Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HERPES ZOSTER
Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Sistem Integumen oleh Nuryeni H, S.Kep.,Ns

OLEH
YUNIKMA AMIN L.

(1311B0104)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2014

A. Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang
khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada
dermatom yang dipersyarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari
nervus kranialis.
Herpes zoster (shingles, cacar monyet) merupakan kelainan inflamatorik viral dimana virus
penyebabnya menimbulkan erupsi vesikuler yang nyeri disepanjang distribusi saraf sensorik dari
satu atau lebih ganglion posterior.
B. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai kapsid
yang tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter
100nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang
bersifat infeksius.
Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organic, detergen, enzim
proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.
C. Patofisiologi
Pada episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke tubuh hospes (penerima virus).
Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau
replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virua akan menjalar melalui serabut saraf
sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten. Infeksi hasil
reaktivasi virus varicella yang menetap di ganglion sensori setelah infeksi chickenpox pada masa
anakanak. Sekitar 20% orang yang menderita cacar akan menderita shingles selama hidupnya
dan biasanya hanya terjadi sekali. Ketika reaktivasi virus berjalan dari ganglion ke kulit area
dermatom.

D. Faktor Resiko Herpes zoster


Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan tubuhnya
melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri. Orang
yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan leukimia.
Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised.Orang
dengan terapi radiasi dan kemoterapi.Orang dengan transplantasi organ mayor seperti
transplantasi sumsum tulang.
Factor pencetus kambuhnya Herpes zoster :
a. Trauma / luka
b. Kelelahan
c. Demam
d. Alkohol
e. Gangguan pencernaan
f. Obat obatan
g. Sinar ultraviolet
h. Haid
i. Stress
E. Patogenesis
Selama terjadinya infeksi varisela VZV meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa
keujung serabut saraf sensorik. Kemudian secar sentripetal virus ini membawa melalui serabut
saraf sensorik tersebut menuju ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini virus memasuki masa
laten dan disini tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti
kehi;angan daya infeksinya. Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi
reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar didalam ganglion. Ini
menyebabkan nekrosis pada saraf sehingga terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai
neuralgia yang hebat. VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik sehingga terjadi
neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik dikulit dengan gambaran erupsi
yang khas untuk erupsi hepes zoster.
a) Neuralgia pascaherpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai berapa tahun.

Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi.
b) Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan
meninggalkan bekas sebagai sikatriks.c.
c) Pada sebagian penderita dapat terjadi paralisis motorik terutama jika virus juga
menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Terjaqadinya biasanya 2 minggu
setelah timbulnya erupsi.

F. Manifestasi klinik
Herpes zoster biasanya mengenai suatu dermatom, dimana yang paling sering biasanya
adalah pada dada dan perut. Timbulnya erupsi mungkin didahului oleh rasa nyeri di daerah
dermatom, dimana hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis sebagai kelainan
dibagian dalam. Rasa nyeri bisa bersifat membakar (panas), tajam (seperti tersayat atau robek),
menusuk atau berupa perasaan pegal. Lesi berupa sederetan kelompok vesikel unilateral dengan
dasar kulit yang eritematosa. Isi vesikel pada mulanya jernih, kemudian menjadi keruh. Bisa
berupa vesikel-vesikel yang menyebar menjauhi bagian tengah tubuh, dan pada usia lanjut
cenderung lebih banyak. Selain itu, vesikel yang menyebar luas (zoster diseminata) juga terdapat
pada orang-orang dengan imunosupresi. Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa
sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang
keluarnya erupsi. Gejala konstitusi seperti sakit kepala, malaise, dan demam terjadi pada 5%
penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang
paling khas pada herpes zoster adalah erupsi lokalisata dan hampir selalu unilateral. Jarang
erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umunya lesi terbatas pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik. Erupsi duimulai dengan makulopapula
eritematus. 12-24 jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustule pada
hari ke 3. Seminggu sampai 10 hari kemudian, lesi mongering menjadi krusta. Krusta ini dapat
menetap 2-3 minggu.
Herpes zoster pada orang dewasa yang sehat biasanya terlokalisasi dan bersifat benigna.
Namun pada pasien yang sistem kekebalannya terganggu penyekit tersebut dapat menjadi berat
dan perjalan kliniknya bisa menimbulkan ketidakmampuan yang akut, Keluhan yang berat
biasanya terjadi pada penderita usia tua.Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan
erupsinya cepat menyembuh, Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap,
walaupun krustanya sudah menghilang.
Menurut daerah penyerangannya dikenal :
a. Herpes zoster oftalmika : menyerang dahi dan sekitar matab.

b. Herpes zoster servikalis : menyerang pundak dan lenganc.


c. Herpes zoster torakalis : menyerang dada dan perutd.
d. Herpes zoster lumbalis : menyerang bokong dan pakae.

e. Herpes zoster otikum : menyerang telinga.


Gangguan pada nervus fasialis dan otikus dapat menimbulkan sindrom ramsay-hunt dengan
gejala paralisis otot-otot muka (bells palsy), tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
dan nausea.
Bentuk-bentuk lain herpes zoster :
a) Herpes zoster hemoragika : vesikula-vesikulanya tampak berwarna merah kehitaman

karena berisi darah.


b) Herpes zoster abortivum : penyakit berlangsung ringan dalam waktu yang singkat dan

erupsinya hanya berupa eritema dan papula kecil.


c) Herpes zoster generalisata : kelainan kulit yang unilateral dan segmental disertai kelainan
kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikula dan umblikasi. Kasus ini terjadi
pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya dengan
penderita limpoma maligna.
d) Zoster sakralis : keterlibatan segmen-segmen sacral bisa menyebabkan retensi urin akut
di mana hal ini bisa dihubungkan dengan adanya ruam kulit
e) Zoster trigeminalis : herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus,
tetapi yang paling sering terkena adalah bagian oftalmika. Gangguan mata seperti
konjungvitis, keratitis dan atau iridosiklitis bisa terjadi bila cabang nasosilaris dari bagian
oftalmika terkena (ditunjukkan oleh adanya vesikel-vesikel di tepi hidung). Infeksi pada
bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel-vesikel unilateral pada pipi
dan pada palatum.
f) Zoster motoris : kadang-kadang selain lesi kulit pada dermatom sensoris, serabut saraf
motoris bisa juga terserang yang menyebabkan terjadinya kelemahan otot.
G. Gejala Klinik
Varicella zoster virus (VZV) merupakan salah satu dari delapan herpes virus yang diketahui
menjangkiti manusia (dan vertebrata lainnya). Ia sering menyebabkan cacar air pada anak-anak;
juga penyakit sinanaga (herpes zoster) dan postherpetic neuralgia (sakit saraf kulit) pada orang
dewasa. Infeksi utama VZV adalah cacar air (varicella), yang jarang mengakibatkan komplikasi
termasuk ensefalitis (radang akut pada otak) atau pneumonia (radang paru-paru). Bahkan bila

gejala klinis cacar air sudah terselesaikan, VZV menjadi dorman (tidak aktif) dalam sistem saraf
orang yang terinfeksi (namun suatu saat bisa menjadi aktif lagi). Sekitar 10-20 % kasus, VZV
nantinya menjadi aktif kembalii yang dikenal sebagai penyakit herpes zoster atau ruam saraf.
Komplikasi serius dari sinanaga termasuk postherpetic neuralgia, zoster multiplex, myelitis
(radang saraf otak), herpes ophthalmicus, dan zoster sine herpete. Virus Varicella zoster dapat
laten pada sel syaraf tubuh dan pada frekuensi yang kecil di sel non-neuronal satelit dari akar
dorsal, berhubung dengan saraf tengkorak dan saraf autonomic ganglion, tanpa menyebabkan
gejala apapun. Dalam sebuah individu yang immunocompromised (kekebalan tubuh rendah),
beberapa tahun atau dekade setelah terkena infeksi cacar air, virus dapat muncul lagi pada sel-sel
saraf dan menular melalui saraf axons menyebabkan infeksi kulit di daerah yang mengandung
syaraf. Virus menyebar dari satu atau lebih sepanjang ganglia sepanjang saraf dan menulari
segmen dermatome (daerah kulit yang disuplai oleh saraf tulang belakang) menyebabkan sakit
ruam. Meskipun biasanya ruam dapat sembuh sendiri dalam waktu dua sampai empat bulan,
beberapa pengalaman penderita masih merasakan sisa sakit syaraf selama berbulan atau
bertahun-tahun, suatu kondisi yang disebut postherpetic neuralgia.
H. Penularan
Penularan bisa terjadi melalui kontak udara yang terkontaminasi khususnya pada banyak
orang di dalamnya seperti sekolah. Bisa juga terjadi penularan melalui sentuhan kulit antar
individu.
I. Tanda-tanda dan gejala
Herpes zoster biasanya memiliki gejala-gejala ringan, tetapi komplikasi dapat terjadi, mulai
dari ringan sampai mengancam nyawa itu. Infeksi herpes zoster merujuk pada sebuah gangguan
terjadi pada sistem kekebalan tubuh pasien atau sebuah manifestasi dari keterlibatannya, Pada
pasien tertentu, perawatan dini dengan antivirus dan kortikosteroid mungkin telah menunjukkan
penurunan durasi penyakit dan untuk mencegah atau memperbaiki komplikasi. Gejala awal
herpes zoster yaitu sakit kepala, demam, dan rasa tidak nyaman, ini merupakan gejala-gejala
yang nonspecific, dan dapat mengakibatkan salah diagnosa. Gejala ini biasanya diikuti oleh
sensation rasa sakit membakar, gatal, hyperesthesia (oversensitivity), atau paresthesia
( gelisah: rasa geli, ditusuk-tusuk, dan mati rasa).
Rasa sakit mungkin ekstrim terasa pada dermatome (lapisan kulit), dengan sensasi-sensasi
yang sering digambarkan bebentuk pedas/panas, geli, nyeri, kaku dan berdenyut-denyut, dan
dapat menyebar cepat dengan rasa ditusuk-tusuk. Dalam banyak kasus, setelah 1-2 hari (tapi
kadang-kadang selama 3 minggu) tahap awal ini diikuti dengan tampilan karakteristik: ruam
kulit. Rasa sakit dan ruam yang paling sering terjadi pada seluruh tubuh, tetapi dapat muncul di
wajah, mata atau bagian lain dari tubuh. Pada awalnya, ruam yang muncul mirip dengan
tampilan penyakit hives (Urticaria), namun tidak seperti hives, herpes zoster menyebabkan kulit
terbatas pada perubahan di kulit, biasanya bentuknya strip/jalur atau seperti pola pada sabuk/belt

yang terbatas pada satu sisi tubuh. Zoster sine herpete menjelaskan semua pasien yang memiliki
gejala-gejala dari herpes zoster ini kecuali karakteristik ruam.
Kemudian, ruam menjadi vesicular (seperti tekstur batu vulkanik), terbentuknya ruam-ruam kecil
berisi cairan, demam dan rasa tidak nyaman pada tubuh. Vesicle (gelembung) akhirnya menjadi
berwarna abu-abu dan gelap karena diiisi dengan darah. Pengelupasan terjadi anatar tujuh
sampai sepuluh hari kemudian, dan biasanya jatuh dan menyembuhkan kulit tetapi kadangkadang setelah ruam yang parah dapat menimbulkan bekas parutan dan perubahan warna kulit.
Herpes mungkin memiliki gejala tambahan , tergantung pada lapisan kulit yang terlibat. Herpes
zoster ophthalmicus muncul pada mata dan terjadi di sekitar 10-25% kasus. Hal ini disebabkan
karena virus menjadi aktif pada daerah ophthalmic dari saraf trigeminal.
Pada beberapa pasien, muncul pula gejala radang lainnya pada mata seperti : conjunctivitis,
keratitis, uveitis, dan saraf optik palsies yang kadang-kadang dapat menyebabkan radang mata
kronis, dan kehilangan penglihatan. Herpes zoster oticus, juga dikenal sebagai Ramsay Hunt
syndrome tipe II, melibatkan telinga. Ia adalah hasil penyebaran virus dari syaraf wajah ke saraf
vestibulocochlear. Gejala termasuk kehilangan pendengaran dan vertigo.
J. Komplikasi Herpes Zoster
a. Neuralgia Pasca Herpes zoster (NPH) merupakan nyeri yang tajam dan spasmodic

(singkat dan tidak terus menerus) sepanjang nervus yang terlibat. Nyeri menetap di
dermatom yang terkena setelah erupsi.Herpes zoster menghilang, batasan waktunya
adalah nyeri yang masih timbul satu bulan setelah timbulnya erupsi kulit. Kebanyakan
nyeri akan berkurang dan menghilang spontan setelah 16 bulan
b. Gangren superfisialis, menunjukan Herpes zoster yang berat, mengakibatkan hambatan
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
c. Komplikasi mata, antara lain : keratitis akut, skleritis, uveitis, glaucoma sekunder,
ptosis, korioretinitis, neuritis optika dan paresis otot penggerak bola mata.
d. Herpes zoster diseminata / generalisata
e. Komplikasi sitemik, antara lain : endokarditis, menigosefalitis, paralysis saraf motorik,
progressive multi focal leukoenche phatopathy dan angitis serebral granulomatosa
disertai hemiplegi (2 terkahir ini merupakan komplikasi herpes zoster optalmik).
K. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :
b. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes
zoster dan herpes simplex.

c. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis
herpes virus
d. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
e. Pemeriksaan histopatologik
f. Pemerikasaan mikroskop electronj
g. Deteksi antibody terhadap infeksi virus

L. Penatalaksanaan
a) Pengobatan
1. Pengobatan topical
Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah
vesikel pecah. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik
atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit. Apabila lesi berkrusta
dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi
sekunder selama 3 x sehari.
2. Pengobatan sistemik
Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan
replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan
penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif
pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil
terhadap postherpetic neuralgia. Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara A, Vira
A) dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata. Kortikosteroid dapat digunakan untuk
menurunkan respon inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat
menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune. Analgesik non narkotik dan narkotik
diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus.
b) Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang
nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati
dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan
c) Neuralgia Pasca Herpes zoster

Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka dapat
diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 75 mg/hari)Tindak lanjut ketat bagi
penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian terpenting perawatan Intervensi
bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak teratasi.
Penatalaksanan medis
a. Pengobatan : Pengobatan topical
Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah
vesikel pecah.
b. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau
kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.
c.

Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik
polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari.

(basitrasin /

Pengobatan sistemik
Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan
replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan
penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif
pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil
terhadap postherpetic neuralgia.
a. Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara A, Vira A) dapat diberikan
lewat infus intravena atau salep mata.
b. Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun
penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan
respon immune.
c. Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin
diberikan untuk menyembuhkan priritus.
Penderita dengan keluhan mata : Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan
hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi
opthamologis. Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat
diberikan.
a. Neuralgia Pasca Herpes zoster

Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka
dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 75 mg/hari).

Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan
bagian terpenting perawatan.

Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang
tidak teratasi.

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan fungdi barier kulit

2.

Nyeri berhubungan dengan adanya lesi kulit

3.

Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah

4.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus dan nyeri dari lesi herpes

5.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses perjalanan penyakit

KASUS
Ny.T usia 52 tahun pada tanggal 11 Nopember 2015 jam 13.10 WIB datang ke poli kulit
RSM Kediri dengan keluhan pusing, nyeri otot dan adanya gelembung-gelembung di sekitar
dada sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasakan nyeri dan panas. Sebelumnya pasien tidak
pernah menderita penyakit seperti ini. 2 minggu yang lalu pasien sudah berobat ke dokter dan
dikatakan menderita penyakit herpes. Dari hasil pemeriksaan fisik di peroleh adanya vesikel,
eritematous, krusta, dan rasa gatal yang menjalar di sekitar dadanya.
a. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan pusing dan nyeri otot dan tulang.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama seperti saat ini.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien di bawa ke RSM tanggal 11 November jam 13.10 karena keluhan pusing dan nyeri
otot dan tulang sejak 1 minggu yang lalu . Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit
seperti ini . Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya vesikel, krusta, dan eritematous di
sekitar dada.
A. Analisa data
No.
Data
1.
a. Data Subyektif :
Pasien mengatakan nyeri pada otot dan
tulang.
b. Data Obyektif :
Erupsi pada kulit berupa vesikel,
eritematous dan krusta .
P : Infeksi virus/ Reaktivasi virus
varizela
Q : Panas dan nyeri
R : Di dada/ menjalar kanan dan kiri

Etiologi

Masalah
Gangguan rasa
nyaman nyeri

S : Skala 3
T : Sejak 3 minggu yang lalu
2.

a.Data Subyektif :
Klien mengatakan gatal.

Gangguan intergitas
kulit

b. Data Obyektif :
Adanya vesikel, eritematous, dan krusta
pada dada.
B. Diagnosa Keperawatan

Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan adanya lesi kulit ditandai dengan :
DS : Pusing dan nyeri pada otot dan tulang.
DO : Erupsi kulit berupa vesikel, eritematous, dan krusta.
Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan vesikel yang mudah pecah ditandai
dengan :
DS : Klien mengatakan gatal.
DO : Adanya vesikel, eritematous, dam krusta pada dada.

C. Intevensi
No.
1.

2.

Tujuan
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi setelah
tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
a. Rasa nyeri
berkurang/hilang.
b. Klien bias istirahat dengan
cukup.
c. Ekspresi wajah tenang.

Tujuan :
Integritas kulit dapat kembali
dalam waktu 7-10 hari.
Kriteria Hasil :

Rencana
Intervensi
a. Kaji kualitas
kuantitas nyeri
dan kaji
respon klien
terhadap nyeri.
b. Ajarkan teknik
distraksi dan
relaksasi.
c. LIbatkan
keluarga untuk
menciptakan
lingkungan
yang
terapeutik.
d. Kolaborasi
pemberian
sesuai
program.
a. Kaji tingkat
b. Jauhkan lesi
dari
kontaminasi

a.

b.

c.

d.

Keperawatan
Rasional
Mengidentifikasi
kebutuhan untuk
intervensi dan
tanda-tanda
perkembangan/resol
usi dan komplikasi.
Untuk mengurangi
rasa nyeri dan
mengalihkan pasien
terhadap nyeri.
Memberi semangat
pasien dan
mempercepat proses
penyembuhan.
Untuk menurunkan
dan mengurangi
nyeri.

a. Mengetahui sejauh
mana tingkat
keparahan
kerusakan kulit.

a. Tidak ada lesi baru


b. Lesi lama infolusi

dan
manipulasi.
c. Brikan diet
TKTP

b. Agar tidak
terkontaminasi oleh
bakteri yang bersifat
pathogen yang akan
menyebabkan
infeksi.
c. Agar tidak terjadi
tingkat dan akan
mempercepat proses
penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.
Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan
Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9

Anda mungkin juga menyukai