BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eritroderma adalah eritema difus dan skuarna yang melibatkan 90% atau
lebih permukaan pada kulit tubuh. Istilah lain dari eritroderma adalah dermatitis
eksfoliatif, eritroderma eksfoliatif atau red man syndrome. Eritroderma
digambarkan sebagai kemerahan dan skuama pada kulit. Pada · banyak kasus,
eritroderma umumnya disebabkan oleh perluasan penyakit kulit yang ada
sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), keganasan; cutaneous T-
cell lymphoma (CTCL) dan reaksi obat.
Kira-kira pada beberapa kasus, tidak ada etiologi yang spesifik bisa
ditemukan, maka pada kasus ini disebut dengan eritrodermaidiopatik. Insiden
eritroderma bervariasi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, dilaporkan antara 0,9
sampai 71,0 kasus eritroderma dari 100.000 penderita rawat jalan dermatologi. Di
Netherlands terjadi insiden 0,9 kasus eritroderma dari 100.000 populasi.1,5
Penelitian Rogerio dkk (2004), di RS HURNP bagian Dermatologi Brazil periode
1994- 2003 melaporkan 58 pasien didiagnosis eritroderma,terdiri dari 33 pasien
mengalami penyakit kulit (11 pasien psoriasis, pasien dermatitis kontak, 5 pasien
dermatitisseboroik, 3 pasien dermatitis atopik, 3 pasien eritroderma kongenital
dan 2 pasien pitiriasis rubra pilaris), 11 pasien karena interaksi .obat dan 14 kasus
yang belum diketahui penyebabnya. 6 Berdasarkan peneiitian Javeria (2010), di
RS Militer bagian 'Dermatologi dari 1 Augustus 2007 sampai 31 Juli 2008
dilaporkan 50 pasien terdiagnosis eritroderma, 33 (66%) sudah mengalami
penyakit kulit sebelurnnya, yang sudah dibuktikan dari riwayat pasien dan
didukung dari hasil histopatologi pasien. Pada kelompok ini ditemukan ekzema 19
(38%), diikuti psoriasis 8 (16%) sedangkan kontribusi dari penyakit lain seperti
pemfigus foliaseus, iktiosis, skabies, eritroderma iktiosifonn bulosa dan non-
bulosa tidak terlalu signifikan, Penyebab eritroderma juga d i laporkan berupa
reaksi obat 6 (12%), 2 (4%) karena CTCL dan 9 (18%) eritroderma idiopatik.7
Angka kejadian kasus eritroderma pada laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan dengan perbandingan 2:1-4:1.2 Di Afrika Selatan perbandingan laki-
laki dan perempuan 2,3:1. Sedangkan di Spanyol dilaporkan perbandingannya
1
2
adalah 4:1.5 Berdasarkan penelitian Nanda dkk (2009) di Instalasi Rawat Inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
dilaporkan jumlah penderita eritroderma 30 orang (1,2%) dari seluruh penderita
rawat inap. Didapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 1,7:1 dengan
rentang usia terbanyak >65 tahun. Sedangkan penyebab terbanyak adalah
dermatitis seboroik (43,3%), diikuti dengan alergi obat (26,7%), psoriasis vulgaris
(3,3%), dermatitis kronis.(3,3) dan pemfigus foliakus (3,3%).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn.T dengan Eritroderma Di Ruang Aster
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
5
2.1.3 Patofisiologi
Mula-mula timbul bercak eritema yang meluas ke seluruh tubuh dalam
waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian
menyeluruh. Dapat juga mengenai membrane mukosa, terutama yang disebabkan
oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia, perubahan kuku,
dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama
timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada
6
keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih
sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien
mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga
sebagai kompenasasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien
menggigil untuk menimbulkan panas metabolic.
Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat
sekarang semua eritroderma ada penyebabanya, jadi eritroderma selalu sekunder.
Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti
untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10
hari. Pada mulanya kulit hanya eritema saja, setelah penyembuhan barulah timbul
skuama.
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan
dermatitis seboroik bayi. Psoriosis dapat menjadi eritroderma karena dua hal
yaitu; karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.
Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada
eritroderma et causa psoriasi, merupakan aritroderma yang disebabakan oleh
penyakit psoriasis atau pengobatannya yaitu kortikosteroid sistemik, steroid
topical, komplikasi fototerapi, stres emosional yang berat, penyakit terdahulu
misalnya infeksi.
Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner) terjadi pada usis penderita
berkisar 4-20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di
kepala. Eritema pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.
Ptiriasis rubra piliaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat
pula menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala
diikuti perluasan ke dahi dan telinga, pada saat ini akan menyerupai gambaran
dermatitis seboroik. Kemudian timbul hyperkeratosis palmoplantaris yang jelas.
Berangsur-angsur menjadi papul folikularis di sekeliling tangan dan menyambar
ke kulit berambut.
Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel atau bula berukuran kecil,
berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas
adalah eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula
kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi bau busuk.
7
dosis prednisolon 4 x10 mg. Penyebuhan terjadi cepat umumnya dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu.
Pada golongan II akibat penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis
mula prednisone 4x 10 mg sampai 15 mg per hari. Jika setelah beberapa hari tidak
tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan , dosis
diurunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan
terkena psoriasis, maka obat tersebuy harus dihentikan. Eritroderma karena
psoriasis dapat pula diobati denga asetretin. Lama penyebuhan golongan II ini
bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak seperti golong I.
Pada pengobatan dengen kortikosteroid jangka lama (long term), yakni
jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisoslon daripada perdnison
dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid member hasil yang
baik. Dosis prednisone 3x 1,2 mg sehari. Pada syndrome Sezary pengobatan
terdiri ata kortikosteroid (prednisosn 30 mg) atau metilprednisolon ekuivalen
dengan sitotatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena
terlepasnya skuama mengakibatka kehinlangan proten. Kelainan kulit juga perl
diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasidilatasi oleh eritema
misalnya salep lanolin 10% atau krim urea 10%.
Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat infeksi
sekunder baik yang bersifat local maupun sistemik. Pemberian antibiotic sistemik
pada pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi sekunder juga memberikan
keuntungan karena kolonisasi bakteri dapat menyebabakan eksaserbasi
eritroderma.
2.1.7.4 Perawatan Topical
o Bila masih menggigil penderita tidak boleh mandi dulu
o Setiap pagi seluruh tubuh diolesi oleum cocos
o Untuk kulit yang terlalu kering dapat digunakan krim hidrokortison 1 %
12
BAB III
TINJAUAN KASUS
19
20
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien (Tn. T)
: Garis Keturunan
: Meninggal
kebawah. Syaraf kranial V (trigeminus): pasien dapat mengunyah nasi, buah, dan
ikan. Syaraf VI (abdusen): pasien dapat melihat benda sekitar, Syaraf kranial VII
(fasialis): pasien mampu menggerutkan dahi dan mengangkat alis secara simetris.
Syaraf kranial VIII (vestibulokokhlearis): pasien mampu mendengarkan dengan
jelas. Syaraf kranial IX (glosofaringeus):pasien mampu membedakan rasa pahit,
manis, asam dan asin. Syaraf kranial X (vagus): pasien dapat berbicara dengan
jelas. Syaraf kranial XI (assesorius): pasien mampu menoleh kekiri dan ke kanan.
Syaraf kranial XII (hipoglosus): pasien mampu menggerakkan lidahnya dengan
baik.
Uji Koordinasi:
Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, ekstrimitas bawah
tumit ke jempol kaki negatif.
Uji kestabilan tubuh uji kestabilan tubuh Tn.T negatif. Refleks kanan dan
kiri negatif pasien mengalami kelemahan, uji sensasi Tn.L tidak di kaji .
Masalah keperawatan : Kelemahan
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Pada pemeriksaan sistem eliminasi urin(bladder)ditemukan hasil yaitu,
produksi urine dengan output urine ± 3x/hari, sekitar 1.000 cc/ 24 jam warna urine
kuning dan bau khas (amoniak).
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Pada pemeriksaan eliminasi alvi (bowel) ditemukan hasil yaitu, bibir
lembab, gigi lengkap dan tidak terdapat caries, tidak ada peradangan dan
kemerahan pada gusi, tidak ada peradangan dan lesi pada lidah, mukosa bibir
lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak terdapat benjolan pada rektum,
tidak terdapat hemoroid, BAB 1 x/hari dengan warna kuning dan konsistensi feses
lunak.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.9 Tulang - Otot - Integumen (Bone)
Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen(bone) ditemukan hasil yaitu,
kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada parises,tidak ada nyeri, tidak ada
kekakuan, serta ukuran otot simetris, tulang belakang normal dan uji kekuatan
23
laki yang berusia 48 Tahun yang sudah menikah,harga diri: pasien merasa
dihormati dan dihargai,Peran: pasien adalah seorang Ayah dari anak-anaknya.
Masalah Keperawatan: tidak ada
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Pasien mengatakan selama dirawat dirumah sakit dalam beraktivitas ke
toilet dibantu keluarga dan sehari-harinya digunakan untuk beristirahat ditempat
tidur.
Masalah Keperawatn: Gangguan Mobilitas Fisik
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien mengatakan bila ada masalah pasien bercerita kepada keluarga bila
ada masalah untuk mengurangi beban pikiran dan untuk mendapatkan solusi.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien mengatakan ia percaya penyakit yang diderita sekarang dapat di
tangani dengan bantuan tenaga medis.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
3.1.5 Sosial-Spritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik pada keluarga, petugas kesehatan
dan pasien yang ada diruangan.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa Dayak.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan pasien dan keluarga cukup baik, ditandai dengan perhatian yang
diberikan oleh keluarga.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien berhungan baik dengan teman, petugas kesehatan maupun orang
lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat
Pasien sangat dekat dengan keluarga terutama anak.
26
(.....................................................................................)
Obyektif Penyebab
DS :Pasien mengatakan kulit Proses penyakit Kerusakan
badannya mengelupas Integritas Kulit
tanpa gatal dan panas. Adanya reaksi
DO : hipersensitivitas
Kerusakan integritas
kulit
berkurang
Dx 5 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi aktivitas pasien 1.Untuk mengetahui tipe aktifitas yang dapat
keperawatan selama 1 x 24 2. Berikan lingkungan yang dilakukan pasien
jam diharapkan pasien dapat mendukung pasien dalam 2.Untuk membantu pasien dalam melakukan
melakukan aktivitas mandiri melakukan aktifitas aktifitas
dengan : 3. Anjurkan pasien untuk 3.Untuk mengurangi kelemahan otot
K.H : istirahat bila merasa kelelahan bertambah
- Pasien terlihat relaks 4. Kolaborasi dengan tim medis 4. Untuk pemenuhan cairan
- pasien melakukan aktifitas dalam pemberian infus
mandiri
- Kekuatan otot atas 5 5
bawah 5 5
Jam
Senin 28 Dx 1 1. Mengobservasi integritas kulit pasien S : Pasien mengatakan salep yang diberikan
Januari 2019 2. Memberikan salep pada pasien membuat lebih baik dan membuat
Jam : 3. Mengajarkan keluarga cara skauma berkurang.
membersihkan skauma dengan benar O:
4. Berkolaborasi dengan dokter dan - Kulit pasien masih terdapat skauma
perawat dalam pemberian salep tapi sudah berkurang
- keluarga dan pasien tahu cara
membersihkan skauma.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4.
1. Observasi pola kebiasaan makan S : Pasien mengatakan masih belum nafsu
pasien makan.
2. Anjurkan pasien makan sedikit tapi O:
sering - Pasien masih lemas
3. Anjurkan pasien makan buah-buahan - Porsi makan yang habis hanya ½.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam A : Masalah belum teratasi.
menentukan diit pasien P : Lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian menurut penulis yang ditemukan pada Tn.T dengan
Eritroderma di temukan keluhan utama pada Tn.T yaitu pasien mengatakan Pasien
mengatakan’’Pasien susah untuk tidur dan merasa lemas”. Kesadaran pasien
compos menthis, penampilan tidak rapi, kuku pasien terlihat panjang, pasien
terpasang infus Ringer Laktat 20 tpm di tangan sebelah kanan, kulit terlihat
terkelupas, bergerak dibantu keluarga, badan terlihat kurus dan lemas.
Pengkajian menurut teori (Nursalam, 2010:17). adalah tahap awal dari
proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk menegvaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien . KU : lemah, Perubahan kuku dan kuku
dapat lepas, Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi
ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya
eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama. ( Marwali Harahap , 2000 :
28 – 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 , Brunner & Suddarth , 2002 : 1878 ).
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan pada pasien Tn.T
dengan Eritrodermis yaitu dari pemeriksaan fisik didapatkan sama – sama
mengalami lemas, kurus dan kulit yang bersisik dan skauma serta kuku yang
mudah tercabut.
4.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa menurut penulis yang ditemukan pada Tn.T dengan
Eritrodermatitis diagnosa yang didapatkan adalah Kerusakan integritas kulit b.d
proses penyakit, Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang nafsu
makan, Gangguan pola tidur b.d Lingkungan tidak nyaman, Defisit perawatan diri
b.d kelemahan, dan Gangguan Mobilitas fisik b.d Penurunan kekuatan otot .
Karena saat pengkajian data yang penulis dapatkan pada Kesadaran pasien
compos menthis, penampilan tidak rapi, Kesadaran pasien compos menthis,
penampilan tidak rapi, kuku pasien terlihat panjang, pasien terpasang infus Ringer
Laktat 20 tpm di tangan sebelah kanan, kulit terlihat terkelupas, bergerak dibantu
37
39
keluarga, badan terlihat kurus dan lemas, aktifitas dibantu keluarga, tidur pagi
tidak ada dan malam hanya selama 3-4 jam, serta kurangnya nafsu makan.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau beresiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001:35).
1. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan metabolism tubuh
2. Gangguan integritas kulit b.d Gangguan sensasi: pruritus
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient.
4. Hipotermia b.d kehilangan panas berlebih.
5. Resiko infeksi dengan factor resiko Pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat: lesi pada kulit.
6. Nyeri akut b.d agen cedera biologis: munculnya lesi.
7. Gangguan Citra Tubuh b.d Penyakit : munculnya alopesia.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan diagnosa keperawatan
pada pasien Tn.T yaitu masalah integritas kulit dan tidak didapatkan diagnosa
lainnya yang sama.
4.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi munurut fakta yang ditemukan pada Tn.T dengan Eritroderma
yaitu dengan diagnosa pertama : Observasi integritas kulit pasien, Berikan salep
pada pasien, Ajarkan keluarga cara membersihkan skauma dengan benar, Serta
Kolaborasi dengan dokter dan perawat dalam pemberian salep. Pada diagnosa
kedua : Observasi pola kebiasaan makan pasien, Anjurkan pasien makan sedikit
tapi sering, Anjurkan pasien makan buah-buahan dan Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam menentukan diit pasien. Pada diagnosa ketiga : Observasi pola tidur pasien,
Berikan lingkungan yang nyaman, Berikan pendkes pada keluarga tentang
gangguan pola tidur, Dan Kolaborasi dengan keluarga pasien dan keluarga pasien
lain dalam pemberian lingkungan yang nyaman. Pada diagnosa keempat :
Observasi keadaan umum pasien, Lakukan perawatan diri, Anjurkan keluarga
pasien untuk melakukan personal hygiene dan lakukan kolaborasi dengan
40
keluarga pasien dalam perawatan diri. Pada diagnosa kelima : Observasi aktivitas
pasien, Berikan lingkungan yang mendukung pasien dalam melakukan aktifitas,
Anjurkan pasien untuk istirahat bila merasa kelelahan dan Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian infus.
Menurut teori (Surhayanto, 2009:193) intervensi keperawatan adalah
perilaku sfesifik yang diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat, Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan(Intervensi) keperawatan, tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan, mencegah yang dirasakan oleh pasien. Adapun
intevensi dengan diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan infeksi adalah kaji keadaan umum pasien dan memonitor tanda-
tanda vital, kaji nyeri pasien, berikan posisi yang nyaman dari pasien, ajarkan
latihan teknik relaksasi dan distraksi, kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan sedikit persamaan dengan
diagnosa pertama : Observasi keadaan kulit setiap hari, Lakukan mobilisasi pada
pasien minimal 2 jam sekali, Lakukan perawatan luka dan Oleskan obat topical
sesuai dengan indikasi :antibiotic, oil, dan anti inflamasi., Jagalah kebersihan
tempat tidur, dan linen. Dan tidak ada persamaan lainnya.
4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan selama satu hari pada tanggal 28
Januari 2019 dinas di Ruang Aster, yaitu diagnosa pertama : mengobservasi
integritas kulit pasien, memberikan salep pada pasien, mengajarkan keluarga cara
membersihkan skauma dengan benar, Serta berkolaborasi dengan dokter dan
perawat dalam pemberian salep. Pada diagnosa kedua : mengobservasi pola
kebiasaan makan pasien, menganjurkan pasien makan sedikit tapi sering,
menganjurkan pasien makan buah-buahan dan berkolaborasi dengan ahli gizi
dalam menentukan diit pasien. Pada diagnosa ketiga : megobservasi pola tidur
pasien, memberikan lingkungan yang nyaman, memberikan pendkes pada
keluarga tentang gangguan pola tidur, Dan berkolaborasi dengan keluarga pasien
dan keluarga pasien lain dalam pemberian lingkungan yang nyaman. Pada
diagnosa keempat : mengobservasi keadaan umum pasien, melakukan perawatan
diri, menganjurkan keluarga pasien untuk melakukan personal hygiene dan
41
berkolaborasi dengan keluarga pasien dalam perawatan diri. Pada diagnosa kelima
: mengobservasi aktivitas pasien, memberikan lingkungan yang mendukung
pasien dalam melakukan aktifitas, menganjurkan pasien untuk istirahat bila
merasa kelelahan dan berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian infus.
Implementasi adalah tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan
tersebut meliputi kegiatan-kegiatan :Review tindakan keperawatan yang
diidentifikasi pada tahap perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan
yang mungkin timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan. Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis
menyimpulkan bahwa, penatalaksanaan sesuai dengan intervensi keperawatan
yang direncanakan.
4.5 Evaluasi
Berdasarkan evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama yang dilakukan
di Ruang Aster pada tanggal 28 Januari 2019 yaitu diagnosa pertama didapatkan
Data subjektif : pasien mengatakan salep yang diberikan membuat lebih baik dan
membuat skauma berkurang. Data Objektif : Kulit pasien masih terdapat skauma
tapi sudah berkurang, keluarga dan pasien tahu cara membersihkan skauma.
Masalah belum teratasi dan Lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4. Diagnosa kedua
didapatkan : Data Subjektif : Pasien mengatakan masih belum nafsu makan. Data
Objektif : pasien masih lemas, porsi makan yang habis hanya 1/2, masalah belum
teratasi dan lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4. Diagnosa ketiga didapatkan : Data
subjektif : pasien mengatakan masih belum bisa tidur. Data Objektif : Pasien tidak
tidur dan lingkungan tidak nyaman. Masalah belum teratasi serta lanjutkan
intervensi : 1,2,3 dan 4. Diagnosa keempat didapatkan : Data Subjektif : Pasien
mengatakan sudah mandi dan merasa segar. Data Objektif : Pasien terlihat rapi
dan bau badan hilang, masalah sudah teratasi dan hentikan intervensi. Diagnosa
kelima : Data Subjektif : Pasien mengatakan masih lemas dan beraktifitas dibantu
42
keluarga. Data Objektif : Pasien masih lemas, pasien dibantu keluarga ke toilet.
Masalah belum teratasi dan lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4.
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dam
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada pengkajian berdasarkan teori dan fakta ditemukan persamaan pada
pasien Tn.T dengan Eritrodermis yaitu dari pemeriksaan fisik didapatkan sama –
sama mengalami lemas, kurus dan kulit yang bersisik dan skauma serta kuku yang
mudah tercabut.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan diagnosa
keperawatan pada pasien Tn.T yaitu masalah integritas kulit dan tidak didapatkan
diagnosa lainnya yang sama.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan sedikit persamaan dengan
diagnosa pertama : Observasi keadaan kulit setiap hari, Lakukan mobilisasi pada
pasien minimal 2 jam sekali, Lakukan perawatan luka dan Oleskan obat topical
sesuai dengan indikasi :antibiotic, oil, dan anti inflamasi., Jagalah kebersihan
tempat tidur, dan linen. Dan tidak ada persamaan lainnya.
Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan bahwa,
penatalaksanaan sesuai dengan intervensi keperawatan yang direncanakan.
Dan Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dam
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan Eritroderma Serta sebagai
acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya
5.2.2 RSUD dr. Doris Sylvanus
Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang A
(Aster), penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan eritroderma, serta
sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya
pada pasien dengan Eritroderma.
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
42
44
DAFTAR PUSTAKA