Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN EKSIM

DISUSUN Oleh:

JERRY CATUR CRISTIANTO

NIM: 144011.01.18.132

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN RS. MARTHEN INDEY JAYAPURA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa atas segala limpahan berkat dan
rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Asuhan Keperawatan ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat di pergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca tentang Asuhan
Keperawatan Dengan Diagnosa Medis EKSIM Di Rumah Sakit Umum MARTHEN INDAY

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya lebih baik.Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Jayapura, 23 Januari 2020


BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus otot-otot dan
organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng
pertahanan terhadap bakteri. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui
vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Organ-
organ adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai
kosmetik. Kulit juga merupakan sensasi raba, tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat
jalinan ujung-ujung saraf yang saling bertautan. Secara mikroskopis kulit terdiri dari
tiga lapisan: epidermis, dermis, dan lemak subkutan. Epidermis, bagian terluar dari
kulit dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu stratum korneum dan stratum malfigi.
Dermis terletak tepat di bawah epidermis, dan terdiri dari serabut-serabut kolagen,
elastin, dan retikulin yang tertanam dalam substansi dasar. Matriks kulit mengandung
pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada
epidermis yang sedang tumbuh. Juga terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit yang
melindungi tubuh dari infeksi dan invasi benda-benda asing. Di bawah dermis
terdapat lapisan lemak subcutan yang merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk
pertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi.
Salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai yakni Dermatitis yang lebih
dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan.
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis,
terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan,
memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti tidak
membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas
menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam
beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang
muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada
berbeda, antara lain dermatitis. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik
untuk membuat makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada anak
dengan Dermatitis Atopik (Eksim)”.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud pengertian Dermatitis Atopik?
Apa sinonim Dermatitis Atopik?
Apa etiologi Dermatitis Atopik?
Apa patofisiologi Dermatitis Atopik?
Apa manifestasi Dermatitis Atopik?
Apa pemeriksaan penunjang Dermatitis Atopik?
Apa pemeriksaan Diagnostik Dermatitis Atopik?
Bagaimana penatalaksanaan Dermatitis Atopik?
Apa komplikasi Dermatitis Atopik?
Bagaimana Konsep Asuahan Keperawatan Dermatitis Atopik?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah pada materi ini yaitu,
Tujuan umum
Makalah ini penulis susun untuk menambah ilmu tentang Asuhan Keperawatan pada anak dengan
Dermatitis Atopik (Eksim).
Tujuan Khusus
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan
Anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan


berlebihan limfosit T dan sel Mast. Histamin dari sel Mast menyebabkan rasa gatal
dan eritema, (Corwin, 2010).
Dermatitis atopik adalah suatu dermatitis yang bersifat kronik residif yang dapat
terjadi pada bayi, anak dan dewasa dengan riwayat atopi pada penderita atau
keluarga (Dharmadji, 2010).
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronis dan residitif yang sering disertai oleh
kelainan atopik lain, seperti rhinitis alergika dan asma, manifestasi klinis dermatitis
atopik bervariasi menurut usia (Bieber, 2010).

Sinonim
Banyak istilah lain dipakai sebagai sinonim dermatitis atopik ialah ekzema atopik,
ekzemakonstitusional, ekzemafleksural, neurodermitis diseminata, prurigo Besnier.
Tetapi yang paling sering digunakan ialah dermatitis atopik.

B. Etiologi
Terbagi 2, yaitu :
a. Faktor Endogen
1) Sawar Kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering baik didaerah lesi
maupun nonlesi, dengan mekanisme yang kompleks danterkait erat dengan
kerusakan sawar kulit. Disebabkan karena hilangnya ceramide yang berfungsi
sebagai molekul utama pengikat air di ruang ekstra seluler stratum korneun.
Kelainan fungsi sawar kulit mengakibatkan peningkatan transepidermal water lost
(TEWL), kulit akan makin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya
penetrasi alergen, iritasi, bakteri dan virus.
2) Genetik
Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat DA dalam
keluarga. Jumlah penderita dikeluarga meningkat 50% apabila salah satu orang
tuanya DA, 75% bila kedua orang tuanya menderita DA.
3) Hipersensitivitas
Berbagai hasilpenelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan kadar IgE
dalam serum dan IgE dipermukaan sel Langerhans epidermis. Pasien DA bereaksi
positif terhadap berbagai alergen, misalnya terhadap alergen makanan 40-96% DA
bereaksi positif (pada food challenge test).
4) Faktor Psikis
Didapatkan antara 22-80% penderita DA menyatakan lesi DA bertambah buruk
akibat stres emosi.

b. Faktor Eksogen
a) Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara lain sabun
alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagi obat gosok untuk bayi dan anak,
sinar matahari dan pakaian wol (Boediardja, 2012).
b) Alergen
Penderita DA mudah mengalami terutama terhadap beberapa alergen,anatra lain:
1.Alergen hirup, yaitu debu rumah.
2.Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usis kurang dari 1 tahun
(mungkin 3.karna usus yang belum bekerja sempurna).
Infeksi: infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90% lesi DA.

c) Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada kekambuhan DA, misalnya
asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sulfur dioksida), suhu yang panas,
kelembaban dan keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan DA.
C. PATOFISIOLOGI

Penyebabnya belum diketahui pasti. Gambaran klinis yang muncul diakibatkan


oleh kerja sama berbagai faktor konstitusional dan faktor pencetus.
Sekitar 70% penderita ditemukan riwayat stigmata atopi (herediter) berupa asma
bronchial, rinitis alergik, konjungtivitis alergik dan dermatitis atopik dalam
keluarganya. Keadaan atopi ini diturunkan, mungkin tidak di ekspresikan oleh gen
tunggal, tetapi oleh banyak gen (polygenic). Pada penderita dermatitis atopik,
ditemukan peningkatan jumlah IgE di dalam serum. Antigen akan ditangkap oleh
fagosit kemudian akan dipresentasikan ke sel T2 Helper (Sel Th2) . Sel Th2 akan
memproduksi Sitokin kemudian mengaktifkan seL-sel B untuk tumbuh dan
berdiferensiasi sehingga menghasilkan Antibodi IgE. IgE menempel di sel mast, lalu
melepaskan mediator kimia berupa Histamin. Histamin dianggap sebagai zat penting
yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaksis
dan menekan produksi sel T sehingga terjadi peningkatan IgE yang akan
menyebabkan pruritus (rasa gatal) pada penderita. Sel mast akan meningkat pada lesi
dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin.
Histamin sendiri tidak dapat menyebabkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat
tersebut menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin karena garukan akibat gatal
menimbulkan lesi ekzematosa. Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk
menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetik.
Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat juga
akan menurun pada 80% penderita dermatitis atopik, akibat menurunnya jumlah
limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD8+) terhadap
limfosit T helper (CD4+) meningkat sehingga berakibat meningkatnya kerawanan
(suseptibilitas) terhadap infeksi virus, bakteri dan jamur, lalu menimbulkan
sensitisasi terhadap reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1)
Rasa gatal (pruritus) dan reaktivitas kulit yang kuat merupakan tanda penting
pada dermatitis atopik. Pruritus dapat timbul karena faktor intrinsik kulit, yaitu
ambang gatal yang rendah. Eksaserbasi pruritus timbul disebabkan oleh berbagai
macam faktor pencetus yang akan memperburuk dermatitis atopik, antara lain :
 Makanan, inhalan berbagai alergen lain (seperti debu, kapuk, bulu binatang,
serbuk sari, karpet, boneka berbulu). Anak dengan bawaan atopi lebih mudah
bereaksi terhadap alergen tsb dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi
hipersensitivitas tipe 1
 Kelembaban rendah sehingga menyebabkan kulit menjadi kering karena ada
penurunan kapasitas pengikatan air, kehilangan air yang tinggi di transepidermal,
dan penurunan isi air. Pada bagian kehilangan air mengalami kekeringan yang lebih
lanjut dan peretakan dari kulit, menjadi lebih gatal.
 Keringat berlebih, disebabkan lingkungan yang bersuhu panas/dingin dan
kelembaban tinggi atau rendah, sinar matahari.
 Penggunaan bahan iritan, seperti wol, sabun, deterjen, dll akan memicu
terjadinya pruritus pada kulit.
Faktor psikologik juga berpengaruh pada dermatitis atopik. Factor psikologik ini
juga merupakan factor pencetus yang dapat memperburuk dermatitis atopik.
Misalnya saja seseorang yang stress emosional, dapat menimbulkan respons gatal
sehingga menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Karena stress, tubuh penderita
akan terpajan oleh alergen yang sama. Kemudian timbul sensitisasi terhadap reaksi
hipersensitivitas tipe 1, sehingga terjadi peningkatan IgE dalam jumlah yang lebih
besar. Maka dari itulah akan timbul infeksi sekunder yang dapat memperburuk
dermatitis atopik.

D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS

Ada 3 fase klinis DA yaitu :


a. DA Infatil (2 bulan – 2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan kedua.
Lesi mula-mula tampak di daerah muka (dahi-pipi) berupa eritema, papul-vesikel
pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya menyebabkan
krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak
mulai merangkak, lesi bisa ditemukan di daerah ekstendor ekstremitas. Sebagian
besar penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.
b. DA Anak (2 tahun – 10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA Infatil ataupun timbul sendiri (denovo).
Lokasi lesi di lipatan siku/ lutut, bagian fleksor pergelangan tangan, kelopak mata
dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis dan
mungkin infeksi sekunder. DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat
menganggu pertumbuhan

c. DA pada Remaja dan Dewasa


Lokasi lesi pada remaja adalah lipatan siku/lutut, samping leher, dahi dan sekitar
mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karateristik, sering mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat misalnya bibir (kering, pecah,
bersisik), vulva, puting susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah
di daerah lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar
cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuma. Bisa didapati
ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya menjadi hiperpigmentasi.
Umumnya DA remaja dan dewasa berlangsung lama kemudian cenderung membaik
setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan sebagian kecil sampai tua.

F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Tes Tempel Terbuka.
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga
karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan
dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
b. Tes Tempel Tertutup.
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester
yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan.
Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48
jam setelah itu hasilnya dievaluasi.

c. Tes tempel dengan Sinar


Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir
yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar
ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel
tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai
kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari
dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk
menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi
dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan
tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam
keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan
salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi
lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai
macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak
24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan
kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah
disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan
penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk
mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan
keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita
sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya
hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita
harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak
negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam
mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan
dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit
atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada
manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum
bernilai diagnosis.
G.    PEMERIKSAAN DIAGNOTIK
Antara lain :
1) Darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE
2) Dermatografisme putih. Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga
respons , yakni berturut-turut akan terlihat garis merah ditempat penggoresan selama
15 detik, warna merah disekitarnya selama beberapa detik, dan edema timbul sesuah
beberapa menit. Penggoresan pada pasien atopik akan bereaksi berlainan. Garis
merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2-5 menit, edema
tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih.
3) Percobaan asetilkolin. Suntikan secara intrakutan 1/5000 akan menyebabkan
hiperemia pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopik akan timbul
vasokonstriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.
4) Percobaan histamin. Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi, eritema akan
berkurang dibandingkan dengan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut
disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang normal.

Selain itu, HANIFIN dan LOBITZ (2012) menentukan kriteria diagnosis dermatitis
atopik secara rinci sebagai berikut :
Harus terdapat :
 Pruritus
 Morfologi dan distribusi yang khas: likenifikasi fleksural pada orang dewasa,
gambaran dermatitis di pipi dan ekstensor pada bayi.
 Kecenderungan menjadi kronis atau kambuh.

Ditambah 2 atau lebih tanda lain :


 Adanya penyakit atopic (asma bronchial, rinitis alergik, dermatitis atopik) pada
penderita atau anggota keluarganya.
 Tes kulit tipe cepat yang reaktif
 Dermografisme putih atau timbul kepucatan pada tes dengan zat kolinergic
 Katarak subkapsular anterior.

Ditambah 4 atau lebih butir berikut ini :


 Xerosis/ iktiosis/ hiperlinear Palmaris
 Pitiriasis alba
 Keratosis pilaris
 Kepucatan fasial/ warna gelap infra orbital
 Tanda dennie morgan
 Peningkatan kadar IgE
 Keratokunosus
 Kecenderungan mendapatkan dermatitis nonspesifik di tangan
Kecenderungan infeksi kulit yang berulang

H.    PENATALAKSANAAN
1. Non-Farmakologi
1) Hindari iritan atau allergen
2) Hindari garukan atau trauma lain pada kulit
3) Kompres dingin untuk menghindari peradangan
4) Hindari vaksinasi cacar
5) Penghindaran faktor alergen pada bayi berumur kurang dari l tahun akan
mengurangi beratnya gejala. DA. Maka dianjurkan agar bayi dengan riwayat
keluarga alergi memperoleh hanya ASI sedikitnya 3 bulan, bila mungkin 6 bulan
pertama dan ibu yang menyusui dianjurkan untuk tidak makan telur, kacang
tanah, terigu, dan susu sapi. Susu sapi diduga merupakan alergen kuat pada bayi
dan anak, maka bagi mereka yang jelas alergi terhadap susu dapat
dipergunakanbangkan untuk menggantinya dengan susu kedelai, walaupun
kemungkinan alergi terhadap susu kedelai masih ada. 60% penderita DA di
bawah usia 2 tahun memberikan reaksi positif pada uji kulit terhadap telur, susu,
ayam, dan gandum. Reaksi positif ini akan menghilang dengan bertambahnya
usia. Walaupun pada uji kulit positif terhadap antigen makanan tersebut di atas,
belum tentu mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula hasil uji provokasi,
sehingga membatasi makanan anak tidak selalu berhasil untuk mengatasi
penyakitnya. Pengobatan bayi dan anak dengan dermatitis atopik harus secara
individual dan didasarkan pada keparahan penyakit. Sebaiknya strategi terapeutik
dibagi menjadi strategi yang ditujukan untuk pengobatan ruam dan strategi untuk
pencegahan penyakit yang akan datang. Orangtua cenderung lebih berfokus pada
identifikasi penyebab. Namun, mengetahui salah satu atau beberapa faktor
lingkungan yang bila dihilangkan akan memberikan harapan penyembuhan jarang
terjadi. Sebaliknya, sebaiknya pikirkan keadaan tersebut sebagai salah satu
sensivitas kulit yang diwariskan. Pada sensitivitas tersebut, berbagai faktor yang
mempercepat, seperti kulit kering (xerosis), panas, infeksi, alergen spesifik, iritan
lokal atau keadaan psikkologis, dapat menyebabkan berbagai tingkat kekambuhan
penyakit. (Abraham M. Rudolph, dkk, 2015)
2. Farmakologi
1) Pemberian antihistamin untuk mengontrol rasa gatal
2) Steroid topikal dosis rendah untuk mengurangi peradangan dan memungkinkan
penyembuhan
3) Krim emollient
Cuci dengan larutan garam faal atau koloid “oatmeal”.

I.       KOMPLIKASI
1. Pada anak penderita Dermatitis atopik, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita Dermatitis atopik mempunyai kecenderungan untuk
mudah mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes).
2. Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan disebut
eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini sudah jarang
dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga
maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang
anggota keluarga. Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan
membentuk krusta, kemudian terjadi penyebaran ke daerah kulit normal
3. Penderita Dermatitis atopik, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah
koloni Staphylococcus aureus.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas: dapat terjadi pada semua usia. Wanita lebih tinggi dibandingkan
pria.
b. Keluhan utama: pruritus, eritema, nyeri, susah tidur
c. Riwayat penyakit sekarang: pada usia 2 bulan- 2 tahun terdapat eritema
berbatas tegas, disertai papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, bersifat erosif,
eksudatif, dan berkrusta. Usia 3-10 tahun lesi tidak eksudatif lagi, sering
disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi, dan hipopigmentasi. Sedangkan pada
usia > 13 tahun, lesi selalu kering dan dapat diserta likenifikasi dan
hiperpigmentasi. Selain itu, pruritus hebat menyebabkan penggarukan terus-
menerus mengakibatkan eksematosa.
d. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan adanya riwayat dengan asma, hayfever,
dan rhinitis kronik terutama anak-anak. Adanya alergi terhadap berbagai
alergen, misalnya iritasi kulit oleh wol, air, sabun yang keras.
e. Riwayat penyakit keluarga: adanya penyakit atopik pada keluarga
f. Pengkajian psikologi: keadaan stres dapat memicu keparahan dermatitis
atopik. Anak-anak sering mengalami ketidaknyamanan sehingga rewel.
g. Pengkajian lingkungan : adanya perubahan cuaca, kelembaban yang cukup.
Lingkungan yang berdebu dapat sebagai alergen.

 ADL :
 Nutrisi : kaji diet yang berhubungan dengan eksaserbasi penyakit.
Biasanya anak-anak mengalami gangguan tumbuh kembang akibat
dari pemasukan nutrisi yang tidak adekuat. Ketidaknyamanan dari
adanya lesi membuat anak rewel sehingga menyebabkan gangguan
pemasukan nutrisi (makanan maupun minuman).
 Eliminasi : biasanya tidak ditemukan masalah
 Hygiene : kebersihan diri pada awalnya harus dikaji, karena
kebersihan diri yang kurang juga sebagai salah satu predisposisi untuk
dermatitis atopik.
 Aktivitas : dapat tergantung pada distribusi lesi yang ada.
h. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan persistem
1) B1 (Breathing): pneumonia.
2) B2 (Blood): septikemi, hipotermia, dekompensasi kordis,
trombophlebitis.
3) B3 (Brain): nyeri (pruritus).
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel): diare.
6) B6 (Bone): pruritus, kulit kering, pitriasis, ruam, eritema,
eksim/krusta, hiperpigmentasi.

2. Diagnosa

1) Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi


2) Nyeri b.d lesi kulit
3) Resiko infeksi b.d lesi, bercak-bercak merah pada kulit

3. Perencanaan

No NANDA NOC NIC


.
1. Kerusakan Integritas Integritas Jaringan: Pengawasan Kulit
Kulit Kulit & Membran  Amati warna, kehangatan (suhu),
Data Penunjang : Mukosa bengkak, getaran, tekstur, edema,
 Kulit luka, gatal, warna  Integritas kulit yang dan nanah pada ektremitas
kulit hitam abu2, kering baik bisa  Periksa kemerahan, perubahan
bersisik dipertahankan suhu yang ekstrim, atau drainase
 Turgor kulit jelek (sensasi, elastisitas, dari kulit dan membran mukosa
temperatur, hidrasi,  Pantau sumber tekanan dan
pigmentasi) pergeseran
 Tidak ada luka/ lesi  Pantau infeksi, khususnya pada
pada kulit daerah edematous
 Perfusi jaringan baik  Pantau area yang tidak berwarna
 Menunjukkan dan memar kulit dan membrane
pemahaman dalam mukosa
proses perbaikan kulit  Pantau kelainan kekeringan dan
dan mencegah kelembaban kulit
terjadinya sedera  Periksa keketatan pakaian
berulang  Catat perubahan kulit atau
 Mampu melindungi membrane mukosa
kulit dan  Tegakkan ukuran untuk
mempertahankan pencegahan lanjutan yang lebih
kelembaban kulit dan buruk
perawatan alami

2. Nyeri Kontrol Resiko Manajemen Nyeri :


Data penunjang :  Klien melaporkan  Kaji nyeri secara komprehensif
 Mengatupkan rahang / nyeri berkurang dg ( lokasi, karakteristik, durasi,
mengepalkan tangan scala 2-3 frekuensi, kualitas dan faktor
 Agitasi  Ekspresi wajah tenang presipitasi ).
 Ansietas  klien dapat istirahat  Observasi  reaksi NV dr ketidak
 Perubahan pola tidur dan tidur nyamanan.

 Menarik diri bila  Gunakan teknik komunikasi


disentuh terapeutik untuk mengetahui

 Mual dan muntah pengalaman nyeri klien sebelumnya

 Gambaran kurus  Kontrol faktor lingkungan yang


mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
 Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
 Kolaborasi pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 Monitor TTV

3. Resiko infeksi Kriteria Hasil: Kontrol Infeksi


 Klien bebas dari  Bersihkan lingkungan setelah
Data Penunjang : tanda dan gejala dipakai pasien lain
 Kulit luka, gatal, warna infeksi  Pertahankan teknik isolasi
kulit hitam abu2, kering  Mendeskripsikan  Batasi pengunjung bila perlu
bersisik proses penularan  Instruksikan pengunjung untuk
 Turgor kulit jelek penyakit, faktor yang cuci tangan saat berkunjung
mempengaruhi  Pertahankan lingkungan aseptik
penularan serta selama pemasangan alat
penatalaksaannya  Tingkatkan intake nutrisi
 Menunjukkan  Kolaborasi pemberian antibiotik
kemampuan untuk
 Monitor kerentanan terhadap
mencegah timbulnya
infeksi
infeksi
 Berikan perawatan pada kulit area
 Jumlah leukosit
epidema
dalam batas normal
 Inspeksi kulit dan membran
 Menunjukkan
mukosa terhdap kemerahan, panas,
perilaku hidup sehat
drainase
 Ajarkan cara menghindari inspeksi
Penutup

Kesimpulan

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan


berlebihan limfosit T dan sel Mast.

Saran
Semoga makalah ini berguna bagi pembaca sehingga bisa menerapkan tindakan-
tindakan sederhana jika anak terkena dermatitis atopik.
Daftar Pustaka

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Jogjakarta : Mediaction Jogjakarta

https://sehati11022012.blogspot.co.id/2013/11/askep-pada-pasien-dermatitis-
atopik_7362.html

http://dokumen.tips/download/link/pathway-dermatitis-kontak-iritan

http://eprints.undip.ac.id/44524/3/DanisaDiandra_22010110130163_BAB_II.pdf

https://www.academia.edu/11892806/Askep_Dermatitis_Atopik

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35350/4/Chapter%20ll.pdf

Anda mungkin juga menyukai