitu tidak bahan kimia yang disimpan di bawah westafel.

Namun diketahui dari hasil wawancara tersebut secara aturan mengenai

larangan peletakkan bahan kimia di bawah westafel belum ada. terkait


173

dengan tidak adanya aturan mengenai peletakkan bahan kimia

disampaikan pula oleh informan pendukung. Berikut adalah hasil

wawancara dengan informan pendukung :

“ Larangan mengenai bahan kimia yang tidak boleh diletakkan

dekat-dekat westafel tidak ada”. (IP7)

“Aturan mengenai bahan kimia tidak boleh diletakkan ataupun

didekatkan di westafel secara lisan maupun tulisan kayaya ga ada

ya.”.(IP4)

Dari kedua pernyataan yang disebutkan oleh informan dan

informan pendukung mengenai tidak adanya aturan terkait peletakan

bahan kimia yang dilarang disimpan maupun didekatkan dekat dengan

westafel disampaikan pula oleh informan kunci. Berikut adalah hasil

kutipan wawancara dengan informan kunci :

“Kalau peraturan-peraturan penyimpanan kita itu ga ada secara

tertulis”. (IK2)

Dari pernyataan hasil wawancara yang dilakukan oleh informan

kunci terkait belum adanya aturan mengenai peletakan bahan kimia yang

dilarang dibawah westafel maupun berdekatan dengan westafel dapat

disimpun yaitu kurangnya pengetahuan yang dimiliki terkait efek yang

ditimbulkan maupun syarat-syarat penyimpanan bahan kimia. Selain itu

alasan lain dari belum terbentuknya aturan-aturan mengenai syarat

penyimpanan maupun peletakkan bahan kimia yaitu beban kerja yang

dimiliki oleh STP maupun Kepala laboratorium yang memiliki pekerjaan

yang merangkap. Selain menjabat sebagai pengurus laboratorium STP dan


174

kepala laboartorium dibebankan pula untuk mengajar dengan bobot kerja

yang sama dengan dosen yang tidak terlibat dalam kepengurusan

laboratorium. Berikut adalah hasil wawancara yang menyebutkan alasan

tersebut :

“Belum dibuat karena belum ada waktu kali ya, karena yaitu

dosennya dengan ininya bebannya kemudian yaitu belum ada waktu”.

(IK1)

7. Gambaran Penyimpanan Bahan Kimia Yang Dapat Dijangkau Oleh

Penglihatan Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Aspek penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh

penglihatan yaitu mengenai ketinggian dari rak penyimpanan bahan kimia.

Berikut adalah hasil pengukuran ketinggian rak penyimpanan bahan kimia

yang terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dapat dilihat pada tabel 5.8

Tabel 5.8 Gambaran Ketinggian Rak Penyimpanan Bahan Kimia di

Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Keterangan
(Standar :
Hasil Pengukuran Tinggi 127,2 cm –
No. Laboratorium Lemari Rak Penyimpanan 133,8 cm /
Bahan Kimia 1,272 m –
1.338 m)
1. Farmakogonosi – Lemari Rak Penyimpanan
fiokimia Bahan Kimia I
Tidak Sesuai
- Rendah : 0,73 m
- Tinggi : 1,63 m
175

Keterangan
(Standar :
Hasil Pengukuran Tinggi 127,2 cm –
No. Laboratorium Lemari Rak Penyimpanan 133,8 cm /
Bahan Kimia 1,272 m –
1.338 m)
Lemari Rak Penyimpanan
Bahan Kimia II
- Rendah : 0,11 m Tidak Sesuai
- Tinggi : 1,45 m
-
Keterangan : Terdapat bahan
kimia yang disimpan di lantai
2. Penelitian II a. Lemari Penyimpanan
di ruang praktikum
- Rendah : 0,73 m Tidak Sesuai
- Tinggi : 1,63 m

b. Lemari Penyimpanan
di Ruang Penyimpanan
Bahan Kimia (Lemari I Tidak Sesuai
& II)
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m
3. Kimia Obat Lemari Penyimpanan Bahan
Kimia di Ruang Praktikum
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m Tidak Sesuai

Keterangan : Terdapat Bahan


Kimia yang disimpan di lantai
4. PDR Lemari Penyimpanan Bahan
Kimia di Ruang Praktikum
(Lemari I & II)
- Rendah : 0,11 m
Tidak Sesuai
- Tinggi : 1,45 m
Keterangan : Terdapat bahan
kimia yang diletakkan
dibawah lantai
5. PHA Lemari penyimpanan 1, 2 dan
3 Tidak Sesuai
- Rendah : 0,20 m
- Tinggi : 0,20 m
176

Keterangan
(Standar :
Hasil Pengukuran Tinggi 127,2 cm –
No. Laboratorium Lemari Rak Penyimpanan 133,8 cm /
Bahan Kimia 1,272 m –
1.338 m)
6. PSO Lemari Penyimpanan Bahan
Kimia di Ruang Praktikum
(Lemari I, II & III)
Tidak Sesuai
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m

7. HEN Lemari Penyimpanan Bahan


Kimia di Ruang Penyimpanan
(Lemari I,II,III&IV)
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m Tidak Sesuai

Keterangan : Terdapat Bahan


Kimia yang disimpan di
bawah lantai

Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan pada lemari rak

penyimpanan bahan kimia yang terdapat di 7 laboratorium, diketahui

bahwa seluruh lemari yang terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang digunakan sebagai rak

menyimpan bahan kimia tidak sesuai ketinggiannya dengan standar yang

ditetapkan oleh University of Nothingham, (2012). Selain itu dari hasil

observasi pula diketahui bahwa terdapat bahan kimia yang disimpan

dibawah lantai yang ditemukan pada laboratorium Farmakogonosi-

fitokimia, kimia obat, penelitian I dan HEN.

Dari hasil wawancara diketahui alasan tidak terpenuhinya

ketinggian rak penyimpanan bahan kimia yaitu disampaikan oleh informan


177

utama, pendukung maupun informan kunci. Berikut adalah hasil

wawancara yang dilakukan oleh informan utama :

“Untuk aspek ketinggiannya yang bisa di jangkau semua tuh

lemarinya paling tinggi segitu kira-kira 175 cm. Lemarinya sama semua”.

(IU5)

“Lemarinya lemari kayu berkaca gitu sih yang bagus, dari segi

ketinggian kira-kira 1 meter, menurut saya rak ini udah sesuai standar

sama aspek keterjangkauan, cuman ini ngegabung sama buka terus yang

bawahnya pintunya kayu harusnya kaca”. (IU2)

“Gatau juga saya, kalau saya sih saya simpen aja di lemari, biar

saya sendiri bisa liat ga perlu pake kursi kalau kita berdiri yang di atas

masih tau atau keliatan berarti masih bisa”. (IU6)

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh informan utama

dapat diketahui bahwa pengetahuan mengenai ketinggian rak

penyimpanan bahan kimia yang sesuai standar masih kurang. Hasil

tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh informan

pendukung :

“Itu cairan spirtus, kalau itu memang harusnya ditaruh dilantai

setahu saya ya, itu diletakkin disitu karena waktu itu ada yang pake”.

(IP7)

“Saya ga hafal berapa ketinggiannya harus berapa. Aturan

mengenai ketinggian rak penyimpanan rak harusnya ada tapi untuk

aturan yang ada di lab Fikes ini tidak ada, aturan tersebut saya tau hanya

dari teori”. (IK1)


178

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan alasan tidak terpenuhinya mengenai ketinggian rak

penyimpanan bahan kimia yaitu disebabkan oleh yaitu disebabkan oleh

terbatasnya fasilitasnya pendukung yaitu lemari penyimpanan bahan

kimia. Hal ini dapat terlihat dari masih adanya bahan kimia yang disimpan

berbarengan dengan buku-buku dan tidak bahan kimia yang bukan berasal

dari laboratorium yang disimpan dilemari penyimpanan bahan kimia

C. Gambaran Pengelolaan Prinsip Penyimpanan Bahan Kimia Di

Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019

Berdasarkan penilaian kesesuaian yang telah dilakukan pada setiap

aspek prinsip penyimpanan bahan kimia di masing-masing laboratorium

maka dapat dilakukan pemetaan prinsip penyimpanan bahan kimia

berdasarkan prinsip penyimpanan bahan aman yang dikeluarkan oleh

University of Nothingham. Dimana pada prinsip tersebut menyebutkan

bahwa ketegori penyimpanan bahan kimia di laboratorium aman yaitu

memenuhi seluruh aspek prinsip penyimpanan bahan kimia yaitu (1)

Pelabelan bahan kimia (labeling), (2) Kompatibilitas bahan kimia

(compatibility), (3) Pengadaan bahan kimia yang sedikit (minimize

quantities), (4) perawatan kebersihan laboratorium (maintain good

houskeeping), (5) Perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia

(maintan good stock control), (6) Peletakan bahan kimia (do not store

chemical under sinks), (8) Penyimpanan bahan kimia yang dapat

dijangkau oleh penglihatan (sensible shelf storage). Berikut merupakan


179

hasil pemetaan aspek prinsip penyimpanan bahan kimia yang dapat dilihat

pada tabel 5.9


180

Tabel 5.9 Pemetaan Apek Prinsip Penyimpanan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019

Aspek Prinsip Penyimpanan Bahan Kimia


Pelabelan Kompatibilitas Pengadaan Perawatan Pengendalian Peletakan Penyimpanan
No. Laboratorium Bahan Bahan Kimia Bahan Kebersihan Stok Bahan Bahan yang dapat Keterangan
Kimia Kimia Loratorium Kimia Kimia dijangkau
dengan
penglihatan
1. Farmakogonosi Tidak Tidak Tidak Tidak Aman
- fiokimia Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai
Sesuai Sesuai Sesuai

2. Penelitian II Tidak Tidak Tidak


Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
Sesuai Sesuai Sesuai
3. Kimia Obat Tidak Tidak Tidak
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
Sesuai Sesuai Sesuai
4. PDR Tidak Tidak Tidak
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
Sesuai Sesuai Sesuai
5. PHA Tidak Tidak
Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
Sesuai Sesuai
6. PSO Tidak Tidak Tidak
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
Sesuai Sesuai Sesuai
7. HEN Tidak Tidak Tidak
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
Sesuai Sesuai Sesuai
181

Dari tabel 5.9 diketahui bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian

dikategori tidak aman dalam segi aspek penyimpanan bahan kimia di laboratorium tersebut. Adapun ketidaksesuaian dari aspek

yang tidak terpenuhi yaitu pada aspek pelabelan bahan kimia, kompatibilitas bahan kimia perawatan terhadap kebersihan

laboratorium, pengendalian stok bahan kimia serta penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau dengan penglihatan

(ketinggian rak penyimpanan bahan kimia)


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini tidak luput dari adanya kekurangan, baik dari sisi penilaian,

maupun sisi lainnya. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Tidak melakukan penilaian terhadap 1 aspek penyimpanan bahan kimia mengenai

kesesuaian jenis wadah bahan kimia. Hal ini dikarenakan oleh keterbatasan instrumen yang

digunakan serta keterbatasan peneliti untuk melakukan penilaian tersebut.

2. Penilaian pada pengadaan bahan kimia secara minimal hanya didasarkan kebutuhan

praktikum tidak melihat dari sisi pengadaan bahan kimia untuk kebutuhan penelitian dosen.

B. Pemetaan Penyimpanan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut University of Nothingham. (2012) Prinsip penyimpanan bahan kimia aman

harus memenuhi 7 aspek yaitu (1) pelabelan bahan kimia, (2) kompatibilitas bahan kimia, (3)

pengadaan bahan kimia yang sedikit, (4) perawatan kebersihan laboratorium, (5) perawatan

pengendalian stok bahan kimia, (6) peletakan bahan kimia dan (7) penyimpanan bahan kimia

yang dapat dijangkau dengan penglihatan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui

bahwa penyimpanan bahan kimia pada 7 laboratorium yang terdapat di Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan berada pada kategori tidak

aman. Penilaian tersebut didasarkan oleh hasil perbandingan yang didapatkan dari perolehan

data observasi, wawancara dan telaah dokumen dengan masing-masing aspek dari prinsip

penyimpanan bahan kimia aman.

182
183

Mengenai aspek dari pelabelan bahan kimia, Menurut Global Harmonized System setiap

label bahan kimia harus memuat infromasi keterangan yaitu : (1) Penanda Produk, (2)

piktogram bahaya, (3) kata sinyal, (4) pernyataan bahaya, (5) identifikasi produsen, serta (6)

informasi mengenai tindakan pencegahan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 7

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

hanya ada 1 laboratorium yaitu labortorium PHA yang memenuhi kriteria aspek pelabelan yang

sesuai dengan kriteria label yang dikeluarkan oleh GHS. Sedangkan 6 laboratorium lainnya

yaitu Farmakogonosi-fitokimia, penelitian II, Kimia Obat, PDR, PSO, HEN dan hanya

mencantumkan terkait nama bahan kimia pada label dan belum mencantumkan terkait

piktogram bahaya, kata sinyal, pernyataan bahaya, identifikasi produsen dan informasi

mengenai tindakan pencegahan.

Selanjutnya pada aspek kompatibilitas diketahui dari dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta hanya 1 laboratorium yang

memenuhi aspek penyimpanan kompatibilitas yaitu laboratorium PHA. Menurut MEMD

Miliporse, (2013) kompatibilitas bahan kimia adalah pedoman umum untuk penyimpanan

material bahan kimia berbahaya. Tujuannya agar bahan kimia tersebut tidak tercampur

ataupun bereaksi ketika didekatkan secara berdekatan. Kompatibilitas bahan kimia sangat

penting ketika terdapat beberapa bahan kimia yang berbahaya memilki sifat yang tidak

similar. Pemenuhan pada laboratorium PHA didasarkan oleh pada laboratorium PHA bahan

kimia dipisahkan berdasarkan bentuk dan sifat kimianya (mudah terbakar, ekspolsif, korosif dll)

sehingga hal ini yang menyebabkan bahwa penyimpanan bahan kimia di laboratorium tersebut

secara tidak sengaja memenuhi aspek kompatibilitas bahan kimia.


184

Selanjuntya pada aspek pengadaan bahan kimia secara minimal yaitu diketahui seluruh

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

diketahui pengadaan bahan kimia tidak berdasarkan tingkat kebutuhan. Berdasarkan American

Chemical Society, (1993) konsep minimise quantites dikenal dengan konsep Less is Better, yaitu

mempergunakan bahan kimia dalam jumlah sedikit dan memiliki pengaruh yang besar.

Penyimpanan bahan kimia berbahaya harus seminimum mungkin ataupun sewajarnya mungkin

untuk penggunaannya di laboratorium.

Aspek lain dari penyimpanan bahan kimia aman yaitu perawatan kebersihan

laboratorium (Maintain good Housekeeping). Menurut Safety culture, (2018) aspek

housekeeping biasanya diterapkan pada bidang manufaktur, gudang, kantor, dan rumah sakit.

Namun prinsipnya aspek housekeeping pada semua tempat kerja termasuk laboratorium yang

terdapat bahan kimia. Penerapan aspek housekeeping 5S di laboratorium menurut Ball, (2013)

yaitu diantaranya dapat meningkatkan keamanan laboratoium, mendukung adanya keterlibatan

karyawan dalam mengorganisir laboratorium, efisensi terhadap ruang laboratorium maupun

stok persediaan bahan kimia, serta kebersihan laboratorium. Berikut adalah hasil penelitian dari

masing-masing kriteria 5S sebagai berikut :

1. Penyortiran (Sort / Seiri)

Menurut Safety culture. (2018) penerapan prinip penyortiran yaitu

menghilangkan apapun yang tidak diperlukan agar pelatan berfungsi dengan baik

dan mencari tahu terkait item mana yang harus ditiadakan. Penerapan prinsip ini

yaitu diantaranya : (1) memilih dan melist peralatan, barang, bahan yang telah rusak,

tidak terpakai dan tidak berguna lagi dan (2) menentukkan frekuensi pemakaian

barang (harian, mingguan, bulanan, tidak pernah).


185

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium, seluruh

laboratorium telah melakukan frekuensi pemakaian barang namun masih terdapat 1

laboratorium yang belum melakukan pencatatan terhadap pealatan yang rusak, 4

laboratorium belum melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang rusak dan

tidak terpakai lagi dan seluruh laboratorium belum melakukan pencatatan terhadap

bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa. menurut Ball, (2013) tujuan

dari adanya pencatatan terhadap peralatan, barang-barang maupun bahan yang sudah

memasuki tanggal kadaluarsa yaitu untuk mengetahui item-item tersebut

dikategorikan sebagai yang sudah tidak terpakai maupun tidak berfungsi dengan

baik.

2. Menyimpan pada tempatnya (Set In Order / Seiso)

Menyimpan bahan kimia pada tempatnya bertujuan untuk menciptakan

manajemen visual yang baik dengan mempertimbangkan item apa yang harus

diposisikan, kuantitas dan dimana penempatan yang sesuai. Penerapan aspek ini

dilakukan dengan cara : (1) mengalokasikan dan menyimpan barang pada tempat

yang mudah dijangkau serta (2) mengelompokkan alat atau item berdasarkan

penggunaan dan fungsinya (Safety culture, 2018).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat 6 laboratorium yang telah

memenuhi aspek set in order, hal ini terlihat dari terpenuhinya kriteria pada adanya

pemisahan alat-alat di ruang khusus sesuai dengan penggunaannya serta ruang

penyimpanan bahan kimia yang terpisah dari area praktikum mahasiswa.

Sedangkan 1 laboratorium yaitu laboratorium kimia obat belum memenuhi terkait


186

kriteria tersebut. Tidak terepenuhinya mengenai kriteria pemisahan alat-alat di

ruang khusus yang sesuai dengan penggunaannya yaitu disebabkan oleh lemari

penyimpanan bahan kimia berada dalam ruangan yang sama dengan area praktikum

mahasiswa. . Menurut Bapelkes, (2017) tata ruang yang baik bagi laboratorium

yaitu dapat memisahkan antara ruang persiapan, peralatan, penyimpanan bahan,

ruang bekerja (ruang praktikum),ruang staff, ruang teknisi. Dengan adannya

pemisahan terhadap tata ruang tersebut maka dapat menciptakan optimalisasi visual

pada laboratorium sehingga dapat mendorong untuk menciptakan laboratorium

yang rapi serta nyaman dalam bekerja maupun aman dalam menggunakan

3. Kebersihan wadah dan laboratorium (Shine / Seiso)

Penerapan prinsip kebersihan wadah dan laboratorium menurut Ball. (2013)

yaitu menjaga agar wadah dan bahan kimia serta laboraorium dalam keadaan

bersih. Penerapan aspek ini yaitu dilakukan dengan cara : (1) menetapkan rutinitas

pembersihan pada wadah dan botol bahan kimi, (2) memastikan area kerja

laboratorium bersih dan siap digunakan sebelum dan sesudah praktikum, (3)

membersihkan area kerja setelah shift berakhir minimal 5 menit, (4) melakukan

kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan,

wadah, peralatan, kabel usang dll, (5) memasang pencahayaan yang memadai

(Safety Culture, 2018).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah memenuhi kriteria aspek

penetapan rutinitas pembersihan wadah dan botol bahan kimia. Pemenuhan tersebut

dilatarbelakangi oleh adanya kewajiban yang diberikan oleh dosen praktikum


187

maupun laboran untuk melakukan pembersihan pada wadah maupun botol bahan

kimia yang digunakan setelah praktikum selesai. Kemudian adapun pembersihan

tambahan yang dilakukan oleh laboran terhadap wadah dan botol bahan kimia

relatif dikerjakan setiap seminggu sekali ataupun 6 bulan sekali.

Selanjutnya terkait dengan kegiatan pemastian terhadap area kerja bersih

dan siap digunakan terdapat kriteria mengenai kebersihan area praktikum maupun

ruang penyimpanan sebagai berikut :

5. Tidak tercium bau busuk/ bau bahan kimia yang menyengat di dalam

ruangan laboratorium

6. Tidak terdapat sampah di atas meja praktikum, di lantai ruangan

laboratorium

7. Tidak terdapat debu di meja praktikum, lemari tempat penyimpanan bahan

kimia, dan lantai laboratorium

8. Tidak terdapat air tergenang di lantai maupun di meja praktikum

Tujuan dari penerapan kriteria ini yaitu untuk menciptakan area praktikum

yang bersih, sehat dan nyaman untuk pengguna laboratorium seihngga terhindar

dari kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja akibat paparan dari bahan kimia

maupun risiko bahaya yang ada di laboratorium.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium terdapat 3

laboraorium yaitu diantaranya laboratorium penelitian II, PHA, dan PSO yang telah

memenuhi kriteria kebersihan pada area praktikum mengenai tidak tercium bau

busuk / bau bahan kimia yang menyengat di dalam ruangan laboratorium.

Sedangkan 4 laboratorium lain diantaranya laboratorium Farmakogonosi-fitokimia,


188

kimia obat, PDR dan HEN belum memenuhi kriteria tersebut. Selain itu terkait

dengan hasil temuan lain mengenai kriteria kebersihan area praktikum yaitu

terdapat debu pada lantai laboratorium kimia obat dan ditemukan 1 laboratorium

yaitu labratorium HEN yang terdapat genangan air (bahan kimia) pada ruang

penyimpanan bahan.

Pada kriteria selanjutnya mengenai pembersihan area kerja setelah shift

berakhir minimal 5 menit. Tujuan dari penerapan kriteria ini yaitu untuk

menciptakan laboratorium yang bersih dan siap digunakan untuk kegiatan

praktikum setiap hari. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 7

laboratorium terdapat 3 laboratorium yaitu laboratorium Farmakognosi-fitokimia,

PSO, HEN yang tidak melakukan pembersihan setiap shift kerja berakhir. Menurut

Bapelkes. (2017) kegiatan yang dilaksanakan oleh pengelola di laboratorium salah

satunya yaitu melakukan pemeliharaan keadaan laboratorium secara keseluruhan.

Pada kriteria kebersihan laboratorium selanjutnya yaitu melakukan kegiatan

inspeksi untuk tumpahan yang mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan, wadah,

peralatan, kabel usang. Menurut International Trade Centre. (2012) kegiatan ini

bertujuan untuk memeriksakan terkait kelainan ataupun termasuk kedalam kegiatan

pemeliharaan primer terhdap peralatan maupun kabel yang tidak layak untuk

digunakan.

Berdasarkan hasil penellitian diketahui dari 7 laboratorium terdapat 1

laboratorium yaitu PSO tidak melakukan kegiatan pemeriksaan terhadap kebocoran,

kerusakan pada wadah dan 3 laboratorium yaitu laboratorium PDR, PHA dan PSO

tidak melakukan pemeriksaan terhadap kebocoran, kerusakan pada alat pada


189

sebelum dan sesudah praktikum. Menurut Ball. (2013) kegiatan pemeriksaan

kebocoran atupun masalah lainnya terhadap peralatan ataupun instalasi lainnya

yang ada di laboratorium dilakukan setiap hari.

Kriteria lain dari penerapan aspek kebersihan wadah dan laboratorium yaitu

pencahayaan yang memadai. Pencahayaan adalah faktor penting untuk menciptakan

lingkungan kerja yang aman, nyaman dan dapat meningkatkan efektifitas kerja yang

mengarah pada produktifitas. Menurut Putra, (2017) tingkat pencahayaan yang baik

memberikan kemudahan bagi seseorang dalam melihat, memahami display, simbol-

simbol dan benda secara jelas. Menurut Peraturan Menteri Peraturan Menteri

Kesehatan No. 70 tahun 2016 Nilai Ambang Batas pencahayaan untuk di

laboratorium sebesar plus minus 10% dari 500 lux atau sebesar 450-550 lux. Namun

berdasarkan hasil pengukuran pecahayaan yang dilakukan di ruang praktikum dan

ruang penyimpanan bahan kimia di 7 laboratorium diketahui bahwa seluruh

laboratorim Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta belum

memenuhi standar yang ditentukan baik ruang praktikum maupun ruang

penyimpanan. Penyebab dari tidak terpenuhinya pencahayaan yang memadai pada

kedua ruang tersebut disebabkan oleh kurangnya besaran lux yang dimiliki oleh

lampu yang terdapat di laboratorium dan warna cat dinding dari laboratorium.

Menurut Putra, (2017) Besaran dan kecilnya lux dapat ditentukan salah satunya dari

jumlah lampu yang tersedia, selain itu refleksi yang dipantulkan jenis warna dinding

ikut berpengaruh terhdap besaran lux yang dihasilkan.


190

4. Pelibatan Pengguna laboratorium dalam kebersihan (Sustain / Shitsuke)

Dalam menerapkan praktik kerja yang aman serta mempertahankan kondisi

kebersihan laboratorium harus melibatkan kontribusi dari pekerja laboratorium

maupun pengguna laboratorium sebagai sarana untuk mempertahankannya (Safety

culture, 2018). Penerapan prinsip ini yaitu dengan cara : (1) komunikasi mengenai

prosedur dan tanggung jawab setiap pengguna laboratorium maupun laboran (2)

melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium maupun

penyimpanan bahan kimia dan (3) melakukan audit untuk memantau kefektifan

laboratoium serta dari praktik kerja yang aman.

Berdasarkan hasil penellitian diketahui dari 7 laboratorium yang terdapat di

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, seluruh laboratorium

telah kriteria yaitu melakukan komunikasi mengenai prosedur dan tanggung jawab

dalam menjaga kebersihan dan penyimpanan bahan kimia dan telah

menyelenggarakan pelatihan mengenai manajemen laboratorium dan dokumentasi

sistem manajemen laboratorium untuk laboran dan STP. Namun untuk kriteria audit

diketahui dari seluruh laboratorium belum menjalankan mengenai audit

laboratorium. Menurut International trade centre. (2012) yang menyebutkan bahwa

tujuan dari penerapan praktik kerja aman serta mempertahankan kondisi kebersihan

laboratorium yaitu untuk membentuk pola kebiasaan yang baik serta meningkatkan

disiplin dari pengelola maupun pengguna laboratorium untuk menjaga kebersihan

maupun penerapan praktik kerja aman yaitu menyimpan bahan kimia. Adanya

komunikasi yang dilakukan yaitu untuk mengefektifkan penerapan aturan yang ada

di laboratorium guna meningkatkan pengtehuan serta dijalankannya aturan tersebut


191

oleh pengelola maupun pengguna laboratorium. Selain itu pelatihan bertujuan untuk

meningkatkan kapabilitas dalam mengelola laboratorium untuk menjalankan

penyelenggaraan laboratorium yang sesuai hal itu berdasarkan hasil penelitian

Lestari, (2017) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan pengelolaan

laboratorium sebesar 63% pada peserta setelah mengikuti pelatihan manajemen

laboratorium. serta audit laboratorium bertujuan untuk menilai atau memeriksa

kembali secara kritis berbagai kegiatan yang dilaksanakan di dalam laboratorium.

(Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2013)

5. Adanya petunjuk atau prosedur (Standardize / Seiketsu)

Menurut International Trade Centre, (2012) Penerapan prinsip ini yaitu

dengan cara : (1) menyediakan pengingat visual didinding berupa petunjuk ataupun

prosedur mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman, (2) ketetapan temperatur

suhu dan kelembaban. Hal ini bertujuan untuk dijadikannya bahan referensi

mengenai penyimpanan bahan kimia yang tepat dan aman, temperatur suhu dan

kelembaban.

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dari seluruh laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum memiliki petunjuk

maupun prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia yang di tempel di

dinding serta tidak memiliki standar mengenai ketetapan suhu dan kelembaban

ruangan yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018.

Hasil pengukuran suhu dan kelembaban ruangan menunjukkan bahwa 6 dari 7

laboratorium belum memenuhi suhu ruangan yang sesuai standar baik di ruang

praktikum maupun di ruang penyimpanan bahan kimia. Sedangkan 1 laboratorium


192

yaitu telah memenuhi suhu ruangan yg sesuai dengan standar (23-26C) yaitu

laboratorium PSO. Sedangkan untuk hasil pengukuran kelembaban dari seluruh

laboratorium belum memenuhi standar kelembaban ruangan yang seusuai standar.

Aspek selanjutnya yaitu perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia. Menurut

University of Nothingham, (2012) salah satu penerapan aspek perawatan terhadap pengendalian

stok bahan kimia yaitu melakukan pengecekan tanggal kadarluarsa. Selain itu menurut Peraturan

Menteri Kesehatan No. 43 tentang penyelenggaraan laboratorium klinik menyebutkan bahwa

bahan laboratorium yang sudah ada harus ditangani secara cermat dengan mempetimbangkan

perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah pertama masuk dan keluar (FIFO-First in

First out) yaitu bahwa barang yang lebih dahulu masuk persediaan harus digunakan lebih

dahulu.

Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium yang dijadikan sebagai lokasi

penelitian seluruh laboratorium tidak memenuhi salah satu aspek ataupun keduanya yaitu terkait

tidak melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa dan melakukan pembuangan pada bahan kimia

yang telah memasuki tanggal kadalurasa (FEFO).

Aspek lain yaitu penyimpanam bahan kimia dilarang disimpan di bawah westafel. Hal

ini dapat memicu reaksi kimia hal ini didasarakan oleh terdapat bahan kimia yang mudah

bereaksi ketika basah. Menurut Occupational Safety Health and Administration sebagian

bahan kimia yang mudah bereaksi dengan air dapat menimbulkan reaksi untuk melepaskan gas

yang mudah terbakar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seluruh laboratorium tidak

ditemukan bahan kimia yang disimpan di bawah ataupun di dekat westafel. Artinya pada aspek

ini seluruh laboratorium telah memenuhi aspek peletakkan bahan kimia.


193

Selain itu aspek yang terakhir yaitu Penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh

penglihatan pengguna bahan kimia di laboratoium. Pada prinsinya keterjangkauan penglihatan

berhubungan dengan ketinggian dari peletakkan bahan kimia. Menurut University of

Nothingham, (2012) penyimpanan bahan kimia harus setinggi bahu orang dewasa. Berdasarkan

data antropometri masyarakat Indonesia yang didapatkan dari interpolarasi masyarakat British

dan Hongkong terhadap masyarakat Indonesia diketahui bahwa rata-rata tinggi bahu orang

dewasa Indonesia baik perempuan maupun laki-laki yaitu 1,272 m – 1,338 m. (Nurmianto, 1991)

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap rak penyimpanan bahan kimia di

7 laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diketahui seluruhnya

tidak memenuhi ketinggian rak yang dipersyaratkan. Selain itu dari hasil observasi pula

diketahui bahwa terdapat bahan kimia yang disimpan dibawah lantai yang ditemukan pada

laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, kimia obat, PDR dan HEN.

Dari hasil uraian tersebut berikut pembahasan secara detail dari masing-masing aspek

dari setiap laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta :

1. Pelabelan Bahan Kimia (Labelling)

Menurut Global Harmonized System menyebutkan bahwa label merupakan setiap

keterangan yang memuat informasi tentang bahan kimia yang dapat berbentuk gambar,

tulisan atau kombinasi keduamya atau bentuk lainnya yang harus memuat unsur penanda

produk berupa nama bahan kimia dan nomor batch, piktogram bahaya, kata sinyal,

pernyataan bahaya, identifikasi produsen serta tindakan pencegahan mengenai langkah-

lngkah singkat untuk meminimalisir maupun mencegah dari efek samping bahaya fisik,

kesehatan maupun lingkungan.


194

Fungsi label pada bahan kimia yaitu untuk memberikan pengetahuan kepada

pengguna bahan kimia mengenai pencegahan dan penanganan yang tepat dalam

menggunakan bahan kimia tertentu. Bahan kimia tertentu mengharuskan pengguna

mengenakan pakaian tertentu atau dalam beberapa kasus memberikan penjelasan

mengenai cara untuk menghindari ataupun menangani bahan kimia tersebut. Selain itu

terdapat bahan kimia tertentu yang mengharuskan dilakukannya pengocokkan terlebih

dahulu sebelum digunakan dan tidak boleh terlalu banyak dikocok karena sifatnya yang

mudah terbakar. Hal tersebut mendasari alasan bahwa pelabelan pada bahan kimia

dianggap hal yang penting.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui dari masing-masing

kriteria pelabelan bahan kimia adalah sebagai berikut :

a. Penanda produk

Penanda produk merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelabelan

karena pada penanda produk juga dapat menyertakan komposisi dari elemen

campuran yang mungkin memberikan efek samping seperti keracunan akut, korosif

pada kulit atau kerusakan pada mata atau specific target organ toxicity (STOT)

(United Nations, 2017). Pemberian informasi terkait komposisi bahan kimia ini

biasanya terdapat pada produk bahan unusr atau campuran.

Penanda produk berisi tentang identitas bahan kimia seperti nama bahan

kimia, nomer kode bahan kimia atau nomor batch. Peraturan Perindustrian 2013).

Menurut United Nation, (2013) adanya pemberian informasi nama pada label bahan

kimia bertujuan untuk dapat mengidentifikasi jenis unsur atau bahan kimia apa yang

terdapat di dalam wadah. Sedangkan mengenai nomor batch atau Lot’s number
195

adalah sebuah kumpulan kode untuk menyediakan fungsionalitas tambahan yang

berfungsi untuk melacak tanggal produksi, dan informasi lebih rinci lainnya. Nomor

batch ini dapat membantu importir dalam pelaporan, kontrol kualitas, atau info

lainnya termasuk kesalahan produksi. (Nguyen, 2018)

Pada penelitian ini, seluruh bahan kimia yang ada di 7 laboratorium telah

mencantumkan nama bahan kimianya. Sedangkan mengenai nomor bacth hanya

laboratorium PHA (100%) yang telah mencantumkan nomor batch pada label di

seluruh wadah bahan kimia, sedangkan 6 laboratorium lainnya belum mencantumkan

terkait nomor batch pada label wadah bahan kimia. Keterangan nomor batch

digunakan produsen memberikan ciri terhadap bahan kimia mengenai kapan

pertama kali diproduksi, komposisi bahan apa saja yang terdapat didalamnya serta

memberikan informasi mengenai efek samping secara tersirat yang mungkin

ditimbulkan dari adanya penomoran komposisi bahan kimia yang dikandungnya.

Namun memberikan pengaruh pula pada pengguna bahan kimia (Nguyen, 2018)

Meskipun nomor batch merupakan tanggung jawab produsen , namun

pengelola laboratorium perlu untuk memberikan masukan terkait kelengkapan kriteria

pelabelan pada saat melakukan pemesanan bahan kimia. Serta melengkapi kriteria

pelabelan ketika melakukan pemindahan dari wadah yang besar ke wadah yang lebih

kecil. Hal tersebut sesuai dengan United Nation, (2015) yang menyebutkan bahawa

pengelola laboratorium dapat memilih dan memeberikan masukan terhadap

kelengkapan setiap item dari pelabelan bahan kimia kepada produsen bahan kimia.

Dengan diketahuinya mengenai tujuan serta manfaat yang diberikan dari

adanya nomor batch maka dapat diketahui bahwa dampak yang ditimbulkan dari
196

tidak adanya nomor batch untuk pengguna yaitu tidak dapat mengetahui informasi

mengenai komposisi ini tentu akan menjadi peringatan untuk melakukan tindakan

pencegahan agar tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan pengguna. Oleh

sebab itu, sebaiknya bagi pengelola laboratorium dapat melakukan permintaan

terhadap produsen bahan kimia pada saat pemesanan untuk memilih label yang sesuai

dengan kriteria standar yang ditetapkan serta melengkapi penanda produk dengan

lengkap pada setiap label kemasan bahan kimia yang merujuk pada botol induk.

b. Piktogram bahaya

Piktogram bahaya adalah suatu simbol grafis yang menggambarkan informasi

spesifik tentang bahaya bahan kimia (United Nations, 2017). Adanya piktogram akan

membantu pengguna dalam mengidentifikasi bahaya yang ditimbulkan dari bahan

kimia yang digunakan, sehingga pengguna dapat melakukan tindakan pencegahan

untuk menghindari efek samping yang mungkin ditimbulkan.

Pada penelitian ini, keberadaan gambar piktogram bahaya pada label kemasan

bahan kimia dari 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta, 3 laboratorium tidak

menyertakan piktogram bahaya pada kemasan, yaitu laboratorium penelitian II, kimia

obat, dan PDR (50,3%; 62,3%; 64,2%). Kemudian terdapat 4 laboratorium yang

sebagian besar kemasan bahan kimianya memiliki piktogram bahaya, yaitu

laboratorium farmakogonosi-fitokimia, PSO, PHA, dan HEN (97,3%; 93%; 100%).

Adanya piktogram akan membantu pengguna untuk lebih berhati-hati

terhadap bahaya yang mungkin ditimbulkan dari bahan kimia tertentu. Setiap bahan

kimia memiliki bahaya potensial yang berbeda-beda, misalkan mudah meledak,

mudah terbakar, korosif, dan lain sebagainya. Karena bahaya potensial yang berbeda
197

tentu akan membutuhkan penanganan yang berbeda pula dalam mencegah atau

mengurangi dampak yang didapatkan.

Berdasarkan hal tersebut, sangat terlihat bahwa piktogram merupakan salah

satu aspek yang juga penting dalam pelabelan pada kemasan bahan kimia. Oleh

karena itu, sebaiknya petugas laboratorium dalam melakukan pemesanan bahan perlu

untuk memberitahukan kepada produsen terkait kriteria label yang sesuai standar agar

seluruh label pada bahan kimia dapat memenuhi kriteria pelablean yang sesuai. Selain

itu menyantumkan piktogram bahaya pada setiap bahan kimia yang ada demi

menjaga keselamatan pengguna laboratorium. Terutama pada laboratorium yang

sebagian besar masih belum mencantumkan piktogram pada label kemasan bahan

kimia, seperti laboratorium penelitian II, kimia obat dan PDR.

c. Kata sinyal

Kata sinyal digunakan untuk mengidentifikasi level keparahan dari bahaya

bahan kimia dan sebagai peringatan bagi pengguna terkait bahaya potensial pada

label (United Nations, 2017). Pada penelitian ini dari 7 laboratorium di FIKES UIN

Jakarta, terdapat 4 laboratorium yang sebagian besar label kemasan bahan kimianya

terdapat kata sinyal, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, kimia obat, PHA,

dan PSO (81,1%, 62,3%; 100%; 73%). Sedangkan 3 laboratorium lainnya tidak

terdapat kata sinyal pada label kemasan bahan kimianya, yaitu laboratorium

penelitian II, PDR dan HEN, (50,3%; 64,2%; 69,4%)

Terdapat dua pilihan kata sinyal yang terdapat pada label kemasan bahan

kimia yaitu danger dan warning. Kata “danger” digunakan untuk bahan kimia yang

memiliki tingkat bahaya tinggi dan “warning” digunakan untuk bahan kimia yang
198

tidak terlalu berbahaya (United Nations, 2017). Maka dari itu, petugas laboratorium

sebaiknya menyertakan kata sinyal pada semua bahan kimia yang ada di laboratorium

dengan harapan, kata sinyal tersebut akan meningkatkan kewaspadaan penggunanya,

sehingga bisa mencegah kecelakaan kerja atau meminimalisir dampak yang

diakibatkannya. Terutama pada laboratorium yang sebagian besar masih belum

menyantumkan kata sinyal, seperti laboratorium penelitian II, PDR, dan HEN.

d. Pernyataan bahaya

Pernyataan bahaya pada label bahan kimia mendeskripsikan kelas bahaya

bahan kimia dan katagori bahaya yang ditimbulkan (WHO, 2015). Mengenai kelas

bahaya yang dimaksud yaitu menurut United Nation, (2017) yaitu eksplosif, gas

mudah menyala, gas pengoksidasi, gas dibawah tekanan, cairan muda menyala,

padatan mudah menyala, dll.

Adapun kategori bahaya menurut Kemenperin No. 23 tahun 2013 yaitu : (1) kategori

bahaya terhadap kesehatan dan (2) kategori bahaya lingkungan.

Kategori bahaya terhadap kesehatan Sedangkan kateori bahaya kesehatan

yaitu toksisitas akut, korosi, kerusakan mata serius, sensitisasi saluran pernapasan,

mutagenisitas, karsinogenisitas, toksisitas terhadap reprosuksi, toksisitas pada organ

sasaran spesifik setelah paparan tunggal dan paparan berulang, bahaya aspirasi.

Sedangkan bahaya lingkungan yaitu bahaya akuatik akut jangka pendek, bahaya

akuatik kronis atau jangka panjang dan berbahya terhadap lapisan ozon (Kemenperin.

2013).

Berdasarkan penelitian dari 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta, terdapat 5

laboratorium lebih dari 50% sebagian besar label kemasan bahan kimianya terdapat
199

pernyataan bahaya, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, penelitian II, kimia

obat, PHA, dan PSO (50,3%; 81,1%, 62,3%; 100%; 73%). Sedangkan 2 laboratorium

lainnya sebagian besar kurang dari 50% belum terdapat pernyataan bahaya pada label

kemasan bahan kimianya, yaitu laboratorium PDR dan HEN, (64,2%; 69,4%)

Pernyataan bahaya merupakan sebuah kalimat yang melengkapi piktogram.

Ketika hanya diberikan piktogram bahaya pada label kemasan bahan kimia tanpa

dilengkapi pernyataan bahaya mungkin ada beberapa pengguna yang tidak

mengetahui makna dari lambang piktogram tersebut. Sehingga, keberadaan

pernyataan bahaya ini akan sangat membantu bagi pengguna awam bahan kimia

seperti mahasiswa untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan bahan kimia. Oleh

karena itu, sebaiknya petugas terutama laboratorium penelitian II, PDR dan HEN

menyantumkan pernyataan bahaya pada setiap label bahan kimia demi menjaga

keselamatan dan kesehatan pengguna laboratorium yang sebagian besar adalah

mahasiswa.

e. Identifikasi produsen

Identifikasi produsen memuat informasi umum terkait identitas produsen yang

membuat atau mengeluarkan bahan kimia. hal tersebut sejalan dengan Bharti dkk. (

2019) yang menyebutkan bahwa bagian ini merupakan bagian yang memberikan

informasi tentang nama, alamat dan nomor telepon pabrikan / importir atau pihak

yang bertanggung jawab lainnya dan harus dicantumkan pada label.

Pada penelitian ini dari 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta terdapat 4

laboratorium yang sebagian besar label kemasan bahan kimianya terdapat informasi

terkait identifikasi produsen, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, kimia obat,


200

PHA, dan PSO (78,4%, 62,3%; 100%; 73%). Sedangkan 3 laboratorium lainnya tidak

terdapat informasi terkait identifikasi produsen pada label kemasan bahan kimianya,

yaitu laboratorium penelitian II, PDR, HEN, (50,3%; 64,2%; 69,4%)

Dampak dari tidak adanya mengenai identikasi produsen yaitu tidak dapat

mengetahui dan menghubungi jika sewaktu-waktu terjadi suatu kejadian atapun

kesalahan terkait isi dari bahan kimia yang tidak sesuai, ataupun mengenai kerusakan

atau bahan kimia yang telah dipesan. Yang tujuannya untuk meminta pertanggung

jawaban dari produsen ataupun importir bahan kimia. oleh sebab itu petugas

laboratorium sebaiknya melengkapi meminta label yang sesuai serta menyertakan

identitas produsen pada label kemasan bahan kimia yang dipindahkan ke wadah yang

kecil.

f. Informasi mengenai tindakan pencegahan

Informasi mengenai tindakan pencegahan pada label kemasan bahan kimia

berisi mengenai cara untuk meminimalisir atau mencegah efek samping dari hasil

paparan terhadap bahan kimia berbahaya atau penyimpanan yang tidak sesuai (United

Nations, 2017). Pada penelitian ini dari 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta terdapat

4 laboratorium yang sebagian besar label kemasan bahan kimianya terdapat informasi

terkait tindakan pencegahan, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, kimia

obat, PHA, dan PSO (81,1%, 62,3%; 100%; 73%). Sedangkan 3 laboratorium lainnya

tidak terdapat informasi terkait tindakan pencegahan pada label kemasan bahan

kimianya, yaitu laboratorium penelitian II, PDR dan HEN (50,3%; 64,2%; 69,4%)

Adanya informasi mengenai tindakan pencegahan (precautionary measures)

pada label bahan kimia akan sangat membantu pengguna bahan kimia karena memuat
201

informasi terkait tindakan atau pertolongan pertama yang harus dilakukan ketika

terjadi kecelakaan selama penggunaan bahan kimia, sehingga tidak akan memberikan

dampak yang lebih berbahaya. Maka dari itu, petugas laboratorium sebaiknya

mencantumkan informasi mengenai tindakan pencegahan pada setiap label kemasan

bahan kimia. Terutama pada laboratorium penelitian II, PDR dan HEN,

Mengenai dari rincian beberapa temuan terkait kriteria pelabelan diketahui

beberapa alasan tidak terpenuhinya yaitu disebabkan oleh (1) Tidak adanya aturan baku

(SOP) yang mewajibkan untuk mencantumkan terkait komponen lain pada label bahan

kimia selain nama bahan kimia, (2) Tidak adanya monitoring yang dilakukan untuk

melihat kesesuaian semua aspek yang terkait dengan manajemen laboratorium maupun

keselamatan laboratorium dan (3) kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh laboran

mengenai pemenuhan kriteria label yang sesuai dengan standar.

Menurut Balai Pelatihan Kesehatan Batam, (2017) menyebutkan bahwa

laboratorium agar aman dan nyaman bagi peserta didik dan dosen atau instruktur salah

satunya harus terdapat Standard Operating Procedures atau SOP yang bersifat

operasional dan mengikat bagi semua pengguna laboratorium. Standar Operasional

Prosedur (SOP) diartikan sebagai serangkaian instruksi yang menggambarkan

pendokumentasian dari kegiatan yang dilakukan secara berulang pada sebuah organisasi

dan dilakukan secara jelas tentang apa yang diharapkan dan diisyaratkan dari semua

karyawan dalam menjalankan kegiaan sehari-hari (Bapelkes, 2017). Dengan adanya

prosedur ataupun aturan baku mengenai pelabelan bahan kimia yaitu memberikan

gambaran mengenai standar ataupun keseragaman informasi yang lengkap yang harus
202

tercantum dalam label bahan kimia sekaligus memberikan suatu kewajiban kepada laboran

untuk melakukan pengelolaan terhadap label bahan kimia yang sesuai dengan standar

maupun peraturan yang berlaku untuk mencegah dari adanya kesalahan penyimpanan,

penggunaan maupun pengelolaan bahan kimia oleh pengguna laboratorium. Hal ini sejalan

dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Office of Industrial Relation, (2011) yang

tercantum dalam buku yang berjudul Labelling of Workplace Hazardous Chemicals

menyebutkan bahwa pelabelan pada bahan kimia merupakan komponen penting dari

Program Global Harmonized System hal ini didasarkan oleh label mengandung informasi

tentang penggunaan, arah, aplikasi, dan penyimpanan dari bahan kimia. Selain itu pula

dapat menyelamatkan pengguna dari potensi bahaya yang ditimbulkan dari masing-

masing bahan kimia.

Terkait dengan penyebab lain dari tidak terpenuhinya komponen label pada

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yaitu disebabkan oleh tidak adanya review yang melihat terkait kesesuaian semua

aspek terkait manajemen laboratorium maupun keselamatan laboratorium khususnya pada

komponen label. Review merupakan bagian dari salah satu kegiatan manajemen

laboratoium yang penting dalam upaya monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan maupun

penyelenggaraan laboratorium. Menurut Lembaga Pengembangan Pendidikan dan

Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Andalas, (2015) monitoring dan evaluasi

penyelenggaraan laboratorium secara berkala dan terencana merupakan tuntutan untuk

melaksanakan koreksi ataupun perbaikan. Dengan demikian adanya review memberikan

gambaran mengenai masalah serta dapat menyusun rencana perbaikan dalam mengatasi

akar masalah tersebut.


203

Terkait dengan penyebab lain dari tidak terpenuhinya komponen label pada

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yaitu disebabkan oleh kurangnya pengetahuan laboran mengenai komponen label

yang harus dipenuhi. Pengetahuan didefinisikan sebagai kombinasi dari informasi dengan

pemahaman yang dapat berpengaruh terhadap sikap dan tindakan yang dilakukan

seseorang. Berdasarkan hasil penelitian Sari, dkk, (2014) terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan kecelakaan kerja di

laboratorium. Semakin meningkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang maka akan

semakin meningkatkan perilaku dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja di

laboratatorium. Dengan demikian jika pengelola laboratorium memiliki pengetahuan yang

baik mengenai komponen yang menjadi pencegah dari timbulnya kecelakaan kerja di

laboratorium serta risiko terjadinya kecelakaan di laboratorium dapat dikendalikan.

Hal ini sejalan dengan peran laboran di laboratorium yaitu berperan penting dalam

upaya menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium yang melingkupi

pengelolaan sebelum kerja (pre-activity), saat kegiatan (in doing process) sampai dengan

penanganan risiko (risk taking action). (Subiantoro, 2011). Pelabelan merupakan salah

satu bentuk pengelolaan sebelum bekerja yang dilakukan oleh laboran dalam hal

menciptakan laboratorium yang aman dan nyaman bagi pengguna laboratorium. Dengan

demikian untuk mencapai hal tersebut diperlukan pengetahuan yang menunjang yang

dimiliki oleh laboran.

Mengenai ketidaksesuaian aspek pelabelan bahan kimia dapat memberikan

dampak yang ditimbulkan dari tidak terdapatnya label yang tidak sesuai. Dampak yang

ditimbulkan dari tidak adanya label, kondisi label dalam keadaaan rusak ataupun
204

ketidaksesuaian label dengan bahan kimia yaitu dapat memperbesar resiko tertukarnya

bahan kimia, memperbesar peluang kecelakaan akibat salah pencampuran bahan kimia

akibat tidak teridentifikasinya bahan kimia tersebut, kemudian dapat berakibat salah dalam

melakukan penyimpanan bahan kimia dan tidak mengetahui resiko serta pencegahan

maupun penanganan penggunaan bahan kimia secara tepat.

Untuk dapat mangatasi penyebab dari tidak terpenuhinya aspek pelabelan bahan

kimia dan menghindari dampak yang ditimbulkan dari ketidaksesuaian tersebut yaitu

dengan menysun Standar Opersional Kerja (SOP) mengenai pelabelan bahan kimia,

melaksanakan review secara berkala mengenai pelaksaanaan laboratorium, memberikan

masukan untuk produsen terhadap label bahan kimia yang kan dipesan serta melakukan

pelabelan pada setiap bahan kimia sesuai dengan komponen label.

2. Kompatibilitas Bahan Kimia (Compatibillity)

Kompatibilitas bahan kimia adalah pedoman umum untuk penyimpanan

material bahan kimia berbahaya. Tujuannya agar bahan kimia tersebut tidak tercampur

ataupun bereaksi ketika didekatkan secara berdekatan. Kompatibilitas bahan kimia

sangat penting ketika terdapat beberapa bahan kimia yang berbahaya memilki sifat

yang tidak similar. (MEMD Miliporse. 2013) Prinsip dari penyimpanan bahan kimia

berdasarkan matriks kompabilitas yaitu dengan melihat sifat dan kelompok dari antar

bahan kimia. Kelompok-kelompok tersebut disusun berdasarkan matriks kompabilitas,

pada matriks tersebut digambarkan kelompok bahan kimia yang tidak boleh disandingkan

dengan kelompok bahan kimia lain yaitu ditunjukkan dengan tanda “X”. Tanda tersebut

ini mengindikasikan bahwa kelompok bahan kimia tersebut memiliki sifat


205

Inkompatibilitas dan akan bereaksi jika ditempatkan bersebelahan serta tidak boleh

disimpan secara bersamaan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui dari 7 laboartorium

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta hanya 1

laboratorium yang memenuhi aspek penyimpanan kompatibilitas yaitu laboratorium PHA.

Pada laboratorium PHA bahan kimia dipisahkan berdasarkan bentuk dan sifat kimianya

(mudah terbakar, ekspolsif, korosif dll) sehingga hal ini yang menyebabkan bahwa

penyimpanan bahan kimia di laboratorium tersebut secara tidak sengaja memenuhi aspek

kompatibilitas bahan kimia. Sedangkan pada 6 laboratorium lainnya masih ditemukan

bahan kimia yang disimpan tidak sesuai dengan kompatibilitas bahan kimia. 4

laboratorium diantaranya disebabkan oleh sistem penyimpanan bahan kimia yang

digunakan di laboratorium tersebut menggunakan sistem penyusunan secara alfabetis

(abjad) dan dipisahkan berdasarkan bentuk fisik dari masing-masing bahan tanpa

memerhatikan aspek kompatibilitas. Dan 2 laboratorium diantaranya yaitu laboratorium

HEN dan PDR penyimpanan bahan kimia didasarkan oleh bentuk fisik dan sifat kimianya.

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing temuan bahan kimia yang disimpan tidak

kompatibel yang ditemukan di masing-masing laboratorium :

1. Laboratorium Farmakogonosi-fitokimia

Pada laboratorium Farmakogonosi ditemukan bahan kimia Iron III

Chlorida yang disimpan secara bersamaan dengan Bismuth Nitrit III di ruang

spektofotometri. Berdasarkan hasil telaah dari material safety data sheet diketahui

bahwa Iron III chlorida merupakan bahan kimia termasuk kedalam kelompok
206

Halogenated compound. Sedangkan bismuth nitrit III merupakan bahan kimia

yang termasuk kedalam kelompok bahan kimia In organic acid.

Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,

(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia halogenated compund tidak boleh

disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia in organic acid. Jika

tutup wadah tidak ditutup secara rapat maka dapat mengeluarkan uap. Berdasarkan

material safety data sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada

bagian Incompatibility with various substances menyebutkan bahwa jika masing-

masing bahan tersebut disimpan secara bersamaan dapat mengalami dekomposisi,

kondensasi atau polimerisasi berbahaya serta dapat mengeluarkan gas beracun atau

dapat menjadi lebih reaktif.

Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk

melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak

disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat

memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan

Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan

bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan

kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia

yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier

maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area

penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.


207

2. Laboratorium Penelitian II

Pada laboratorium Penelitian II ditemukan bahan kimia Asam oksalat yang

disimpan secara bersamaan dengan CMC Na di lemari I ruang penyimpanan

bahan. Berdasarkan hasil telaah dari material safety data sheet diketahui bahwa

Asam oksalat merupakan bahan kimia termasuk kedalam kelompok Organic acid.

Sedangkan CMC Na merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok

bahan kimia monomer.

Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,

(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia organic acid salah satunya tidak

boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia monomer. Jika

tutup wadah tidak ditutup secara rapat maka dapat mengeluarkan uap. Berdasarkan

material safety data sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada

bagian Incompatibility with various substances menyebutkan bahwa jika masing-

masing bahan tersebut disimpan secara bersamaan dapat menyebabkan bahan

kimia dari masing-masing bahan kimia tersebut akan menjadi lebih reaktif.

Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk

melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak

disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat

memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan

Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan

bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan

kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia

yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier


208

maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area

penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.

3. Laboratorium Kimia Obat

Pada laboratorium Kimia obat ditemukan 4 bahan kimia yang disimpan

tidak sesuai dengan kelompok kompatibilitas. 4 bahan kimia tersebut diantaranya :

(1) Kalium Iodat X Natrium Carbonat, (2) Natrium carbonat X ammonium oksalat,

(3) Asam sulfat X benzaldehid dan (4) Asam sulfat X natrium benzoate.

Kalium Iodat merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok

halogenated compound sedangkan Natrium Carbonat merupakan bahan kimia

yang termasuk kedalam kelompok bahan kimia alkylene oxide. Selanjutnya

mengenai ammonium oksalat termasuk kedalam kelompok bahan kimia ammonia,

asam sulfat termasuk kedalam kelompok bahan kimia in organic acid serta

benzaldehid dan natrium benzoate termasuk kelompok bahan kimia organic acid

Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,

(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia alkylene oxide, salah satunya tidak

boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia halogenated

compound dan ammonia, selain itu diketahui bahwa kelompok bahan kimia in

organic acid tidak boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan

kimia organic acid.

Jika tutup wadah tidak ditutup secara rapat ataupun wadah mengalami

kerusakan, maka dapat mengeluarkan uap yang dapat berpotensi menyebabkan

kebakaran dan ledakan. Hal tersebut berdasarkan data dari material safety data
209

sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada bagian Incompatibility

with various substances.

Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk

melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak

disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat

memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan

Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan

bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan

kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia

yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier

maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area

penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.

4. Laboratorium PDR

Pada laboratorium PDR ditemukan bahan kimia Iron III Chlorida

hexahydrate yang disimpan secara bersamaan dengan cadmium sulfat yang

disimpan di lemari I ruang penyimpanan bahan. Berdasarkan hasil telaah dari

material safety data sheet diketahui bahwa Iron III chlorida merupakan bahan

kimia termasuk kedalam kelompok Halogenated compound. Sedangkan cadmium

sulfat merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok bahan kimia In

organic acid.

Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,

(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia halogenated compund tidak boleh

disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia in organic acid. Jika
210

tutup wadah tidak ditutup secara rapat maka dapat mengeluarkan uap. Berdasarkan

material safety data sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada

bagian Incompatibility with various substances menyebutkan bahwa jika masing-

masing bahan tersebut disimpan secara bersamaan dapat Dapat menimbukan reaksi

oksidasi yang mengakibatkan peningkatan risiko kebakaran atau ledakan dan

pelepasan gas / uap korosif, selain itu berisiko menagalami penyalaan yang

spontan.

Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk

melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak

disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat

memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan

Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan

bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan

kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia

yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier

maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area

penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.

5. Laboratorium PSO

Pada laboratorium PSO ditemukan 3 bahan kimia yang disimpan tidak

sesuai dengan kelompok kompatibilitas. 3 bahan kimia tersebut diantaranya : (1)

Sodium Carbonat X Sodium Cyclamate, (2) Natrium alginat X Natrium

bicarbonat, (3) Sorbitol X PEG 400


211

Sodium Carbonat merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam

kelompok In organic acid sedangkan Sodium Cyclamate merupakan bahan kimia

yang termasuk kedalam kelompok bahan kimia organic acid. Selanjutnya

mengenai natrium alginatt dan PEG 400 termasuk kedalam kelompok bahan kimia

monomer dan untuk bahan kimia narium bicarbonate dan sorbitol merupakan

bahan kimia kelompok alcohol, glycol, glycol ether

Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,

(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia In organic acid salah satunya tidak

boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia organic acid.

Dan untuk kelompok bahan kimia monomer salah satunya tidak boleh disimpan

secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia alcohol, glycol, glycol ether. Hal

ini disebabkan oleh jika tutup wadah tidak ditutup secara rapat ataupun wadah

mengalami kerusakan, maka dapat menimbulkan potensi bahaya diantaranya yaitu

dapat mengeluarkan uap yang dapat menyebabkan kebakaran dan ledakan. Hal

tersebut berdasarkan data dari material safety data sheet dalam keterangan data

stabilitas dan reaktifitas pada bagian Incompatibility with various substances.

Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk

melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak

disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat

memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan

Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan

bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan

kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia


212

yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier

maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area

penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.

6. Laboratorium HEN

Pada laboratorium HEN ditemukan bahan kimia kalium klorida yang

disimpan secara bersamaan dengan NaOH di lemari 4 ruang penyimpanan bahan.

Berdasarkan hasil telaah dari material safety data sheet diketahui bahwa kalium

klorida merupakan bahan kimia termasuk kedalam kelompok halogenated

compound. Sedangkan NaOH merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam

kelompok bahan kimia caustic.

Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,

(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia halogenated compound salah

satunya tidak boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia

caustic. Mengenai keterangan dampak yang dapat ditimbulkan akibat disimpannya

secara bersamaan kedua kelompok bahan tersebut tidak tersedia pada material

safety data sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada bagian

Incompatibility with various substances.

Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk

melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak

disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat

memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan

Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan

bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan


213

kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia

yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier

maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area

penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.

Menurut Stephen K. Hall, (1994) dalam sejarahnya kasus kecelakaan laboratoium

akibat kesalahan dari sistem penyimpanan yang tidak memerhatikan dari aspek

kompatibilitas bahan kimia. Kesalahan penyimpanan bahan kimia diakibatkan oleh

penyimpanan bahan kimia disusun berdasarkan alfabet dan tidak memerhatikan sisi

kompatibilitas dari masing-masing sehingga hal ini mendorong reaksi dari antar bahan

kimia yang dapat menimbulkan tercampurnya antar bahan kimia yang reaktif, kebakaran,

dan lain-lain. Pada prinsipnya penyimpanan bahan kimia yang disimpan secara alfabetis

tanpa melakukan pengkajian terlebih dahulu mengenai kelompok bahan kima dari masing-

masing dapat berpeluang lebih besar untuk terjadi kesalahan penyimpanan yang tidak

sesuai dengan matriks kompatibilitas bahan kimia yang mendorong untuk menimbulkan

reaksi antar bahan kimia.

Penyebab dari tidak terpenuhinya aspek penyimpanan yang memperhatikan

kompatibilitas bahan kimia yaitu disebabkan oleh : (1) Tidak adanya aturan baku

mengenai penyimpanan bahan kimia, serta (2) Terbatasnya fasilitas penunjang (rak

penyimpanan bahan kimia). Mengenai aturan baku penyimpanan bahan kimia diketahui

memiliki pengaruh terhadap kesalahan dalam mengorganisir penyimpanan bahan kimia.

Aturan baku atau SOP penyimpanan bahan kimia harus memuat mengenai segala indikasi

dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada setiap tahapan-tahapan yang harus dilalui pada
214

setiap kegiatan penyimpanan bahan kimia. (Bapelkes. 2017) dengan demikian adanya

aturan baku berupa SOP dapat memberikan penggambaran secara jelas mengenai syarat

dan tahapan yang harus dipenuhi dalam menyimpan bahan kimia.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

298/Menkes/SK/III/2008 tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium Kesehatan setiap

laboratorium harus mempunyai prosedur baku yang dibuat oleh petugas laboratorium

tentang prosedur pengadaan bahan laboratroium (reagen, antigen-antisera,media dan

bahan laboratorium lain) untuk keperluan pemeriksaan mulai dari permintaan pengadaan

sampai penyimpanan bahan laboratorium tersebut. SOP ataupun aturan baku dapat

berperan untuk menjadi acuan teknis pengelolaan bahan kimia untuk pengelola (laboran

dan STP dan pengguna laboratorium (mahasiswa) serta dapat mencegah dan menekan

sekecil mungkin mengenai kesalahan ataupun efek dari tidak tepatnya penyimpanan bahan

kimia yang tidak berdasarkan sifat kompatibilitasnya seperti kebakaran, peledakan,

keracunan maupun hal-hal lain yang dapat merugiakan pengelola laboratorium maupun

pengguna laboratorium.

Penyebab lain yang ditemukan dari tidak terpenuhinya mengenai penyimpanan

bahan kimia yang didasarkan oleh kompatibilitas bahan kimia yaitu disebabkan oleh

terbatasnya fasilitas (lemari rak penyimpanan bahan kimia). Menurut Bapelkes, 2017

laboratorium suatu sistem yang terdiri dari prasarana dan sarana penunjang kegiatan baik

berupa peralatan laboratorium maupun sumber daya manusia. Rak penyimpanan bahan

kimia merupakan salah satu sarana penunjang dalam penyelenggaraan laboratorium

atupun fasilitas yang mendukung untuk pemenuhan terselenggaranya keamanan dan

kesehatan laboratorium. Kurangnya fasilitas rak penyimpanan bahan kimia dapat


215

berpengaruh terhadap kesalahan dalam menyimpan bahan kimia yang sesuai dengan

kelompok bahan kimia berdasarkan kompatibilitasnya kemudian keterbatasan tersebut

mendorong pengelola maupun pengguna laboratorium untuk melakukan kesalahan dalam

menyimpan bahan kimia serta sulit untuk merealisasikan penyimpanan bahan kimia yang

disimpan berdasarkan kelompok bahan kimia. Karena jika ingin melakukan penyimpanan

bahan kimia yang berdasarkan kompatibilitas harus mengelompokkan bahan kimia

berdasarkan 23 kelompok bahan kimia yang dikeluarkan oleh CRC laboratory, (2012).

Dengan adanya ketidaksesuaian serta diketahuinya penyebab tidak terpenuhinya

hal tersebut maka perlu untuk membuat suatu aturan baku (SOP) mengenai penyimpanan

bahan kimia aman, dapat mesiasati dari keterbatasnya fasilitas rak penyimpanan bahan

kimia yaitu dengan melakukan pertimbangan pada pemesanan kuantitas bahan kimia yang

berdasarkan sesuai dengan kebutuhan yang digunakan. Selain itu pula melakukan

pemisahan terhadap bahan kimia yang memiliki kelompok bahan kimia yang bukan

kompatibel baik secara jarak atau dapat melalui pemisah fisi atau barier. Yaitu dengan

cara melakukan list inventarisasi terhadap bahan kimia apa saja yang terdapat di

laboratorium, selanjutnya melakukan pengelompokkan berdasarkan kelompok bahan

kimia yang sesuai matriks kompatibilitas. Dan melakukan pemetaan sesuai dengan matriks

kompatibilitas.

3. Pengadaan Bahan Kimia yang Sedikit (Minimise Quantities)

Penyimpanan bahan kimia berbahaya harus seminimum mungkin ataupun

sewajarnya mungkin untuk penggunaannya di laboratorium. Menurut American Chemical

Society, (1993) konsep minimise quantites dikenal dengan konsep Less is Better, yaitu

mempergunakan bahan kimia dalam jumlah sedikit dan memiliki pengaruh yang besar.
216

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui pengadaan

bahan kimia tidak berdasarkan tingkat kebutuhan. Dimana pada 6 laboratorium tersebut

masih terdapat bahan kimia yang pengadaannya berlebih (surplus) dari kebutuhan yang

tercantum dalam modul praktikum yang digunakan untuk kegiatan praktikum. Selain itu

pada laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan pengadaan bahan kimia di laboratorium tidak

hanya untuk kebutuhan praktikum yang dilakukan oleh mahasiswa namun bergantung

pula dengan kebutuhan penelitian dosen. Namun untuk bahan kimia untuk keperluan

penelitian dosen tidak tercantum dalam modul sehingga sulit untuk mengidentifkasi

mengenai kesesuaian kuantitas pengadaan dengan kebutuhan yang diperlukan.

Penentuan penyesuaian kuantitas pengadaan bahan kimia yang sesuai dengan

kebutuhan yaitu dengan melakukan penyesuaian pada bahan kimia apa saja yang akan

digunakan dan berapa jumlah yang dibutuhkan dalam setiap praktikum kemudian

dilakukan perhitungan dengan menyesuaikan jumlah mahasiswa ataupun frekuensi

pemakaian yang dilakukan secara berulang. Dengan demikian dapat ditentukan mengenai

jumlah bahan kimia yang sesuai dengan kebutuhan tanpa surplus maupun kekurangan

Menurut American Chemical Society, (1993) dalam proses pengadaan bahan

kimia diupayakan pembelian dalam jumlah sedikit dan secukupnya, hindari pembelian

dalam jumlah besar yang dapat berpotensi menyita tempat atau gudang bahan kimia

menjadi tidak efisien. Pemakaian bahan kimia yang berlebihan akan berdampak pada

penyimpanan dan keselamatan laboratorium. Bahan kimia dengan kuantitas yang

berlebih akan cenderung sulit untuk diorganisir. Hal ini diakibatkan dari banyaknya bahan

kimia tersebut dibutuhkan waktu untuk melakukan pengkategorian berdasarkan sifat


217

kompatibilitasnya dan memerlukan fasilitas yang mendukung (lemari rak penyimpanan

bahan kimia). Selain itu dengan berlebihnya pemakaian bahan kimia maka akan

meningkatkan variasi bahan kimia yang berdampak pada meningkatnya konsekuensi efek

dari masing-masing bahan kimia.

Untuk dapat mengatasi ketidaksesuaian tersebut maka diperlukan suatu gudang

penyimpanan bahan kimia yang terpisah dengan laboratorium. Dimana gudang

penyimpanan bahan kimia tersebut menyimpan bahan kimia dari seluruh laboratorium. hal

ini bertujuan untuk mengatasi penyimpanan bahan kimia dalam jumlah besar serta sebagai

upaya untuk melokalisir bahaya yang dapat mengurangi risiko.

4. Perawatan Kebersihan Laboratorium (Maintain good Houskeeping)

Penyimpanan bahan kimia harus memerhatikan aspek kerapihan untuk

menghindari kekacauan dalam peletakan bahan kimia. Menurut Safety culture, (2018)

aspek houskeeping biasanya diterapkan pada bidang manufaktur, gudang, kantor, dan

rumah sakit. Namun prinsipnya aspek houskeeping pada semua tempat kerja termasuk

laboratorium yang terdapat bahan kimia. Penerapan aspek houskeeping 5S di laboratorium

menurut Ball, (2013) yaitu diantaranya dapat meningkatkan keamanan laboratoium,

mendukung adanya keterlibatan karyawan dalam mengorganisir laboratorium, efisensi

terhadap ruang laboratorium maupun stok persediaan bahan kimia, serta kebersihan

laboratorium.

Tekait dengan hasil temuan ketidaksesuaian yang teradapat pada kriteria aspek

perawatan kebersihan laboratorium di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai berikut :


218

a. Penyortiran (Sort / Seiri)

Menurut Safety culture. (2018) penerapan prinip penyortiran yaitu

menghilangkan apapun yang tidak diperlukan agar pelatan berfungsi dengan baik

dan mencari tahu terkait item mana yang harus ditiadakan. Penerapan prinsip ini

yaitu : (1) memilih dan melist peralatan, barang, bahan yang telah rusak, tidak

terpakai dan tidak berguna lagi dan (2) menentukkan frekuensi pemakaian barang

(harian, mingguan, bulanan, tidak pernah). Adapun rician pembahasannya adalah

sebagai berikut :

1. Melakukan Pemilihan dan Pelistan terhadap :

d) Peralatan

Menurut Bapelkes, (2017) pengelola laboratorium wajib

melaksanakan kegiatan salah satunya yaitu mencatat dalam buku harian

(log book) mengenai kejadian-kejadian yang dianggap penting untuk

dicatat yaitu : (1) terjadinya kecelakaan, (2) kejadian : alat gelas pecah,

instrumen rusak, atau hilangnya suatu alat, (3) penerimaan bahan dan

alat baru.

Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium, 6

laboratorium diantaranya sudah melakukan pencatatan terhadap

peralatan yang sudah rusak. Sedangkan 1 laboratorium yaitu PSO belum

melakukan pencatatan terhadap peralatan yang sudah rusak. Pencatatan

yang dilakukan oleh 6 laboratorium tersebut dilakukan pada dokumen

yang bervariasi. Artinya pada 6 laboratorium tersebut memiliki


219

perbedaan dalam melakukan pencatatan di masing-masing dokumen.

untuk laboratorium farmakogonsi, penelitian II, Kimia Obat, PHA di

catat pada list inventaris alat dan bahan dan untuk laboratorium PDR dan

laboratorium HEN dilakukan pencatatan di log book dengan judul buku

“Data Kerusakan Alat”.

Menurut Bapelkes, (2017) pengelola laboratorium melakukan

kegiatan inventarisasi alat dan bahan untuk mengetahui jumlah alat yang

ada, yang masih baik dan yang sudah rusak. Hal yang penting mengenai

pencatatan alat yang rusak yaitu nama alat, jumlah atau banyaknya alat

yang rusak, spesifikasi, tanggal pengadaan atau tanggal alat dikeluarkan

(melakukan pengajuan perbaikan). Sedangkan pencatatan terhadap

penerimaan bahan yaitu mencakup mengenai tanggal pertama bahan

diterima, tanggal pertama kali bahan dibuka serta tanggal kadalursa dari

masing-masing bahan kimia. Dengan demikian dapat diketahui

mengenai peralatan, barang-barang serta bahan kimia yang sudah rusak,

tidak terpakai dan tidak berguna lagi.

Menurut Ball, (2013) tujuan dari adanya pencatatan terhadap

peralatan, barang-barang maupun bahan yang sudah memasuki tanggal

kadaluarsa yaitu untuk mengetahui item-item tersebut dikategorikan

sebagai yang sudah tidak terpakai maupun tidak berfungsi dengan baik.

Selain itu untuk mengidentifikasi serta memaksimalkan efesiensi

ruangan laboratorium sehingga terciptanya laboratorium yang rapih dan

dapat memperkecil risiko terjadinya kecelakaan di laboratorium akibat


220

pemakaian alat maupun bahan kimia yang tidak memiliki fungsinya

dengan baik.

Berdasarkan hasil peneltian, penyebab dari tidak terpenuhinya

pencatatan terhadap peralatan disebabkan oleh belum adanya aturan

yang mewajibkan untuk melakukan pencatatan terhadap hal tersebut.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

298/Menkes/SK/III/2008 setiap laboratorium harus mempunyai prosedur

baku yang dibuat oleh petugas laboratorium tentang prosedur

pemeliharaan dan kalibrasi serta perbaikan peralatan yang digunakan

untuk pemeriksaan laboratorium serta harus mempuyai prosedur

pengendalian (pencatatan, perubahan, pendistribusian dan penyimpanan

dokumen).

Dampak yang ditimbulkan akibat tidak adanya pencatatan

terhadap peralatan yang sudah rusak yaitu tidak dapat mengetahui secara

pasti mengenai jumlah serta peralatan apa saja yang sudah rusak dan

tidak dapat digunakan kembali yang akan berdampak pada saat

melakukan pengajuan pemesanan alat baru atau melakukan pengajuan

perbaikan alat. Untuk itu mengingat akan pentingnya dari tujuan serta

dampak dari tidak adanya pencatatan terhadap peralatan yang sudah

rusak serta adanya temuan terkait tidak seragamnya pencatatan yang

dilakukan terhadap peralatan yang sudah rusak maka perlu untuk

memberlakukan suatu aturan mengenai kewajiban laboran untuk

melakukan pencatatan terhadap peralatan yang sudah rusak yang


221

didalamnya tercantum mengenai sistem dokumentasinya dan item-item

apa saja yang harus dicantumkan dalam melakukan pencatatan di

dokumen tersebut.

e) Barang-Barang

Menurut Bapelkes, (2017) salah satu kewajiban pengelola

laboratorium yaitu melakukan pencatatan terhadap kejadian yang

dianggap penting termasuk kerusakan gelas kaca. Gelas kaca

digolongkan sebagai barang barang yang ada di laboratorium. Artinya

barang-barang lain yang terdapat di laboratorium seperti meja, bangku,

AC, local exhaust dll harus dilakukan pula pencatatan secara terperinci.

Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium, 3

laboratorium diantaranya yaitu laboratorium kimia obat, PHA dan HEN

sudah melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang sudah rusak.

Sedangkan 4 laboratorium lainnya belum melakukan pencatatan

terhadap barang-barang yang sudah rusak. Pencatatan barang-barang

tersebut diantaranya pencatatan terhadap lemari, bangku-bangku ataupun

terkait barang-barang yang lain, AC dll. Untuk laboratorium kimia obat

dan PHA pencatatan tersebut dilakukan di list inventaris sedangkan

untuk laboratorium HEN pencatatan tersebut dilakukan pada buku besar

(logbook) yang berbarengan dengan pencatatan kerusakan alat yaitu

buku catatan “Data Kerusakan Alat”.

Berkaitan dengan penyortiran, pencatatan dilakukan sebagai

salah satu upaya untuk melakukan penyisiran terhadap barang-barang


222

yang masih layak atau tidak untuk digunakan. Hal itu sejalan dengan

pernyataan Ball, (2013) tujuan dari adanya pencatatan terhadap

peralatan, barang-barang maupun bahan yang sudah memasuki tanggal

kadaluarsa yaitu untuk mengetahui item-item tersebut dikategorikan

sebagai yang sudah tidak terpakai maupun tidak berfungsi dengan baik.

Pencatatan terhadap kerusakan barang-barang tersebut

merupakan bagian kecil dari proses inventarisasi yang berperan penting

dalam kegiatan manajerial suatu instansi. Inventarisasi merupakan

pencatatan selengkapnya mengenai barang-barang yang telah dibeli,

diterima, dibagikan dan dipakai oleh seluruh komponen organisasi baik

mengenai barang dalam kondisi baik ataupun sudah rusak (Astari, 2013).

Hal dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengetahui kondisi dari

kelayakan barang-barang tersebut yang nantinya akan dijadikan sebagai

bahan rujukan untuk melakukan pengajuan terhadap perbaikan ataupun

pemesanan barang-barang baru ataupun menjadikan bahan pertimbangan

untuk melakukan penyortiran sebagai salah satu upaya untuk

memaksimalkan efesiensi dari ruangan laboatorium.

Penyebab dari tidak dilakukannya pencatatan terhadap barang-

barang yang sudah rusak yaitu disebabkan oleh tidak adanya aturan yang

mengahruskan untuk melakukan pencatatam tersebut. Berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 298/Menkes/SK/III/2008 setiap

laboratorium harus mempunyai prosedur baku yang dibuat oleh petugas

laboratorium tentang prosedur pemeliharaan dan kalibrasi serta


223

perbaikan peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium

serta harus mempuyai prosedur pengendalian (pencatatan, perubahan,

pendistribusian dan penyimpanan dokumen). Didalam aturan tersebut

pula dijelaskan mengenai adanya kewajiban untuk melakukan

pencatatan terhadap pengelolaan sumber daya laboratorium yaitu alat,

barang-barang maupun bahan kimia.

Dampak dari tidak dilakukan pencatatan terhadap barang-barang

yang sudah rusak yaitu tidak dapat mengetahui secara pasti mengenai

jumlah ataupun barang apa saja yang sudah tidak bisa digunakan. Tidak

memaksimalkan efisiensi ruangan akibat laboratorium masih dipenuhi

dengan barang-barang yang sudah rusak, memperbesar risiko pada saat

praktikum dengan menggunakan barang-barang yang sudah rusak seperti

bangku, meja dll.

Mengingat akan pentingnya pencatatan, ditemukannya suatu

temuan, serta dampak yang ditimbulkan dari tidak dilakukan pencatatan

terhadap barang-barang yang sudah rusak, maka perlu untuk membuat

aturan kewajiban untuk melakukan pencatatan yang seragam mengenai

barang-barang yang sudah rusak pada masing-masing laboratorium.


224

f) Bahan Kimia yang sudah rusak / Kadaluarsa

Menurut Safety culture. (2018) salah satu penerapan aspek dari

penyortiran yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap bahan kimia

yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa. Pencatatan terhadap bahan

kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa dinilai sangat peniting

untuk dilakukan sebagai bagian dari sistem pendokumentasian terhadap

bahan habis pakai.

Berdasarkan hasil observasi diketahui seluruh laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidaytullah Jakarta belum

melakukan pencatatan terhadap bahan kimia yang sudah memasuki

tanggal kadaluarsa. Bahan kimia yang sudah kadaluarsa biasanya masih

digunakan untuk praktikum selama bahan kimia tersebut belum berubah

secara fisik baik warna maupun wujudnya. Selain itu pula bahan kimia

yang sudah kadaluarsa yang masih dapat digunakan tersebut disimpan

secara bersamaan dengan bahan kimia yang lain.

Belum adanya catatan terkait tanggal kadaluarsa pada bahan

kimia yaitu disebabkan oleh belum adanya aturan yang mewajibkan

untuk melakukan pencatatan serta terdapat sebagian bahan kimia yang

tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa secara pasti. Terkait dengan

penyebab mengenai belum adanya aturan yang mewajibkan untuk

melakukan pencatatan bahan kimia yang sudah memasuki tanggal

kadaluarsa, menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

298/Menkes/SK/III/2008 setiap laboratorium harus mempunyai prosedur


225

baku yang dibuat oleh petugas laboratorium tentang aturan mengenai

adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan terhadap pengelolaan

sumber daya laboratorium yaitu alat, barang-barang maupun bahan

kimia.

Selain itu mengenai tidak adanya tanggal kadaluarsa yang

tercantum dalam wadah bahan kimia. dapat disiasati dengan melakukan

pencatatan jika wadah pertama kali dibuka. Menurut Vanderbilt

Environmental Health and Safety yang diakses pada tanggal 1

November 2019 menyebutkan bahwa pencatatan terhadap tanggal

pertama kali diterima dan tanggal pertama kali dibuka merupakan hal

sangat penting untuk menghindari bahan kimia kadaluarsa yang

tersimpan di laboratorium. Sebagai contoh efek yang ditimbulkan dari

bahan kimia eter yang sudah kadalursa kemudian terpapar dengan udara

dan sinar matahari dapat menyebabkan mudah terbakar dan dapat

membentuk peroksida yang mudah meledak. Kewajiban pencatatan

terhadap bahan pertama kali dibuka pula disebutkan oleh Balai Pelatihan

Kesehatan, (2017) yaitu menyebutkan kewajiban pengelola laboratorium

untuk melaksanakan kegiatan pencatatan dalam buku harian (log book)

mengenai kejadian-kejadian yang dianggap penting yaitu salah satunya

tanggal penerimaan bahan

Dampak dari tidak dilakukannya pencatatan terhadap bahan

kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa yaitu dapat

memperbesar risiko pengguna laboratorium akibat pemakaian bahan


226

kimia yang sudah kadaluarsa. Untuk itu dapat menghindari dan

mengatasi hal tersebut maka perlu untuk dilakukan pencatatan terhadap

bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa ataupun

melakukan pencatatan ketika botol pertama kali dibuka pada bahan

kimia yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa secara pasti.

2. Menentukkan frekuensi pemakaian barang

Menurut Ball, (2013) salah satu penerapan kriteria penyortiran yaitu

dengan menentukkan frekuensi pemakaian barang baik bahan maupun alat.

Penentuan frekuensi tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi mengenai

barang apa saja yang sering digunakan dan yang jarang digunakan. Sebagai

pertimbangan untuk melakukan pemisahan terhadap barang-barang yang

sudah tidak perlu untuk disimpan, penambahan alat dan bahan.

Berdasarkan hasil observasi di seluruh laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui telah melakukan

pencatatan terhadap frekuensi pemakaian barang (harian, mingguan)

mengenai pemakaian, peminjaman alat dan bahan yang tercantum dalam

buku catatan di seluruh laboratorium. Hal ini sesuai dengan Ball. (2013) yang

menyebutkan bahwa dalam penerapan aspek penyortiran harus menentukan

frekuensi pemakaian barang baik bahan maupun alat.

Di masing-maisng laboratorium, mahasiswa diwajibkan untuk

mengisi logbook atauun buku catatan besar terakit pemakaian bahan serta

peralatan apa saja yang akan digunakan serta jumlah dari masing-masing

kebutuhan bahan dan alat yang digunakan. Tidak hanya pada saat praktikum,
227

bagi mahasiswa yang melakukan riset yang mengunakan alat laboratorium

wajib mengisi catatan peminjaman alat. Dengan demikian dapat tergambar

bahwa frekuensi pemakaian alat maupun bahan setiap harinya maupun setiap

minggunya bergantung pada penyelenggaraan praktikum maupun riset

mahasiswa.

Dampak yang ditimbulkan dari tidak dilakukannya mengenai kriteria

ini yaitu tidak dapat mengetahui mengenai penggunaan peralatan ataupun

bahan apa saja yang sering digunakan ataupun barang-barang yang sudah

tidak terpakai serta sulit untuk mengidentifkasi mengenai pemakaian alat dan

laju pemakaian bahan.

b. Menyimpan pada tempatnya (Set In Order / Seiso)

Menyimpan bahan kimia pada tempatnya bertujuan untuk menciptakan

manajemen visual yang baik dengan mempertimbangkan item apa yang harus

diposisikan, kuantitas dan dimana penempatan yang sesuai. Penerapan aspek ini

dilakukan dengan cara : (1) mengalokasikan dan menyimpan barang pada tempat

yang mudah dijangkau serta, (2) mengelompokkan alat atau item berdasarkan

penggunaan dan fungsinya (Safety culture, 2018).

1. Mengalokasikan dan menyimpan barang pada tempat yang mudah dijangkau

Menurut Safety culture, (2018) yang menyebutkan bahwa penerapan

aspek menyimpan pada tempatnya yaitu dengan cara selalu mengalokasikan

dan menyimpan barang ditempat yang mudah dijangkau dan

mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya.


228

Tujuan dari penerapan kriteria ini agar terciptanya efektifitas dalam sisi

pengambilan bahan maupun alat ketika sewaktu-waktu ingin digunakan.

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa seluruh laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah

mengalokasikan dan menyimpan barang yang mudah di jangkau. Hal tersebut

terlihat dari pada seluruh laboratorium barang-barang maupun alat disimpan

ditempat yang mudah dijangkau dengan penglihatan ataupun jangkauan

tangan oleh pengguna laboratorium kemudian disesuaikan dengan tempat dan

fungsinya. Maka hal tersebut dinilai telah sesuai.

Secara penglihatan pengalokasian dan penyimpanan bahan maupun

alat dapat terlihat tanpa terhalang oleh benda apapun didepannya. Terdapat

area-area tertentu ataupun ruangan yang petakan untuk alat ataupun bahan-

bahan kimia di masing-masing laboratorium. Untuk penyimpanan alat-alat

besar (mayor) disimpan di ruang khusus alat. Sehingga penggunaannya

dilakukan diruangan tersebut, Sedangkan untuk alat-alat yang kecil (minor)

seperti gelas-gelas kaca, pipet, corong dll disimpan dilemari penyimpanan

alat.

Menurut International trade centre, (2012) dalam penerapan kriteria

pengalokasikan dan menyimpan barang pada tempat yang mudah dijangkau

harus dapat menentukkan tempat yang tepat untuk segalanya seperti

peralatan, barang-barang maupun penyimpanan bahan kimia. Selain itu

menurut Bapelkes, (2017) laboratorium agar aman dan nyaman bagi

pengguna harus dapat memberikan ruang untuk memungkinkan penglihatan


229

maupun jangkauan untuk melihat dan mengambil peralatan tanpa terhalang

oleh parabot atau benda-benda lain.

Menurut International trade centre, (2012) manfaat dari penerapan

kriteria ini yaitu dapat memperkecil risiko kecelakaan akibat kesalahan dalam

menyimpan bahan kimia yang sulit untuk dijangkau serta mengurangi waktu

pencarian terhadap barang-barang ataupun alat-alat yang diletakkan tidak

beraturan. Dengan terpenuhinya mengenai kriteria ini di seluruh

laboratorium, maka harus tetap mempertahankan praktiknya sampai

selanjutnya.

2. Mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya

Salah satu kriteria lain yang harus diterapkan pada aspek set in order

yaitu mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan

fungsinya. Menurut International trade centre, (2012) setiap item hars

memiliki tempat serta dikelompokkan berdasarkan jenis dan penggunaannya.

Hal ini bertujuan untuk meudahkan dalam pengambilan, pengembalian, serta

pemakaian secara lebih mudah.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat 6 laboratorium

yang telah memenuhi telah memenuhi kriteria adanya pengelompokkan alat

atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinnya. Di 6 laboratorium sudah

melakukan pemisahan pada alat-alat yang di simpan di ruang khusus sesuai

dengan penggunaannya serta untuk bahan kimia disimpan ruang

penyimpanan bahan kimia yang terpisah dari area praktikum mahasiswa.


230

Sedangkan 1 laboratorium yaitu laboratorium kimia obat belum memenuhi

terkait kriteria tersebut. Tidak terepenuhinya mengenai kriteria pemisahan

alat-alat di ruang khusus yang sesuai dengan penggunaannya yaitu

disebabkan oleh lemari penyimpanan bahan kimia berada dalam ruangan

yang sama dengan area praktikum mahasiswa.

Penyebab dari tidak dilakukannya pemisahan terhadap ruang

penyimpanan bahan kimia dan ruang praktikum yaitu disebabkan oleh

kurangnya ruangan yang terdapat di laboratorium kimia obat serta banyaknya

instrumen alat kategori besar yang membuat ruang penyimpanan semula

menjadi ruang khusus untuk alat. Menurut Bapelkes, (2017) tata ruang yang

baik bagi laboratorium yaitu dapat memisahkan antara ruang persiapan,

peralatan, penyimpanan bahan, ruang bekerja (ruang praktikum),ruang staff,

ruang teknisi. Dengan adannya pemisahan terhadap tata ruang tersebut maka

dapat menciptakan optimalisasi visual pada laboratorium sehingga dapat

mendorong untuk menciptakan laboratorium yang rapi serta nyaman dalam

bekerja maupun aman dalam menggunakan. Selain itu dengan adanya

pemisahan pada ruang penyimpanan bahan dan ruang praktikum maka dapat

memperkecil risiko terhadap paparan uap kimia yang dihasilkan dari bahan

kimia yang tidak ditutup secara rapat.

Dampak dari tidak terpenuhinya mengenai kriteria tidak melakukan

pengelompokkokan pada alat atau item berdasarkan penggunaan dan

fungsinya yaitu penyimpanan alat yang tidak terorganisir pada laboratorium

akan memperbesar peluang kesalahan akibat penyimpanan maupun


231

pengalokasian peralatan serta bahan kimia di tempat yang berpotensi

menimbulkan kecelakaan dan memperbesar risiko paparan bahan kimia.

Untuk dapat mengatasi hal tersebut maka perlu untuk melakukan

peninjauan terhadap ruangan serta alat-alat yang mungkin bisa untuk

dilakukan penyimpanan secara bersamaan atau dengan melakukan

penambahan ruangan penyimpanan bahan kimia di laboratorium kimia obat.

c. Kebersihan wadah dan laboratorium (Shine / Seiso)

Penerapan prinsip kebersihan wadah dan laboratorium menurut Ball. (2013)

yaitu menjaga agar wadah dan bahan kimia serta laboratorium dalam keadaan

bersih. Tujuannya yaitu untuk memudahkan dan mendeteksi adanya kebocoran atau

kelainan pada wadah bahan kimia serta menciptakan ruangan dalam keadaan bersih,

aman dan nyaman bagi pengguna laboratorium sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan fokus dan motivasi pengguna maupun pekerja laboratorium.

Penerapan aspek ini yaitu dilakukan dengan cara : (1) menetapkan rutinitas

pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia, (2) memastikan area kerja

laboratorium bersih dan siap digunakan sebelum dan sesudah praktikum, (3)

membersihkan area kerja setelah shift berakhir minimal 5 menit, (4) melakukan

kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan,

wadah, peralatan, kabel usang dll, (5) memasang pencahayaan yang memadai

(Safety Culture, 2018).

Untuk dapat mengetahui secara lebih jelas, berikut adalah hasil penelitian

serta pembahasannya dari masing-masing kriteria penerapan aspek kebersihan

wadah dan laboratorium (Shine) :


232

1. Menetapkan rutinitas pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia

Menurut Safety Culture, (2018) salah satu kriteria penerapan

kebersihan wadah dan laboratorium yaitu dengan melakukan penetapan

rutinitas pembersihan pada wadah dan botol baha kimia. Penetapan rutinitas

pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia betujuan untuk memastikan

bahwa wadah dan botol bahan kimia dalam keadaan bersih dan terbebas dari

tumpahan bahan kimia yang mungkin terjadi pada saat pemakaian bahan pada

kegiatan praktikum sehingga dapat memperkecil risiko kontak dengan bahan

kimia apabila pengguna bahan kimia tidak menggunakan sarung tangan

praktikum.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di 7 laboratorium

diketahui bahwa kegiatan pembersihan wadah dan botol kimia telah dilakukan

pada seluruh laboratorium di FIKES UIN Jakarta. Pada 7 laboratorium

sebagian besar pembersihan wadah dan botol kimia dilakukan oleh mahasiswa

setiap praktikum berakhir, sedangkan laboran melakukan pembersihan setiap

seminggu sekali atau 6 bulan sekali. Pembersihan pada wadah dan botol kimia

dilakukan agar dapat membersihkan bahan kimia yang mungkin tumpah

mengenai wadah, sehingga tidak membahayakan pengguna laboratorium.

Dampak jika tidak dilakukannya mengenai kriteria ini yaitu tidak akan

memperbesar risiko paparan terhadap bahan kimia yang apabila tumpah pada

wadah ataupun botol-botol bahan kimia pada saat praktikum yang selanjutnya.

Ataupun dapat menimbulkan tercampurnya antara bahan kimia sebelumnya


233

sudah terdapat di dalam wadah dengan bahan kimia yang akan digunakan

pada saat praktikum yang selanjutnya.

2. Memastikan area kerja laboratorium bersih dan siap digunakan sebelum dan

sesudah praktikum

Kriteria lain dari penerapan aspek kebersihian wadah dan laboratorium

(shine) yaitu melakukan pemastian terhadap area kerja di laboratorium dalam

keadaan bersih dan siap untuk digunakan. (Safety culture, 2018). Kegiatan

pemastian tersebut dialakukan sebelum dan sesudah praktikum dilakukan.

Menurut International trade centre, (2018) pemastian area kerja tetap

bersih dan selalu dalam keadaan yang siap digunakan menjadi salah satu cara

untuk tetap menjaga kebersihan dan keamanaan bagi pengguna laboratorium.

Karena kegiatan ini merupakan pencegahan dalam meminimalisir potensial

bahaya yang mungkin timbul dari penggunaan laboratorium sebelumnya

akibat seperti debu, kotoran, sampah, dan tumpahan bahan kimia lain serta

bau menyengat yang dihasilkan.

Adapun dalam penentuan dilakukannya pemastian kebersihan dan

kesiapan diukur dengan melihat dari beberapa aspek, yaitu tidak terciumnya

bau busuk atau bahan kimia yang menyengat, tidak terdapat sampah, tidak

terdapat debu, dan tidak terdapat genangan air. Berikut adalah hasil observasi

yang didapatkan pada 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta:

a. Terdapat 4 laboratorium yang masih tercium bau busuk atau bahan

kimia menyengat, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, kimia

obat, PDR, dan HEN.


234

Ditemukannya terkait tidak terpenuhinya mengenai terciumnya

bau menyengat di dalam ruangan laboratorium yaitu disebabkan oleh : (1)

Tidak berfungsinya dengan baik local exhaust yang ada di laboratorium

tersebut, (2) tidak adanya ruang penyimpanan bahan kimia yang

dipisahkan dengan area praktikum serta (3) adanya tumpahan bahan

kimia yang dibiarkan oleh pengurus laboratorium.

Menurut Health and Safety Authority. (2014) ventilasi

pembuangan lokal (local exhaust ventilation) adalah sistem rekayasa

untuk melindungi pekerja dari paparan bahaya berbahaya dengan

mengandung atau menangkapnya secara lokal pada titik emisi. Sistem ini

dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya apabila dipertahankan

secara teratur agar tetap efektif mengenai fungsi dan kesesuaian dari

masing-masing komponen sistem local exhaust. Artinya tidak cukup

hanya menyediakan local exhaust sebagai upaya pengendalian teknis

enggenering untuk menghilangkan bau menyengat yang ditimbulkan dari

bahan kimia melainkan pula harus melakukan pengendalian administratif

yaitu melakukan kegiatan maintenance (perawatan) terhadap komponen

local exhaust dan segera melakukan kegiatan pembersihan terhadap

bahan kimia yang tumpah.

Mengenai penyebab lain dari terciumnya bau bahan kimia yang

menyengat yaitu disebabkan oleh tidak terpisahnya ruang praktikum

dengan ruang penyimpanan bahan kimia di laboratorium kimia obat

sehingga bau bahan kimia terakumulasi di ruang praktikum.


235

Laboratorium harus di tata dan dikelola sedemikian rupa agar tata ruang

ruang dapat dimengerti sebagai pusat aktivitas dari salah satu manajemen

laboratorium yang penting.

Tata ruang yang baik di laboratorium yaitu dapat memisahkan

antara ruang persiapan, peralatan, penyimpanan bahan, ruang bekerja

(ruang praktikum),ruang staff, ruang teknisi (Bapelkes. 2017). Dengan

adanya pemisahan terhadap ruang-ruang tersebut dapat menciptakan

laboratorium yang dapat berfungsi dengan baik dan mencapai aspek

kenyamanan, kemanan dan kesehatan bagi pengguna maupun pengurus

laboratorium.

Selain itu mengenai penyebab yang lain terkait terciumnya bau

bahan kimia yang menyengat yaitu disebabkan adanya tumpahan bahan

kimia spirtus di lantai ruang penyimpanan bahan kimia di laboratorium

HEN yang tidak dibersihkan. Spirtus atau metanol, metil alcohol, wood

alcohol merupakan bahan kimia yang sangat mudah untuk menguap,

mudah terbakar (Nabila, 2011). Dengan adanya tumpahan tersebut maka

dapat memperbesar paparan melalui inhalasi maupun kontak terhadap

kulit jika pengguna laboratorium pada saat pengambilan bahan kimia

tidak menggunakan safety shoes. Adapun efek paparan yang dapat

ditimbulkan melalui inhalasi menurut Material Safety Data Sheet eefek

yang ditimbulkan dari paparan uap spirtus yaitu dapat menyebabkan sakit

kepala, mual, pusing, hilangnya koordinasi, depresi sistem syaraf pusat,

iritasi saluran penranapasan, kepekaan terhadap cahaya dan penglihatan


236

kabur, koma dan bahkan mengakibatkan kematian akibat jika paparan

parah. Sedangkan efek paparan kontak kulit yaitu dapat menyebabkan

iritasi kulit, kulit terasa panas dan terbakar.

Merujuk pada Material safety data sheet untuk penanganan cairan

tumpahan spirtus yaitu dapat dengan melakukan penyerapan tumpahan

dengan menggunakan pasir atau bahan lain yang tidak mudah terbakar,

kumpulkan bahan tumpahan dalam wadah yang sesuai untuk

pembuangan. Bersihkan permukaan terkontaminasi secara menyeluruh.

Busa penahan uap dapat digunakan untuk mengurangi uap. Dalam

melakukan kegiatan pembersihan gunakan pakaian pelindung, pelindun

mata dan wajah. Dilarang menyentuh dan menginjak tumpahan tanpa

alas, bersihkan dengan cara melawan angina dari bahan yang tumpah.

Untuk dapat mengatasi temuan terkait terciumnya bau busuk

ataupun bau bahan kimia yang menyengat maka perlu untuk melakukan

kegiatan maintenance (perawatan) terhadap komponen local exhaust dan

segera melakukan kegiatan pembersihan terhadap bahan kimia yang

tumpah secara tepat serta melakukan pemisahan terhadap ruang antara

ruang penyimpanan dengan ruang praktikum

b. Seluruh laboratorium yang diamati tidak ditemukan adanya sampah baik

di atas meja praktikum maupun lantai ruangan

Untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan di laboratorium

maka perlu melakukan pengaturan dan menjaga kebersihan lingkungan

laboratorium termasuk meja dan lantai laboratorium. menurut Bapelkes,


237

(2017) meja kerja harus dalam keadaan bersih dan terbebas dari semua

hal-hal yang tak perlu. Tujuannya agar menciptakan keadaan nyaman dan

aman serta menghindari adanya tumpahan bahan kimia yang

memungkinkan berada pada meja praktikum. Selain itu lantai

laboratorium harus memerhatikan kebersihan lantai laboratorium.

Terkait kebersihan lantai menurut Bapelkes, (2017) suatu

laboratorium dapat berfungsi dengan efektif dan efsien serta aman untuk

digunakan salah satunya harus memerhatikan persyaratan lantai. Lantai

laboratorium harus bersih dan tidak ada benda yang diletakkan dilantai

dan menghalangi akses pengguna laboratorium , tidak boleh licin,serta

harus tahan terhadap tumpahan bahan kimia.

c. Dari 7 laboratorium yang diamati, hanya laboratorium kimia obat yang

ditemukan adanya debu pada lantai area praktikum dan tumpahan bahan

kimia di lantai ruang penyimpanan

Terkait dengan tidak terpenuhinya mengenai adanya debu pada

lantai laboratorium kimia obat yaitu disebabkan oleh lantai yang rusak

sehingga menimbulkan debu yang berasal dari serpihan lantai yang

hancur dan didukung dengan tidak dilakukannya pembersihan pada lantai

oleh laboran yaitu disebabkan oleh hal tersebut bukan merupakan

tanggung jawabnya melainkan tugas office boy yang tidak dijalankan.

Kurangnya koordinasi dari petugas laboratorium membuat hal tersebut

belum dapat teratasi. Rusaknya lantai laboratorium membuat ruangan

laboratoium berdebu.
238

Adanya debu tersebut dapat memperbesar risiko untuk

menimbulkan efek bagi pengguna laboratorium maupun pengurus

laboratorium yang didukung dengan paparan dalam jangka panjang. Hal

ini sejalan dengan hasil penelitian Pradika, (2011) menunjukkan bahwa

terdapat hasil yang signifikan terkait adanya pengaruh debu terhadap

fungsi pernafasan terutama pada fungsi paru pada karyawan.

Untuk dapat mengatasi temuan serta menghindari dampak yang

ditimbulkan maka perlu untuk melakukan perbaikan terhadap lantai,

melakukan koordinasi dengan office boy untuk melakukan pembersihan

terhadap lantai laboratorium setiap berakhirnya seluruh praktikum dalam

1 hari.

d. Dari 7 laboratorium yang diamati, hanya laboratorium HEN yang

ditemukan adanya tumpahan bahan kimia di lantai ruang penyimpanan

Mengenai ditemukannya genangan bahan kimia di lantai ruang

penyimpanan bahan kimia di laboratorium HEN yaitu disebabkan oleh

bahan kimia disimpan di lantai serta disebabkan oleh kurang hati-hatinya

pemakaian bahan kimia selain itu didukung dengan menyimpan bahan

kimia di lantai disebabkan oleh tidak dilakukannya pemindahan dari

wadah-wadah yang besar ke wadah-wadah yang kecil sehingga untuk

memudahkan penyimpanan serta pemakaian pada saat penuangan bahan

kimia.

Menurut University of Bristol, (2015) mengenai prinsip

penyimpanan bahan kimia harus dapat mempertimbangkan posisi


239

penyimpanan yang tepat, hindari menyimpan botol di lantai karena dapat

merusak dan berpotensi jatuh. Serta tempatkan wadah besar di rak-rak

yang lebih rendah dan hindari menumpuk wadah diatas satu sama lain.

Untuk dapat mengatasi temuan tersebut maka perlu untuk

melakukan melakukan pemindahan terhadap bahan kimia yang memiliki

wadah besarserta tidak menempatkan di lantai

3. Membersihkan area kerja setelah shift berakhir minimal 5 menit

Kriteria lain dari penerapan aspek kebersihan wadah dan laboratorium

yaitu dengan cara melakukan kegiatan pembersihan pada area kerja setelah

shift berakhir minimal 5 menit. (Safety culture, 2018). Kegiatan ini bertujuan

untuk menciptakan laboratorium yang bersih dan siap untuk digunakan pada

besok hari.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium

terdapat 3 laboratorium yaitu laboratorium Farmakognosi-fitokimia, PSO,

HEN yang tidak melakukan pembersihan setiap shift kerja berakhir. Penyebab

dari tidak dilakukannya kegiatan pembersihan tersebut disebabkan oleh

kegiatan pembersihan selalu dilakukan ketika selesai dilakukannya praktikum

pada alat-alat, wadah yang sudah digunakan, meja praktikum, maupun

tumpahan-tumpahan yang terjadi selama proses praktikum berjalan oleh

mahasiswa serta intensitas praktikum yang tidak dilakukan setiap hari.

Menurut Bapelkes. (2017) kegiatan yang dilaksanakan oleh pengelola di

laboratorium salah satunya yaitu melakukan pemeliharaan keadaan

laboratorium secara keseluruhan. Pembersihan area kerja merupakan salah


240

satu bagian dari melakukan pemeliharaan pada laboratorium. Dengan

melakukan pembersihan pada area kerja laboratorium artinya menjaga dan

memelihara laboratorium agar tetap bersih dan nyaman digunakan oleh

pengguna maupun petugas laboratorium.

Dengan demikian dapat diketahui, dampak dari tidak dilakukannya

mengenai kriteria ini yaitu memungkinkan area kerja laboratorium dalam

kondisi yang tidak benar-benar bersih.

Dengan adanya temuan serta dampak yang ditimbulkan maka perlu

untuk melakukan pembersihan terhdap area kerja ketika shift kerja berakhir

selama 5 menit sebagai upaya unutk menciptakan keadaan yang bersih.

4. Melakukan kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang mungkin terjadi,

kebocoran, kerusakan, wadah, peralatan, kabel usang dll,

Kriteria selanjutnya dari penerapan aspek kebersihan wadah dan

laboratorium (shine) yaitu melakukan kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang

mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan, wadah, peralatan, kabel usang dll.

(Safety culture, 2018). Menurut International trade centre, (2012)

menyebutkan bahwa kegiatan pemeriksaan ataupun inspeksi terhadap

peralatan dan fasilitas bertujuan untuk mendeteksi keadaan abnormal pada hal

tersebut. Selain itu meupakan salah satu cara untuk melakukan menyusun

rencana pemeliharaan terhadap peralatan ataupun fasilitas yang ditemukan

sudah tidak layak untuk digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui kegiatan

memastikan dan memeriksa tumpahan pada wadah dan botol telah dilakukan
241

oleh 6 laboratorium, sedangkan 1 laboratorium PSO yang belum melakukan

pemeriksaan tumpahan. Pemeriksaan tumpahan hanya dilakukan ketika

adanya laporan terkait tumpahan baik pada wadah dan botol. Selain itu

pemeriksaan kerusakaan, alat, dan kabel telah dilakukan oleh seluruh

laboratorium.

Dampak dari tidak dilakukannya mengenai kriteria ini yaitu tidak

dapat mengetahui terkait kerusakan pada alat, wadah maupun kabel yang

dapat memperbesar risiko pada saat penggunaannya akibat pecah, ataupun

korsleting litrik serta tidak dapat menyusun rencana pemeliharaan terhadap

peralatan ataupun fasilitas yang ditemukan sudah tidak layak untuk

digunakan.

Dengan adanya temuan serta diketahuinya dampak yang ditimbulkan

maka perlu untuk melakukan pengecekkan terhadap wadah, alat, serta kabel

peralatan yang menggunakan listrik.

5. Memasang pencahayaan yang memadai

Kriteria lain mengenai penerapan aspek kebersihan wadah dan

laboratorium yaitu memasang pencahayaan yang memadai. (Safety culture,

2018). Penerapan aspek shine tidak hanya terbatas mengenai kebersihan area

kerja tetapi mencakup pula mengenai penerangan area kerja.

Adapun terkait pencahayaan memadai, menurut Peraturan Menteri

Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 Nilai Ambang Batas

pencahayaan untuk di laboratorium sebesar plus minus 10% dari 500 lux atau

sebesar 450-550 lux.


242

Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan yang dilakukan di

beberapa titik yang ditentukan dari 7 laboratorium seluruh ruang praktikum

laboratorium dan ruang penyimpanan laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak memiliki pencahayaan yang memadai.

Pengukuran pencahayaan yang dilakukan pada masing-masing titik yang

ditentukan berdasarkan grid dari masing-masing luas ruang praktikum. Hasil

pengukuran pencahyaan terseut menunjukkan berada dibawah standar

pencahayaan yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 70

tahun 2016 mengenai nilai ambang batas pencahayaan di laboratorium yaitu

plus minus 500 lux atau 450-550 lux

Berdasarkan hasil penelitian pula diketahui bahwa kondisi

laboratorium pada saat pengukuran pencahayaan yang dilakukan yaitu tidak

semua lampu dinyalakan pada laboratorium tertentu. Adapun total lampu dari

setiap ruang praktikum yaitu berjumlah 9 lampu dan untuk total lampu di

ruang penyimpanan bahan kimia berjumlah 1 lampu.

Mengenai penyebab dari tidak terpenuhinya pencahayaan yang tidak

memadai yaitu adanya anggapan dari mahasiswa bahwa pencahayaan tersebut

sudah memenuhi kebutuhannya dalam praktikum serta kurang besarnya lux

yang dimiliki dari lampu yang ada dilaboratorium. Sehingga ketika seluruh

lampu dinyalakan pun masih kurang memenuhi standar besaran lux yang

dipersyaratkan.

Mengenai penyebab dari adanya anggapan yang salah mengenai

kebutuhan pencahayaan yang sesuai yang dimiliki oleh mahasiswa yaitu


243

disebabkan oleh adanya persepsi yang kurang baik yang dimiliki oleh

mahasiswa terhadap kebutuhan pencahayaan. Menurut Nasution. (2018)

persepsi K3 yang baik yang dimiliki oleh individu yaitu dapat mengerti bahwa

terdapat potensi bahaya dan risiko di lingkungan kerja yang ditimbulkan.

Dalam hal ini hal tersebut berbanding terbalik bahwa mahaiswa tidak

mengerti mengenai potensi bahaya dan risiko yang ditimbulkan akibat

pencahayaan yang kurang. Sehingga mengenai hal tidak adanya pencahayaan

yang mamadai di setiap laboratorium baik ruang praktikum maupun ruang

penyimpanan bahan kimia dapat ditoleransi.

Selain itu penyebab lain dari tidak terpenuhinya pencahayaan yang

memadai di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yaitu disebabkan oleh kurangnya besaran lux yang dimiliki oleh lampu

yang terdapat di laboratorium. Berdasarkan hasil pengukuran total besaran lux

dari 9 lampu yang menyala diruang praktikum pada laboratorium

Farmakogonosi-Fitokimia hanya berkisar 37,1 sampai dengan 115,5 lux. Serta

1 lampu yang meyala pada ruang penyimpanan bahan kimia sebesar 123,6

sampai dengan 221 lux. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan lampu

untuk labortorium masih kurang dari standar yang ditetapkan. Besaran dan

kecilnya lux dapat ditentukan salah satunya dari jumlah lampu yang tersedia,

selain itu refleksi yang dipantulkan jenis warna dinding ikut berpengaruh

terhdap besaran lux yang dihasilkan. (Putra. 2017)

Mengenai warna dinding, laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui memiliki warna cat dinding berwarna


244

cream. Warna cream dianggap kurang mampu untuk merefleksikan cahaya

dari lampu yang terdapat di laboratorium. Menurut IES Handbook. (2014)

dalam Putra, (2017) menyebutkan bahwa refleksi pantulan cahaya dinding

berwarna putih sebesar 85%. Dengan demikian hal tersebut dapat membantu

dalam memperbesar pencahayaan yang seseuai dengan standar.

Dampak dari tidak terpenuhinya mengenai pencahayaan yang tidak

memadai akibat kurangnya satuan lux yang dipersyaratkan yaitu dapat

menyebabkan menyebabkan gangguan pada kesehatan mata yaitu salah

satunya kelelahan mata yang disebaban oleh adanya stress intensif pada

fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi yang perlu terhadap

pengamatan secara teliti . sedangkan dampak dari pencahayaan yang tidak

emadai akibat terlalu berlebihnya satuan lux dari yang dipersyaratkan yaitu

dapat menyebabkan kelainan pada indra penglihatan dan kesilauan yang dapat

menimbulkan kecelakaan kerja (Putra.2017).

Untuk dapat mengatasi temuan tersebut serta menghindari dampak

yang ditimbulkan, maka perlu untuk melakukan memberikan pengarahan

terhadap mahasiswa untuk menyalakan seluruh lampu untuk setiap kegiatan

praktikum berjalan, menambah jumlah lampu pada ruang praktikum dan ruang

penyimpanan bahan kimia serta mengganti warna cat dinding menjadi warna

putih.

Pada konsepnya prinsip penyimpanan bahan kimia aman di laboratorium yang

dikeluarkan oleh University of Nothingham, (2012) yaitu mengenai segala aturan


245

kesesuaian yang harus dipenuhi dari setiap aspeknya untuk mencapai kategori aman atau

tidak aman. Pencapaian kategori secara umum adalah mengenai tentang mengatur

bagaimana menyimpan dengan cara yang rapih (sesuai) agar terciptanya sebuah tampilan

manajemen laboratorium yang aman dan nyaman bagi pengguna laboratorium.

Terdapat satu aspek prinsip penyimpanan bahan kimia aman yang dikeluarkan oleh

University of Nothingham, (2012) yang membahas terkait aspek kebersihan laboratorium

(maintain good housekeeping). Dimana tujuan dari aspek tersebut adalah untuk

menciptakan laboratorium yang rapih dengan cara melakukan sistem penyortiran (sort)

ataupun menyingkirkan barang, peralatan maupun bahan kimia yang sudah kadalurasa dan

tidak berguna lagi dan meletakkan barang, peralatan sesuai pada tempatnya (set in order).

Selain itu pada aspek ini terdapat pula kriteria mengenai kebersihan (shine) yang

tujuannya untuk menciptakan laboratorium yang bersih dan sehat.

Bersinggungan dengan hal tersebut, di dalam hadits riwayat muslim secara jelas

menyatakan bahwa Allah SWT mencintai sesuatu yang indah termasuk kebersihan dan

kerapihan.

‫الج َمال‬
َ ‫إنَّ هللاَ َج ِمي ٌل يُ ِح ُّب‬
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan (termasuk kebersihan dan

kerapihan)”. (HR. Muslim No. 91)


246

Telah menceritakan kepada kami ['Isham bin Khalid] telah menceritakan kepada

kami [Hariz bin 'Utsman] dari [Sa'ad bin Martsad Ar-Rahabi] berkata; saya telah

mendengar [Abdurrahman bin Hautsab] menceritakan dari [Tsauban bin Syahr

Al Asy'ari] berkata; saya telah mendengar [Kuraib bin Abrahah] dia duduk

bersama Abdul Malik di atas tempat tidurnya di Dair Al Murrah, dia

menyebutkan tentang 'sombong' lalu Kuraib berkata; saya mendengar [Abu

Raihanah] berkata; saya mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam

bersabda: "Sedikit saja dari kesombongan tidak akan masuk surga, " (Abu

Raihanah Rasulullah) berkata; lalu ada seseorang yang berkata; "Wahai

Nabiyullah, saya senang berdandan dengan dua tali cemetiku dan tali sandalku."

Lalu Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Itu bukan termasuk

kesombongan, sesungguhnya Allah Azzawajalla Maha indah dan menyukai

keindahan. Sesungguhnya kesombongan itu siapa saja yang tidak mau tahu

terhadap kebenaran dan meremehkan manusia dengan kedua matanya."

Selain itu pada hadist yang lain dijelaskan pula mengenai kewajiban

untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan dalam hadist riwayar tarmidzi.

Berikut adalah hasidtsnya :

, ‫ َك ِري ٌم ي ُِحبُّ ْال َك َر َم‬, َ‫يف ي ُ ِحبُّ النهظَافَة‬ َ ‫َّللاَ طَيِّبٌ ي ُِحبُّ الطهي‬
ٌ ‫ نَ ِظ‬, ‫ِّب‬ ‫إِ هن ه‬

‫ فَنَظِّفُوا أَ ْفنِيَتَ ُك ْم‬, ‫َج َوا ٌد ي ُِحبُّ الْجُو َد‬


247

“Sesungguhnya Allah itu baik dan mencintai kebaikan, Bersih (suci) dan

mencintai kebersihan, Mulia dan mencintai kemuliaan, bagus dan mencintai

kebagusan, bersihkanlah rumahmu” (HR. Tarmidzi Nomor 2723)

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basyar] telah menceritakan

kepada kami [Abu 'Amir Al 'Aqadi] telah menceritakan kepada kami [Khalid bin

Ilyas] dari [Shalih bin Abu Hassan] ia berkata; Aku mendengar [Sa'id bin Al

Musayyab] berkata; "Sesungguhnya Allah Maha Baik, dan menyukai kepada

yang baik, Maha Bersih dan menyukai kepada yang bersih, Maha Pemurah, dan

menyukai kemurahan, dan Maha Mulia dan menyukai kemuliaan, karena itu

bersihkanlah diri kalian, " aku mengiranya dia berkata; "Halaman kalian, dan

janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi, " Shalih bin Abu Hassan

berkata; Hadits itu aku sampaikan kepada [Muhajir bin Mismar], lalu dia

berkata; " [Amir bin Sa'ad bin Abu Waqqas] telah menceritakannya kepadaku

dari [Ayahnya] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan hadits yang

semisal, Namun dalam hadits tersebut beliau bersabda: "Bersihkanlah halaman

kalian." Abu Isa berkata; Hadits ini gharib, dan Khalid bin Ilyas telah

dilemahkan, dan dia juga dinamakan Ibnu Iyas

d. Pelibatan Pengguna laboratorium dalam kebersihan (Sustain / Shitsuke)

Dalam menerapkan praktik kerja yang aman serta mempertahankan kondisi

kebersihan laboratorium harus melibatkan kontribusi dari pekerja laboratorium

maupun pengguna laboratorium sebagai sarana untuk mempertahankannya (Safety

culture, 2018). Penerapan prinsip ini yaitu dengan cara : (1) komunikasi mengenai
248

prosedur dan tanggung jawab setiap pengguna laboratorium maupun laboran, (2)

melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium maupun

penyimpanan bahan kimia, (3) melakukan audit untuk memantau keefektifan

laboratorium serta dari praktik kerja yang aman.

Tujuan dari penerapan prinsip ini yaitu meningkatkan pengetahuan serta

tanggung jawab pengguna laboratorium maupun laboran mengenai prosedur yang

terdapat di laboratorium, meningkatkan pengetahuan serta keterampilan pekerja

maupun pengguna laboratorium dalam menjalankan prinsip-prinsip penggunaan

maupun penyimpanan bahan kimia serta dapat mengidentifikasi kesalahan maupun

kekurangan yang terdapat di laboraroium

Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh laboratorium, maka dapat

diketahui pemenuhan dari masing-masing kriteria yaitu dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Komunikasi prosedur dan tanggung jawab dari setiap pengguna

laboratorium mengenai kebersihan dan penyimpanan bahan kimia

Salah satu penerapan aspek pelibatan Pengguna laboratorium dalam

kebersihan yaitu salah satunya dengan melakukan komunikasi prosedur dan

tanggung jawab dari setiap pengguna laboratorium mengenai kebersihan dan

penyimpanan bahan kimia. (safety culture, 2018). Penerapan kriteria ini

yaitu bertujuan untuk memberikan arahn atuapun pengetahuan kepada

pengguna laboratorium terhdap aturan atupun kewajiban kebersihan maupun

penyimpanan bahan kimia yang harus dipenuhi.


249

Berdasarkan hasil observasi dari 7 laboratorium diketahui

seluruhnya telah melakukan komunikasi mengenai prosedur dan tanggung

jawab dari setiap pengguna laboratorium mengenai kebersihan laboratorium

dan penyimpanan bahan kimia. penyampaian mengenai prosedur tersebut

dilakukan pada saat awal masuk praktikum yang disampaikan berbarengan

dengan penyampaian tata tertib penggunaan laboratorium. Penyampaian

tersebut disampaikan secara lisan oleh dosen praktikum maupun laboran

dari masing-masing laboratorium. Mengenai aturan kebersihan disampaikan

mengenai aturan untuk menjaga kebersihan laboratorium yaitu dengan tidak

membawa makanan dan minuman pada saat praktikum, dilarang

meninggalkan sampah di laboratorium, mencuci wadah ataupun alat-alat

yang sudah digunakan ketika sudah selesai praktikum. Selain itu

penyampaian mengenai prosedur penyimpanan bahan kimia sama halnya

disampaikan pula melalui lisan oleh dosen praktikum maupun laboran dari

masing-masing laboratorium terkait.

Penyampaian mengenai prosedur penyimpanan bahan kimia yaitu

hanya mengenai aturan umum untuk melakukan pengembalian terhadap

bahan kimia yang telah digunakan pada tempat semula disimpan. Tujuan

dari masing-masing penyampaian tersebut adalah memberikan pengetahuan

serta membentuk pola habitat yang baik dan disiplin dari pengguna

laboratorium. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari International

trade centre. (2012) yang menyebutkan bahwa tujuan dari penerapan praktik

kerja aman serta mempertahankan kondisi kebersihan laboratorium yaitu


250

untuk membentuk pola kebiasaan yang baik serta meningkatkan disiplin dari

pengelola maupun pengguna laboratorium untuk menjaga kebersihan

maupun penerapan praktik kerja aman yaitu menyimpan bahan kimia.

Adanya komunikasi yang dilakukan yaitu untuk mengefektifkan penerapan

aturan yang ada di laboratorium guna meningkatkan pengtehuan serta

dijalankannya aturan tersebut oleh pengelola maupun pengguna

laboratorium.

Manfaat dari penerapan kritera ini yaitu dapat membentuk pola

kebiasaan untuk selalu menjaga kebersihan di laboratorium, menghindari

praktik kerja yang tidak sesuai dengan prosedur baik dalam penyimpanan

maupun penggunaan laboratorium, meciptakan laboratorium yang berish,

aman dan nyaman bagi pengguna laboratorium.

2. Melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium

maupun penyimpanan bahan kimia

Penerapan praktik kerja yang aman di laboratorium harus melibatkan

kontribusi dari pekerja laboratorium sebagai sarana untuk salah satunya

melalui pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium

maupun penyimpanan bahan kimia (Safety culture, 2018). Pelatihan ini

bertujuan untuk memberikan peningkatan tkapabiitas pengelola

laboratorium dalam melakukan penyelenggaraan laboratorium.

Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, diketahui

bahwa seluruh pengelola laboratorium baik laboran dan STP telah

mengikuti pelatihan yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan


251

kapabilitas dalam mengelola laboratorium. Adapun pelatihan yang pernah

diikui yaitu mengenai manajemen laboratorium yang diselenggarakan di

Batam oleh Balai Peatihan Kesehatan pada tahun 2017, pelatihan ISO/IEC

17025 : 2017 mengenai akreditasi laboratorium. Kegiatan tersebut

difasilitasi oleh Fakultas.

Pelatihan mengenai manajemen laboratorium diselenggarakan oleh

Balai Pelatihan Kesehatan Batam sedangkan pelatihan ISO/IEC 17025 :

2017 diselenggarakan oleh Kementerian Perindustrian. Pelatihan tersebut

diikuti oleh laboran dan kepala STP laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan

kapabilitas dalam mengelola laboratorium untuk menjalankan

penyelenggaraan laboratorium yang sesuai. Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian Lestari, (2017) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

kemampuan pengelolaan laboratorium sebesar 63% pada peserta setelah

mengikuti pelatihan manajemen laboratorium.

Dampak dari tidak diselenggarakannya mengenai pelatihan pinsip-

prinsip penggunaan laboratorium maupun penyimpanan bahan kimia yaitu

tidak dapat mengetahui mengenai aturan ataupun standar yang ditetapkan

dalam pengelolaan laboratorium, menciptakan laboratorium yang tidak

menjamin keamanannya untuk pengguna maupun pekerja laboratorium,

memperbesar kesalahan dalam melakukan penyimpanan bahan kimia yang

berdampak pada timbulnya efek keselamatan maupun efek kesehatan.


252

3. Melakukan audit untuk memantau kefektifan laboratoium serta dari praktik

kerja yang aman.

Selain melakukan komunikasi mengenai prosedur dan

menyelenggarakan pelatihan, dalam penerapan aspek pelibatan pengguna

laboratorium dalam kebersihan (sustain) terdapat pula kriteria melakukan

audit untuk memantau kefektifan laboratoium serta dari praktik kerja yang

aman. (Safety culture, 2018).

Dari hasil penelitian yang dilakukan di 7 laboratorium, seluruh

laboratorium belum pernah melakukan audit baik audit internal maupun

audit eksternal. Hal tersebut didasarkan oleh tidak ditemukannya berupa

dokumen hasil audit laboratorium di seluruh laboratorium.

Menurut World Health Organization audit yang dirancang dengan

baik akan mengungkapan kelemahan dalam tahap pra-pemeriksaan,

pemeriksaan dan pasca pemeriksaan. Informasi yang dikumpulkan

mengenai audit mutu internal yaitu mengenai proses dan prosedur

operasional, kompetensi dan pelatihan staf / laboran, peralatan laboratorium,

lingkungan laboratorium, pengecekkan dan verifikasi terhadap hasil

penyelenggaraan, serta impelementasi pencatatan dan pelaporan.

Audit internal adalah kegiatan laboratorium formal yang harus

dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi dan pada jadwal

reguler. Laboratorium dapat memilih untuk melakukan audit laboratorium

penuh setiap tahun atau dua tahun sekali, atau mengaudit bagian-bagian dari

sistem mereka setiap bulan. (Association Of Public Health Laboratories,


253

2017). Sedangkan audit keamanan laboratorium menurut The Univeristy of

Texas at El Paso, (2018) yaitu rangkaian proses yang bertujuan untuk

meininjau keselamatan dan kesehatan laboratorium dan menentukan

kesesuaian dengan standar maupun aturan yang dikeluarkan oleh Negara

maupun institusi.

Audit keamanan laboratorium berfokus pada bidang penanganan dan

pengendalian terhadap bahan kimia berbahaya, pelatihan personil

laboratorium dan mahasiswa serta keamanan laboratorium. Adapun

mengenai pemeriksanaan yang diperiksa yaitu kondisi umum lingkungan

laboratorium (pencahayaan laboratorium, penyimpanan bahan kimia,

pengelolaan limbah laboratorium, aturan umum penyimpanan bahan kimia,

sarana jalan keluar, kondisi lantai), rencana tanggap darurat (fasilitas,

inspeksi, prosedur), ketersediaan informsi (emergency action plan, MSDS,

chemical Hygiene, dokumentasi APD), informasi darurat (poster informasi

darurat dan tekini, stiker nomor darurat yang dapat dihubungi, rute

evakuasi), APD, Bahaya listrik, Penyimpanan bahan kimia (Fasilitas

penyimpanan, wadah penyimpanan bahan kimia, prosedur penyimpanan,

aturan untuk bahan kimia flammable dan bahan kimia bertekanan,

pembuangan limbah, ventilasi, keamanan, pelatihan laboratorium). (The

Univeristy of Texas at El Paso, (2018)

Penyebab dari tidak dilakukannya audit di laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidaytullah Jakarta yaitu disebabkan oleh tidak

adanya sumber daya yang berkompeten untuk melakukan audit serta


254

terbatasnya dana penyelenggaraan laboratorium sehingga sulit untuk

menunjuk vendor luar untuk melakukan audit eksternal. Menurut SNI

ISO/IEC 17025 : 2008 audit internal harus dilakukan oleh personel terlatih

dan mampu untuk melakukan audit. Tujuannya agar mampu menentukkan

mengenai ketidaksesuaian dari hasil temuan yang dihasilkan sehingga hasil

audit dapat secara pasti bisa dipercaya.

Selain itu, penyebab lain dari belum terselenggaranya audit yaitu

disebabkan oleh dana operasional laboratorium yang masih terbatas. Dana

laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

hanya baru berorientasi pada peyelenggaraan praktikum yaitu untuk

keperluan perbaikan alat, pengajuan bahan habis pakai. Sedangkan

mengenai dana untuk keperluan audit belum ada. Menurut Bapelkes, (2017)

laboratorium tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, jika tidak

memiliki dana yang cukup, baik untuk operasional maupun untuk

pengembangan laboratorium. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan

baik laboatorium perlu untuk dilakukan pengkajian secara keseluruhan

melalui audit baik audit internal maupun audit eksternal.

Dampak dari tidak dilakukannya mengenai audit yaitu tidak dapat

mendeteksi mengenai kesalahan maupun kekurangan yang terdapat di

laboraotirium dengan demikian dapat memperbesar risiko salah dalam

menjalankan prosedur serta sulit untuk menentukkan tindakan perbaikan

yang harus dilakukan mengenai kekurangan dari laboratorium.


255

Untuk dapat mengatasi ketidaksesuaian tersebut maka perlu untuk

dilakukaan penentuan dan pelatihan terhadap sumber daya (laboran/STP)

untuk dapat melakukan audit internal laboratorium serta perlu untuk

melakukan advokasi dan negoisasi dengan pihak kampus mengenai

pendanaan untuk kegiatan penyelenggaraan audit laboratorium.

e. Adanya petunjuk atau prosedur (Standardize / Seiketsu)

Prinsip ini digunakan untuk mendukung 4 prinsip lainnya yaitu dengan

membuat aturan sebagai standar yang harus dipatuhi sehingga dapat menghindari

kecenderungan kembali pada kebiasaan lama yang mengarah pada kebiasaan buruk

dan cenderung tidak aman.

Menurut International Trade Centre, (2012) Penerapan prinsip ini yaitu

dengan cara : (1) menyediakan pengingat visual didinding berupa petunjuk ataupun

prosedur mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman, (2) adanya peran dan

tanggung jawab pekerja maupun pengguna laboratorium untuk menjaga budaya

kebersihan (jadwal piket) serta , (3) ketetapan temperatur suhu dan kelembaban.

Hal ini bertujuan untuk dijadikannya bahan referensi mengenai penyimpanan bahan

kimia yang tepat dan aman, temperatur suhu dan kelembaban.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut adalah

pemenuhan dari masing-masing kriteria adanya petunjuk atau prosedur

(standardize) sebagai berikut :

1. Menyediakan pengingat visual didinding berupa petunjuk ataupun prosedur

mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman


256

Menurut safety culture, (2018) dengan membuat aturan sebagai

standar yang harus dipatuhi dapat menghindari kecenderungan kembali pada

kebiasaan lama yang mengarah pada kebiasaan buruk dan cenderung tidak

aman. Dengan demikian adanya petunjuk berupa prosedur berfungsi untuk

memberikan pengarahan agar penyimpanan serta ataupun pengelolaan

bahan kimia di laboratorium sesuai dan teratur.

Dari hasil observasi yang dilakukan di seluruh laboratorium Fakultas

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui belum tersedia

prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia di setiap laboratorium.

Penyimpanan bahan kimia yang dilakukan selama ini oleh laboran hanya

berdasarkan pengetahuannya terdahulu ketika didapatkan semasa kuliah

ataupun bekerja di tempat lain yang kemudian disesuaikan dengan kondisi

maupun fasilitas yang terdapat di laboratorium.

Menurut Balai Penelitian Kesehatan, (2017) menyebutkan bahwa

SOP atau standar prosedur operasional merupakan suatu panduan yang

menjelaskan secara terperinci bagaimana suatu proses harus dilaksanakan.

Dimana tujuan dari SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang

dikerjakan oleh pengelola laboratorium untuk mewujudkan penyelenggaraan

laboratorium yang baik, sehingga dapat membantu mewujudkan visi dan

misi dari program studi dan jurusan. Dengan adanya SOP terkait

penyimpanan bahan kimia yang aman memberikan indikasi dan syarat-

syarat yang harus dipenuhi serta tahapan-tahpan dan dilalui dalam

melakukan penyimpanan.
257

Dampak dari tidak adanya aturan ataupun prosedur mengenai

penyimpanan bahan kimia yang aman yaitu dapat memperbesar risiko

kesalahan runtutan dalam menggunakan maupun menyimpan bahan kimia.

Hal ini akan menciptakan peluang yang lebih besar untuk menimbulkan

adanya dampak keselamatan maupun kesehatan di laboratorium.

Mengingat akan adanya temuan, serta adanya dampak yang

ditimbulkan dari tidak adanya aturan ataupun prosedur mengenai

penyimpanan bahan kimia yang aman, maka perlu untuk membuat serta

disediakannnya prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia yang

dapat diketahui oleh pengguna laboratorium maupun pengelola

laboratorium.

2. Adanya peran dan tanggung jawab pekerja maupun pengguna laboratorium

untuk menjaga budaya kebersihan (jadwal piket)

Menurut International Trade Centre, (2012) salah satu penerapan

prinsip ini yaitu dengan membagi peran dan tanggung jawab antarapekerja

maupun pengguna laboratorium dalam menjaga budaya kebersihan melalui

jadwal piket laboratorium. Hal ini bertujuan untuk membangun kerjasama

dalam melakukan kegiatan pembersihan sebagai upaya menciptakan

laboratorium yang bersih dan nyaman untuk digunakan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di 7 laboratorium diketahui

bahwa seluruhnya telah melakukan pembagian peran dan tanggung jawab

antara laboran dengan pengguna laboratorium untuk menjaga budaya

kebersihan (jadwal piket). Jadwal piket ini berfungsi untuk mengorganisir


258

pengguna laboratorium untuk kegiatan pembersihan laboratorium. Adapun

kegiatan pembersihan yang dilakukan yaitu bersih-bersih area laboratorium

seperti meja, wadah ataupun lantai namun khusus untuk lantai laboratorium

kimia obat tidak dilakukan pembersihan hal tersebut dikarenakan rusaknya

lantai laboratorium. Lantai laboratorium hanya ditutupi dengan kardus

sebagai upaya untuk menutupi lantai yang rusak agar debu lantai tidak

terinjak-injak dan semakin banyak.

Pembentukan jadwal piket melibatkan antara penanggung jawab

praktikum yang berasal dari mahasiswa dengan laboran masing-masing

laboratorium. Jadwal piket tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiwa yang

melakukan praktikum saja, namun diberlakukan pula untuk mahasiswa yang

sedang melakukan pengujian di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dampak yang ditimbulkan dari tidak adanya jadwal piket ataupun

pembagian tanggung jawab dalam melakukan kegiatan pembersihan

dilaboratorium maka akan menciptakan laboratorium yang kotor dan

memberikan efek ketidaknyamanan bagi pengguna maupun pekerja

laboratorium.

3. Ketetapan standar temperatur suhu dan kelembaban

Salah satu kriteria lain dari penerapan aspek adanya petunjuk atau

prosedur (Standardize) menurut International Trade Centre, (2012) yaitu

menetapkan standar temperature suhu dan kelembaban ruangan. Dengan


259

adanya standar tersebut dapat memberikan referensi dalam pengaturan suhu

ruangan di laboratorium.

Terkait dengan standar suhu dan kelembaban peraturan menteri

tenaga kerja nomor 05 tahun 2018 menyebutkan bahwa tempat kerja yang

dijadikan untuk melakukan jenis pekerjaan administratif, pelayanan umum

dan fungsi manajerial harus memenuhi kualitas udara dalam ruangan yang

sehat dan bersih. Kualitas udara dalam ruangan tersebut ditentukan oleh

salah satunya suhu dan kelembaban. Suhu ruangan yang nyaman berkisar

23C-26C dengan kelembaban berkisar 40-60%.

Dari hasil observasi yang dilakukan seluruh laboratorium diketahui

tidak terdapat standar suhu yang ditetapkan untuk masing-masing

laboratorium. Dari hasil pengukuran suhu yang telah dilakukan pula

diketahui bahwa, 6 ruang praktikum laboratorium dan ruang penyimpanan

bahan kimia menunjukkan bahwa hasil pengukuran melebihi standar suhu

yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018

yaitu berkisar 23C-26C. Sedangkan 1 laboratorium lainnya yaitu PSO

telah memenuhi standar suhu yang telah ditetapkan. Mengenai kelembaban

ruangan baik ruang praktikum aupun ruang penyimpanan menunjukkan

angka yang kurang dari standar dengan kelembaban yang dikeluarkan oleh

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018 berkisar 40-60%.

Penyebab dari tidak terpenuhinya mengenai terdapatnya standar

suhu dan kelembaban ruangan yang ditetapkan disebabkan oleh tidak

adanya fasilitas yang mendukung untuk menerapkan suhu yang sesuai


260

dengan standar. hal tersebut dilatarbelakangi oleh rusaknya local exhaust

pada sebagian laboratorium serta rusaknya AC sehingga sulit untuk

mengontrol kesesuaian dari suhu dan kelembaban serta tidak adanya

kegiatan maintenance yang dilakukan secara rutin.

Menurut Bapelkes, (2017) ruang pemeliharaan atau penyimpanan

alat seharusnya ber-AC. Kondisi tersebut disebabkan oleh sebagian

peralatan harus beroperasi dalam spesifik pabrik untuk kelembaban dan

suhu tertentu. Mengenai maintenance tujuan dari kegiatan pemeliharaan

adalah untuk mengetahui gambaran mengenai keefktifan serta memperbaiki

kondisi peralatan yang sudah rusak ataupun mengalami penuruan fungsi.

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Fachiyah, (2016) yang

menyebutkan bahwa laboratorium harus memantau, mengendalikan dan

merekam kondisi lingkungan. Perhatian khusus harus diberikan terhadap

sterilitas biologis, debu, gangguan elektromagnetik, radiasi, kelembaban,

suplai listrik, suhu, suara dan getaran.

Dampak dari tidak adanya ketetapan standar temperatur suhu dan

kelembaban yaitu tidak dapat memenuhi kualitas udara mengenai suhu dan

kelembaban yang di persyaratkan sehingga dapat menciptkan kondisi

lingkungan laboratorium yang kurang nyaman.

Dengan adanya temuan serta dampak yang ditimbulkan dari adanya

tidak dilakukannya kriteria tersebut maka perlu untuk menyediakan standar

suhu dan kelembaban yang dipersyaratkan serta melakukan kegiatan

pemeliharaan AC dan local exhaust secara rutin


261

5. Perawatan terhadap Pengendalian Stok Bahan Kimia (Maintain good Stock Control)

Penyimpanan bahan kimia memerhatikan pengelolaan terkait persediaan bahan

kimia yang meliputi : (1) pengecekan tanggal kadarluarsa, (2) mempetimbangkan

perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah pertama masuk (FIFO-First In First

Out) dan (3) mempetimbangkan perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah

keluar (FEFO-First-Expired First Out). (Permenkes No. 43 tahun 2013)

Tujuan dari penerapan prinsip ini yaitu agar bahan kimia yang digunakan untuk

kegiatan praktikum tidak memasuki masa kadarluarsa serta menjaga kualitas dari bahan

kimia masih tetap prima dan mencegah bahan kimia yang sudah memasuki tanggal

kadarluarsa tidak disimpan secara bersamaan dengan bahan kimia yang belum memasuki

tanggal kadarluarsa maupun tidak digunakan untuk kegiatan praktikum.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut adalah pembahasan

mengenai masing-masing kriteria perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia :

a. Melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa

Pengecekan tanggal kadaluarsa terhadap bahan kimia merupakan salah satu

hal yang penting dalam manajemen penyimpanan bahan kimia. Pengecekan tanggal

kadaluarsa dilakukan untuk mengidentifikasi dan memisahkan bahan kimia yang

sudah memasuki tanggal kadaluarsa dan mempekecil risiko akibat kontak serta efek

dari penyimpanan bahan kimia kadalurasa yang disatukan dengan bahan kimia yang

lain.

Pada penelitian ini diketahui bahwa dari 7 laboratorium di FIKES UIN

Jakarta, sebagian besar laboratorium tersebut melakukan pengecekan tanggal

kadaluarsa ketika bahan kimia tersebut akan digunakan. Namun pada laboratorium
262

kimia obat, tidak melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa karena bahan kimia yang

ada pada laboratorium tersebut tidak memiliki tanggal kadaluarsa yang pasti serta

laboratorium tersebut tidak melakukan pencatatan ketika botol pertama kali dibuka.

Sebagai alternatif cara untuk melakukan pengecekkan tanggal kadaluarsa

bahan kimia yaitu dengan cara melakukan pencatatam ketika botol pertama kali

dibuka. Hal ini sejalan dengan pernyataan menurut Vanderbilt Environmental Health

and Safety yang diakses pada tanggal 2 November 2019 salah satu upaya untuk

melakukan pengecekkan terhadap bahan kimia yang tidak memiliki tanggal

kadaluarsa yaitu dengan melakukan pencatatan ketika botol pertama kali di buka.

Bahan kimia yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa umumnya akan mengalami

penurunan kualitas setelah 6 bulan dari masa dibukanya botol tersebut.

Tujuan dari adanya pengecekkan terhadap bahan kimia yang sudah memasuki

tanggal kadaluarsa yaitu untuk mengidentifikasi dan memisahkan bahan kimia yang

sudah memasuki tanggal kadaluarsa, mempekecil risiko akibat kontak dan efek dari

penyimpanan bahan kimia kadalurasa yang disatukan dengan bahan kimia yang lain.

Sebagai contoh Menurut Vanderbilt Environmental Health and Safety, efek yang

ditimbulkan dari bahan kimia eter yang sudah kadalursa kemudian terpapar dengan

udara dan sinar matahari dapat menyebabkan mudah terbakar dan dapat membentuk

peroksida yang mudah meledak, dengan demikian maka pengecekkan mengenai

tanggal kadalurasa merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Mengenai efek lain dari bahaya pemakaian bahan kimia yang sudah memasuki

masa kadaluarsa dipaparkan oleh Safe Work Australia, (2011) yaitu bahan kimia

kadaluarsa cenderung memiliki sifat lebih reaktif dan tidak stabil sehingga
263

memungkinkan tingkat bahayanya menjadi berubah serta diperlukan penanganan atau

penyimpanan khusus agar tidak membahayakan penggunanya.

Oleh karena itu, dengan adanya temuan serta dampak yang ditimbulkan dari

bahaya bahan kimia kadaluarsa maka petugas laboratorium harus selalu melakukan

pengecekan tanggal kadaluarsa dan melakukan pencatatan ketika botol pertama kali

dibuka pada bahan kimia yang telah memasuki tanggal kadaluarsa serta membuat

aturan mengenai pengecekkan tanggal kadaluarsa

b. Menggunakan bahan kimia terdahulu (FIFO)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tentang penyelenggaraan

laboratorium klinik menyebutkan bahwa bahan laboratorium yang sudah ada harus

ditangani secara cermat dengan mempertimbangkan perputaran pemakaian dengan

menggunakan kaidah pertama masuk dan keluar (FIFO-First in First out) yaitu

bahwa barang yang lebih dahulu masuk persediaan harus digunakan lebih dahulu.

Pada penelitian ini diketahui bahwa dari 7 laboratorium di Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Jakarta, semua laboratorium tersebut sudah melakukan kaidah FIFO dengan

cara menempatkan bahan kimia persediaan terdahulu pada deretan paling depan,

sehingga bahan kimia yang pertama masuk akan digunakan terlebih dahulu.

Penerapan FIFO bertujuan agar bahan kimia yang digunakan untuk kegiatan

praktikum tidak memasuki masa kadaluarsa serta menjaga kualitas dari bahan kimia

masih tetap prima.

Bila petugas laboratorium tidak menerapkan prinsip FIFO, akan berdampak

pada bertambahnya kuantitas bahan kimia yang kadarluarsa sehingga tidak dapat

digunakan dan memperbesar pembiayaan pengadaan bahan kimia. Oleh karena itu,
264

petugas laboratorium diharapkan untuk tetap melakukan kaidah FIFO untuk tetap

menjamin kualitas bahan kimia.

c. Melakukan pembuangan pada bahan kimia yang telah memasuki tanggal kadaluarsa

Melakukan pembuangan pada bahan kimia yang sudah memasuki masa

kadarluarsa (FEFO - First expired first) bertujuan agar bahan kimia yang sudah

memasuki tanggal kadaluarsa tidak digunakan kembali dan tidak disimpan secara

bersamaan dengan bahan kimia yang belum memasuki tanggal kadaluarsa. Hal ini

sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tahun 2013 tentang

penyelenggaraan laboratorium klinik menyebutkan bahwa bahan laboratorium yang

sudah ada harus ditangani secara cermat dengan mempetimbangkan perputaran

pemakaian dengan menggunakan kaidah pertama masuk dan keluar. Bahan kimia

yang telah memasuki masa kadalurasa harus segera dibuang dengan standar yang

sesuai. Tujuannya agar bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa tidak

disimpan secara bersamaan dengan bahan kimia yang belum memasuki tanggal

kadarluarsa maupun tidak digunakan untuk kegiatan praktikum.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium di Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Jakarta, sebagian besar masih belum menerapkan kaidah FEFO.

Berdasarkan hasil observasi masih ditemukan bahan kimia yang kadaluarsa berada

dalam satu rak penyimpanan dengan bahan kimia yang belum kadaluarsa. Selain itu,

bahan kimia yang sudah memasuki masa kadaluarsa, tetapi secara fisik masih terlihat

layak digunakan (tidak berubah warna) akan tetap digunakan oleh pengguna

laboratorium. Pemisahan dan pembuangan bahan kimia yang kadaluarsa hanya

dilakukan ketika terjadi perubahan secara fisik.


265

Tidak adanya pemisahan bahan kimia kadaluarsa akan memperbesar potensi

kontaminasi bahan kimia yang disimpan di rak penyimpanan terhadap bahan kimia

yang lain. Kemudian penggunaan bahan kimia yang kadaluarsa akan berdampak pada

keselamatan maupun kesehatan penggunanya. Menurut Vanderbit Enviromental

Health and Safety, bahan kimia yang telah memasuki masa kadaluarsa, cenderung

akan meningkatkan efek yang dimilikinya. Selain itu, pemakaian bahan kimia yang

telah memasuki tanggal kadaluarsa juga dapat menimbulkan efek mudah terbakar dan

berubah menjadi lebih eksplosif.

Penyebab dari tidak dilakukannya kriteria FEFO yaitu disebabkan oleh tidak

tersedianya fasilitas yang mendukung untuk melakukan pembuangan, tidak adanya

aturan yang baku untuk mewajibkan bahan kimia yang sudah kadaluarsa harus segera

dibuang, serta tidak adanya prosedur baku untuk melakukan pembuangan pada bahan

kimia yang sudah memasuki masa kadaluarsa. Di laboratorium Fakultas Ilmu

Kesehatan sarana pembuangan bahan kimia belum tersedia. Bahan kimia yang sudah

kadaluarsa dan telah menunjukkan ciri fisik yang sudah tidak bisa digunakan dibuang

di westafel ataupun dibuang di tong sampah. Banyaknya jumlah bahan kimia yang

ada di laboratorium tidak diimbangi dengan pemenuhan fasilitas pembuangan yang

menunjang yang tujuannya untuk mencegah timbulnya efek bagi pengguna

laboratorium maupun lingkungan laboratorium.

Mengenai penyebab tidak adanya aturan yang baku untuk mewajibkan bahan

kimia yang sudah kadaluarsa untuk dilakukan pemisahan ataupun pembuangan dan

dilarang untuk digunakaan kembali pada kegiatan praktikum merupakan salah satu

penyebab dari tidak terpenuhinya kriteria FEFO di laboratorium Fakultas Ilmu


266

Kesehatan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. Menurut Peraturan Perindustrian No.

23/M-IND/PER/4/2013 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun

menyebutkan bahwa B3 yang kadaluarsa dan atau tidak memenuhi spesifikasi dan

atau bekas kemasan, wajib dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan di

bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Artinya setiap instansi

yang didalamnya terdapat bahan kimia berbahaya wajib untuk melakukan

pengelolaan terhadap bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadalurasa. Bahan

kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa harus dilakukan pemisahan dan

pembuangan. Untuk dapat mewujudkan pengelolaan terhadap bahan kimia yang

sudah memasuki tanggal kadaluarsa secara benar diperlukan suatu aturan yang baku

mengenai ketentuan terhadap kewajiban untuk melakukan pengelolaan terhadap

bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa agar laboran mengetahui

mengenai kewajibannya dan mengetahui tata cara secara pasti untuk untuk

melakukan pemisahan terhadap bahan kimia yang sudah kadaluarsa agar tidak

menimbulkan dampak pada penggunaan maupun penyimpanan bahan kimia

Selain itu mengenai penyebab fasilitas pengolahan tidak memdai yaitu dengan

melakukan pengumpulan terhadap bahan kimia yang sudah kadalursa kemudian dapat

bekerja sama dengan institusi atau lembaga pengolah limbah B3. Hal tersebut didasari

oleh Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999 pasal 1 ayat 3 yaitu menyebutkan

bahwa kewajiban yang harus dilakukan pengelola laboratorium yaitu melakukan

reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan

penimbunan bahan kimia yang sudah kadalurasa ataupun rusak kemasan. Artinya jika

suatu institusi tidak memiliki terhadap fasilitas terkait pengelolaan limbah B3 secara
267

aturan tidak menyalahi jika pengelola melakukan kegiatan pengumpulan bahan kimia

kadaluarsa dan menyerahkannya pada institusi atau lembaga pengolah limbah B3.

Karena jika pengelolaan B3 yang tidak sesuai maka dapat menimbulkan dapat pada

lingkungan sekitar. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sulman dkk, (2016) yang

menyebutkan bahwa pemusnahan bahan kimia kadaluarsa yang merupakan bahan B3

tidak dapat dilakukan di laboratorium jika fasilitas dan cara penanganannnya belum

dapat terpenuhi. Sebagai contoh pemusnahan melalui cara insenerasi dapat

menghasilkan gas-gas beracun dari hasil pembakaran bahan-bahan kimia. Hal

tersebut dapat memberikan dampak pada lingkungan sekitar.

Dampak dari tidak dilakukannya kriteria tidak melakukan pengecekkan

terhadap bahan kimia dan tidak melakukan pemisahan ataupun pembuangan

terhadap bahan kimia yang sudah memasuki masa kadaluarsa yaitu dapat

memperbesar potensi kontaminiasi bahan kimia yang disimpan di rak penyimpanan

bahan kimia terhadap bahan kimia yang lain serta memperbesar risiko keselamatan

pada pengguna bahan kimia di laboratorium.

Mengingat akan pentingnya penerapan kriteria FEFO , adanya temuan dan

dampak yang ditimbulkan dari tidak dilaksanakannya kriteria tersebut maka

pengelola laboratorium melakukan perencanaan untuk bekerja sama dengan institusi

terkait pengolah limbah B3, membuat SOP terkait kewajiban dan sistem penanganan

terhadap bahan kimia yang sudah kadaluarsa agar dapat dilakukannya pemisahan

bahan kimia kadaluarsa terhadap bahan kimia yang belum kadaluarsa serta tidak

menggunakan bahan kimia yang sudah kadaluarsa tersebut untuk kegiatan praktikum.
268

6. Peletakan Bahan Kimia (Do Not Store Chemical Under Sink)

Penentuan kesesuaian peletakan bahan kimia di masing-masing laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, peneliti

menggunakan pinsip penyimpanan bahan kimia yang dikeluarkan oleh University of

Nothingham (2012), yang menyebutkan bahwa bahan kimia tertentu dilarang diletakkan

di bawah wastafel maupun area wastafel. Hal ini dikarenakan sebagian bahan kimia

mudah bereaksi dengan air dan akan melepaskan gas yang mudah terbakar (Occupational

Safety Health and Administration).

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari 7 laboratorium di FIKES UIN

Jakarta, tidak ditemukan bahan kimia yang disimpan ataupun diletakkan dibawah

wastafel pada delapan laboratorium yang menjadi lokasi penelitian. Seluruh bahan kimia

disimpan di lemari penyimpanan dan diletakkan di meja praktikum ataupun lantai yang

berjauhan dengan wastafel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peletakan bahan

kimia pada delapan laboratorium di Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Jakarta telah sesuai

dengan standar.

Menimbang adanya beberapa bahan kimia yang mudah bereaksi dengan air atau

bereaksi ketika basah, diharapkan bagi petugas laboratorium tetap mempertahankan

peletakan bahan kimia di dalam lemari penyimpanan demi terjaganya keamanan

pengguna laboratorium.

7. Penyimpanan Bahan Kimia yang dapat dijangkau dengan Penglihatan (Sensible

shelf storage)

Penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh penglihatan pengguna bahan

kimia di laboratoium yaitu pada prinsinya adalah keterjangkauan penglihatan yang


269

berhubungan dengan ketinggian dari peletakkan bahan kimia. Menurut University of

Nothingham, (2012) penyimpanan bahan kimia harus setinggi bahu orang dewasa.

Berdasarkan data antropometri masyarakat Indonesia yang didapatkan dari

interpolarasi masyarakat British dan Hongkong terhadap masyarakat Indonesia diketahui

bahwa rata-rata tinggi bahu orang dewasa Indonesia baik perempuan maupun laki-laki

yaitu 127,2 - 133,8 cm (Nurmianto, 1991). Dengan demikian ketinggian dari rak

penyimpanan bahan kimia berkisar 1,272 m – 1,338 m.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui sebagai berikut

a. Ketinggian dari rak penyimpanan

Pada prinsinya keterjangkauan penglihatan berhubungan dengan ketinggian

dari peletakkan bahan kimia. Menurut University of Nothingham (2012),

penyimpanan bahan kimia harus setinggi bahu orang dewasa yaitu 127,2 - 133,8 cm

(Nurmianto, 1991). Oleh karena itu, ketinggian rak penyimpanan bahan kimia

sebaiknya berkisar 1,272 m – 1,338 m.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, melalui pengukuran

ketinggian rak penyimpanan bahan kimia pada 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta,

diketahui seluruhnya tidak memenuhi ketinggian rak yang dipersyaratkan. Hasil

pengukuran tersebut menunjuukkan bahwa ketinggian rak penyimpanan yang ada di

setiap laboratoium terlalu rendah untuk rak yang paling bawah dan terlalu tinggi

untuk ketinggian dari rak yang paling atas dari lemari penyimpanan bahan kimia

tersebut.
270

Tidak sesuainya tinggi rak penyimpanan bahan kimia dengan standar akan

memperbesar risiko terjadinya tumpahan akibat dari tinggi atau terlalu rendahnya rak

penyimpanan bahan kimia. Selain itu, Penyimpanan bahan kimia yang terlalu rendah

tidak memenuhi dari aspek ergonomi. Yang mana salah satu aspek ergonomi yaitu

mengedepankan kesesuaian antara pengguna dengan lingkungan kerjanya, dalam hal

ini adalah lemari rak penyimpanan bahan kimia.

Ketinggian rak penyimpanan bahan kimia sebatas bahu orang dewasa akan

memberikan keuntungan karena lebih mudah terjangkau dari sisi penglihatan,

sehingga pengguna laboratorium dapat dengan mudah mengidentifkasi bahan kimia

tersebut melalui pembacaan label yang tertera pada bahan kimia. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan dari Univerisity of Nothingham, (2012) yang menyebutkan bahwa

bahan kimia akan lebih mudah ditemukan ketika rak penyimpanan bahan kimia

setinggi bahu orang dewasa. Selain itu penyimpanan bahan kimia yang sesuai dengan

standar pula dapat mengidentifikasi mengenai bahan kimia tersebut secara benar

melalui pembacaan label bahan kimia.

Dampak yang ditimbulkan akibat tidak dilakukannya penyesuaian terhadap

ketinggian dan terdapatnya bahan kimia yang diletakkan dilantai yaitu memperbesar

risiko terjadinya tumpahan akibat dari tinggi atau terlalu rendahnya rak penyimpanan

bahan kimia dan adanya bahan kimia yaitu sulit untuk dijangkau baik dalam

jangkauan tangan maupun jangkauan penglihatan. Hal tersebut sejalan dengan

pernyataan yang dikemukaan oleh University of Bristol, (2015) mengenai prinsip

penyimpanan bahan kimia harus dapat mempertimbangkan posisi penyimpanan yang

tepat, hindari menyimpan botol di lantai karena dapat merusak bahan kimia dan
271

berpotensi jatuh, serta tempatkan wadah besar pada rak yang lebih rendah dan hindari

menumpuk wadah di atas satu sama lain.

Mengingat manfaat dari serta dampak yang ditimbulkan akibat tidak

sesuainya ketinggian rak penyimpanan bahan kimia, maka perlu menyesuaikan

ketinggian rak penyimpanan dengan standar yang telah ditetapkan yaitu setinggi bahu

orang dewasa agar keselamatan pengguna terjamin dan kegiatan selama

menggunakan laboratorium menjadi lebih efektif.

b. Larangan tidak boleh disimpan di bawah lantai

Penyimpanan bahan kimia yang diletakkan di lantai dapat memicu adanya

tumpahan dari bahan kimia itu sendiri akibat kelalaian pengguna. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan dari University of Bristol, (2015) yaitu untuk menghindari

menyimpan wadah bahnan kimia di lantai karena dapat merusak bahan kimia dan

berpotensi jatuh.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium di FIKES

UIN Jakarta, terdapat 4 laboratorium yang menyimpan bahan kimia di bawah lantai,

yaitu laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, kimia obat, PDR dan HEN. Di

laboratorium HEN sendiri terdapat tumpahan bahan kimia yang terdapat dilantai

ruang penyimpanan bahan kimia. tumpahan tersebut diketahui merupakan tumpahan

bahan kimia spirtus.

Adanya tumpahan pada bahan kimia yang ada di lantai, tumpahan tersebut

dapat membahayakan pengguna laboratorium. Pada beberapa bahan kimia yang

memiliki kereaktifan yang tinggi, tumpahan yang ada pada lantai dapat memicu

terjadinya dekomposisi bahan kimia tersebut dan memicu reaksi ledakan, Seperti
272

hydrogen dan klorin yang menghasilkan ledakan karena terkena cahaya (National

Institute of Health, 2015).

Penyebab dari alasan diletakkannya bahan kimia di lantai yaitu disebabkan

oleh terbatasnya fasilitasnya pendukung yaitu lemari penyimpanan bahan kimia yang

tidak dapat menampung bahan kimia dalam bentuk wadah yang besar. Hal tersebut

dapat diatasi dengan melakukan pemindahan bahan kimia dari wadah besar ke wadah

yang lebih kecil namun tetap melakukan pelabelan yan merujuk dan sesuai dengan

label yang tercantum dengan botol induk. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan

Pemerintah nomor 74 tahun 2001 menyebutkan bahwa setiap tempat penyipanan B3

wajib diberikan simbol dan label yang sesuai. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk

melakukan optimalisasi terhadap fasilitas lemari rak penyimpanan bahan kimia yang

sudah disediakan di laboratorium

Untuk dapat menghindari dan mengatasi dari permasalahan yang ditemukan

tersebut maka perlu untuk memberikan pengarahan terhadap ketentuan untuk

melakukan pemindahan pada bahan kimia yang memilki wadah besar ke wadah yang

lebih kecil serta menerapkan adanya aturan untuk tidak meletakkan bahan kimia di

lantai.
273

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan pada penelitian yang

telah dilakukan pada laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta , maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari 7 laboratorium, hanya ada 1 laboratorium yaitu labortorium PHA yang

memenuhi aspek pelabelan yang sesuai dengan kriteria label yang dikeluarkan oleh

Globally Harmonized System of Classification and Labelling Of Chemical (GHS).

Sedangkan 7 laboratorium lainnya yaitu Farmakogonosi-fitokimia, penelitian II,

Kimia Obat, PDR, PSO, dan HEN hanya mencantumkan terkait nama bahan kimia

pada label

2. Dari 7 laboratorium yang dijadikan sebagai lokasi penelitian, hanya 1 laboratorium

yaitu laboratorium PHA sudah memenuhi aspek kompatibilitas

3. Dari 7 laboratorium yang dijadikan lokasi penelitian diketahui semua laboratorium

tidak memenuhi aspek pengadaan kuantitas bahan kimia yang minimal. Pengadaan

bahan kimia tidak seluruhnya berdasarkan kebutuhan yang tercantum dalam modul.

4. Seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesahatan yang menjadi tempat penelitian belum

memenuhi aspek perawatan kebersihan laboratorium (maintain good hosukeeping).

Adapun rincian dari masing-masing kriteria yaitu sebagai berikut :

273
274

a. Penyortiran (sort)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui seluruh laboratorium diketahui

telah melakukan pencatatan terhadap frekuensi pemakaian barang (harian,

mingguan) mengenai pemakaian, peminjaman alat dan bahan yang tercantum

dalam buku catatan dan tidak melakukan pencatatan terhadap bahan kimia yang

sudah memasuki tanggal kadaluarsa. Sedangkan 1 laboratorium yaitu PSO belum

melakukan pencatatan terhadap peralatan yang sudah rusak, 4 laboratorium

lainnya belum melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang sudah rusak.

b. Menyimpan pada tempatnya (Set In Order)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 2 kriteria set in order, bahwa

seluruh laboratorium telah memenuhi 1 kriteria yaitu mengalokasikan dan

menyimpan barang yang mudah di jangkau. Sedangkan untuk kriteria

mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya pada 1

laboratorium yaitu kimia obat belum memenuhi kriteria tersebut.

c. Kebersihan wadah dan laboratorium (Shine)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa seluruh laboratorium telah

memenuhi kriteria yaitu melakukan rutinitas pembersihan pada wadah dan botol

bahan kimia dan pengecekkan terhadap alat dan kabel sebelum dan sesudah

praktikum dilakukan, 3 laboratorium tidak tericium bau busuk maupun bau bahan

kimia yang menyengat, 1 laboratorium yaitu laboratorium kimia obat ditemukan

debu pada lantai laboratorium, 1 laboratorium yang ditemukan adanya air yang

menggenangi lantai ruang penyimpanan bahan kimia, 3 laboratorium lainnya

yaitu laboratorium. Farmakogonosi, laboratorium PSO dan laboratorium HEN


275

belum melakukan kegiatan pembersihan pada area kerja setelah

shift kerja berakhir, 1 laboratorium yaitu PSO belum melakukan

pengecekkan untuk memastikan dan memeriksakan tumpahan secara

rutin dan seluruh ruang praktikum dan ruang penyimpanan bahan

kimia berada dibawah standar pencahayaan yang dikeluarkan oleh

Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 mengenai nilai

ambang batas pencahayaan di laboratorium yaitu plus minus 500 lux

atau 450-550 lux.

d. Pelibatan Pengguna laboratorium dalam menjaga kebersihan (Sustain)

Berdasarkan hasil penelitian dari 3 kriteria, diketahui pada 2

kriteria terpenuhi oleh seluruh laboratorium yaitu : (1) komunikasi

mengenai prosedur dan tanggung jawab dari setiap pengguna

laboratorium mengenai kebersihan laboratorium seluruhnya telah

memenuhi, dan (2) telah menyelenggarakan pelatihan. Sedangkan

pada kriteria audit seluruh laboratorium belum pernah melakukan

audit baik audit internal maupun audit eksternal.

e. Adanya petunjuk atau prosedur (Standardize)

Dari hasil penelitian diketahui dari 3 kriteria terdapat 1 kriteria

yang telah terpenuhi yaitu adanya pembagian peran dan tanggung

jawab antara laboran dengan pengguna laboratorium untuk menjaga

budaya kebersihan (jadwal piket). Sedangkan pada kriteria tersedia

prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia di setiap


276

laboratorium dan adanya standar suhu dan kelembaban ruangan belum

terpenuhi.

Dari hasil pengukuran suhu yang telah dilakukan pula

diketahui bahwa, 6 ruang praktikum laboratorium dan ruang

penyimpanan bahan kimia menunjukkan bahwa hasil pengukuran

melebihi standar suhu yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri

Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018 yaitu berkisar 23C-26C. Sedangkan

1 laboratorium lainnya yaitu PSO telah memenuhi standar suhu yang

telah ditetapkan.

5. Seluruh laboratorium diketahui, belum memenuhi kriteria pengendalian

stok bahan kimia. seluruh laborarorium tidak memenuhi kriteria yaitu

tidak salah satu aspek ataupun keduanya yaitu terkait tidak melakukan

pengecekan tanggal kadalursa dan melakukan pembuangan pada bahan

kimia yang telah memasuki tanggal kadalursa (FEFO).

6. Seluruh laboratorium telah memenuhi aspek peletakkan bahan kimia. Hal

ini disebabkan oleh tidak ditemukan bahan kimia yang disimpan ataupun

diletakkan dibawah maupun berdekatan dengan westafel.

7. Seluruh lemari yang terdapat di laboratorium yang digunakan sebagai rak

menyimpan bahan kimia tidak sesuai ketinggiannya dengan standar yang

ditetapkan oleh University of Nothingham, (2012).


277

B. Saran

Untuk dapat meningkatkan kesesuaian mengenai prinsip penyimpanan

bahan kimia aman di laboratorium, maka perlu dilakukan adanya tindakan

perbaikan pada seluruh aspek yang dijadikan sebagai acauan dalam

melakukan penilaian prinsip penyimpanan bahan kimia aman yang

dikeluarkan oleh University of Nothingham, (2012) pada laboratorium

Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta yaitu :

1. Saran untuk Fakultas Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Mengesahkan standar opersional kerja (SOP) mengenai

keseluruhan prinsip – prinsip penyimpanan bahan kimia

b. Menyelenggarakan review secara berkala mengenai pelaksaanaan

laboratorium.

c. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kesesuaian prosedur

penyimpanan bahan kimia dan standar suhu dan kelembaban yang

telah dibuat dengan penerapannya di laboratorium

d. Penentuan dan pelatihan terhadap sumber daya (laboran) untuk

dapat melakukan audit internal laboratorium

e. Menyediakan gudang penyimpanan bahan kimia yang terpisah

dengan laboratorium. Dimana gudang penyimpanan bahan kimia

tersebut menyimpan bahan kimia dari seluruh laboratorium.

f. Melakukan perencanaan untuk bekerja sama dengan institusi terkait

pengolah limbah B3
278

g. Menyelenggarakan kegiatan perawatan (maintenance) pada seluruh

peralatan dan perlengkapan laboaratorium

h. Menambah jumlah lampu pada ruang praktikum dan ruang

penyimpanan bahan kimia serta mengganti warna cat dinding

menjadi warna putih.

i. Melakukan perbaikan terhadap lantai laboratorium kimia obat

2. Saran untuk Pengelola laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Kepala laboratorium

1) Membantu dalam penyusunan standar Opersional Kerja

(SOP) mengenai keseluruhan aspek prinsip-prinsip

penyimpanan bahan kimia di laboratorium

2) Melaksanakan review secara berkala mengenai

pelaksaanaan laboratorium.

3) Melakukan pengajuan perencanaan terhadap pihak Fakultas

untuk bekerja sama dengan institusi terkait pengolah limbah

B3,

4) Melakukan permintaan terhadap produsen terhadap

komponen label yang sesuai ketika pemesanan bahan

5) Melakukan pembenahan terhadap aturan mengenai

kewajiban pencatatan yang seragam terhadap peralatan,

barang-barang dan bahan kimia yang sudah memasuki

tanggal kadaluarsa
279

6) Penentuan dan pelatihan terhadap sumber daya (laboran)

untuk dapat melakukan audit internal laboratorium

7) Melakukan advokasi dan negoisasi dengan pihak kampus

mengenai pendanaan untuk kegiatan penyelenggaraan audit

laboratorium.

8) Memberikan pengarahan terhadap ketentuan untuk

melakukan pemindahan pada bahan kimia yang memilki

wadah besar ke wadah yang lebih kecil.

b. Laboran

1) Peninjauan terhadap ruangan serta alat-alat yang mungkin

bisa untuk dilakukan penyimpanan secara bersamaan

2) Mencatat alat yang akan dilakukan kegiatan maintenance

(perawatan) terhadap komponen local exhaust dan segera

melakukan kegiatan pembersihan terhadap bahan kimia

yang tumpah serta melakukan pemisahan terhadap ruang

antara ruang penyimpanan dengan ruang praktikum

3) Melakukan pemisahan fisik ataupun jarak terhadap bahan

kimia yang memiliki kelompok bahan kimia yang bukan

kompatibel. Yaitu dengan cara melakukan list inventarisasi

terhadap bahan kimia apa saja yang terdapat di

laboratorium, selanjutnya melakukan pengelompokkan

berdasarkan kelompok bahan kimia yang sesuai matriks


280

kompatibilitas. Dan melakukan pemetaan sesuai dengan

matriks kompatibilitas.

4) Melakukan pemindahan terhadap bahan kimia yang

memiliki wadah besar dan tidak menempatkan di lantai,

5) Memberikan pengarahan terhadap mahasiswa untuk

menyalakan seluruh lampu untuk setiap kegiatan praktikum

berjalan

6) Melakukan pembersihan terhadap area kerja ketika shift

kerja berakhir selama 5 menit sebagai upaya unutk

menciptakan keadaan yang bersih.

7) Melakukan pengecekkan terhadap wadah, alat, serta kabel

peralatan yang menggunakan listrik

8) Melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa dan melakukan

pencatatan ketika botol pertama kali dibuka pada bahan

kimia yang telah memasuki tanggal kadaluarsa


281

DAFTAR PUSTAKA

Adiesendjaja, Yusuf Hilmi. 2004. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium

American Chemical Society. 1993. Task Force on Laboratory Waste Management.

Less is Better. Washington, DC

Askar, Suryah, Pengenalan Beberapa Bahan Kimia Berbahaya dan Cara

Penangananya. Balai Penelitian Ternak : Ciawi Bogor

Association of public health laboratories. 2017. Laboratory Internal Audit Plan

Astari, Rima. 2013. Manajemen Pengelolaan Inventarisas Guna Menunang

Akivitas Perbekalanan Program Pasca Sarjana Uniersitas Negeri Semarang

Balai Pelatihan Kesehatan Batam. 2017. Modul Pelatihan Manajemen Laboratorium

Ball, David. 2013. Implementing 5S in a Laboratory Enviromental

Bharti,nellam dkk. 2019. Understanding GHS Classification, Chemical Labels

and Safety Data Sheets

Budhi, Yogi Wibisono. 2018. Membangun Sistem K3 Laboratorium dan Pengelolaan

Limbah B3.

CRC Laboratory. 2012. Chemical Compatibily Chart

281
282

Danish Veterinary and Food Administration. 2003. Combined Actions and

Interactions of Chemicals in Mixtures The Toxicological Effects of

Exposure to Mixtures of Industrial and Environmental Chemicals

Education Bereau. 2015. Report of the Survey on Laboratory Accident in Secondari

Schols for the 2014/2015 School Year.

Endang. 2003. Pengelolaan Bahan Kimia.

EPA. 2016. Glycol ethers) diakses pada laman

https://www.epa.gov/sites/production/files/2016- 09/documents/glycol-

ethers.pdf pada tanggal 13 Desember 2018

Harjanto. Nur Tri. Dkk. 2011. Manajemen Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun

Sebagai Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta

Perlindungan Lingkungan

Health and Safety Authority. 2018. Safety Data Sheets for Hazardous Chemical :

Information Sheet

HSE 2014. Local Exhaust Ventilation (LEV) Guidance

International Trade Centre. 2012. 5S : Good Houskeeping Techniques For Enhancing

Productivity, Quality and Safety At The Workplace

KBBI. Laboratorium. Diakses dari laman KBBI. We. Id. Pada tanggal 12 Oktober

2012
283

Kementerian Agama Republik Indonesia. 2011. Al-Qur’an dan tafsirnya. Jakarta :

Widya Cahaya

Kementerian Perindustrian Republik Indonesian No. 23 Tahun 2013 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/M/IND/PER/9/2009

Tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi Dan Label Pada Bahan Kimia

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 298/Menkes/SK/III/2008

tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium Kesehatan

Lasut. 2006. Implementasi Manajemen Bahan Kimia dan Limbah Laboratorium

Kimia : Studi Kasus di Laboratorium PT. Pupuk Kaltim, Tbk.

Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas

Andalas. 2015. Pedoman Manajemen dan Evaluasi Mutu Laboratroium /

Bengkel / Studio

Lestari, Nurita Apridiana. 2017. Pelatihan Manajemen Laboratorium Untuk

Pengelola Laboratorium IPA Tingkat SMA di Kabupaten Bojonegoro

SNI. 2008. Persyaratan Umum Kompetensi Laboatorium Pengujian dan

Laboratorium Kalibrasi

Liza. Salaswati. 2009. Hubungan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di laboratorium Klinik

Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009
284

Miliporse. MEMD. 2013. Chemical Compatibility, evaluation and Qualification

Services

Muna, Izza Aliyatul. 2016. Optimalisasi Fungsi Laboratorium IPA Melalui

Kegiatan Praktikum Pada Prodi PGMI Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo.

Nabila, Norma. 2011. Pengaruh Pemberian Metanol dan Etnaol Terhadap Tingka

Kerusakan Sel Hepar tikus Wistar

National Institute of Health. 2015. Chemical Safety Guide. US: National Institute of

Health

Nedved, Milles. 1991. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan

Pengendalian Bahaya Besar : Fundamentals of Chemical Safety and

Major Hazard Control

Nur Saadillah Ihdiar. Temporary Storage of Hazardous And Toxical Chemical

Substance Designed At PT. Mermaid Textile Industries Indonesia PT.

Mertex

Nurmianto, Eko. 1991. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Prima :

Surabaya

Nuyen, chinh. 2018. What is the Difference between Lots and Serial Number

Occupational Safety and Health Research Intitute. Reproductive Toxic Chemical at

Work and Efforts to Protect Workers Health : A Literature Review


285

Office of Industrial Relations. 2011. Labelling of Workplace Hazardous Chemical.

Australia : Queensland Goverment Gazette

OSHA. 2013. Hazzard Communication Standard : Labels and Pictograms

OSHA. A Guide to The Globally Harmonized System of Classification and

Labeling of Chemicals (GHS)

OSHA. Chemical Storage Guidelines : Flammable Materials

Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2013 Tentang Cara Penyelenggaraan

Laboratorium Klinik yang Baik.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 Tahun 2016 Tentang Standar Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja Industri

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Biorkrasi Nomor 03

Tahun 2010. Tentang Jabatan Fungsional Pranta Laboratorium

Pendidikan dan Angka Kreditnya

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 187/MEN/1999 Tentang Pengendalian

Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja

Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999.tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun


286

Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya

dan Beracun

Pradika, Denis Zulkan. 2011. Pengaruh Paparan Debu Total di Tempat Kerja

Terhdap Fungsi Paru Karyawan di PT. Marunda Graha Mineral Job Site

Laung Tuhup

Putra, Bobby Guntur Adi. 2017. Analisis Intensias Cahaya Pada Area Produksi

Terhadap Keselamatan dan Kenyamanan Kerja Sesuai dengan Standar

Pencahayaan (Studi Kasus di PT. Lendis CIpta Media Jaya)

Safe Work Australia. Labelling of Workplace Hazardous Chemicals. Australia:

Safe Work Australia

Safety Culture. What is 5S : Promoting Workplace Quality and Safety. Diakses dari

https://safetyculture.com/topics/5s-lean/ pada tanggal 15 Juni 2019

Safety Institute Of Australia. 2012. Chemical hazard

Shofwati, Iting dan Prapanca, Yuli. 2009. Hygine Industri. Jakarta Selatan :

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Stephen. K. Hall. 1994. Chemical Safety in The Laboratory. United States America :

CRC Press inc

Subiatoro. Agung W. 2011. Keselamatan dan kesehatan Kerja di Laboratorium

SAINS
287

Sulman, Lalu. dkk. 2016. Pengelolaan Limbah Kimia di Laboratorium Kimia

PMIPA FKIP UNRAM

Summera. 2018. Chemical Management Guide and Training for Manufactures

Tampobolon, Muslim. 2004. Penerapan dan Pendekatan Teori Sistem : Studi

Kasus Universitas HKBP Nomensen.

The University of Texas at El Paso. 2018. Laboratory Safety

United Nation. 2013. Globally Harmonized System Of Classification and Labelling

Of Chemicals (GHS)

United Nations. 2017. Globally Harmonized System of Classification and Labelling

of Chemicals (GHS). Seventh revised edition. New York: United Nations.

Univeristy Nottingham. 2012. Guidance on Safe Storage of Chemicals in

Laboratories

University of Bristol. 2015. Chemical Storage Guidance

Vanderbit Enviromental Health and Safety. Highly Hazardous Chemical and

Chemical Spills : EPA Compliance Fact Sheet

Wahyukaeni, Titi. 2005. Manajemen Laboratorium Kimia Organik FMIPA-

UNNES Semarang (Studi Kasus di FMIPA-UNNES Semarang)

WHO. 2004. Laboratory Biosafety Manual

WHO. Laboratory Quality Management System – Assessment Audit


288

Widuri, Pamela Dewi. 2017. Evaluasi Penerapan Globally Harmonized System

(GHS) sebagai Pengendalian Bahan Kimia Di PT. Pupuk Kalimantan

Timur
289
LAMPIRAN
A. Lampiran 1 Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia
B. Lampiran 3 Lembar Observasi Penyimpanan Bahan Kimia Laboratorium

Nama Lab :
Tanggal observasi :

LEMBAR OBSERVASI

No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan


Sesuai Tidak
sesuai
1. Labelling
a. Penanda Terdapat identias bahan kimia :
Produk
1. Nama bahan kimia

2. Nomer kode bahan kimia atau nomor batch


No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai

b. Piktogram Terdapat simbol yang menjelaskan mengenai


bahaya bahaya dari bahan kimia.

c. Kata Sinyal Terdapat suatu kata yang menunjukkan bahaya


seperti “Bahaya” dan “Awas”

d. Pernyataan Terdapat pernyataan untuk tiap kategori dan kelas


Bahaya bahaya

e. Identifikasi Informasi yang berkaitan dengan identitas


produsen produsen seperti :
1. Nama instansi
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai

2. Alamat

3. Nomor tlp produsen atau importir

f. Inforrmasi Terdapat informasi yang memuat mengenai kehati-


mengenai hatian dan memberikan langkah-langkah secara
tindakan singkat dalam meminimalisir dan mencegah efek
pencegahan samping dari bahaya fisik, kesehatan atau
(Precuationar lingkungan
y Measures)
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
2. Chemical Kesesuaian penyimpanan bahan kimia berdasarkan
Compatibillity matriks kompatibilitas bahan kimia

3. Minimise quantities Keseuaian pengadaan bahan kimia berdasarkan


tingkat kebutuhan dengan kriteria :

Kuantititas penggunaan bahan kimia yang


digunakan dalam kegiatan praktikum

Intensitas penggunaannya bahan kimia yang sering


digunakan dalam kegiatan praktikum

4. Maintain good Menerapkan metode 5S :


houskeeping
a. Sort (Seiri)
- Adanya list kerusakan, tidak terpakai
dan tidak berguna lagi pada :

a. Peralatan
b. Barang-barang
c. Bahan Kimia
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
- Adanya catatan frekuensi pemakaian
barang (harian, mingguan)

b. Set in Order (Seiton)


- Mengalokasikan dan menyimpan
barang yang mudah dijangkau

- Mengelompokkan alat atau item


berdasarkan penggunaan dan fungsinya

c. Shine (Seiso)
- Adanya rutinitas pembersihan pada :

a. wadah
b. botol bahan kimia

- Adanya kegiatan pemastian terhadap


area kerja bersih dan siap digunakan
sebelum dan sesudah praktikum dengan
kriteria sebagai berikut :

1. Tidak tercium bau busuk di dalam


ruangan laboratorium
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
2. Tidak terdapat sampah di atas meja
praktikum, di lantai ruangan
laboratorium

3. Tidak terdapat debu di meja


praktikum, lemari tempat
penyimpanan bahan kimia, dan
lantai laboratorium

4. Tidak terdapat air tergenang di


lantai maupun di meja praktikum

- Adanya kegiatan pembersihan area


kerja setelah shift berakhir minimal 5
menit

- Adanya rutinitas untuk memastikan dan


memeriksakan tumpahan yang mungkin
terjadi

- Adanya rutinitas unutk memeriksakan


kebocoran dan kerusakan pada :
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai

a. Wadah

b. Alat

c. kabel

d. Sustain (Shisutske)
- Adanya komunikasi mengenai prosedur
dan tangung jawab dari setiap
pengguna laboratorium

- Adanya bukti berupa foto kegiatan,


handout ataupun softcopy materi
ataupun kegiatan pelatihan yang
dilakukan

- Adanya bukti berupa hasil audit yang


dilakukan

e. Standardize (Seiketsu)
- Adanya pengingat visual didinding
berupa petunjuk ataupun prosedur
mengenai penyimpanan bahan kimia
yang aman
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
- Adanya peran dan tanggung jawab
pekerja maupun pengguna laboratoium
untuk menjaga budaya kebersihan
(Jadwal piket)
- Adanya standar temperatur ruangan :
a. Suhu

b. Kelembaban

5. Maintan good stock - Melakukan Pengecekkan tanggal


control kadarluarsa
- Menggunakan bahan kimia persediaan
yang dahulu
- Menerapkan masa kadarluarsa bagi
bahan kimia yang sudah memasuki
tanggal expired

- Melakukan pembuangan pada bahan


kimia yang telah memasuki tanggal
expired

6. Do not store chemical Tidak terdapat bahan kimia yang disimpan dibawah
under sinks westafel
C. Lampiran 4 Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

Laboratorium : No. Telepon :


Tanggal pengisian : Bidang Pekerjaan :
Nama informan : Status Informan :
Jenis Kelamin : 1. Informan Utama
(Laboran)
2.Informan Pendukung
(Kepala STP)
3. Informan Kunci (Kepala
Laboratorium)

A. Pertanyaan Pelabelan Bahan Kimia (Labelling)


1. Bagaimana sistem pelabelan bahan kimia yang dilakukan pada wadah
bahan kimia yang digunakan sebagai wadah untuk menyimpan bahan
kimia di laboratorium ini?
(Probing : berdasarkan peraturan mengenai komponen label, alasan
terpenuhinya beberapa komponen pada label)
B. Pertanyaan Kompatibilitas (Compatibillity)
1. Bagaimana cara dalam menyimpan bahan kimia di laboratorium ini?
(aspek apa saja yang harus dipenuhi, alasan tidak dilakukannya
penyimpanan berdasarkan kompatibilitas bahan kimia)
C. Pertanyaan Pengadaan Bahan Kimia minimal (Minimise Quantities)
1. Bagaimana sistem pengadaan bahan kimia di laboratorium?
(Probing : berdasarkan tingkat kebutuhan dan kemanfaatanya)
2. Selain berdasarkan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan dari bahan kimia
adakah petimbangan lain yang menjadi patokan dalam pengadaan bahan
kimia?
3. Bagaimana alur pengadaan bahan kimia di laboratorium?
4. Bagaimana sistem pengkajian yang dilakukan oleh kepala STP terkait
ataupun Kepala laboratorium Fikes terhadap permintaan pengadaan bahan
kimia yang telah diajukan?
D. Pertanyaan menganai perawataan kebersihan dan kerapihan laboratorium
(Maintain Good Houskeeping)
1. Penyortiran (Sort)
a. Bagaimana sistem pemilihan dan pelistan terkait alat yang tidak
terpakai?
b. Bagaimana sistem pemilihan dan pelistan terkait barang-barang
(botol, kardus, dll yang tidak terpakai?
c. Bagaimana sistem pemilihan dan pelistan bahan kimia yang telah
kadarluarsa, tidak terpakai dan tidak berguna lagi?
d. Bagaimana dan apa yang menjadi alasan dilakukannya dan tidak
dilakukannya penentuan frekuensi pemakaian bahan kimia?
(Probing : harian,mingguan, bulanan)
2. Meletakkan barang sesuai tempatnya (set in order)
a. Bagaimana sistem peyimpanan dan pengalokasian bahan kimia di
laboratoium?
(Probing : memerhatikan keterjangkauan)
b. Bagaimana sistem pengalokasian alat di laboratorium?
(probing : pengelompokkan alat atau item berdasarkan fungsi
penggunaannya)
3. Kebersihan wadah dan laboratorium (shine)
a. Bagaimana sistem pembersihan pada wadah botol kimia?
(Probing : kapan dan siapa yang melakukan hal tersebut)
b. Bagaimana penetapan rutinitas pembersihan pada lingkungan
laboratorium?
c. Bagaimana kegiatan pembersihan area kerja di laboratorium ini?
(Probing : setelah shift kerja berakhir)
d. Bagaimana cara pemastian terhadap peralatan termasuk area kerja
bersih dan siap digunakan sebelum dan sesudah praktikum ?
(Probing : alasan dilakukan dan tidak dilakukan hal tersebut)
e. Bagaimana cara pemeriksaan tumpahan, kebocoran wadah, kerusakan
alat, kabel ?
(Probing : alasan dilakukan dan tidak dilakukan hal tersebut)
4. Pelibatan Pengguna lab dalam menjaga kebersihan dan keamanan
laboratorium (Sustain)
a. Bagaimana cara serta alur penyampaian komunikasi mengenai
prosedur dan tanggung jawab terhadap setiap pengguna laboratorium
mengenai kebersihan laboratorium maupun penyimpanan bahan kimia
?
b. Bagaimana pemahaman pengguna lab mengenai prosedur dan
tanggung jawab terhadap kebersihan laboratorium maupun
penyimpanan bahan kimia?
c. Bagaimana pelaksanaan audit internal maupun eksternal ?
d. Bagaimana pelaksanaan pelatihan yang telah diikuti?
(Probing : jenis pelatihan, waktu pelaksanaan, tempat, materi yang
disampaikan)
5. Prosedur / standar penyimpanan bahan kimia (Standardize)
a. Bagaimana dokumen petunjuk ataupun aturan mengenai penyimpanan
bahan kimia yang telah ada di laboratorium?
b. Bagaiamana standar mengenai suhu dan kelembaban ruangan di
laboratorium?
c. Bagaimana penetapan peran dan tanggung jawab pekerja (laboran)
atau pengguna lab (mahasiswa) untuk menjaga budaya kebersihan?
E. Pertanyaan mengenai Perawatan terhadap Pengendalian Stok Bahan Kimia
(Maintan Good Stock Control)
a. Bagaimana cara melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa pada setiap
bahan kimia yang ada di laboratorium ?
(Probing : kapan dan siapa yang melakukan hal tesebut dilakukannya
pengecekkan tanggal kadaluarsa pada bahan kimia?)
b. Bagaimana prosedur mengenai penanganan terhadap bahan kimia
yang telah memasuki tanggal kadarluarsa?
c. Bagaimana sistem penggunaan bahan kimia pada laboratorium ini?
(Probing : penggunaan bahan kimia selalu menggunakan stok
persediaan yang dahulu (FIFO)
d. Bagaimana mekanisme penanganan terhadap bahan kimia yang telah
memasuki tanggal kadarluasa?
(Probing : pembuangan pada bahan kimia yang lebih awal mengalami
expired? (FEFO)
F. Pertanyaan mengenai peletakkan Bahan Kimia (do not store chemical under
sink)
1. Bagaimana aturan mengenai peletakkan bahan kimia?
G. Pertanyaan mengenai penyimpanan yang dapat dijangkau penglihatan
(sensible shelf storage)
1. Bagaimana syarat penyimpanan bahan kimia agar bahan kimia dapat
dijangkau oleh penglihatan?
(Probing : Ketinggian)

Anda mungkin juga menyukai