Anda di halaman 1dari 13

https://www.academia.

edu/11159018/askep_varisela

ASUHAN KEPERAWATAN PADA VARISELA

A. Pengertian

Varisela adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus varisela-zister (VVZ)
terdapat di seluruh dunia, tanpa perbedaan pada ras dan jenis kelamin. Penyakit ini
terutama mengenai anak-anak dan merupakan infeksi primer VVZ pada individu yang
rentan. Kurang lebih 90% kasus terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
kurang dari 5% pada usia lebih dari 15 tahun. Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut
primer menular yang disebabkan oleh varicella Zoster Virus (VZV) yang menyerang kulit
dan mukosa, dengan ditandai oleh adanya vesikel-vesikel (Rampengan, 1993).

Varisela merupakan penyakit akut menular yang ditandai oleh vesikel di kulit dan
selaput lendir yang disebabkan oleh virus varisella. Varisela adalah infeksi akut prime
yang menyerang kulit dan mukosa secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorfi terutama berlokasi di bagian sentral tubuh, disebut juga cacar air, chicken pox
(Kapita Selekta, 2000).

Varisela merupakan penyaki menular akut. Penularan dapat melalui kontak langsung
dengan lesi, terutama melalui udara (Siti Aisyah, 2003).

B. Klasifikasi

Menurut Siti Aisyah (2003). Klasifikasi Varisela dibagi menjadi 2 :

A. Varisela congenital

Varisela congenital adalah sindrom yang terdiri atas parut sikatrisial, atrofi ekstremitas,
serta kelainan mata dan susunan syaraf pusat. Sering terjadi ensefalitis sehingga
menyebabkan kerusakan neuropatiki. Risiko terjadinya varisela congenital sangat rendah
(2,2%), walaupun pada kehamilan trimester pertama ibu menderita varisela. Varisela
pada kehamilan paruh kedua jarang sekali menyebabkan kematian bayi pada saat lahir.
Sulit untuk mendiagnosis infeksi varisela intrauterin. Tidak diketahui apakah pengobatan
dengan antivirus pada ibu dapat mencegah kelainan fetus.

B. Varisela neonatal

Varisela neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari sebelum sampai 2
hari sesudah kelahiran. Kurang lebih 20% bayi yang terpajan akan menderita varisela
neonatal. Sebelum penggunaan varicella-zoster immune globulin (VZIG), kematian
varisela neonatal sekitar 30%. Namun neonatus dengan lesi pada saat lahir atau dalam 5
hari pertama sejak lahir jarang menderita varisela berat karena mendapat antibody dari
ibunya. Neonatus dapat pula tertular dari anggota keluarga lainnya selain ibunya.
Neonatus yang lahir dalam masa risiko tinggi harus diberikan profilaksis VZIG pada saat
lahir atau saat awitan infeksi maternal bila timbul dalam 2 hari setelah lahir. Varisela
neonatal biasanya timbul dalam 5-10 hari walaupun telah diberikan VZIG. Bila terjadi
varisela progresif (ensefalitis, pneumonia, varisela, hepatitis, diatesis pendarahan) harus
diobati dengan asiklovir intravena. Bayi yang terpajan dengan varisela maternal dalam 2
bulan sejak lahir harus diawasi. Tidak ada indikasi klinis untuk memberikan antivirus
pada varisela neonatal atau asiklovir profilaksis bila terpajan varisela maternal.

C. Epidemologi\

Sangat mudah menular, yaitu melalui percikan ludah dan kontak. Dapat mengenai
semua golongan umur, termasuk neonatus (varisela congenital), tetapi tersering pada
masa anak. Penderita dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum kelainan kulit
(erupsi) timbul sampai 6 atau 7 hari kemudian. Biasanya hidup seumur hidup, varisela
hanya diderita satu kali.

Varisela merupakan penyakit yang sangat menular, tetapi juga tergantung kepekaan
seseorang. Varisela terutama dijumpai pada individu yang belum mempunyai antibody,
hal ini sesuai dengan laporan penelitian pada 143 anak yang dirawat di rumah sakit
dengan berbagai penyakit lain, empat puluh sembilan anak mempunyai riwayat kontak
dengan penderita varisela, dimana pada anak-anak tersebut terdapat antibody terhadap
varisela, dan ternyata di dalam perkembangannya tidak ada yang menderita varisela,
sedangkan pada 78 anak yang tidak pernah kontak dengan penderita varisela dilakukan
pemeriksaan serologis ternyata 41 anak dengan seronegatif dan dari mereka 11 anak
kemudian menderita varisela.

D. Etiologi

Menurut Richar E, varisela disebabkan oleh Herpes virus varicella atau disebut juga virus
varicella-zoster (virus V-Z). Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes zoster. Kedua
penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa setelah
ada kontak dengan virus V-Z akan terjadi varisela; kemudian setelah penderita varisela
tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) dan kemudian virus V-Z diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan
herpes zoster. Virus V-Z dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah
penderita verisela dapat dilihat dengan mikroskop electron dan dapat diisolasi dengan
menggunakan biakan yang terdiri dari fibroblas paru embrio manusia.

E. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Siti Aisyah 2003, Virus varisela-zoster masuk ke dalam tubuh
manusia melalui mukosa saluran nafas atau orofaring. Multiplikasi virus ditempat
tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe
(viremia primer). Virus dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, yang merupakan
tempat utama replikasi virus selama masa inkubasi. Selama masa inkubasi virus
dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh yang terinfeksi, replikasi virus
dapat mengalahkan pertahanan tubuh yang belum berkembang, sehingga 2 minggu
setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Viremia
tersebut menyebabkan demam dan malese anorexia serta menyebarkan virus ke
seluruh tubuh, terutama ke kulit dan mukosa.

Respons imun pasien yang kemudian berkembang akan menghentikan viremia dan
menghambat berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Terjadinya komplikasi varisela
(pneumonia dan lain-lain) mencerminkan gagalnya respons imun tersebut
menghentikan replikasi serta penyebaran virus dan berlanjutnya infeksi. Keadaan ini
terutama terjadi pada pasien imunokompromais. Dalam 2-5 hari setelah gejala klinis
varisela terlihat, antibody (IgG, IgM, IgA) spesifik terhadap VVZ dapat dideteksi dan
mencapai titer tertinggi pada minggu kedua atau ketiga. Setelah itu titer IgG menurun
perlahan, sedangkan IgM dan IgA menurun lebih cepat dan tidak terdeteksi satu tahun
setelah infeksi. Imunitas selular terhadap VVZ juga berkembang selama infeksi dan
menetap selama bertahun-tahun. Pada pasien imunokompeten imunitas humoral
terhadap VVZ berfungsi protektif terhadap varisela, sehingga pajanan ulang tidak
menyebabkan infeksi (kekebalan seumur hidup). Imunitas selular lebih penting daripada
imunitas humoral untuk penyembuhan varisela. Pada pasien imunokompromais, oleh
karena imunitas humoral dan selularnya terganggu, pajanan ulang dapat menyebabkan
rekurensi dan varisela menjadi lebih berat dan berlangsung lebih lama.

F. Gambaran Klinik

Menurut Richar E. 1992, gambaran klinik varisela dibagi menjadi 2 stadium :

1. Stadium prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas,
perasaan lemah (malaise), anoreksia. Kadang-kadang terdapa kelainan scarlatinaform
atau morbiliform.

2. Stadium erupsi: Dimulai dengan terjadinya papula merah, kecil yang berubah menjadi
vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel
tidak memperlihatkan cekungan di tengah (unumbilicated). Isi versikel berubah menjadi
keruh dalam waktu 24 jam. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi
keruh. Dalam 3-4 hari erupsi tersebar; mula-mula di dada lalu ke muka, bahu dan
anggota gerak. Erupsi ini disertai perasaan gatal.

Pada suatu saat terdapat macam-macam stadium erupsi, ini merupakan tanda khas
penyakit verisela. Vesikel tidak hanya terdapat di kulit, melainkan juga di selaput lendir
mulut. Bila terdapat infeksi sekunder, maka akan terjadi limfadenopatia umum.
Karena kemungkinan mendapat varisela selama masa kanak-kanak sangat besar, maka
varisela jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1.000 kehamilan). Diperkirakan
17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat verisela ketika hamil akan
menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan
lahir rendah, hipoplasia tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kenang, retardasi
mental, koriorenitis, atrofi kortikal, katarak atau kelainan pada mata lainnya. Angka
kematian tinggi, bila seorang wanita hamil mendapat varisela dalam 21 hari sebelum ia
melahirkan, maka 25% dari neonatus yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala
varisela kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hai. Biasanya varisela yang
timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang
wanita hamil mendapat varisela dalam waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka
neonatusnya akan memperlihatkan gejala varisela kongenital pada umur 5-10 hari. Di
sini perjalanan penyakit varisela sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25-
30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan
varisela dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.

Seorang neonatus jarang mendapat varisela di bangsal perinatologi dari seorang


perawat atau petugas bangsal lainnya, tapi bila ini terjadi maka perjalanan penyakit
amat ringan dan terlihat gejala-gejala seperti pada anak yang besar.

G. Komplikasi

Pneumonia varisela hanya terdapat 0,8% pada anak, biasanya disebabkan oleh infeksi
sekunder dan anak sembuh sempurna. Pneumonia yang disebabkan oleh virus V-Z
jarang didapatkan pada anak dengan sistem imunologis normal pada anak dengan
defisiensi imunologis atau orang dewasa tidak jarang ditemukan. Pada keadaan ini
kelainan radiologis paru-paru masih didapatkan selama 6-12 minggu dan angka
kematiannya sebesar 20%. Mungkin juga terjadi komplikasi pada susunan saraf seperti
ensefalitis, ataksia, nistagmus, tremor, mielitis tranversa, kelumpuhan saraf muka,
neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindrom
hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan berulang-ulang.

Pasien varisela dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan gejala
sisa seperti kejang, retardasi mental, dan kelainan tingkah laku. Anak dengan sistem
imunologis yang normal jarang mendapat komplikasi tersebut; sedangkan anak dengan
defisiensi imunologis, pasien leukemia dan anak yang sedang mendapatkan pengobatan
anti metabolit atau steroid (pasien sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang
dewasa sering mendapat komplikasi tersebut. Kadang-kadang varisela pada pasien
tersebut dapat menyebabkan kematian.

H. Penatalaksanaan

Menurut Siti Aisyah 2003 :

1. Pengobatan Umum
Pada pasien imunokompeten varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Untuk
mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin atau lotion kalamin dan antihistamin
oral. Bila lesi masih vesicular dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah, dapat
ditambahkan antipruritus di dalamnya, misalnya mentol 0,25-0,5%. Bila vesikel sudah
pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder bacterial. Mandi rendam dalam air hangat yang diberi antiseptik dapat
mengurangi gatal dan mencegah infeksi bacterial sekunder pada kulit. Krim atau lotion
kortikosteroid serta salap bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan.

Kadang diperlukan antipiretik/analgetik, tetapi golongan salisilat sebaiknya dihindari


karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindrom Reye. Kuku jari tangan harus
dipotong dan dijaga kebersihannya untuk mencegah infeksi sekunder dan parut yang
dapat terjadi karena garukan.

2. Obat Antivirus

Dengan tersedianya obat antivirus yang efektif terhadap VVZ, dokter maupun
pasien/orang tua pasien sering dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan obat
antivirus atau tidak. Pada anak imunokompeten, varisela biasanya ringan sehingga
umumnya tidak memerlukan pengobatan antivirus. Antivirus efektif bila diberikan dalam
24 jam setelah awitan lesi kulit karena dapat lebih cepat menurunkan demam serta
gejala kulit dan sistemik.

Pada bayi/anak imunokompromais berat, antivirus intravena merupakan obat pilihan


agar kadar dalam plasma cukup tinggi untuk menghambat replikasi virus. Antivirus
intravena secara bermakna dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas varisela pada
pasien imunokompramais, terutama bila diberikan dalam 72 jam setelah awitan lesi
kulit. Pada pasien imunokompromais ringan dapat diberikan antivirus oral.

Beberapa antivirus terbukti efektif untuk mengobati infeksi VVZ, yaitu golongan analog
nukleosida (asiklovir, famsiklovir, valasiklovir, vidarabin) dan foskarnet.

Menurut : (Nanda.2006.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006.Definisi dan


Klasifikasi)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit (chicken pox)

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi kulit

4. Hipertermi berhubungan dengan proses infoksi


5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan malaise

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan

INTERVENSI

DX I : Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit (chicken pox)

NOC : Control nyeri

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang

Kriteria hasil :

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non
farmakologi untuk mengurangi nyeri)

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, nyeri)

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

5. Tanda vital dalam rentang normal

Skala :

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = jarang menunjukkan

3 = kadang menunjukkan

4 = sering menunjukkan

5 = selalu menunjukkan

NIC : Manajemen Nyeri

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan

3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi (relaksasi, distraksi)

4. Tingkatkan istirahat
5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

6. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,


pencahayaan.

DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

NOC : Status nutrisi

Tujuan : Status nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil

1. Mempertahankan pemasukan nutrisi

2. Mempertahankan BB

3. Melaporkan keadekuatan tingkat energy

Keterangan Skala :

1 = tidak pernah menunjukkan

2 = jarang menunjukkan

3 = kadang menunjukkan

4 = sering menunjukkan

5 = selalu

DX III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi kulit

NOC : Integritas jaringan, kulit dan membran mukosa

Tujuan : Kerusakan integritas kulit tidak terjadi

Kriteria hasil

1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi)

2. Tidak ada luka pada kulit

3. Perfusi jaringan baik

4. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit


Skala :

1 = ekstrem

2 = berat

3 = sedang

4 = ringan

5 = tidak ada gangguan

NIC : Presure Management

1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

2. Hindari kerutan pada tempat tidur

3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali

5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

6. Monitor status nutrisi pasien

DX IV : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

NOC : Termoregulation

Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil

1. Suhu tubuh dalam batas normal

2. Nadi dan RR dalam rentang normal

3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

Skala :

1 = tidak normal

2 = jauh dari normal


3 = hampir normal

4 = cukup normal

5 = normal

NIC : Regyulasi Suhu

1. Observasi TTV

2. Berikan minuman per oral

3. Kompres dengan air hangat

4. Kolaborasi pemberian antipiretik

DX V : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Malaise

NOC : Penghematan energy

Tujuan : Dapat melakukan aktifitas secara mandiri

Kriteria hasil

1. Melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas

2. TTV dalam batas normal

3. Suhu normal

Skala :

1. = tidak normal

2. = jauh dari normal

3. = hampir normal

4. = cukup normal

5. = normal

NIC : Pengelolaan Energi

1. Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas


2. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat

4. Jelaskan pentingnya istirahat dan perlunya keseimbangan antara istirahat dan aktifitas

5. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan

DX VI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan

NOC : Pengetahuan prosedur perawatan

Tujuan : Diharapkan tingkat pengetahuan pasien berhubungan dengan penyakitnya


dapat meningkat

Kriteria hasil

1. Mendeskripsikan prosedur

2. Menjelaskan tujuan dari prosedur

3. Mendeskripsikan tahap dari prosedur

4. Mendeskripsikan hubungan pencegahan dengan prosedur

5. Mendeskripsikan perawatan mandiri dengan alat

6. Menunjukkan prosedur perawatan

7. Mendeskripsikan potensial efek seimbang

Keterangan Skala :

1 = tidak ada

2 = terbatas

3 = sedang

4 = berat

5 = estensif

NIC : Mengajarkan proses penyakit

1. Tingkatkan tingkat pengetahuan pasien yang berhubungan dengan proses

penyakit yang spesifik


2. Deskripsikan tanda dan gejala umum dari penyakit

3. Identifikasi penyebab yang mungkin

4. Diskusikan terapi/perawatan

5. Instruksikan kepada pasien untuk meminimalkan efek samping

EVALUASI

DX I : Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit (chicken pox)

Kriteria Hasil

Skala

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non
farmakologi untuk mengurangi nyeri)4

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri4

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, nyeri)4

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang4

5. Tanda vital dalam rentang normal4

DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Kriteria Hasil

Kriteria Hasil

Skala

1. Mempertahankan pemasukan nutrisi4

2. Mempertahankan BB4

3. Melaporkan keadekuatan tingkat energi4

DX III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi kulit

Kriteria Hasil :

Kriteria Hasil
Skala

1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi)4

2. Tidak ada luka / lesi pada kulit4

3. Perfusi jaringan baik4

4. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit4

DX IV : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Kriteria Hasil :

Kriteria Hasil

Skala

1. Suhu tubuh dalam batas normal4

2. Nadi dan RR dalam rentang normal4

3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman4

DX V : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Malaise

Kriteria Hasil :

Kriteria Hasil

Skala

1. Melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas4

2. TTV dalam batas normal4

3. Suhu normal 4

DX VI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan

Kriteria Hasil :

Kriteria Hasil

Skala
1. Mendeskripsikan prosedur5

2. Menjelaskan tujuan dari prosedur5

3. Mendeskripsikan tahap dari prosedur4

4. Mendeskripsikan hubungan pencegahan dengan prosedur4

5. Mendeskripsikan perawatan mandiri dengan alat4

6. Menunjukkan prosedur perawatan4

7. Mendeskripsikan potensial efek seimbang5

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richar E. 1992, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: EGC

Boediardja, Siti Aisah, dkk, 2003, Infeksi Kulit Pada Bayi dan Anak, Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.

Daili, Sjaiful Fahmi, dkk, 2002, Infeksi Virus Herpes, Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Hidayat, Aziz Alimul, 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, Jakarta: Salemba
Medika.

Jhonson, Marion, dkk, 2000, NOC, Jakarta: Morsby.

Laurentz,Rampengan. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius.

Mc Clonskey, Cjoane, dkk, 1995, NIC, Jakata: Morsby.

Nanda, 2006, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi,
Jakarta: EGC.

Pincus, Catzel, dkk, 1990, Kapita Selekta Pediatri, Edisi. 2, Jakarta: EGC.

Wilkonson, Judith M, 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai