Disusun Oleh:
Kelompok 17
Sukma Ramadani
NIM : 1440110118173
Kelas 4 B
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN RS. MARTHEN INDEY
J A Y A P U RA
2020
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya ucapkan puji syukur kehadirat Allah ta’ala, karena atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa
shalawat dan salam Penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, Sang
Sebaik-baik teladan. Makalah ini merupakan hasil diskusi yang disusun dengan
persiapan yang maksimal. Untuk itu, saya ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bu Siti Patimah selaku pembimbing di Akademi
Keperawatan RS Marthen Indhey.
Diharapkan kritik dan saran agar bisa menjadi lebih baik lagi .
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................iv
PENDAHULUAN..................................................................................................iv
A. Latar Belakang.........................................................................................iv
B. Tujuan Penulisan.......................................................................................v
BAB II......................................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................1
A. KONSEP MEDIS......................................................................................1
2. Etiologi......................................................................................................2
4. Patofisiologi...............................................................................................7
5. Manifestasi Klinis......................................................................................8
6. Pathways..................................................................................................11
7. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................12
8. Penatalaksanaan.......................................................................................12
1. Pengkajian...............................................................................................13
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................14
3. Perencanaan Keperawatan.......................................................................15
iii
BAB III...................................................................................................................vi
PENUTUP...............................................................................................................vi
A. Kesimpulan...............................................................................................vi
B. Saran.........................................................................................................vi
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................vii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini
dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan
sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian
ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan
(Brunner & Suddarth, 2013)
Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika, yaitu
A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa
disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.
Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa maupun muda,
jarang dijumpai pada anak usia 3 tahun kebawah. Perbandingan antara pria
dan wanita tidak berbeda jauh, di rumah Sakit Ciptomangunkusumo setiap
tahun kira-kira ditemukan 10 kasus. Pada cuaca yang dingin, penyakit ini
sering ditemukan juga adanya faktor fisik pada lingkungan seperti sinar
matahari dan sinar X yang akan mempengaruhi timbulnya sindrom ini
(https://www.academia.edu/).
Dari data yang dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk membahas perihal
sindrom steven johnson karena sindrom steven johnson sangat berbahaya
bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom ini tidak menyerang anak
dibawah 3 tahun, dan penyebab sindrom steven johnson sendiri sangat
bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat.
v
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui
dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson
dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom steven
johnson..
2. Tujuan Khusus
Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit
sindrom steven johnson yang meliputi definisi sindrom steven johnson,
etiologi, anatomi fisiologi kulit, patofisiologi, manifestasi klinis,
pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
vi
vii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1
yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan,
infeksi, dan terkadang keganasan. Terdapat tiga derajat klasifikasi yang
diajukan menurut (Kusuma & Nurarif, 2015):
2. Etiologi
Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010)
sindrom steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak
diketahui, tetapi kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan
bisa berupa suatu reaksi terhadap obat atau kelainan sekunder akibat
infeksi virus. Antibiotik, antikonvulsan, butazon dan sulfonamid
merupakan obat yang paling sering terlibat.
2
mengandung ginseng. Sindrom steven johnson juga mungkin
disebabkan oleh karena penggunaan kokain.
f. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan
atau reaksi alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama
nampaknya karena penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole.
Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan
SSJ, eritem multiformis, sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal
toksik diantaranya sulfanomide (antibiotik), penisilin
(antibiotic), berbiturate (sedative), lamotrigin (antikonvulsan),
fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan
asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ.
a. Anatomi
kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif,
dan mampu mempertahankan homeostatisnya sendiri. Kulit
menutupi 1,2 sampai 2,3 m3 area dan merupakan organ terberat
dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit tersebut adalah bagian terluar
disebut epidermis, bagian tengah disebut dermis, dan bagian dalam
disebut hipodermis atau jaringan subkutan. Apendiks kulit terdiri
atas rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin, dan kelenjat
sebasea (Gonce, 2011).
3
Ketiga lapisan kulit, diantaranya :
4
2) Dermis atau Korium
Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan
jaringan ikat yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun
papil-papil kecil yang berisi ranitng-ranting pembuluh
darah kapiler (Pearce, 2012).
Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak
di dalam dermis. Kelenjar keringat yang berbentuk tabung
berbelit-belit dan banyak jumlahnya, terletak di sebelah
dalam dermis, dan salurannya yang keluar melalui dermis
dan epidermis bermuara di atas permukaan kulit di dalam
lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar
keringat yang berubah sifat yang dapat dijumpai di kulit
sebelah dalam telinga, yaitu kelenjar serumen (Pearce,
2012).
Kelenjar sebseus adalah kelenjar kantong di dalam kulit.
Bentuknya seperti botol dsan bermuara di dalam folikel
rambut. Kelenjar ini paling banyak terdapat di kepala dan
wajah, yaitu sekitar hidung, mulut, dan telinga, dan sama
sekali tak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak
kaki. Kelenjarnya dan selurannya dilapisi sel epitel.
Perubahan di dalam sel ini berakibat sekresi berlemak yang
disebut sebum (Pearce, 2012).
3) Hipodermis atau Subkutan
Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas
jaringan ikat yang diselingi dengan lemak. Lemak
hipodermis memiliki fungsi perlindungan terhadap retensi
panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu,
lemak di lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan kalori (Gonce, 2011)
5
b. Fisiologi
1) Kulit sebagai organ pengatur panas
Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan
pelepasan panas dari tubuh. Sebagian panas menghilang
melalui paru-paru, dan sebagian lagi melalui feses dan
urine. Panas dilepas oleh kulit dengan berbagai cara, yaitu
dengan penguapan, pemancaran, konduksi, dan konveksi
(pengaliran) (Pearce, 2012).
Persarafan vaso-motorik mengendalikan arteriol kutan
dengan dua cara, yaitu vaso-dilatasi dan vaso-konstriksi.
Pada vaso-dilatasi arteriol memekar, kulit menjadi lebih
panas, dan kelebihan panas cepat terpancar dan hilang, dan
juga hilang karenas kelenjar keringat bertambah aktif, dan
karena itu terjadi penguapan cairan dari permukaan tubuh.
Pada vaso-konstriksi pembuluh darah dalam kulit
mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, keringat hampir
dihentikan, dan hilangnya panas dibatasi. Dengan
pengendalian ini pelepasan panas ditambah atau dikurangi
sesuai kebutuhan tubuh (Pearce, 2012).
2) Kulit sebagai indra peraba
Rasa sentuhan yang disebabkan rangsangan pada ujung
saraf di dalam kulit berbeda-beda menurut ujung saraf yang
dirangsang. Perasaan panas, dingin, sakit, semua ini
perasaan yang berlainan. Di dalam kulit terdapat tempat-
tempat tertentu, yaitu tempat perabaan, beberapa sensitif
(peka) terhadap dingin, beberapa terhadap panas, dan lain
lagi terhadap sakit (Pearce, 2012).
Perasaan yang disebabkan tekanan yang dalam, dan
perasaan yang memungkinkan seorang menentukan dan
6
menilai berat suatu benda, timbul pada struktur lebih dalam,
misalnya pada otot dan sendi (Pearce, 2012).
3) Tempat penyimpanan
Kulit dan jaringan dibawahnya bekerja sebagai tempat
penyimpanan air; jaringan adiposa di bawah kulit
merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama pada
tubuh (Pearce, 2012).
4) Beberapa kemapuan melindungi dari kulit
Kulit relatif tak tertembus air, dalam arti menghindarkan
hilangnya cairan dari jaringan dan juga menghindarkan
masuknya air ke dalam jaringan, misalnya bila tubuh
terendam air. Epidermis menghalangi cedera pada struktur
di bawahnya dan karena menutupi ujung akhir saraf
sensorik di dalam dermis, maka kulit mengurangi rasa sakit.
Bila epidermis rusak, misalnya karena terbakar sampai
derajat ketiga, proteksi ini hilang dan setiap sentuhan terasa
nyeri, dan eksudasi cairan dari dermis yang sekarang
terbuka ini menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit,
dengan akibatnya klien berada dalam bahaya dehidrasi,
yamg dapat menimbulkan keadaan yang lebih parah
(Pearce, 2012).
4. Patofisiologi
7
8
5. Manifestasi Klinis
Menurut( Brunner & Suddarth, 2013) ta nda- tanda awal sindrom steven
johnson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan
kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise
ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan
eritema yang cepat yang mengenai sebagian besar permukaan tubuh
dan membran mukosa, munculnya bula yang kaku dan luas dibeberapa
area. Di area lain, lapisan epidermis yang luas mengelupas sehingga
jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki, kuku tangan, alis dan
bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di sekitarnya.
Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan
menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip
seperti luka bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini
disebut juga sindrom kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai
mukosa, mungkin terdapat bahaya kerusakan pada laring, bronki, dan
esofagus akibat ulserasi.
9
Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala
prodromal berupa demam tinggi (30º - 40ºC), mulai nyeri kepala,
batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung dua
minggu. Gejala-gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang
ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi
melemah, kelemahan yang hebat serta menunrunnya kesadaran,
soporeus sampai koma (Kusuma & Nurarif, 2015).
a. Kelainan kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema
mberbentuk seperti cincin (pinggir eritema tengahnya relatif
hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau
lesipapuler berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis
dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi
erupsi hemorrhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai
purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang
berat kelainannya menjadi generalisate.
b. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada
mukosa mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di
lubang alat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus
jarang (masing-masing 8% - 4%). Kelainan yang terjadi berupa
stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian
buccal. Stomatitis merupakan gejala yang dini dan menyolok.
Stomatiti kemudian menjadi lebih berat dengann pecahnya vesikel
dan bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi,
dan dan terbentuk krusta kehitaman. Juga dpaat terbentuk
10
psudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta
berwarna hitam yang tevbal. Adanya stomatitis ini dapat
menyebabkan penderita sukar menenlan. Kelainan ini di mukosa
dapat juga terjadi di faring, traktus respiratorus bagian atas, dan
esophagus. Terbentuknya pseudommebran di faring dapat
memberikan keluhan sukar bernafas dan penderitanya tidak dapat
makan dan minum.
c. Kelainan mata
Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus,
yang sering terjadi ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat
terjadi conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus
cornea, iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan
sehingga dikenal trias yaitu stomatitis, conjunctivitis, balanitis,
uretritis.
11
6. Pathways
12
(
Kusuma & Nurarif, 2015)
7. Pemeriksaan Penunjang
13
Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom
steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :
8. Penatalaksanaan
14
g. Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.
h. Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat
mempercepat perbaikan kondisi dan penyembuhan kulit.
i. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan
agens anestesi digunakan untuk mencegah sepsis pada luka..
j. Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau
balutan plastik semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.
k. Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat
penting ketika membran mukosa dan mata mengalami gangguan
berat.
1. Pengkajian
15
epidermis, peningkatan kebutuhan metabolik dan kemungkinan
pelepasan jaringan mukosa gastrointestinal serta respiratorius. Volume
urin, berat jenis dan warnanya harus dipantau. Tempat pemasangan
jarum infus diinspeksi untuk menemukan tanda-tanda infeksi setempat.
Berat badan pasien dicatat setiap hari (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan Keperawatan
16
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens
farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi pada kulit, mukosa,
dan mata (00046)
Tujuan yang diharapkan (NOC) : Integritas jaringan : kulit &
membran mukosa baik
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada lesi pada kulit dan mukosa membran
2) Tidak ada pengelupasan kulit
3) Tidak ada eritema 4)Tidak ada peningkatan suhu kulit
17
Rencana Tindakan (NIC) :
Intervensi Rasional
3. Oleskan salep yang sesuai dengan 3. Pemberian salep yang sesuai dapat
kulit/lesi menjadi pelindung area luka dari
agens infeksi dan mempercepat
penyembuhan luka/lesi.
4. Berikan balutan yang sesuai dengan 4. Balutan yang sesuai dengan jenis
jenis luka. luka dapat menghindari gesekan
luka pada area lain.
18
7. Rujuk pada ahli diet, dengan tepat 7. Pemberian diet tinggi protein
diperlukan untuk pembentukan
jaringan baru pada luka/lesi
19
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer
tidak adekuat (gangguan integritas kulit) (00004)
Tujuan yang diharapkan (NOC): Kontrol resiko: proses infeksi
dapat dilakukan dan status imunitas baik
Kriteria Hasil:
1) Mengidentifikasi faktor resiko infeksi
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi
3) Memonitor perilaku diri yang berhubungan dengan resiko
infeksi
4) Memonitor faktor di lingkungan yang berhubungan dengan
resiko infeksi
5) Jumlah leukosit dalam batas normal (5000 - 10.000/mm3)
Intervensi Rasional
20
memasuki dan meninggalkan kontaminasi silang.
ruangan pasien.
Intervensi Rasional
21
1. Kaji tingkat nyeri yang komprehensif 1. Data-data tersebut digunakan sebagai
meliputi lokasi, karakteristik, awitan data dasar dalam menentukan intervensi
dan durasi, frekwensi, kualitas, tindakan yang tepat pada klien
intensitas atau keparahan nyeri, dan selanjutnya untuk mencapai
faktor presipitasinya. kesembuhan klien yang optimal.
3. Monitor vital sign sebelum dan 3. Nyeri dan pemberian analgesik dapat
sesudah pemberian analgesik pertama memengaruhi vital sign klien, seperti
kali nadi dan RR.
22
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan
demam, sakit tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa
(00002)
Tujuan yang diharapkan (NOC): Status nutrisi klien baik
Kriteria Hasil:
1) Asupan makanan secara oral adekuat
2) Tudak ada rasa tidak nyaman dengan menelan
3) Hasrat/keinginan untuk makan tidak terganggu 4)Tidak ada
lesi mukosa mulut
Intervensi Rasional
2. Monitor kalori dan intake nutrisi 2. Kalori dan intake nutrisi pasien
dapat digunakan sebagai data
dasar untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
23
penyembuhannya.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 6. Nutrisi dan jumlah kalori yang
menentukan jumlah kalori dan tepat dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan pasien nutrisi klien dan mempercepat
kesembuhan.
Intervensi Rasional
24
4. Atur kemungkinan transfusi. 4. Transfusi diperlukan jika klien
terdapat purpura yang luas, untuk
memperbaiki keadaan umum dan
menggantikan kehilangan darah.
25
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja
karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
i
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.
3. EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk para Medis. Jakarta: PT.
Maret 2018
ii
<https://www.academia.edu/27976721/STEVEN_JOHNSON_SYNRO
ME_WORD>
iii