Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER PADA KEHAMILAN

Oleh :

Rina Rahayu
NIM. 04.45380.00170.09

Pembimbing :

dr. Resati Nando Panonsih, M.Sc, Sp. KK

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman / RSU AW Sjahranie
Samarinda
2011

BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster (HZ) (shingles) dalam bahasa Latin Cingulum berarti sabuk. Hal ini
adalah suatu sindroma khusus yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang
terlokalisasi dimana penyebaran berdasarkan dermatom. HZ berkaitan dengan kekambuhan
atau reaktivasi dari virus varicella-zoster yang terlokalisasi pada ganglion sensorik di
ganglion akar dorsal, dimana virus yang dorman pada fase laten setelah infeksi primer.
Penurunan respon imunitas seluler yang disertai dengan peningkatan usia menjadi faktor
penting perkembangan HZ. Penurunan respon imunitas seluler terjadi pada kondisi
imunosupresif seperti kehamilan, keganasan limfoproliferatif, gangguan hematopoietik,
resipien transplantasi organ, dan infeksi human immunodeficiency virus.1,2,3
Beberapa penelitian menyebutkan insiden HZ bervariasi antara 1,23,6 atau 2,2-3,4
kasus/1.000 orang/tahun, dengan peningkatan menjadi 5 kasus/1.000 orang/tahun pada usia
lebih dari 75 tahun.4,5 Insiden HZ pada pria dan wanita adalah sama. HZ yang terjadi pada
pasien usia lebih dari 60 tahun sebesar 8-10 kali daripada usia yang lebih muda. 6 Penelitian
Epidemiologis di Boston tentang insiden yang dilaporkan pada kelompok usia 2534 tahun
adalah (1,9/1000 orang/tahun), 3544 tahun (2,3/1000 orang/tahun), 4554 tahun (3,1/1.000
orang/tahun), 5564 tahun (5,7/1000 orang/tahun), dan lebih dari 65 tahun (11,8/1000
orang/tahun). 7 Penelitian oleh Balducci dkk terhadap 30.000 kehamilan, insiden HZ sebesar
0,7/1000 kehamilan.3,4 Sebagian besar orang dewasa dengan seropositif virus varicella zoster,
memiliki risiko HZ sebesar 10-30% selama hidupnya, sedangkan pada usia 85 tahun menjadi
50%.2 Sekitar 90-99,5% populasi dewasa di Amerika Serikat berusia lebih dari sama dengan
40 tahun dengan bukti serologis infeksi virus varicella zoster sebelumnya, dapat mengalami
HZ, meskipun beberapa tidak dapat mengingat mengalami riwayat varicella.8,9 Risiko
berkembangnya HZ sepanjang hidup sekitar 30% berarti penyakit akan terjadi pada 1 dari 3
orang dewasa. Rekurensi HZ tidak umum terjadi, hanya sekitar 4% pasien yang mengalami
episode kedua dan episode ketiga jarang terjadi.5 Pasien imunosupresif memiliki risiko 20100 kali lipat dibanding dengan pasien imunokompeten pada usia yang sama.10
Laporan kasus kali ini akan menitikberatkan pembahasan mengenai herpes zoster pada
kehamilan dengan mengangkat kasus yang terjadi pada salah satu pasien rawat jalan di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD AWS Samarinda pada tanggal 15 september 2011.
BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Herpes Zoster (HZ) merupakan infeksi akut akibat reaktivasi virus Varicella Zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, yang bersifat lokal dan unilateral. Varicella zoster adalah
virus rantai ganda DNA anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik. Varisela
merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang terpapar virus
Varicella Zoster. HZ merupakan manifestasi oleh reaktivasi virus Varicella Zoster laten dari
saraf pusat dorsal atau kranial. Virus dibawa ke tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal
kemudian menjadi laten. Pada 3-5 dari 1000 individu, virus Varicella Zoster mengalami
reaktivasi.1,2
Patogenesis
Selama terjadi varisela, virus HZ berpindah tempat dari lesi kulit dan mukosa ke
ujung saraf sensoris kemudian secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion
sensoris. Virus ini berdiam di ganglion posterior saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan
kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion
tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis
sehingga memberikan gejala gangguan motorik.3
Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
multiplikasi, tetapi mempunyai kemampuan menjadi infeksius. Reaktivasi virus dipicu oleh
berbagai macam rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, kehamilan dan
keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, sedang pengobatan imunosupresan jangka
panjang, atau menderita penyakit sistemik. Apabila terdapat rangsangan tersebut, virus
Varicella Zoster aktif kembali dan terjadi ganglionitis.3,7
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini terjadi pada pasien yang pernah
terkena varisela. Kadang varisela dapat berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang
menyatakan kemungkinan tansmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita
varisela.1 (Gambar 1)
Lesi zoster mengandung virus varicella zoster konsentrasi tinggi, yang dapat
menyebar oleh kontak langsung via lesi. Lesi HZ menular dari saat munculnya erupsi ruam
sampai terbentuknya krusta. Angka penularan infeksi HZ lebih rendah daripada infeksi
primer. Selain itu, dapat melalui saluran respiratorius.5 (Gambar 2)

Dermatom yang paling sering terkena HZ adalah saraf trigeminal cabang oftalmikus,
nervus servikal, dan nervus Torakalis 3 sampai Lumbalis 2 atau 3. 1,5,10 (Gambar 3)

Gejala Klinis
Manifestasi klinis pada kulit adalah 11:
a. Stadium Prodromal
b. Stadium Erupsi (Vesikulasi Aktif).
c. Stadium Krustasi (Gambar 4)
Masa inkubasi selama 7-12 hari.Onset HZ ditandai oleh suatu gejala prodromal
seperti sakit kepala, pruritus, fotofobia, malaise, disesthesia, dan nyeri dermatomal
terlokalisasi sebelum muncul vesikel.Demam tidak umum terjadi.Sakit kepala, dan fotofobia
lebih umum dengan keterlibatan dermatom fasial. 2 Sekitar 5% pasien HZ akut mengalami
gejala sistemik seperti demam, fatigue, danmalaise.4 Gejala prodromal terjadi selama 2-3 hari,
jarang terjadi sampai 1 minggu sebelum onset ruam. 12 Selain gejala klinis pada kulit dapat juga

ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional pada lokasi yang berdekatan. 17Sensasi
nyeri dari paresthesia (terasa gatal atau geli) yang ringan sampai nyeri berat. Nyeri
dideskripsikan sebagai rasa terbakar, sakit, rasa ditikam, rasa ditembak, berdenyut, seperti terkejut,

ditusuk, tajam, penetrasi, nyeri tekan, dan alodinia. Perubahan sensitivitas terhadap sentuhan,
nyeri diprovokasi oleh stimulus ringan, danrasa gatal yang tidak tertahankan terjadi pada hampir
semua pasien.2,9Nyeri akut terjadi pada 95% pasien berusia > 50 tahun, dengan 40% nyeri

berat.1 bulan setelah onset manifestasi kulit, 60-70% pasien berusia > 50 tahun dapat
mengalami nyeri yang persisten.2Nyeri prodromal sering mendahului bentuk klasik erupsi eritem
dan vesikel pada HZ dalam hari sampai minggu, dan ketika klinisi curiga kuat pasien HZ, maka
klinisi sebaiknya menunggu untuk terapi awal sampai munculnya vesikel dan diagnosis dikonfirmasi
dengan pemeriksaan penunjang. 4Nyeri HZ berkaitan dengan inflamasi neural, infeksi saraf

selama reaktivasi akut, dan inflamasi dan skar neural pada NPH. 11 Nyeri akut dapat terjadi
beberapa hari sebelum ruam muncul, menunjukkan gambaran patologis yang disebabkan oleh
multiplikasi dan penyebaran dari reaktivasi Virus dalam ganglion sensorik yang terlibat.
Nyeri prodromal ini dapat serupa dengan nyeri pada appendisitis, kolik bilier atau renal,
kolesistitis, ulkus duodenal, glaukoma, infark miokard, pleurisy, dan prolaps diskus
intervertebralis, sehingga dapat menyebabkan misdiagnosis serius.8
Manifestasi HZ adalah erupsi pada kulit yang bersifat unilateral sepanjang 1 atau 2
dermatom yang bersebelahan yang secara umum diawali oleh nyeri prodromal dan
4

parasthesia.Erupsi kulit bersifat unilateral dan tidak menyilang pada bagian tengah
tubuh.Erupsi kulit berupa vesikel dan papul berlangsung selama 7-10 hari dan progresivitas
dari makula eritem dan papul sampai vesikel bergerombol.Lesi ini biasanya berdiameter 3-5
mm dan dapat bersatu menjadi lesi yang lebih besar.Vesikel baru terbentuk per 3-5
hari.Vesikel terbentuk dalam 12-24 jam pertama onset sakit, kemudian berkembang menjadi
pustul hari ke-3, dan akhirnya terbentuk krusta pada hari ke-7.Stadium krustasi persisten
selama 2-3 minggu.Nyeri pada Herpes Zoster dapat berlanjut selama beberapa bulan sampai
tahun setelah manifestasi klinis akut.8,10 (Gambar 5)
Gambaran klinis yang dapat ditemukan pada pasien HZ adalah abortif yaitu penyakit
yang berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa
vesikel dan eritem, dan gambaran klinis dengan beberapa komplikasi yang ditemukan.13
Ruam unilateral yang khas membantu dokter mendiagnosis HZ secara klinis, kasus
yang dicurigai HZ jarang dikonfirmasi dengan tes serologis atau virologis sehingga diagnosis
false-positive dapat terjadi, dilaporkan bahwa terjadi > 13% pasien yang mendapat resep
medikasi antiviral yang tidak perlu, rujukan tidak benar, dan intervensi invasif yang tidak
perlu untuk preventif NPH.3
HZ merupakan penyakit yang mengerikan dan menyakitkan dengan kemungkinan
komplikasi berat terutama pada pasien immunocompromised, sehingga kemampuan untuk
mendiagnosis HZ dini dan memulai terapi awal dengan cepat dapat membantu mencegah
beberapa sekuel penyakit.4

Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dengan herpes zoster adalah seperti
pada Tabel 1.14
Diagnosis HZ dengan pemeriksaan penunjang seperti isolasi virus pada kultur sel sulit
dilakukan karena labilitas virus saat transportasi dari pasien ke laboratorium virologi
diagnostik, Direct fluorescent antigen assay (DFA) lebih sensitif menggunakan teknik
modified Tzank, Polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA virus dan teknik
yang paling sensitif dengan sensitivitas dan spesifisitas > 90%. 2
Pemeriksaan penunjang tidak rutin dilakukan pada pasien HZ karena terkadang
diagnosis dapat ditegakkan hanya dari gambaran klinis.Konfirmasi pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada pasien herpes zoster adalah sebagai berikut :14

1. Kultur Viral
2. Deteksi Antigen
3. Serologis
4. Real-time Polymerase Chain Reaction (PCR)
Diagnosis banding untuk HZ adalah infeksi virus herpes simpleks, dermatitis kontak
iritan, dan dermatitis kontak alergi.
Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan pada pasien dengan herpes zoster akut adalah:
1. Terapi non farmakologis
Terapi HZ seharusnya bersamaan dengan pendekatan edukasi dan dukungan dari
petugas kesehatan. Penjelasan yang baik terhadappenyakitnya, termasuk risiko transmisi
viral ke individu yang belum mengalami chickenpox, dan menjelaskan rencana terapi.
Dorongan, penjaminan, dan saran peningkatan kualitas hidup adalah hal penting, termasuk
dukungan nutrisi yang adekuat dan melakukan aktivitas mental, fisik, dan sosial yang
baik.12
Beberapa intervensi dasar yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi dan
mengurangi gejala, yaitu 12:
a. Menjaga lesi kulit tetap bersih (sabun dan air) dan kering untuk mengurangi risiko
superinfeksi bakterial.
b. Menggunakan kompres (air, larutan salin, larutan Burrow) dan penutup protektif
untuk mengurangi simtomatis.
c. Pasien sebaiknya menghindari penggunaan antibiotik topikal, dan pembalutan rapat
ruam yang menyebabkan iritasi dan keterlambatan penyembuhan ruam.
d. Melindungi lesi dengan pembalut yang steril, tertutup, dan tidak lengket. Beberapa
pasien, ketidaknyamanan dapat dikurangi dengan pembalut basah yang steril
e. Mengenakan baju yang longgar untuk memperbaiki kenyamanan.
2. Terapi farmakologis
Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik, untuk nyeri diberi analgetik, jika
disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik. Antibiotik yang digunakan adalah
eritromisin 4 x 250-500 mg/hari, dikloksasilin 3 x 125-250 mg/hari.

Antivirus yang diberikan adalah asiklovir. Dosis dewasa 5 x 800 mg/hari selama 7-10
hari. Anak 20 mg.kgBB/kali sampai 800 mg/kali, 4 x/hari. Sedangkan valasiklovir cukup 3
x 1000 mg/hari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap
timbul obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru
tidak timbul lagi.15 (Tabel 2)
Komplikasi
HZ bersifat self limiting pada sebagian besar pasien. Prognosis pada pasien
imunokompeten penyembuhan kulit dan resolusi nyeri yang komplit secara umum terjadi
dalam waktu 2-4 minggu, dan dapat menyebabkan skar pada kulit dan perubahan
hiperpigmentasi yang permanen.2 Komplikasi HZ yang paling sering adalah NPH, dan herpes
zoster oftalmikus. 3 (Tabel 3)

Prognosa
Prognosa pada dewasa dan anak umumnya baik. Usia tua resiko terjadinya komplikasi
semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau
sikatrik. Dengan memperhatikan higiene dan perawatan yang teliti akan memberikan
prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.10

Herpes Zoster Pada Kehamilan


Dampak HZ terhadap kehamilan yaitu dapat menyebabkan komplikasi maternal yaitu
persalinan preterm, ensefalitis dan pneumonia. Komplikasi fetal yang terjadi disebut sindrom
kongenital, berdasarkan IgM dalam darah dan tali pusat serta gejala klinis neonatus antara
lain hipoplasia tungkai, parut kulit, korioretinitis, katarak, atrofi kortikal, mikrocephali.16
Resiko terjadinya sindrom fetal kongenital adalah 2% bila ibu menderita penyakit
pada kehamilan antara 13-30 minggu, dan 0,3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang
dari 13 minggu. Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan
maka resiko infeksi janin pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terlihat dalam
jangka waktu 3 minggu pasca persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya
ringan dan self limiting. Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan

atau 2 hari pasca persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi
hebat dengan mortalitas 30%.16
Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam jangka
waktu 72 jam pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang
sangat infeksius. Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi
dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan
tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6
minggu pasca paparan. Imunisasi varicella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena
vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan.16

BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien:
Nama

: Ny. SW

Umur

: 25 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Status

: Menikah

Pekerjaan

: CPNS BUMN

Alamat

: Jl. Cendana Gang 16 Samarinda

Anamnesa:
Keluhan Utama: Nyeri dan terasa panas disertai bentol-bentol berisi cairan pada paha kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri dan terasa panas disertai bentol-bentol berisi cairan pada paha kiri dirasakan sejak 6
hari yang lalu. Awalnya muncul bentol-bentol berisi cairan berkelompok di paha kiri yang
terasa nyeri dan panas, 4 hari yang lalu bentol-bentol berisi cairan berkelompok di paha kiri
bertambah banyak dan beberapa bertambah besar, diikuti munculnya bentol-bentol serupa di
perut sekitar pusat di sebelah kiri dan di kemaluan bagian luar kiri. Pasien tidak mengeluhkan
adanya demam, batuk, pilek, dan tidak ada rasa gatal pada bentol-bentol berisi cairan
tersebut. Pasien memeriksakan dirinya ke praktek dr. Sp.KK 3 hari yang lalu, dan
mendapatkan asiklovir tab 400 mg diminum 5 x 2 tablet selang 3 jam, dan asam fucidat salep
digunakan 2 x perhari jika bentol-bentol berisi cairan pecah. Pasien berinisiatif membeli
asiklovir salep dan dioleskan pada semua bentol-bentol berisi cairan 2 x perhari setelah
mandi. Pasien datang lagi ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU AWS karena bentol-bentol
berisi cairan semakin banyak dan meluas, sampai saat itu bentol-bentol berisi cairan belum
ada yang pecah. Pasien sedang hamil 7 bulan. HPHT tanggal 6 Maret 2011.
Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat penyakit cacar air saat usia 10 tahun dan tidak diberikan obat antivirus.
Riwayat sakit serupa pada bibir bawah 2 x dalam 2 tahun terakhir, dioles asiklovir salep
dan keluhan menghilang.
9

Riwayat Penyakit Keluarga


Adik kandung yang tinggal serumah mengalami keluhan yang sama 3 bulan yang lalu.
Pemeriksaan Fisik:
Status Generalis
Keadaan Umum
: Sakit sedang, G1P0A0 Gravid 28-29 minggu
Kesadaran
: Composmentis
Tanda vital
:
- Nadi : 88 x/menit
- Frekuensi napas: 20 x/menit
- Tekanan darah: 120/80 mmHg
- Temperatur: 36,9 0C
Kepala-Leher :
-

Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-), bibir sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil

hiperemis (-), pembesaran KGB (-).


Status Dermatologis:
Lokalisasi:
- Regio Femoralis Sinistra, Regio Labia Mayora Sinistra, Regio Umbilikalis Sinistra
- Dermatom Thorakalis 10 - Lumbal 2 Sinistra
Effloresensi:
- Tampak vesikel dasar eritem, ukuran bervariasi, berkelompok, berisi cairan.

Diagnosis Kerja:
Herpes Zoster Dermatom Thorakalis 10 Lumbal 2 Sinistra + G 1P0A0 gravid 28 29
minggu.

10

Diagnosis Banding:
1. Dermatitis Kontak Iritan
2. Dermatitis Kontak Alergi
Penatalaksanaan:
-

Asiklovir 400 mg tab 5 x 2 tab/hari selama 8 hari


Asam mefenamat 500 mg tab 2 x 1 tab/hari (jika nyeri)
Asam fusidat salep 2 x 1 /hari (jika vesikel pecah)

Prognosa:
Dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

11

Pasien Ny. SW usia 25 tahun, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU AWS pada
tanggal 15 September 2011 dengan keluhan utama nyeri dan terasa panas disertai bentolbentol berisi cairan pada paha kiri. Pasien sedang hamil 7 bulan saat memeriksakan diri ke
Poli. Pasien didiagnosa dengan Herpes Zoster Dermatom Thorakalis 10-Lumbal 2 Sinistra
dengan G1P0A0 gravid 28-29 minggu. Diagnosa diperoleh dari anamnesa dan pemeriksaan
fisik. Pasien ini mengeluh adanya nyeri dan terasa panas disertai bentol-bentol berisi cairan
pada paha kiri dirasakan sejak 6 hari yang lalu. Awalnya muncul bentol-bentol berisi cairan
berkelompok di paha kiri yang terasa nyeri dan panas, 2 hari kemudian bentol-bentol berisi
cairan berkelompok di paha kiri bertambah banyak dan beberapa bertambah besar, diikuti
munculnya bentol-bentol serupa di perut sekitar pusat di sebelah kiri dan di kemaluan bagian
luar kiri. Pasien tidak mengeluhkan adanya demam, batuk, pilek, dan tidak ada rasa gatal
pada bentol-bentol berisi cairan tersebut. Saat pasien ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU
AWS, bentol-bentol berisi cairan tidak ada yang pecah. Riwayat penyakit cacar air saat usia
10 tahun dan tidak diberikan obat antivirus. Riwayat timbul bentol-bentol berisi cairan yang
serupa pada bibir bawah bagian kiri 2 x dalam 2 tahun terakhir, dioles asiklovir salep yang
pasien beli di apotek dan keluhan menghilang. Adik kandung yang tinggal serumah
mengalami keluhan yang sama yaitu bentol-bentol berisi cairan di bibir kanan bawah 3 bulan
yang lalu, juga hanya di beri asiklovir salep dan keluhan menghilang.
Masa inkubasi selama 7-12 hari. Onset HZ ditandai oleh suatu gejala prodromal
seperti sakit kepala, pruritus, fotofobia, malaise, disesthesia, dan nyeri dermatomal
terlokalisasi sebelum muncul vesikel.Demam tidak umum terjadi. Sakit kepala, dan fotofobia
lebih umum dengan keterlibatan dermatom fasial. 2 Sekitar 5% pasien HZ akut mengalami
gejala sistemik seperti demam, fatigue, dan malaise.4 Gejala prodromal terjadi selama 2-3 hari,
jarang terjadi sampai 1 minggu sebelum onset ruam. 12 selain gejala klinis pada kulit dapat juga

ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional pada lokasi yang berdekatan. 13 Pada
pasien ini tidak didapatkan adanya gejala sistemik prodormal, pasien hanya merasakan
adanya nyeri dan terasa panas pada paha kiri. Sensasi nyeri dari paresthesia (terasa gatal atau
geli) yang ringan sampai nyeri berat. Nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar, sakit, rasa
ditikam, rasa ditembak, berdenyut, seperti terkejut, ditusuk, tajam, penetrasi, nyeri tekan, dan

alodinia. Nyeri HZ berkaitan dengan inflamasi neural, infeksi saraf selama reaktivasi akut,
dan inflamasi dan skar neural pada NPH.11
Manifestasi HZ adalah erupsi pada kulit yang bersifat unilateral sepanjang 1 atau 2
dermatom yang bersebelahan yang secara umum diawali oleh nyeri prodromal dan
12

parasthesia. Erupsi kulit bersifat unilateral dan tidak menyilang pada bagian tengah tubuh.
Erupsi kulit berupa vesikel dan papul berlangsung selama 7-10 hari dan progresivitas dari
makula eritem dan papul sampai vesikel bergerombol. Lesi ini biasanya berdiameter 3-5 mm
dan dapat bersatu menjadi lesi yang lebih besar. Vesikel baru terbentuk per 3-5 hari. Vesikel
terbentuk dalam 12-24 jam pertama onset sakit, kemudian berkembang menjadi pustul hari
ke-3, dan akhirnya terbentuk krusta pada hari ke-7. Stadium krustasi persisten selama 2-3
minggu. Nyeri pada Herpes Zoster dapat berlanjut selama beberapa bulan sampai tahun
setelah manifestasi klinis akut. 1,2,8
Diagnosis Herpes Zoster Dermatom Thorakalis 10-Lumbal 2 Sinistra pada pasien ini
berdasarkan anamnesa yaitu didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau
bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit, serta dari erupsi kulit pada pasien yaitu
dengan karakteristik terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa,
unilateral, dan mengenai satu dermatom.
Rekurensi HZ tidak umum terjadi, hanya sekitar 4% pasien yang mengalami episode
kedua dan episode ketiga sangat jarang terjadi.5 Pasien imunosupresif memiliki risiko 20-100
kali lipat dibanding dengan pasien imunokompeten pada usia yang sama. Insiden HZ
meningkat sebanding dengan usia dan menyebabkan morbiditas yang signifikan, terutama
pada pasien dengan penurunan imunitas seluler seperti pada pasien usia tua, wanita hamil dan
kondisi imunosupresif.10 Episode kedua HZ terjadi pada < 5% pasien yang lebih banyak
dialami oleh pasien immunocompromised. Infeksi primer menyebabkan imunitas jangka
panjang terhadap varicella. Proteksi dari reaktivasi tergantung pada keutuhan imunitas seluler
yang dapat menurun sesuai usia, menderita penyakit (HIV, malignansi) dan akibat terapi
imunosupresif (post transplantasi organ, kemoterapi, steroid).12 Lesi zoster mengandung virus
Varicella Zoster konsentrasi tinggi, yang dapat menyebar/bertransmisi secara khas pada
individu peka oleh kontak langsung dari orang ke orang via lesi. Lokasi lesi HZ
menyebabkan penularan dari saat munculnya erupsi ruam sampai terbentuknya lesi krusta.
Angka transmisi/penularan infeksi HZ lebih rendah daripada infeksi primer. Selain itu, dapat
melalui saluran respiratorius (airborne). Dermatom yang paling sering terkena HZ adalah
saraf trigeminal cabang oftalmikus, nervus servikal, dan nervus Thorakalis 3 sampai
Lumbalis 2.5
Pasien ini hamil 28-29 minggu, dimana kehamilan merupakan salah satu kondisi
imunosupresif dimana terjadi penurunan imunitas seluler juga humoral. Pasien mengaku telah
mengalami keluhan yang sama 2 kali dalam 2 tahun ini tetapi pada bibir bawah kiri, dengan
13

selang waktu 1 tahun, pasien mengaku lesi erupsi tersebut timbul setelah pasien mengalami
kelelahan akibat kegiatan pasien. Pasien memiliki riwayat kontak dengan adik pasien yang 3
bulan lalu mengalami lesi erupsi kulit yang sama pada bibir bawah kanan.
Untuk menegakkan diagnosa seharusnya dilakukan pemeriksaan sitologi (tzank
smear). Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan
sitologi pada HZ diharapkan terdapat gambaran sel datia (sel raksasa) yang berinti banyak.
Serta sel-sel akantolitik. Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan jika sarana
memadai adalah kultur virus, deteksi antigen, serologis dan PCR.
Terapi yang diberikan pada kasus ini adalah medikasi antiviral yang berguna untuk
mengurangi durasi pelepasan viral, mempercepat penyembuhan ruam, mengurangi
keparahan, dan durasi nyeri akut, serta mengurangi progresi menjadi NPH. Medikasi antiviral
aman dan ditoleransi baik oleh tubuh, sehingga dapat diberikan pada pasien ini walaupun
pasien dengan gravid 28-29 minggu.1 Sesuai dengan literatur dimana terapi antiviral sistemik
secara tegas direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada semua pasien
imunokompeten dengan HZ.12
Terapi antiviral pada kasus diberikan pada onset sakit heri ke-3, sesuai literatur karena
awal pemberian yang ideal adalah selama 72 jam pertama dari onset ruam sehingga dapat
memaksimalkan efikasi antiviral.4 Terapi Antiviral tidak dapat mencegah perkembangan NPH
namun hanya mengurangi insiden.6 Terapi oral standar terbaru dengan antiviral analog
nucleoside seperti asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir seperti yang direkomendasikan oleh
Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat sebagai terapi sistemik untuk HZ.
2,4,18

Pada kasus ini, terapi antiviral yang diberikan adalah asiklovir dengan dosis 800 mg,

5x/hari selama 8 hari. Dosis antiviral yang diberikan ini sesuai dengan literatur yang ada
yaitu dosis dewasa 5 x 800 mg/hari selama 7-10 hari. Pemilihan asiklovir ini karena harga
generik antiviral adalah paling murah asiklovir, sedangkan yang mahal adalah valasiklovir,
dan famsiklovir.2 Namun memiliki kerugian yaitu memerlukan pemberian dosis yang lebih
banyak 5x/hari karena bioavailabilitas rendah dan tidak menyenangkan pada beberapa
pasien.Namun, ketiganya memiliki efikasi yang serupa.2,4 (Tabel 4)
Selain itu, pada kasus ini pasien juga diberikan asam mefenamat 500 mg tab 2 x 1
tab/hari hanya jika pasien merasa nyeri. Asam mefenamat merupakan analgetik yang
diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus HZ. Pasien juga diberikan
asam fusidat salep untuk mencegah infeksi sekunder jika lesi erupsi kulit pecah dan
mengalami erupsi dan krusta. Pada saat datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU AWS,
14

lesi erupsi belum ada yang pecah. Pasien membeli sendiri asiklovir salep di apotek dan
dioleskan 2 x 1 hari, pemberian terapi ini tidak sesuai dengan literatur karena sebagian klinisi
tidak setuju penggunaan terapi topikal, namun pasien dapat disarankan penggunaan produk
nonresep dan nonmedikasi seperti lotion pendingin berisi mentol untuk mengatasi rasa nyeri
dan panas terbakar. Dan sampai saat ini tidak ada terapi antiviral dan kortikosteroid topikal
yang direkomendasikan untuk terapi HZ karena tidak ada bukti dasar memiliki efikasi pada
pasien HZ.12
Pada pasien ini dianjurkan untuk istirahat di rumah, karena dapat menularkan kepada
orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun. Usahakan
agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan memakai baju yang longgar. Untuk
mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan. Prognosa pada pasien ini cenderung baik
dengan adanya pengobatan segera sebelum terjadinya infeksi sekunder atau komplikasi.
Tetapi dengan resiko terjadinya sindrom fetal kongenital adalah 2% karena menderita HZ
pada kehamilan antara 13-30 minggu.

BAB V
KESIMPULAN

Pasien Ny. SW usia 25 tahun dengan diagnosa Herpes Zoster Dermatom Thorakalis
10-Lumbal 2 Sinistra dengan G1P0A0 gravid 28-29 minggu, ditegakkan berdasarkan
15

anamnesa dan pemeriksaan fisik. Terapi yang diberikan pada pasien ini antara lain Asiklovir
400 mg tab 5 x 2 tab/hari selama 8 hari, Asam mefenamat 500 mg tab 2 x 1 tab/hari (jika
nyeri), Asam fusidat salep 2 x 1 /hari (jika vesikel pecah), sesuai dengan teori yaitu untuk
mengatasi infeksi virus akut, mengatasi nyeri dan mengurangi progresi NPH.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampathkumar P, Drage LA, Martin DP. Herpes Zoster (Shingles) and Postherpetic
Neuralgia. Concise Review for Clinicians. Mayo Clin Proc 2009 ; 84 (3) : 274-280.
2. Whitley RJ. A 70-Year-Old Woman With Shingles. Review of Herpes Zoster. JAMA 2009
; 302 (1) : 73-80.
16

3. Opstelten W, van Loon AM, Schuller M, van Wijck AJM, van Essen GA, Moons KGM,
Verheij TJM. Clinical Diagnosis of Herpes Zoster in Family Practice .Ann Fam Med 2007
; 5 : 305-309.
4. Satyaprakash AK, Tremaine AM, Stelter AA, Creed R, Ravanfar P, Mendoza N, Mehta
SK, Rady PL, Pierson DL, Tyring SK. Viremia in Acute Herpes Zoster. The Journal of
Infectious Diseases 2009 ; 200 : 2632.
5. Weaver BA. Herpes Zoster Overview : Natural History and Incidence. J Am Osteopath
Assoc2009 ; 109 (suppl 2) : S2-S6.
6. Kimberlin DW, Whitley RJ. VaricellaZoster Vaccine for the Prevention of Herpes Zoster.
N Engl J Med 2007 ; 356 : 1338-1343.
7. Schmader K. Herpes Zoster in Older Adults. Clinical Infectious Diseases2001;32:14816.
8. Oxman MN. Herpes Zoster Pathogenesis and Cell-Mediated Immunity and
Immunosenescence. J Am Osteopath Assoc 2009 ; 109 (suppl 2) : S13-S17.
9. Morbidity and Mortality Weekly Report. Centers for Disease Control and Prevention.
Prevention of Herpes Zoster. Recommendations of the Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP). MMWR Early Release 2008;57 : 2-11.
10. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and Herpes zoster. Chapter 194.
Fitzpatricks dermatology in general medicine. Seventh edition. Volume 1-2. McGrawHill. 2008.United State of America. p. 1984-1989.
11. Johnson RW. Herpes zoster-predicying and minimizing the impact of post-herpetic
neuralgia. Journal of Antimicrobial chemotherapy 2001 ; 47 : 1-8.
12. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, et al. Recommendations for the Management of
Herpes Zoster. Clinical Infectious Diseases 2007 ; 44 : S126.
13. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Penerbit Fakultas kedokteran
universitas Indonesia. Jakarta. 2007.Hal. 110-111, 155-156.
14. Observer extra : Herpes Zoster. An internists guide to preventing, diagnosing and treating
herpes zoster. 2009. p. 2-7.
15. Barakbah et al. Herpes Zoster in Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Airlangga University
Press. 2007; 14-19.
16. Steiner I, Kennedy PG, Pachner AR. the neurotropic herpes viruses: herpes simplex and
varicella zoster. 2007. Lancet Neurol 6 (11): 1015-28.

LAMPIRAN

17

Gambar 1.Perjalanan klinis infeksi virus varicella zoster.5

Gambar 2.Perjalanan klinis infeksi virus varicella zoster.11

18

Gambar 3. Dermatom
keterlibatan herpes zoster
yang paling sering terjadi
di T3 L3.1

Gambar 4. Stadium manifestasi klinis Herpes zoster.5

Gambar 5. Herpes zoster regio torakalis.11

19

Tabel 1. Diagnosa Herpes Zoster14

20

Tabel 2. Penatalaksanaan Herpes Zoster.15

21

Tabel 3. Komplikasi Herpes Zoster.3

Tabel 4. Terapi antiviral oral untuk Herpes Zoster.4

22

Anda mungkin juga menyukai