Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus otot-otot
dan organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan merupakan
benteng pertahanan terhadap bakteri. Kehilangan panas dan penyimpanan panas
diatur melalui vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar
keringat. Organ-organ adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui
mempunyai nilai-nilai kosmetik. Kulit juga merupakan sensasi raba, tekan, suhu,
nyeri, dan nikmat berkat jalinan ujung-ujung saraf yang saling bertautan. Secara
mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan: epidermis, dermis, dan lemak
subkutan. Epidermis, bagian terluar dari kulit dibagi menjadi dua lapisan utama
yaitu stratum korneum dan stratum malfigi. Dermis terletak tepat di bawah
epidermis, dan terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang
tertanam dalam substansi dasar. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh
darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang
sedang tumbuh. Juga terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit yang melindungi
tubuh dari infeksi dan invasi benda-benda asing. Di bawah dermis terdapat
lapisan lemak subcutan yang merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk
pertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi.
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dankehidupan. Salah satu kelainan kulit adalah
eritroderma.  Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro-(red =
merah) dan derma, dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang
mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama.
Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada eritroderma
yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai
skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas
karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Nama lain penyakit ini adalah
dermatitis eksfoliativa generalisata, meskipun sebenarnya mempunyai pengertian
yang agak berbeda. Kata eksfoliasi berdasarkan pengelupasan skuama yang
terjadi, walaupun kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata dermatitis
digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi eksematus.
Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis,
dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu
2

menentukan penyakit yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit


ini merupakan suatu proses yang sistematis di mana dibutuhkan pengamatan
yang seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang terminologi, dermatologi,
morfologi serta diagnosis banding. Pengobatannya disesuaikan dengan penyakit
yang mendasarinya, namun tetap memperhatikan keadaan umum seperti
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh memperbaiki hipoalbumin dan anemia,
serta pengendalian infeksi sekunder. Eritroderma bukan merupakan kasus yang
sering ditemukan, namun masalah yang ditimbulkannya cukup parah. Diagnosis
yang ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat
sangat memengaruhi prognosis penderita.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan umum
Memperdalam konsep penyakit Eritroderma atau Dermatits Exfoliativ dan
Asuhan Keperawatan pasien dengan Eritroderma.
1.2.2. Tujuan khusus
a. Mampu mengenali gejala penyakit eritroderma beserta dengan
komplikasinya.
b. Mampu melakukan pencegahan terjadinya komplikasi akibat eritroderma.
c. Mampu memberikan asukan keperawatan kompleks pada penderita
eritroderma.
1.3. Manfaat Penulisan
1.3.1. Bagi Institusi
Makalah sebagai salah satu referensi untuk teman sejawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pasien dengan eritroderma.
1.3.2. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini bisa menjadi salah satu cara mereflesikan diri,
meningkatkan kemampuan baik secara teoritis maupun secara klinisi.

BAB 2
3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Medis


2.1.1. Definisi
a. Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang
ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya
disertai skuama ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 ).
b. Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang
terdapat hampir atau di seluruh tubuh ( www. medicastore . com ).
c. Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan
yang ditandai dengan eritema dan skuam yang hamper mengenai seluruh
tubuh ( Marwali Harahap , 2000 : 28 )
d. Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh
inflamasi yang progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi
dengan distribusi yang kurang lebih menyeluruh ( Brunner & Suddarth vol 3 ,
2002 : 1878 ).
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan
atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis
eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma. bagaimanapun, itu tidak
dapat mendefinisikan, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan
penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan
kulit yang ada sebelumnya misalnya psoriasis atau dermatitis atopik. Meskipun
peningkatan 50% pasien mempunyai riwayat lesi pada kulit sebelumnya untuk
onset eritroderma, identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu
dari sekian banyak kelainan kulit. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak
begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama
adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama mulai dari
halus sampai kasar. Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya
eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama.
Skuama kemudiantimbul pada stadium penyembuhan timbul. Bila eritemanya
antara 50%-90% dinamakan pre-eritroderma.
2.1.2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, penyakit ini dapat dibagikan dalam 2
kelompok ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan 2005 : 239 ): 
a. Eritrodarma eksfoliativa primer
Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma
iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5–10% ).
4

b. Eritroderma eksfoliativa sekunder


1) Akibat penggunaan obat secara sistemik.
2) Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh .
3) Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.
2.1.3. Patofisiologi
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan
kulit yang paling luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler ,
hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi
pembuluh darah kulit yang luas , sejumlah besar panas akan hilang jadi
dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk
dari permukaan kult . Sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu
cepat dan sel – sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan
kulit sehingga tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus.
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik
dan imunologik ( alergik ) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi
imunologik. Pada mekanismee imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian
obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan
berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak
lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus
berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein dari
membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi
dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap ( Brunner & Suddarth vol
3 , 2002 : 1878 ).
2.1.4. Manifestasi Klinis
a. Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya timbul
secara akut dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh ,
sedangkan skuama baru muncul saat penyembuhan.
b. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis
dan dermatitis seboroik pada bayi ( Penyakit Leiner ).
1) Eritroderma karena psoriasis
Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis
dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi
daripada sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan
pitting nail.
2) Penyakit leiner ( eritroderma deskuamativum )
5

Usia pasien antara 4 -20 minggu keadaan umum baik biasanya tanpa keluh
an. Kelainan kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama kasar.
3) Eritroderma akibat penyakit sistemik , termasuk keganasan. Dapat
ditemukan adanya penyakit pada alat dalam , infeksi dalam dan infeksi
fokal. ( Arif Mansjoer , 2000 : 121 )
c. Menggigil,demam,dan kulit gatal bersisik.
d. Warna kulit berubah dari merah muda menjadi merah gelap
e. Kemungkinan terjadi kerontokan rambut
f. Umumnya terjadi relaps
Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh
dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan,
kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang
disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia,
perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi limfadenopati dan
hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan.
Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya
bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan
kalau diraba tebal.
Efek sistemiknya mencakup gagal jantung kongestif high-output, gangguan
intestinal, pembesaran payudara, kenaikan kadar asam urat dalam darah
(hiperurisemia) dan gangguan temperature. Peningkatan perfusi darah kulit
muncul pada eritroderma yang menyebabkan disregulasi temperature
(menyebabkan kehilangan panas dan hipotermia) sehingga sebagai kompensasi
terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat
menimbulkan panas metabolik. dan kegagalan output jantung. Kadar metabolic
basal meningkat sebagai kompensasi dari kehilangan suhu tubuh.
Epidermis yang matur secara cepat kegagalan kulit untuk menghasilkan
barier permeabilitas efektif di stratum korneum. Ini akan menyebabkan
kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan. Normalnya kehilangan
cairan dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua pertiga dari
hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga lagi
dari perspirasi basal. Kekurangan barier pada eritroderma ini menyebabkan
peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan transepidermal
sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak dan
menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur.Hilangnya sisik eksfoliatif yang
bias mencapai 20-30 gr/hari memicu kapada timbul kaedaan hipoalbuminemia
6

yang biasa dijumpai pada dermatitis exfoliatifa. Hipoalbiminemia muncul


akibat menurunnya sintesis atau meningkatnya metabolisme albumin. Edema
biasanya paling sering ditemukan, biasanya akibat peralihan cairan ke ekstrasel
2.1.5. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi, yaitu : Infeksi sekunder oleh bakteri,
Septikemia, Diare, Pneumoni, Gangguan metabolic melibatkan suatu resiko
hipotemia, dekompensasi kordis, kegagalan sirkulasi perifer, dan
tromboplebitis. Bila pengobatan kurang baik akan terjadi degenerasi visceral
yang menyebabkan kematian.
2.1.6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan keseimbangan
cairan serta elektrolit dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta
suportif dan harus segera dimulai begitu diagnosisnya ditegakan.Pasien harus
dirawat di rumah sakit dan harus tirah baring. Semua obat yang terlibat harus
dihantikan pemakaiannya, suhu kamar yang nyaman harus dipertahankan
karena pasien tidak memiliki kontrol termolegulasi yang normal sebagai akibat
dari fluktuasi suhu karena vasodilatasi dan kehilangan cairan lewat evaporasi.
Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan karena terjadinya
kehilangan air dan protein yang cukup besar dari permukaan kulit. Preparat
expander mungkin diperlukan. (Brunner & suddart)
Terapi perawatan di rumah sakit sangat dianjurkan untuk memperoleh
perawatan medis dan pemeriksaan laboratorium yang baik. Pengobatan topikal
pelembut (untuk mandi berupa emulsi dan mungkin juga bentuk-bentuk lain)
sangat membentu. Kortikosteroid (prednisone 40 mg setiap hari dalam dosis
pemeliharaan) juga diberikan. Obat-obat tersebut mengurangi kekakuan dari
gejala yang ada. Antibiotik diperlukan juga bila diduga ada infeksi
sekunder.Perawatan di rumah sakit tidak diperlukan bila pasien dianggap
kooperatif dengan dokter yang merawat, para pasien/penderita dermatitis
exfoliativa menunjukan adanya perbaikan , hanya dengan sistem rawat jalan
saja. Pengobatan Sistemik :
a. Golongan Kortikosteroid oral :
1. Prednison, dosis 3 x 10 mg – 4 x 10 mg/hari .
2. Dosis permulaan 4 x 10 mg Jika tak tampak perbaiakan dalam beberapa
hari dosis dinaikan. Bila tampak perbaikan dosis diturunkan perlahan.
3. Akibat penyakit linear, dosis prednison 3 x (1-2) mg/hari.
7

b. Topikal : Diolesi emolian, misalnya salep lanolin 10 % (Cermin Dunia


Kedokteran No. 32, 1984).
2.2. Konsep Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi
infeksi. Kulit yang mengalami desrupsi eritematosa basah amat rentan terhadap
infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi organisasi pathogen yang amat
memperberat inflamasi. Anti biotic yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi
dipilih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitifitas. “Pasien diobservasi untuk
memantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif karena hiperenia serta
peningkatan aliran darah kulit dapat menimbulkan gagal jantung yang dapat
menyebabkan high-output.”Hipotermia dapat pula terjadi karena peningkatan
aliran darah dalam kulit yang ditambah lagi dengan kehilangan air lewat kulit
sehingga terjadi kehilangan panas lewat radiasi, konduksi dan evaporasi.
Perubahan pada tanda-tanda vital harus dipantau dengan ketat dan dilaporkan.
Sebagaimana setiap dermatitis yang akut, terapi topikal digunakan untuk
meredakan gejala (terapi simtomatik). Rendaman yang meringankan gejala
kompres dan pelemasan kulit dengn preparat emolien dipakai untuk mengobati
dermatitis yang kuat. Pasien cenderung menjadi sangat mudah tersinggung
karena rasa gatalnya yang hebat. Preparat kortikosterid oral atau parenteral
dapat diresepkan kalau penyakit tersebut tidak terkendali oleh terapi yang lebih
konservatif. Setelah penyebabnya yang spesifik, terapi yang diberikan dapat
lebih spesifik. Pasien dinasehati untuk menghindari semua iritan demasa
mendatang, khususnya obat –obatan(Brunner&Suddart).
Pengkajian meliputi :
a. Identitas pasien
Biasanya laki – laki 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.
b. Anamnese
·          1. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama kulit.
2. Riwayat penyakit dahulu ( RPM )
Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien planus ,
psoriasis , pitiasis rubra pilaris , pemfigus foliaseus , dermatitis Seboroik
dan dermatosiss atopik , limfoblastoma
3. Pola Fungsi Gordon
a). Pola Nutrisi dan metabolisme
8

Terjadinya kebocoran kapiler ,hipoproteinemia dan keseimbangan


nitrogen yang negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh
pasien(dehidrasi).
b). Persepsi dan konsep diri
Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan /
lembaran zat tanduk yang besr – besar seperti keras selafon ,
pembentukan skuama sehingga mengganggu harga diri.
c. Pemeriksaan fisik
1. KU : lemah
2. TTV : suhu naik atau turun.
3. Kepala
4. Mulut
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh
obat.
5. Abdomen
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
6. Ekstremitas
Perubahan kuku, kuku dapat lepas.
7. Kulit
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi
ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi.
Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.
( Marwali Harahap , 2000 : 28 – 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 ,
Brunner & Suddarth , 2002 : 1878 ).
2.2.2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebihan transdermal dan edema.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering bersisik.
c. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pigmen kulit.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan postula dan krusta
1

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan integritas kulit Tujuan :  Integritas kuit kembali normal  Kaji keadaaan kulit secara umum
b/d lesi dan respon Kriteria hasil :  Larang pasien untuk mencubit atau menggaruk kulit.
peradangan – menunjukkan peningkatan integritas kulit  Pertahankan kelembaban kulit
dalam waktu 2x24 jam  Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk menjaga
– menghindari cidera kulit kebersihan kulit
 Motivasi pasien untuk memakan nutrisi TKTP.
 Hindarkan pasien dari bahan/obat yang akan memperparah
kondisi kulitnya.
 kaji kemungkinan pasien alergi terhadap makanan,
material, obat.
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
 Kolaborasi dengan petugas gizi untuk pemberian nutrisi
yang dibutuhkan pasien.

Gangguan rasa nyaman : Tujuan : Kebutuhan nyaman terpenuhi  Beritahu pasien untuk tidak meggaruk saat gatal
2 gatal bd adanya bakteri /  Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk menjaga
virus di kulit Kriteria hasil : kebersihan kulit
tidak terjadi luka pada – tidak terjadi lecet di kulit  Olesi badan pasien dengan emolient
kulit karena gatal – pasien berkurang gatalnya  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
pengurang rasa gatal
 Kolaborasi dengan bagian laundry untuk kebersihan laken
pasien setiap hari.

2.2.3. Rencana tindakan


2

yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
1

2.2.3. Implementasi
Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
2.2.4. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan.. (Menurut International Council of Nursing, 2006)
Digunakan untuk memudahkan perawat dalam mengevaluasi atau membantu
perkembangan klien
a) S artinya data subjektif
Perawat dapat menuliskan yang masih dirasakan pasien setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
b) O artinya data objektif
Data berdasarkan hasil pengumpulan atau hasil observasi perawat secara
langsung kepada klien dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan
c) A artinya assesment
Intepretasi dari data subjek dan data objektif. Analisis merupakan suatu
masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat
dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status
kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan
objektif.
d) P artinya planning
Perencanaan keperawatan yang akan perawat lanjutkan
,hentikan,modifikasi,atau tambahkan dari rencana tindakan keperawatan
yang telah ditentukan sebelumnya,tindakan yang telah menunjukan hasil
yang memuaskan dan tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya
dihentikan.
e) I artinya implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan instruksi yang telah
teridentifikasi dalam komponen p (perencanaan) jangan lupa menuliskan
tanggal dan jam penulisan.
f) E artinya evaluasi
Adalah respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
g) R artinya Reassesment
1
2
3

Anda mungkin juga menyukai