Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eritroderma adalah eritema difus dan skuarna yang melibatkan 90% atau
lebih permukaan pada kulit tubuh. Istilah lain dari eritroderma adalah dermatitis
eksfoliatif, eritroderma eksfoliatif atau red man syndrome. Eritroderma
digambarkan sebagai kemerahan dan skuama pada kulit. Pada · banyak kasus,
eritroderma umumnya disebabkan oleh perluasan penyakit kulit yang ada
sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), keganasan; cutaneous T-
cell lymphoma (CTCL) dan reaksi obat.
Kira-kira pada beberapa kasus, tidak ada etiologi yang spesifik bisa
ditemukan, maka pada kasus ini disebut dengan eritrodermaidiopatik. Insiden
eritroderma bervariasi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, dilaporkan antara 0,9
sampai 71,0 kasus eritroderma dari 100.000 penderita rawat jalan dermatologi. Di
Netherlands terjadi insiden 0,9 kasus eritroderma dari 100.000 populasi.1,5
Penelitian Rogerio dkk (2004), di RS HURNP bagian Dermatologi Brazil periode
1994- 2003 melaporkan 58 pasien didiagnosis eritroderma,terdiri dari 33 pasien
mengalami penyakit kulit (11 pasien psoriasis, pasien dermatitis kontak, 5 pasien
dermatitisseboroik, 3 pasien dermatitis atopik, 3 pasien eritroderma kongenital
dan 2 pasien pitiriasis rubra pilaris), 11 pasien karena interaksi .obat dan 14 kasus
yang belum diketahui penyebabnya. 6 Berdasarkan peneiitian Javeria (2010), di
RS Militer bagian 'Dermatologi dari 1 Augustus 2007 sampai 31 Juli 2008
dilaporkan 50 pasien terdiagnosis eritroderma, 33 (66%) sudah mengalami
penyakit kulit sebelurnnya, yang sudah dibuktikan dari riwayat pasien dan
didukung dari hasil histopatologi pasien. Pada kelompok ini ditemukan ekzema 19
(38%), diikuti psoriasis 8 (16%) sedangkan kontribusi dari penyakit lain seperti
pemfigus foliaseus, iktiosis, skabies, eritroderma iktiosifonn bulosa dan non-
bulosa tidak terlalu signifikan, Penyebab eritroderma juga d i laporkan berupa
reaksi obat 6 (12%), 2 (4%) karena CTCL dan 9 (18%) eritroderma idiopatik.7
Angka kejadian kasus eritroderma pada laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan dengan perbandingan 2:1-4:1.2 Di Afrika Selatan perbandingan laki-
laki dan perempuan 2,3:1. Sedangkan di Spanyol dilaporkan perbandingannya

1
2

adalah 4:1.5 Berdasarkan penelitian Nanda dkk (2009) di Instalasi Rawat Inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
dilaporkan jumlah penderita eritroderma 30 orang (1,2%) dari seluruh penderita
rawat inap. Didapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 1,7:1 dengan
rentang usia terbanyak >65 tahun. Sedangkan penyebab terbanyak adalah
dermatitis seboroik (43,3%), diikuti dengan alergi obat (26,7%), psoriasis vulgaris
(3,3%), dermatitis kronis.(3,3) dan pemfigus foliakus (3,3%).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn.T dengan Eritroderma Di Ruang Aster
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Tn. Dengan Eritroderma di
Ruang Aster RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?”.

1.3 Tujuan Studi Kasus


1.3.1 Tujuan Umum
Dari penulisan studi kasus adalah untuk mendapatkan atau memperoleh
kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus dengan
menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Kusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.T dengan
Eritroderma di Ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.2Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien pada di
Tn.T dengan Eritroderma Ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
1.3.2.3 Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah keperawatan pada pada Tn.T dengan Eritroderma di Ruang
Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
3

1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan


pada pada Tn.T dengan Eritroderma di Ruang Aster RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.5 Mahasiswa Mampu membuat evaluasi keperawatan pada pada Tn.T
dengan Eritroderma di Ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat untuk meningkatkan
mutu profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
dengan penyakit Eritroderma.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada klien dengan Eritroderma. Serta sebagai
acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya
1.4.2.2 RSUD dr. Doris Sylvanus
Untuk RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang A
(Aster), penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Eritroderma., serta
sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya
pada pasien dengan Eritroderma..
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka
Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang akan
datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
4

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Eritroderma


2.1.1 Definisi
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cerminan kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit adalah
endoderma.
Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red= merah) dan
derma, dermatos (skin=kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90%
atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama.
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan
atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada eritroderma
yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi.
Sedangkan skauma adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
Jadi, Eritroderma adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai dengan
eritema dan skuama yang hampir mengenai seluruh tubuh. Prosesnya dapat primer
ataupun idiopatik, tanpa didahului penyakit kulit atau sistemik sebelumnya.
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Penyakit kulit sebelumnya
Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah
ada sebelumnya, diantaranya yang paling sering menimbulkan eritroderma anatar
lain;
 Psoriasis
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, yang ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas
dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan.
 Dermatitis atopic
Dermatitis atopic adalah dermatitis yang terjadi pada orang yang mempunyai
riwayat atropi, ditandai dengan adanya reaksi yang berlebihan terhadap

4
5

rangsangan dari lingkungan sekitarnya, seperti bahan iritan, allergen, dan


kecenderungan untuk memproduksi IgE. Karakteristiknya adalah adanya rasa
gatal, eritema dan adanya perubahan histologik dengan sel radang yang bulat,
dan ada epidermal spongiotik.
 Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan yang sering terdapat pada daerah
tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan
superficial.
2.1.2.2 Reaksi hipersensitivitas Obat
Beberapa obat seperti golongan calcium channel blocker, antiepilepsi,
antibiotic (seperti penicili, sulfonamis, dan vancomicin), allopurinol, gold, lithium
quinidine, simetidin dan dapsone yang paling sering mencetuskan terjadinya
eritrodermaderma.
2.1.2.3 Penyakit Keganasan
Penyakit keganasan yang dapat menimbulkan eritroderma adalah limfoma
dan leukemia.
2.1.2.4 CTCL (Cutaneus T cell Lymphoma) atau sindrom Sezary,
Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan stadium
dini mikosis fungoides yang penyebabanya belum diketahui, dan diduga akibat
infeksi virus.
2.1.2.5 Penyebab lainnya:
Penyebabnya bersifat idiopatik. Sementara penyebab eritroderm yang
kurang umum anatara lain penyakit imunobulosa, penyakit jaringan ikat, infeksi
yang meliputi scabies dan dermatofit, pitriasis rubra piliasri (PRP) dan penyakit
keganasan

2.1.3 Patofisiologi
Mula-mula timbul bercak eritema yang meluas ke seluruh tubuh dalam
waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian
menyeluruh. Dapat juga mengenai membrane mukosa, terutama yang disebabkan
oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia, perubahan kuku,
dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama
timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada
6

keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih
sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien
mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga
sebagai kompenasasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien
menggigil untuk menimbulkan panas metabolic.
Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat
sekarang semua eritroderma ada penyebabanya, jadi eritroderma selalu sekunder.
Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti
untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10
hari. Pada mulanya kulit hanya eritema saja, setelah penyembuhan barulah timbul
skuama.
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan
dermatitis seboroik bayi. Psoriosis dapat menjadi eritroderma karena dua hal
yaitu; karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.
Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada
eritroderma et causa psoriasi, merupakan aritroderma yang disebabakan oleh
penyakit psoriasis atau pengobatannya yaitu kortikosteroid sistemik, steroid
topical, komplikasi fototerapi, stres emosional yang berat, penyakit terdahulu
misalnya infeksi.
Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner) terjadi pada usis penderita
berkisar 4-20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di
kepala. Eritema pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.
Ptiriasis rubra piliaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat
pula menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala
diikuti perluasan ke dahi dan telinga, pada saat ini akan menyerupai gambaran
dermatitis seboroik. Kemudian timbul hyperkeratosis palmoplantaris yang jelas.
Berangsur-angsur menjadi papul folikularis di sekeliling tangan dan menyambar
ke kulit berambut.
Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel atau bula berukuran kecil,
berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas
adalah eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula
kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi bau busuk.
7

Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papul, vesikel sampai erosi


dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.
Permulaan timbulnya liken planus dapat mendadak atau berlahan-lahan,
dapat langsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan mungkin kambuh
lagi. Kadang-kadang menjadi kronik. Papul dengan diameter 2-4 mm, keunguan,
puncak mengkilat, polygonal, papula mungkin terjadi pada bekas garukan
(fenomena koebner). Bila dilihat dari kaca pembesar , papul mempunya pola
garis-garis putih (whickham’s striae). Lesi simetrik, biasanya pada permukaan
fleksor pergelangan tangan, menyebar ke punggung dan tungkai. Mukosa mulut
terkena pada 50% penderita. Mungkin pula mengenai glans penis dan mukosa
vagina. Kuku kadang-kadang terkena, kuku menipis dan berlubang-lubang. Anak-
anak jarang terkena tetapi terdapat bercak kemerahan mungkin tidak khas dan
dapat keliru dengan psoriasis. Sering sangat gatal dan cenderung menyembuh
dengan sendirinya.
Eritrodermaakibat penyakit sistemik termasuk keganasan, yang tidak
termasuk golongan akibat alergi dan akibat perluasan penyakit kulit, harus dicari
penyababnya dan diperiksa secara menyeluruh, termasuk dengan pemeriksaan
laboratorium dan foto torakz. Termasuk dalam golongan ini adalah sindrom
sezary.
8
9

2.1.4 Manifestasi Klinis


Penyakit ini termasuk limfoma. Penyebabnya belum diketahui, diduga
berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan ke dalam CTCL
(Cutaneus T-Cell Lympoma). Sindrome ini ditandai dengan eritema berwarna
merah membara yang universal diserati skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu
terdapat infiltrate pada kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah pada
pasien didapati splenomegali, lifadenopati superficial, alopesia, hyperpigmentasi,
hyperkeratosis et plantaris, serta kuku yang distrofik.
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi sistemik eritroderma meliputi gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, gangguan termoregulator, infeksi, syok kardiogenik, sindrom gawat
napas, dekompensasi pada penyakit hati kronis, dan ginekomastia.
Cairan dan elektrolit hilang melalui kapiler-kapiler yang bocor akibat terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hilangnya protein pada pasien
eritroderma terjadi melalui pembentukan skuama yang lebih dari normal dimana
pada pembentukan skuama meningkat hingga 20-30%. Hilangnya protein yang
significan menyebabkan negative nitrogen balance (keseimbangan nitrogen
negative) yang dapat menimbulkan edema dan hipoalbuminemia.
Pada lesi akan mudah terbentuk kolonialisasi bakteri yang akan
menimbulkan reaksi inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien
eritroderma akibat CTCL atau HIV-AIDS sebagai penyakit yang mendasari akan
lebih rentan terjadi sepsis oleh bakteri stafilokokus.
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
2.1.6.1 Pemeriksaan Klinis
- Keadaan umum penderita (terutama bila penderita tua atau balita) perlu
diperhatikan apakah ada tanda-tanda dehidrasi, mengigil dan sebgainya.
- Pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
- Luasanya eritema (%permukaan tubuh), bentuk skuama tebal dan
transparan, adakah daerah yang basah atau erosi.
- Pemeriksaan keadaan kulit kepala rabut dan kuku.
10

2.1.6.2 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan


peningkatan gama globulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut
meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan. Selain itu pemeriksaan
laboratorium yang juga dapat dilakukan anatara lain pemeriksaan BJ plasma (bila
ada kecurigaan deficit cairan tubuh), pemeriksaan elektrolit (bila ada kelainan
dalam pernapasan), pemeriksaan hapusan darah untuk meningkirkan
kemungkinan adanya leukemia, pemeriksaan KOH jika ada scabies.
2.1.6.3 Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat
membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada samapai dengan 50%
kasus, biopsy kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung
berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut , spongiosis dan parakeratosis
menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete
ridge lebih dominan. Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrsi bisa menjadi
semakin plemorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostic specific,
seperti bandlike limfod infiltrate di dermis-dermis, dengan sel cerebriform
mononuclear atipikal dan pautrier’s microabscesses. Pada pasien dengan sindrom
Sezary ditemukan limfosit atipik yang disebut dengan sel sezary. Biopsi pada kulit
juga member kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrate pada dermis
bagian atas dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sezary syndrome bila jumlah sel
yang beredar 1000/mm3 atau melebihi 10 % sel yang beredar.
2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.7.1 Perbaiki cairan tubuh
2.1.7.2 Eliminasi factor-faktor pencetus anatara lain;
o Diet pantang ikan laut
o Hindari sinar matahari
o Mandi tanpa sabun/ dengan sabun PH netral.
2.1.7.3.Terapi medis
Pada eritroderma golongan I (akibat alergi obat), obat tersangka sebagai
kausanya segera dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan
kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik,
11

dosis prednisolon 4 x10 mg. Penyebuhan terjadi cepat umumnya dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu.
Pada golongan II akibat penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis
mula prednisone 4x 10 mg sampai 15 mg per hari. Jika setelah beberapa hari tidak
tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan , dosis
diurunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan
terkena psoriasis, maka obat tersebuy harus dihentikan. Eritroderma karena
psoriasis dapat pula diobati denga asetretin. Lama penyebuhan golongan II ini
bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak seperti golong I.
Pada pengobatan dengen kortikosteroid jangka lama (long term), yakni
jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisoslon daripada perdnison
dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid member hasil yang
baik. Dosis prednisone 3x 1,2 mg sehari. Pada syndrome Sezary pengobatan
terdiri ata kortikosteroid (prednisosn 30 mg) atau metilprednisolon ekuivalen
dengan sitotatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena
terlepasnya skuama mengakibatka kehinlangan proten. Kelainan kulit juga perl
diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasidilatasi oleh eritema
misalnya salep lanolin 10% atau krim urea 10%.
Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat infeksi
sekunder baik yang bersifat local maupun sistemik. Pemberian antibiotic sistemik
pada pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi sekunder juga memberikan
keuntungan karena kolonisasi bakteri dapat menyebabakan eksaserbasi
eritroderma.
2.1.7.4 Perawatan Topical
o Bila masih menggigil penderita tidak boleh mandi dulu
o Setiap pagi seluruh tubuh diolesi oleum cocos
o Untuk kulit yang terlalu kering dapat digunakan krim hidrokortison 1 %
12

2.2 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keeprawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk menegvaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam,
2001:17).
Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk
mendeteksi infeksi. Kulit yang mengalami disrupsi , eritamatosus serta basah amat
rentan terhadap infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi mikroorganisme
pathogen yang akan memperberat inflamasi antibiotik , yang diresepkan dokter
jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.
I. Biodata
Jenis Kelamin: Biasanya laki – laki 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.
II. Riwayat Kesehatan
 Riwayat penyakit dahulu ( RPM )
Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien
planus , psoriasis , pitiasis rubra pilaris , pemfigus foliaseus , dermatitis.
Seboroik dan dermatosiss atopik , limfoblastoma.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama
kulit.
III. Pola Fungsi Gordon
 Pola Nutrisi dan metabolisme
Terjadinya kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan
nitrogen yang negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien (
dehidrasi ).
 Pola persepsi dan konsep diri
Konsep diri
Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan /
lembaran zat tanduk yang besr – besar seperti keras selafon ,
pembentukan skuama sehingga mengganggu harga diri.
13

IV. Pemeriksaan fisik


a. KU : lemah
b. TTV : suhu naik atau turun.
c. Kepala
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
d. Mulut
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh
obat.
e. Abdomen
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
f. Ekstremitas
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
g. Kulit
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi
ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi.
Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.
( Marwali Harahap , 2000 : 28 – 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 ,
Brunner & Suddarth , 2002 : 1878 ).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau bresiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001:35).
1. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan metabolism tubuh
2. Gangguan integritas kulit b.d Gangguan sensasi: pruritus
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
4. Hipotermia b.d kehilangan panas berlebih.
5. Resiko infeksi dengan factor resiko Pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat: lesi pada kulit.
6. Nyeri akut b.d agen cedera biologis: munculnya lesi.
14

7. Gangguan Citra Tubuh b.d Penyakit : munculnya alopesia.


2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan.
No Dx. Kep. Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria hasil (NIC)
(NOC)
1 Kekurangan Setelah dilakukan Hypovolemia 1. Indikator keadequatan
volume tindakan management: status hidrasi.
cairan b.d keperawatan selama 1. Observasi tanda- 2. Klien tidak
peningkatan 1x24 jam diharapkan tanda vital, mengkonsumsi cairan
metaolisme klien dapat membrane sama sekali
tubuh. menunukkan status mukosa, turgor mengakibatkan
hidarasi yang kulit dehidrasi atau
adekuat dengan 2. Observasi input mengganti cairan
indikator: dan output dan untuk masukan kalori
Indikator score IWL yang berdampak pada
Turgor kulit 4 keseimbangan
(<2 detik) elektrolit atau balance
Kelembapan 3
cairan
membrane
3. Berikan cairan per 3. Menggantikan
mucus
Intake cairan 4 oral dan IV sesuai kehilangan cairan dan
adekuat indikasi memperbaiki
Output cairan 4 keseimbangan cairan
seimbang dan elektrolit
Batasan
4. Monitor hasil 4. Memberikan
karakteristik:
laboratorium. informasi status
-suhu normal=36,5-
hidrasi klien
37,5 0C
5. Memonitor adanya 5. Adanya kehilangan
tanda-tanda cairan berlebih dapat
dehidrasi: menimbulkan
dehidrasi yang
berbahaya dan
mengakibatkan syok
15

2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui


integritas tindakan 1x24 jam kulit setiap hari perkembangan
kulit b.d kerusakan integritas integritas kulit
gangguan kulit dapat pasien.
sensasi: berkurang. 2. Lakukan mobilisasi 2. Menghindari
pruritus Klien menunjukkan pada pasien tekanan yang terlalu
infeksi berat minimal 2 jam lama yang dapat
(infection sekali. menimbulkan luka
severity)berkurang lecet/dekubitus
dengan indikator: terutama pada
Indikator score tonjolan tulang.
Suhu tubuh 4 3. Lakukan perawatan 3. Memberikan
normal luka dan Oleskan perawatan yang
(36,5-37,5 obat topical sesuai kulit dengan
0
C) dengan indikasi memberikan
Nyeri 3
:antibiotic, oil, dan antibiotic untuk
berkurang
anti inflamasi. membunuh kuman,
(ringan)
Pus atau 3 antiinflamasi untuk
cairan pada meringankan nyeri,
luka (-) dan obat oil untuk
Luka (-) 3 menjaga
Ruam/erosi(- 3
kelembaban kulit
)
Bau (-) 4 yang kering dan
Batasan berskuama.
karakteristik: 4. Jagalah kebersihan 4. Menghindari
-skuama/sisik tempat tidur, dan adanya infeksi
berkurang linen. nosokomial yang
-luka dekubitus dapat memperparah
(-) Infection protection: keadaan.
5. Cuci tangan 5. Menjaga diri dan
sebelum dan pasien dari infeksi
sesudah tindakan. lebih lanjut.
16

6. Batasi pengunjung 6. Untuk mengurangi


paparan kepada
pasien yang dapat
memperberat
infeksi.
3 Ketidakseimb -Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi 1. Untuk memastikan
angan nutrisi: tindakan makanan pemeberian makanan
kurang dari keperawatan 3x24 yang sesuai untuk
kebutuhan jam pasien.
tubuh ketidakseimbangan 2. Kolaborasi dengan 2. Perhitungan
b.d nutrisi: kurang dari ahli gizi untuk kebutuhan kalori
Ketidakmam kebutuhan dapat menentukan sesuai keadaan dan
puan teratasi. jumlah kalori dan kondisi pasien sangat
mengabsorpsi -Klien menunjukkan; nutrisi yang penting untuk
nutrisi Status nutris dg dibutuhkan pasien. menentukan intake
indikator: yang harus diberikan.
Indikator score 3. Anjurkan pasien 3. Untuk memenuhi
Intake 4 untuk kebutuhan unsure-
nutrient meningkatkan unsur penting dalam
(vitamin, intake Fe, protein, tubuh sehingga
protein, vitamin C, asam metabolisme/ reaksi
Mineral,ka folat,zink,dan dalam tubuh baik.
rbohidrat) lainnya sesuai
adekuat indikasi.
Intake 4
4. Berikan makanan 4. Makanan yang sesuai
makanan
Intake 4 yang terpilih dengan perhitungan
minuman (sudah yang tepat membantu
BB sesuai dikonsultasikan penyembuhan pasien.
TB normal dengan ahli gizi)
(36-40 Kg) 5. Berikan informasi 5. Pengetahuan tentang
Hb dan
tentang kebutuhan nutrisis sangat penting
hematokrit
nutrisi untuk memandirikan
normal
pasien.
17

(Hb=14,3- 6. Kaji kemampuan 6. Agar nutrisi dapat


17,7)& pasien untuk masuk ke tubuh
(Hct=40- mendapatkan pasien.
47%) nutrisi yang
Batasan dibutuhkan
karakteristik:
-Keadaan umum Nutrition Monitoring
baik 7. Ukur BB pasien 7. Mengetahui
-laboratorium: jika perkembangan gizi
 Albumin=(3,5- memungkinkan pasien.
5,5) 8. Monitor kulit 8. Adanya kulit kering
 MCV= (80- kering dan dan pigmentasi yang
93)fl perubahan abnormal
 MCH=(27- pigmentasi menunjukkan adanya
31)pg gangguan dalam
 penyebaran nutrisi tubuh.
rambut merata. 9. Monitor 9. Adanya kekeringan,
 kulit kering kekeringan, rambut rambut kusam, dan
dan kasar kusam, dan mudah mudah patah
berkurang patah yang abnormal
 mukosa bibir menunjukkan adanya
tidak kering gangguan dalam
 Status gizi nutrisi tubuh.
membaik 10. Monitor kadar 10. Memastikan nutrisi
albumin, total dalam kondisi
protein, Hb, dan seimbang.
kadar Hct

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
18

kegiatan :Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap


perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannyasudah berhasil dicapai, yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
19

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan


Nama Mahasiswa : Tety Clorida
Nim : 2016.C.08A.0817
Ruang Praktek : Ruang Aster
Tanggal Praktek :30 Januari 2019
Tanggal Dan Jam Pengkajian :30 Januari 2019 jam 09.00 WIB

3.1.1 Identitas pasien


Nama: : Tn. T
Umur: : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Hindu Kaharingan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Tewang Manyangen
Tgl MRS : 28 Januari 2019
Diagnosa Medis : Eritroderma

3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan


3.1.2.1 Keluahan Utama
Pasien mengatakan” Susah untuk tidur dan merasakan lemas“
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan 2 minggu sebelum masuk rumah sakit mengalami diare
selama 2 hari dan dirujuk ke rumah sakit Mas Amnyar Kasongan dan dianjurkan
pulang, selama dirumah beliau mengalami demam selama 3 hari dengan keluhan
tabahan kulit mengelupas, selama dirumah mengonsumsi obat parasetamol dengan
resep perawat puskesmas, dan pada tanggal 28 januari 2019 dirujuk ke IGD Dr.

19
20

Doris Sylvanus Palangka Raya, selanjutnya pasien dianjurkan rawat inap di


Ruang Aster.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya,
pasien tidak ada riwayat penyakit keturunan, seperti hipertensi, penyakit diabetes
melitus, pasien tidakpernah dioperasi sebelumnya.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang menderita penyakit
seperti yang dialami beliau.
3.1.2.5 Genogram Keluarga 3 Generasi

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien (Tn. T)
: Garis Keturunan
: Meninggal

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Kesadaran pasien compos menthis, penampilan tidak rapi, kuku pasien
terlihat panjang, pasien terpasang infus Ringer Laktat 20 tpm di tangan sebelah
kanan, kulit terlihat terkelupas, bergerak dibantu keluarga, badan terlihat kurus
dan lemas.
21

3.1.3.2 Status Mental


Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah tenang, bentuk badan
sedang, suasana hati baik, berbicara lancar, fungsi kognitif orientasi waktu
pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orangpasien dapat
mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempatpasien
mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit.Insight baik, mekanisme
pertahanan diri adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 90 / 70 mmHg,
Nadi 86 x/menit, pernapasan 19 x/menit dan suhu 36,80C.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, kebiasaan merokok 14 pucuk rokok sebelum sakit
,tidak nyeri dada, type pernafasan dada dan perut, irama pernafasan teratur, suara
nafas vesikuler, suara nafas tambahan tidak ada.
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Pasien tidak ada nyeri dada, tidak ada pusing, pasien tidak ada merasa
sakit kepala dan pasien ada pembengkakan pada ekstrimitas bawah. Pasien tidak
mengalami clubing finger ataupun kram pada kaki dan tidak terlihat pucat,
capillary refill <2 detik, tidak terdapat tidak terjadi peningkatan vena jugularis dan
suara jantung normal.
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 5 (orientasi baik),
M : 6 (bergerak sesuai perintah) dan total Nilai GCS: 15 (Comphos Mentis),
kesadaran Tn.T comphos mentis, pupil Tn.T isokor tidak ada kelainan, reflex
cahaya kanan dan kiri positif.
Uji Syaraf Kranial :
Penilaian fungsi saraf kranial: syaraf kranial I (olfaktoris): pada
pemeriksaan ini menggunakan serbuk kopi dan serbuk teh, pasien mampu
membedakan kedua bau tersebut. Syaraf kranial II (optikus): pasien mampu
melihat orang-orang disekitarnya dengan baik. Syaraf Kranial III
(okulomotorius): pupil pasien dapat berkontraksi saat melihat cahaya. Syaraf
kranial IV (trochlear): pasien mampu menggerakaan bola mata ke atas dan
22

kebawah. Syaraf kranial V (trigeminus): pasien dapat mengunyah nasi, buah, dan
ikan. Syaraf VI (abdusen): pasien dapat melihat benda sekitar, Syaraf kranial VII
(fasialis): pasien mampu menggerutkan dahi dan mengangkat alis secara simetris.
Syaraf kranial VIII (vestibulokokhlearis): pasien mampu mendengarkan dengan
jelas. Syaraf kranial IX (glosofaringeus):pasien mampu membedakan rasa pahit,
manis, asam dan asin. Syaraf kranial X (vagus): pasien dapat berbicara dengan
jelas. Syaraf kranial XI (assesorius): pasien mampu menoleh kekiri dan ke kanan.
Syaraf kranial XII (hipoglosus): pasien mampu menggerakkan lidahnya dengan
baik.
Uji Koordinasi:
Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, ekstrimitas bawah
tumit ke jempol kaki negatif.
Uji kestabilan tubuh uji kestabilan tubuh Tn.T negatif. Refleks kanan dan
kiri negatif pasien mengalami kelemahan, uji sensasi Tn.L tidak di kaji .
Masalah keperawatan : Kelemahan
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Pada pemeriksaan sistem eliminasi urin(bladder)ditemukan hasil yaitu,
produksi urine dengan output urine ± 3x/hari, sekitar 1.000 cc/ 24 jam warna urine
kuning dan bau khas (amoniak).
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Pada pemeriksaan eliminasi alvi (bowel) ditemukan hasil yaitu, bibir
lembab, gigi lengkap dan tidak terdapat caries, tidak ada peradangan dan
kemerahan pada gusi, tidak ada peradangan dan lesi pada lidah, mukosa bibir
lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak terdapat benjolan pada rektum,
tidak terdapat hemoroid, BAB 1 x/hari dengan warna kuning dan konsistensi feses
lunak.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.9 Tulang - Otot - Integumen (Bone)
Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen(bone) ditemukan hasil yaitu,
kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada parises,tidak ada nyeri, tidak ada
kekakuan, serta ukuran otot simetris, tulang belakang normal dan uji kekuatan
23

otot ekstremitas atas 5 5dan ekstremitas bawah 4 4 tidak ada deformitas,


peradangan, perlukaan dan patah tulang.
Masalah Keperawatan: Gangguan Mobilitas Fisik
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi : pasien tidak pernah mengalami alergi obat, hanya
mengalami alergi makanan dengan jenis ikan patin, ayam dan ikan nila. Suhu kulit
Tn. T hangat , warna kulit normal tidak ada kelainan, turgor kulit kurang dan
kasar, tidak ada peradangan, jaringan parut tidak ada, tekstur rambut lembut,
distribusi rambut merata, bentuk kuku clubbing finger.
Keluhan lainnya : Pasien mengeluh kulitnya terkelupas atau terdapat Skauma
Masalah keperawatan : Gangguan Integritas Kulit
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
1) Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan Tn.T baik, gerakan bola mata normal, sklera
normal/putih, konjungtiva anemis, kornea bening, tidak ada keluhan dan nyeri
yang di rasakan pasien, pasien juga tidak menggunakan alat bantu atau kacamata.
2). Hidung/Penciuman
Fungsi penciuman pasien baik, hidung simetris tidak ada peradangan
maupun kelainanan yang di alami pasien.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak ada mengalami kemerahan, gatal-gatal, perdarahan, tidak
ada kelainan padauretra, kebersihan cukup bersih,
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pasien mengatakan menerima keadaannya sekarang, pasien mengatakan
ingin cepat sembuh dam dapat beraktivitas kembali.
24

3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme


Tinggi badan 160 cm, berat badan sebelum sakit 60 kg, berat badan saat sakit 55
kg. Diet Saring, tidak ada kesukaran menelan atau normal.
IMT :
BB : TD ( M² ) ²
= 50 : ( 1,60 x 1,60 )
= 50 : 2,56
= 21, 4 ( Normal )
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi 1/2 porsi 1 piring makan
Nafsu makan Kurang Baik
Jenis Makanan Diit Saring Nasi, lauk, sayur
Jenis Minuman Air putih Air putih, Kopi
Jumlah minuman/cc/24 jam 1.000 cc/24 jam 1.000 cc/24 jam
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah Kurang Nafsu Makan Tidak ada
Tabel 2.1 Pola Makan Sehari-hari Tn. T di Ruang Aster
Masalah Keperawatan: Resiko Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-8 jam
sedangkan pada siang hari 1-2 jam. Saat sakit pasien tidur pada malam hari hanya
3 – 4 jam dan siang hari tidak dapat tidur.
Masalah keperawatan: Gangguan Pola Tidur
3.1.4.4 Kognitif
Pasien mengatakan mengetahui apa yang dialami pasien sekarang ini
Masalah keperawatan :tidak ada masalah.
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, identitas diri, harga diri, peran)
Gambaran diri: pasien dapat menerima kondisinya, ideal diri: pasien ingin
cepat sembuh dari penyakit yang di deritanya, identitas diri: pasien seorang laki-
25

laki yang berusia 48 Tahun yang sudah menikah,harga diri: pasien merasa
dihormati dan dihargai,Peran: pasien adalah seorang Ayah dari anak-anaknya.
Masalah Keperawatan: tidak ada
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Pasien mengatakan selama dirawat dirumah sakit dalam beraktivitas ke
toilet dibantu keluarga dan sehari-harinya digunakan untuk beristirahat ditempat
tidur.
Masalah Keperawatn: Gangguan Mobilitas Fisik
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien mengatakan bila ada masalah pasien bercerita kepada keluarga bila
ada masalah untuk mengurangi beban pikiran dan untuk mendapatkan solusi.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien mengatakan ia percaya penyakit yang diderita sekarang dapat di
tangani dengan bantuan tenaga medis.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

3.1.5 Sosial-Spritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik pada keluarga, petugas kesehatan
dan pasien yang ada diruangan.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa Dayak.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan pasien dan keluarga cukup baik, ditandai dengan perhatian yang
diberikan oleh keluarga.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien berhungan baik dengan teman, petugas kesehatan maupun orang
lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat
Pasien sangat dekat dengan keluarga terutama anak.
26

3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang


Pasien mengunakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama
keluarga dan beristirahat di rumah.
3.1.5.7 kegiatan beribadah
Sebelum sakit pasien beribadah dibalai, sesudah sakit pasien hanya berdoa
ditempat tidur

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang lainnya)


3.1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium 28 Januari 2019
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
RBC 4,07 3.50-5.50 x10 /6 uL
HGB 12.2 11.0 – 16.0 g/dL
Glukosa - Sewaktu 95 < 200 mg/dl
Ureum 30 21 – 53 mg/dl
Creatinin 0,98 0,7 – 1,5 mg/dl
Tabel 2.2 Data Penunjang Tn. T

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Inf. RL 500 cc / 24 jam Intravena adalah cairan infus yang
biasa digunakan pada
pasien dewasa dan anak-
anak sebagai sumber
elektrolit dan air untuk
hidrasi.
Inj. Ceftriaxone 2x 500 mg Intravena adalah obat yang
digunakan untuk
mengatasi berbagai
infeksi bakteri. Obat ini
bekerja dengan cara
menghambat
pertumbuhan bakteri atau
27

membunuh bakteri dalam


tubuh.
Obat Oles Kulit adalah obat yang
( Desoximetasone umumnya digunakan
x Vaseline ) untuk mengobati berbagai
jenis kondisi kulit (contoh
eksim, dermatitis, alergi,
ruam).

Palangka Raya, Januari 2019


Mahasiswa,

(.....................................................................................)

3.2 Analisa data


Data Subyektif dan Data Kemungkinan Masalah
28

Obyektif Penyebab
DS :Pasien mengatakan kulit Proses penyakit Kerusakan
badannya mengelupas Integritas Kulit
tanpa gatal dan panas. Adanya reaksi
DO : hipersensitivitas

- Pasien terlihat kulitnya


Pengeluaran histamine
terkelupas dan terdapat
oleh reseptor H1
skauma
- Skauma pada pasien Gatal seluruh tubuh
terdapat pada seluruh
tubuh. Terdapat skauma

Kerusakan integritas
kulit

DS : Pasien mengatakan Pasien tidak nafsu Resiko Nutrisi


kurang nafsu makan makan Kurang Dari
tidak ada makan Kebutuhan Tubuh
DO : Pemasukan nutrisi tidak
- Pasien tampak kurus efektif
- Porsi makan habis ½
- Berat badan berkurang BB Menurun
- BB sebelum sakit : 60
Kg Resiko nutrisi kurang
- BB Setelah Sakit : 55 dari kebutuhan tubuh
Kg
- IMT Normal : 21.0
DS : Pasien mengatakan tidak Lingkungan tidak Gangguan Pola
bisa tidur selama nyaman Tidur
dirumah sakit karena
29

keadaan yang panas dan Pasien gelisah


berisik
DO : Tidak bisa tidur
- Pasien tidak tidur
- Pasien gelisah Gangguan Pola Tidur
- Waktu tidur :
- Sebelum sakit :
Pagi : 30 mnt–1 jam
Malam : 8 jam
- Sesudah sakit :
Pagi : tidak tidur
Malam : 3-4 jam
DS : Pasien mengatakan tidak Kelemahan Defisit perawatan
pernah mandi dan diri
Kesulitan pemenuhan
memotong kuku selama
perawatan diri
dirumah sakit.
Pasien tidak rapi
DO :
- Pasien tidak rapi Defisit perawatan diri
- Kuku pasien panjang
dan kotor
- Badan pasien terasa
bau
DS : Pasien mengatakan Penurunan kekuatan Gangguan
lemas dan hanya bisa bebas otot Mobilitas Fisik

bergerak selama di bed.


Kelemahan
DO :
- Aktifitas dibantu Kesulitan Melakukan
aktifitas
keluarga
- Klien terlihat lemas Gangguan Mobilitas
- Klien hanya dapat
berbaring diatas bed
- Kekuatan otot atas 5 5
bawah 4 4
30
31

3.3. Prioritas Masalah


3.3.1 Resiko Tinggi Penyebaran Luasnya Infeksi Berhubungan Dengan Bakteri
Dan Mikroorganisme Penyebab Infeksi Ditandai Dengan Luka Berwarna
Kemerahan Dan Luka Masih Terlihat Basah.
3.3.2 Kerusakan Integritas Kulit Dan Otot Berhubungan Dengan Terjadi
Kemerahan Dan Penebalan Pada Area Tersebut Ditandai Dengan Adanya
Kemerahan Dibagian Perut Bekas Operasi.
3.3.3 Gangguan Pola Istirahat Tidur Berhubungan Dengan Nyeri Ditandai
Dengan Mata Klien Berkantung, Klien Tampak Mengantuk, Dan Klien
Tampak Menguap.
32

3.4 Intervensi Keperawatan


NamaPasien : Tn.T
RuangRawat :Aster
Diagnosa Tujuan (KriteriaHasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
Dx 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi integritas kulit 1. Untuk mengetahui keadaan kulit pasien
keperawatan selama 1 x 24 pasien 2. Untuk membantu kesembuhan pasien
jam diharapkan integritas 2. Berikan salep pada pasien 3. Untuk membantu keluarga mandiri dan
kulit menjadi baik dengan : 3. Ajarkan keluarga cara membantu kesembuhan pasien
K.H : membersihkan skauma dengan 4. Untuk membantu kesembuhan pasien
- Skauma berkurang benar
- Skauma tidak 4. Kolaborasi dengan dokter dan
bertambah perawat dalam pemberian
salep
Dx 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi pola kebiasaan 1. Untuk mengetahui kebiasaan makan
keperawatan selama 1 x 24 makan pasien pasien
jam diharapkan nafsu makan 2. Anjurkan pasien makan sedikit 2. Untuk memaksimalkan nutrisi yang
pasien bertambah dengan : tapi sering adekuat
K.H : 3. Anjurkan pasien makan buah- 3. Untuk menambah nafsu makan
- Pasien segar buahan 4. Untuk mengetahui diit pasien
33

- Porsi makan 1 porsi habis 4. Kolaborasi dengan ahli gizi


- BB Bertambah dalam menentukan diit pasien
Dx 3 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi pola tidur pasien 1. Untuk mengetahui pola tidur pasien
keperawatan selama 1 x 24 2. Berikan lingkungan yang 2. Untuk membantu pasien dalam
jam diharapkan pola tidur nyaman pemenuhan pola tidur
normal dengan : 3. Berikan pendkes pada keluarga 3. Agar keluarga pasien produkif dalam
K.H : tentang gangguan pola tidur kesembuhan pasien
- Pasien tidur 4. Kolaborasi dengan keluarga 4. Untuk membantu pasien menjaga
- Tidur pagi : 1-2 jam pasien dan keluarga pasien lain lingkungan yang nyaman
- Tidur malam : 7-8 jam dalam pemberian lingkungan
yang nyaman
Dx 4 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi keadaan umum 1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien
keperawatan selama 1 x 24 pasien apakah rapi atau tidak
jam diharapkan perawatan 2. Lakukan perawatan diri 2. Untuk pemenuhan perawatan diri
diri pasien terpenuhi dengan : 3. Anjurkan keluarga pasien 3. Agar keluarga mendukung personal
K.H : untuk melakukan personal hygiene pasien
- Pasien rapi hygiene 4. Untuk kenyamanan pasien dan keluarga
- Kuku pasien pendek dan 4. Kolaborasi dengan keluarga
bersih pasien dalam perawatan diri
- Bau badan pasien hilang /
34

berkurang
Dx 5 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi aktivitas pasien 1.Untuk mengetahui tipe aktifitas yang dapat
keperawatan selama 1 x 24 2. Berikan lingkungan yang dilakukan pasien
jam diharapkan pasien dapat mendukung pasien dalam 2.Untuk membantu pasien dalam melakukan
melakukan aktivitas mandiri melakukan aktifitas aktifitas
dengan : 3. Anjurkan pasien untuk 3.Untuk mengurangi kelemahan otot
K.H : istirahat bila merasa kelelahan bertambah
- Pasien terlihat relaks 4. Kolaborasi dengan tim medis 4. Untuk pemenuhan cairan
- pasien melakukan aktifitas dalam pemberian infus
mandiri
- Kekuatan otot atas 5 5
bawah 5 5

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari Diagnosa Implementasi Evaluasi TTD
Tanggal Keperawatan
35

Jam
Senin 28 Dx 1 1. Mengobservasi integritas kulit pasien S : Pasien mengatakan salep yang diberikan
Januari 2019 2. Memberikan salep pada pasien membuat lebih baik dan membuat
Jam : 3. Mengajarkan keluarga cara skauma berkurang.
membersihkan skauma dengan benar O:
4. Berkolaborasi dengan dokter dan - Kulit pasien masih terdapat skauma
perawat dalam pemberian salep tapi sudah berkurang
- keluarga dan pasien tahu cara
membersihkan skauma.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4.
1. Observasi pola kebiasaan makan S : Pasien mengatakan masih belum nafsu
pasien makan.
2. Anjurkan pasien makan sedikit tapi O:
sering - Pasien masih lemas
3. Anjurkan pasien makan buah-buahan - Porsi makan yang habis hanya ½.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam A : Masalah belum teratasi.
menentukan diit pasien P : Lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4.

1. Mengobservasi pola tidur pasien S : Pasien mengatakan masih belum bisa


36

2. Memberikan lingkungan yang nyaman tidur.


3. Memberikan pendkes pada keluarga O:
tentang gangguan pola tidur - Pasien tidak tidur.
4. Berkolaborasi dengan keluarga pasien - Lingkungan tidak nyaman.
dan keluarga pasien lain dalam A : Masalah belum teratasi
pemberian lingkungan yang nyaman P : Lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4.

1. Mengobservasi keadaan umum pasien S : Pasien mengatakan sudah mandi dan


2. Melakukan perawatan diri merasa segar.
3. Menganjurkan keluarga pasien untuk O:
melakukan personal hygiene - Pasien terlihat rapi
4. Berkolaborasi dengan keluarga pasien - Bau badan hilang.
dalam perawatan diri A: Masalah sudah teratasi
P : Hentikan intervensi.
Dx : 2 1. Mengobservasi aktivitas pasien S : Pasien mengatakan masih lemas dan
2. Memberikan lingkungan yang beraktifitas dibantu keluarga.
mendukung pasien dalam melakukan O:
aktifitas - Pasien masih lemas
3. Menganjurkan pasien untuk istirahat - Pasien dibantu keluarga ke toilet.
bila merasa kelelahan A : Masalah belum teratasi
37

4. Berkolaborasi dengan tim medis dalam P : Lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4


pemberian infus
38

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian menurut penulis yang ditemukan pada Tn.T dengan
Eritroderma di temukan keluhan utama pada Tn.T yaitu pasien mengatakan Pasien
mengatakan’’Pasien susah untuk tidur dan merasa lemas”. Kesadaran pasien
compos menthis, penampilan tidak rapi, kuku pasien terlihat panjang, pasien
terpasang infus Ringer Laktat 20 tpm di tangan sebelah kanan, kulit terlihat
terkelupas, bergerak dibantu keluarga, badan terlihat kurus dan lemas.
Pengkajian menurut teori (Nursalam, 2010:17). adalah tahap awal dari
proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk menegvaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien . KU : lemah, Perubahan kuku dan kuku
dapat lepas, Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi
ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya
eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama. ( Marwali Harahap , 2000 :
28 – 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 , Brunner & Suddarth , 2002 : 1878 ).
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan pada pasien Tn.T
dengan Eritrodermis yaitu dari pemeriksaan fisik didapatkan sama – sama
mengalami lemas, kurus dan kulit yang bersisik dan skauma serta kuku yang
mudah tercabut.
4.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa menurut penulis yang ditemukan pada Tn.T dengan
Eritrodermatitis diagnosa yang didapatkan adalah Kerusakan integritas kulit b.d
proses penyakit, Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang nafsu
makan, Gangguan pola tidur b.d Lingkungan tidak nyaman, Defisit perawatan diri
b.d kelemahan, dan Gangguan Mobilitas fisik b.d Penurunan kekuatan otot .
Karena saat pengkajian data yang penulis dapatkan pada Kesadaran pasien
compos menthis, penampilan tidak rapi, Kesadaran pasien compos menthis,
penampilan tidak rapi, kuku pasien terlihat panjang, pasien terpasang infus Ringer
Laktat 20 tpm di tangan sebelah kanan, kulit terlihat terkelupas, bergerak dibantu

37
39

keluarga, badan terlihat kurus dan lemas, aktifitas dibantu keluarga, tidur pagi
tidak ada dan malam hanya selama 3-4 jam, serta kurangnya nafsu makan.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau beresiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001:35).
1. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan metabolism tubuh
2. Gangguan integritas kulit b.d Gangguan sensasi: pruritus
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient.
4. Hipotermia b.d kehilangan panas berlebih.
5. Resiko infeksi dengan factor resiko Pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat: lesi pada kulit.
6. Nyeri akut b.d agen cedera biologis: munculnya lesi.
7. Gangguan Citra Tubuh b.d Penyakit : munculnya alopesia.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan diagnosa keperawatan
pada pasien Tn.T yaitu masalah integritas kulit dan tidak didapatkan diagnosa
lainnya yang sama.
4.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi munurut fakta yang ditemukan pada Tn.T dengan Eritroderma
yaitu dengan diagnosa pertama : Observasi integritas kulit pasien, Berikan salep
pada pasien, Ajarkan keluarga cara membersihkan skauma dengan benar, Serta
Kolaborasi dengan dokter dan perawat dalam pemberian salep. Pada diagnosa
kedua : Observasi pola kebiasaan makan pasien, Anjurkan pasien makan sedikit
tapi sering, Anjurkan pasien makan buah-buahan dan Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam menentukan diit pasien. Pada diagnosa ketiga : Observasi pola tidur pasien,
Berikan lingkungan yang nyaman, Berikan pendkes pada keluarga tentang
gangguan pola tidur, Dan Kolaborasi dengan keluarga pasien dan keluarga pasien
lain dalam pemberian lingkungan yang nyaman. Pada diagnosa keempat :
Observasi keadaan umum pasien, Lakukan perawatan diri, Anjurkan keluarga
pasien untuk melakukan personal hygiene dan lakukan kolaborasi dengan
40

keluarga pasien dalam perawatan diri. Pada diagnosa kelima : Observasi aktivitas
pasien, Berikan lingkungan yang mendukung pasien dalam melakukan aktifitas,
Anjurkan pasien untuk istirahat bila merasa kelelahan dan Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian infus.
Menurut teori (Surhayanto, 2009:193) intervensi keperawatan adalah
perilaku sfesifik yang diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat, Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan(Intervensi) keperawatan, tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan, mencegah yang dirasakan oleh pasien. Adapun
intevensi dengan diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan infeksi adalah kaji keadaan umum pasien dan memonitor tanda-
tanda vital, kaji nyeri pasien, berikan posisi yang nyaman dari pasien, ajarkan
latihan teknik relaksasi dan distraksi, kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan sedikit persamaan dengan
diagnosa pertama : Observasi keadaan kulit setiap hari, Lakukan mobilisasi pada
pasien minimal 2 jam sekali, Lakukan perawatan luka dan Oleskan obat topical
sesuai dengan indikasi :antibiotic, oil, dan anti inflamasi., Jagalah kebersihan
tempat tidur, dan linen. Dan tidak ada persamaan lainnya.
4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan selama satu hari pada tanggal 28
Januari 2019 dinas di Ruang Aster, yaitu diagnosa pertama : mengobservasi
integritas kulit pasien, memberikan salep pada pasien, mengajarkan keluarga cara
membersihkan skauma dengan benar, Serta berkolaborasi dengan dokter dan
perawat dalam pemberian salep. Pada diagnosa kedua : mengobservasi pola
kebiasaan makan pasien, menganjurkan pasien makan sedikit tapi sering,
menganjurkan pasien makan buah-buahan dan berkolaborasi dengan ahli gizi
dalam menentukan diit pasien. Pada diagnosa ketiga : megobservasi pola tidur
pasien, memberikan lingkungan yang nyaman, memberikan pendkes pada
keluarga tentang gangguan pola tidur, Dan berkolaborasi dengan keluarga pasien
dan keluarga pasien lain dalam pemberian lingkungan yang nyaman. Pada
diagnosa keempat : mengobservasi keadaan umum pasien, melakukan perawatan
diri, menganjurkan keluarga pasien untuk melakukan personal hygiene dan
41

berkolaborasi dengan keluarga pasien dalam perawatan diri. Pada diagnosa kelima
: mengobservasi aktivitas pasien, memberikan lingkungan yang mendukung
pasien dalam melakukan aktifitas, menganjurkan pasien untuk istirahat bila
merasa kelelahan dan berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian infus.
Implementasi adalah tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan
tersebut meliputi kegiatan-kegiatan :Review tindakan keperawatan yang
diidentifikasi pada tahap perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan
yang mungkin timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan. Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis
menyimpulkan bahwa, penatalaksanaan sesuai dengan intervensi keperawatan
yang direncanakan.
4.5 Evaluasi
Berdasarkan evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama yang dilakukan
di Ruang Aster pada tanggal 28 Januari 2019 yaitu diagnosa pertama didapatkan
Data subjektif : pasien mengatakan salep yang diberikan membuat lebih baik dan
membuat skauma berkurang. Data Objektif : Kulit pasien masih terdapat skauma
tapi sudah berkurang, keluarga dan pasien tahu cara membersihkan skauma.
Masalah belum teratasi dan Lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4. Diagnosa kedua
didapatkan : Data Subjektif : Pasien mengatakan masih belum nafsu makan. Data
Objektif : pasien masih lemas, porsi makan yang habis hanya 1/2, masalah belum
teratasi dan lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4. Diagnosa ketiga didapatkan : Data
subjektif : pasien mengatakan masih belum bisa tidur. Data Objektif : Pasien tidak
tidur dan lingkungan tidak nyaman. Masalah belum teratasi serta lanjutkan
intervensi : 1,2,3 dan 4. Diagnosa keempat didapatkan : Data Subjektif : Pasien
mengatakan sudah mandi dan merasa segar. Data Objektif : Pasien terlihat rapi
dan bau badan hilang, masalah sudah teratasi dan hentikan intervensi. Diagnosa
kelima : Data Subjektif : Pasien mengatakan masih lemas dan beraktifitas dibantu
42

keluarga. Data Objektif : Pasien masih lemas, pasien dibantu keluarga ke toilet.
Masalah belum teratasi dan lanjutkan intervensi : 1,2,3 dan 4.
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dam
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
43

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada pengkajian berdasarkan teori dan fakta ditemukan persamaan pada
pasien Tn.T dengan Eritrodermis yaitu dari pemeriksaan fisik didapatkan sama –
sama mengalami lemas, kurus dan kulit yang bersisik dan skauma serta kuku yang
mudah tercabut.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan diagnosa
keperawatan pada pasien Tn.T yaitu masalah integritas kulit dan tidak didapatkan
diagnosa lainnya yang sama.
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan sedikit persamaan dengan
diagnosa pertama : Observasi keadaan kulit setiap hari, Lakukan mobilisasi pada
pasien minimal 2 jam sekali, Lakukan perawatan luka dan Oleskan obat topical
sesuai dengan indikasi :antibiotic, oil, dan anti inflamasi., Jagalah kebersihan
tempat tidur, dan linen. Dan tidak ada persamaan lainnya.
Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan bahwa,
penatalaksanaan sesuai dengan intervensi keperawatan yang direncanakan.
Dan Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dam
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan Eritroderma Serta sebagai
acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya
5.2.2 RSUD dr. Doris Sylvanus
Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang A
(Aster), penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan eritroderma, serta
sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya
pada pasien dengan Eritroderma.
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

42
44

Diharapkan sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap


Palangka Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa
yang akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam
penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
45

DAFTAR PUSTAKA

Agusni, Indropo et all.(2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu


penyakit Kulit dan Kelamin: Eritroderma.Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter
Soetomo Surabaya.

Djuanda,Adhi. (2007).Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Dermatosis


Eritroskuamosa. Edisi Kelima.Jakarata: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Harahap, Marwali.(2000).Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta: Hipokrates

Mansjoer , Arief .(2000). Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : EGC

Mahbob, Nordadia bt Mohammad. (2013). Eritroderma. Departemen Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP
Dr Mohammad Hoesin Palembang.

Mccloskey, Joanne et all. (2008).Nursing Intervention Classification (NIC). USA:


Mosby

Moorhead, Sue. (2008). Nursing Outcome Classification (NOC).USA.Mosby

Anda mungkin juga menyukai