Anda di halaman 1dari 13

“ TUGAS MATA KULIAH KMB 2 “

DI SUSUN OLEH :

Charunnisa ( 20.011 )

Yulianita rahma ( 20.005 )

Dwi yanti hartati ( 20.014 )

Jasmine sukma alya (

Mega silviyana ( 20.030 )

PROGRAM STUDI D III AKADEMI KEPERAWATAN BERKALA


WIDYA HUSADA JAKARTA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Varicella atau yang sering disebut “chickenpox” adalah penyakit menular akut
yang disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV). Infeksi berulang dapat
mengakibatkan terjadinya herpes zoster, dimana telah dikenal sejak lama. Infeksi
varicella primer (cacar air) susah dibedakan dengan cacar sampai akhir abad ke-19.
Pada tahun 1875, Steiner menunjukkan bahwa cacar air disebabkan oleh cairan
vesikula yang berasal dari pasien dengan akut varicella. Observasi klinis mengenai
hubungan antara varicella dan herpes zoster dibuat pada tahun 1888 oleh Von Bokay
ketika anak-anak yang tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella setelah
kontak dengan herpes zoster. VZV diisolasi dari kedua cairan vesikular yang berasal
dari cacar air dan lesi zoster dalam kultur sel oleh Thomas Weller pada tahun 1954.
Penelitian laboratorium virus itu selanjutnya menyebabkan pengembangan vaksin
varicella hidup yang dilemahkan di Jepang pada 1970-an. Vaksin ini berlisensi untuk
digunakan di Amerika Serikat pada Maret 1995. Vaksin pertama untuk mengurangi
risiko herpes zoster ini dilisensikan pada Mei 2006.
Varicella zoster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus.
Virus terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung
protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat menyebabkan dua jenis
penyakit yaitu varicella (chickenpox) dan herpes zoster (shingles). VZV memiliki
kapasitas untuk bertahan dalam tubuh setelah infeksi (pertama) primer sebagai
infeksi laten. VZV tetap dalam ganglia saraf sensorik. Infeksi primer menyebabkan
terjadinya varicella (cacar air), sementara herpes zoster (shingles) adalah akibat dari
infeksi berulang. Virus ini diyakini memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di
lingkungan. Di Indonesia dan negara tropis lainnya, morbiditas varisela masih tinggi,
terutama pada masa anak dan dewasa muda (pubertas). Varisela tidak menyebabkan
kematian. Sejak lama disepakati bahwa varisela dapat sembuh sendiri (swasirna).
Namun, varisela termasuk penyakit yang kontagius (menular) dan penularan terjadi
dengan cepat secara airborn infection, terutama pada orang serumah dan pada orang
dengan imunokompremais. Pada orang dengan imunokompremais (misalnya pasien
dengan Human Imunodeficiency Virus ) dan kelompok tertentu (ibu hamil, neonatus)
biasanya gejala lebih berat dan mudah mengalami komplikasi.
Berbagai jenis obat antivirus berguna menghambat replikasi Varicella Zoster
Virus (VZV), misalnya asiklovir, valasiklovir, famsiklovir, dan foskarnet. Obat
antivirus bermanfaat bila diberikan dalam waktu 24 jam setelah muncul erupsi kulit.
Imunisasi vaksin varisela di Indonesia tidak termasuk imunisasi yang diharuskan.
Berdasarkan standart kompetensi dokter Indonesia yang dibuat oleh Divisi Standart
Pendidikan Kolegium Dokter Indonesia, dokter umum diharapkan dapat menegakkan
diagnosis Varicella Zooster berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pengobatan.

B. Permasalahan
Bagaimana meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit cacar
air atau varicella, komplikasi, penanganan serta pencegahan

C. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit cacar air
atau varicella, komplikasi, penanganan serta pencegahan
2. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pengobatan
Varicella Zooster
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat agar melakukan imunisasi lengkap dalam
upaya pencegahan penyakit varicella
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
D. Definisi
Varicella adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh varicella zoster
virus (VZV). Infeksi berulang dapat mengakibatkan terjadinya herpes zoster. Infeksi
akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral
tubuh.
E. Epidemologi
Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis
kelamin.
A. Usia
Pada orang yang belum mendapat vaksinasi, 90% kasus terjadi pada anak-
anak dibawah 10 tahun terbanyak umur 5-9 tahun, 5% terjadi pada orang yang
berusia lebih dari 15 tahun. Sementara pada pasien yang mendapat imunisasi,
insiden terjadinya varicella secara nyata menurun.
B. Insiden
Sejak diperkenalkan adanya vaksin varicella pada tahun 1995, insiden
terjadinya varicella terbukti menurun. Dimana sebelum tahun 1995, terbukti di
Amerika terdapat 3-4 juta kasus varicella setiap tahunnya
C. Transmisi
Transmisi penyakit ini secara aerogen maupun kontak langsung. Kontak tidak
langsung jarang sekali menyebabkan varicella. Penderita yang dapat
menularkan varicella yaitu beberapa hari sebelum erupsi muncul dan sampai
vesikula yang terakhir. Tetapi bentuk erupsi kulit yang berupa krusta tidak
menularkan virus.
F. Etiologi

Varicella disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV) yang termasuk


kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150 – 200 nm. Inti virus disebut
capsid yang berbentuk icosahedral, terdiri dari protein dan DNA yang mempunyai
rantai ganda yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan merupakan suatu garis
dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162 capsomer. Lapisan ini bersifat
infeksius. Seperti herpes virus lainnya, VZV terus bertahan di dalam tubuh setelah
infeksi pertama sebagai infeksi laten. VZV bertahan pada nervus saraf
ganglia.Varicella Zoster Virus dapat menyebabkan varicella dan herpes zoster.
Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu
varicella dikatakan infeksi akut primer, sedangkan bila penderita varicella sembuh
atau dalam bentuk laten dan kemudian terjadi serangan kembali maka yang akan
muncul adalah Herpes Zoster.

G. Patogenesis
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata-rata 14-
17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang
dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi
pernafasan (droplet infection) ataupunkontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 harisebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit.VZV
masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas,
orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2-4
yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam
jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya
viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama). Pada
sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkaNn
mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan
siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan
terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh
tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya
lesi dikulit yang khas.

Contoh ; Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang
lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi dikulit.

H. Gejala Klinis

A. Stadium Prodormal

Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya didahului
dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia,
yang terjadi 1-2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia
lebih muda) yang imunokompeten, gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam
dan malaise ringan dan timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit Gejala-gejala
ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi,
sakit kepala dan pusing.

B.Stadium Erupsi

Pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada
(penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga
dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat
gatal dan mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi
secara bersamaan pada satu saat.Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa
pada daerah wajah dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 8-12
jam menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung
cairan yang jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan dasar
yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan
mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air diatas
kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis panjangnya
sejajar dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik-titik embun diatas daun
bunga mawar (dew drop on a rose petal). Cairan vesikel cepat menjadi keruh
disebabkan masuknya sel radang sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi
pustula. Lesi kemudian akan mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga
terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang
bervariasi antara 2-12 hari, kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1-3 minggu.
Pada fase penyembuhan varicella jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak disertai
dengan infeksi sekunder bakterial.

Varicela Zooste
Infeksi VZV rekuren bermanifestasi sebagai herpes zoster (shingles), sebuah
penyakit yang biasanya terlihat pada orang dewasa dengan usia lebih dari 50 tahun.
Data menunukkan perbedaan rasial dalam resiko timbulnya zoster, dengan orang tua
kulit putih lebih sering berada dalam resiko dibandingkan dengan orang tua berkulit
hitam. Zoster juga dapat timbul jarang pada anak-anak. Zoster pada pasien
imunnocompromise dapat menjadi lebih berat.

I. Diagnose
A. Anamnesa
Diagnosis varisela ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala prodromal, rasa
gatal, dan manifestasi klinis sesuai tempat predileksi dan morfologi yang khas
varisela.3
B. Pemeriksaan penunjang
Untuk pemeriksaanvirus varicella zoster (VZV) dapat
dilakukan beberapa test yaitu :
1. Tzanck smear
 Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s. Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant
cells.
 Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
 Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simpleks virus.

2. Direct fluorescent assay (DFA)


 Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
 Hasil pemeriksaan cepat.
 Membutuhkan mikroskop fluorescence.
 Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
 Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks
virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
 Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
 Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat
seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk
krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, dan CSF.
 Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
 Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
4. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai
adanya lymphocytic infiltrate.
J. Diagnosa banding
Differensial diagnosis dari infeksi varicella sendiri termasuk infeksi yang
dapat menimbulkan vesikular exanthema, seperti infeksi herpes secara umum, hand-
foot-mouth infection dan exanthema enteroviral lainnya. Dahulu, variola dan vaccinia
merupakan differensial diagnosis yang penting namun infeksi ini sudah sangat jarang
ditemukan. Herpes simpleks dapat dibedakan dari pengelompokan vesikelnya, lokasi,
dan tes immunoflorescent atau kultur, jika perlu. Tes Tzanck dapat membantu
membedakan varicella dengan enteroviral penyebab exanthem lainnya dengan
memperlihatkan multinucleated giant cell pada infeksi Herpes zoster.
K. Komplikasi
Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan sehingga
jarang dijumpai komplikasi. Komplikasi yang dapat dijumpai pada varicella yaitu :
A. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar
antara 5-10%. Lesi pada kulit tersebut dapat menimbulkan impetigo, furunkel,
cellulitis, dan erysepelas. Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya
adalah streptococcus grup A dan staphylococcus aureus.
B. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau
streptococcus yang berasal dari garukan.
C. Pneumonia
Dapat timbul pada anak - anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang
dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varicella
pneumonia sekitar 1 : 400 kasus.
D. Neurologik
1. Acute postinfeksius cerebellar ataxia
 Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah
timbulnya varicella. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
 Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri
hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan
dysarthria.
 Insiden berkisar 1 : 4000 kasus varicella.
2. Encephalitis
 Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu beberapa
hari setelah timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan confusion adalah
gejala yang sering dijumpai.
 Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis yang
cepat dapat menimbulkan koma yang dalam.
 Merupakan komplikasi yang serius dimana angka kematian berkisar 5-20
%.
 Insiden berkisar 1,7 / 100.000 penderita.
3. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster, timbul
beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella zoster
virus menetap pada ganglion sensoris.
4. Reye syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini berhubungan
dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen
(antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan. 2,5,7,9,15
L. Penatalaksanaan
Obat antivirus
 Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat.
 Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72 jam
setelah erupsi dikulit muncul.
 Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan
famasiklovir.
 Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster : Neonatus :
 Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.
 Anak ( 2 -12 tahun) :
 Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari / oral selama 5 hari.
 Pubertas dan dewasa :
 Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.
 Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari.
 Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari.

Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik


dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :
 Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.
 Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan
salap antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
 Dapat diberikan antipiretik dan analgetik.
M. Pencegahan
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak diperlukan
tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang
beresiko tinggi untuk menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas
ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala
varicella.
Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu :
A. Imunisasi pasif
1. Menggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin).
2. Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV,
pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah varicellla sedangkan pada
anak imunokompromais pemberian VZIG dapat meringankan gejala varicella.
3. VZIG dapat diberikan pada yaitu :
 Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita
varicella atau herpes zoster.
 Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita
 varicella atau herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap
VZV.
 Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun
waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
 Bayi premature dan bayi usia ≤ 14 hari yang ibunya belum pernah
menderita varicella atau herpes zoster.
 Anak-anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang belum
pernah menderita varicella.
- Dosis : 125 U / 10 kg BB.

- Dosis minimum : 125 U dan dosis maximal : 625 U.


 Pemberian secara IM tidak diberikan IV
 Perlindungan yang didapat bersifat sementara1,7,13
B. Imunisasi aktif
1. Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan kekebalan
yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun. Digunakan di Amerika sejak
tahun 1995.
2. Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71-100%.
3. Vaksin efektif jika diberikan pada umur ≥ 1 tahun dan direkomendasikan
diberikan pada usia 12-18 bulan.
4. Anak yang berusia ≤ 13 tahun yang tidak menderita varicella
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam
2 dosis (masing-masing 0,5 ml) dengan jarak 4-8 minggu.
5. Pemberian secara subcutan.
6. Efek samping : Kadang - kadang dapat timbul demam ataupun reaksi
lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3-5%
anak - anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian pada lokasi
penyuntikan.
7. Vaksin varicella : Varivax.
8. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat Menyebabkan
terjadinya kongenital varicella. 8,13,15
9. Pengurus pusat ikatan dokter anak indonesia (PP-IDAI) sampai saat ini masi
merekomendasikan vaksinasi pada anak di atas 5 tahun , satu kali pemberian.1
N. Progonis
1. Dengan perawatan teliti dan memperhatikan higiene akan memberikan prognosis
yang baik dan jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.
2. Pada neonatus dan anak yang menderita leukimia, immunodefisiensi, sering
menimbulkan komplikasi dan angka kematian yang meningkat.
3. Angka kematian pada penderita yang mendapatkan pengobatan immunosupresif
tanpa mendapatkan vaksinasi dan pengobatan antivirus antar 7 – 27% dan
sebagian besar penyebab kematian adalah akibat komplikasi pneumonitis dan
ensefalitis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lichenstein R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella , October 21, 2002.


www.emedicine. com.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar Infeksi & pediatri Tropis. Edisi Ke Dua.
Bagian Ilmu Kesehatan anak FKUI. Jakarta, 2012 : 134-141
3. Aisah S, Handoko RP, 2015, Varisela dalam Sri L, Kusmarinah B, Wresti I, Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Hal 129-31.
4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Bab Varisela. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2007
5. Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen. Fitzpatrick’s Color Atlas and Sypnosis of
Clinical Dermatology sixth edition, 2009, page 831-835
6. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Bab Varisela. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2007
7. Mc Cary M L.Varicella zoster virus. American Academy of Dermatology, Inc. 1999.
8. Sugito TL. Infeksi Virus Varicella -Zoster pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja SA
editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2003 : 17-33.
9. Hurwitz S. Herpes zoster. In : Clinical Pediatric Dermatologiy A Texbook of skin
Disease of Childhood and Adolescence, 2 nd edition, Philadelphia ; W.B Saunders
Company, 1993 : 324 -27
10. Schachner, Lawrence. Pediatric Dermatology Third Edition. Mosby. 2003
11. Rampengan, T.H. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta : 2005
12. Dewi M. Cacar Air (Varicella). Diambil dari Medicastore.com
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
id=&iddtl=38&idktg=&idobat=&UID=20071115181404219.83.83.58.
13. Harper J.Varicella (chicken pox) In : Textbook of Pediatric Dermatology, volume 1,
Blackwell Science, 2000 : 336-39.
14. Rampengan, T.H. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta : 2005

Anda mungkin juga menyukai