Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG


Varicella atau yang sering disebut “chickenpox” adalah penyakit menular akut
yang disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV). Infeksi berulang dapat
mengakibatkan terjadinya herpes zoster, dimana telah dikenal sejak lama. Infeksi
varicella primer (cacar air) susah dibedakan dengan cacar sampai akhir abad ke-19. Pada
tahun 1875, Steiner menunjukkan bahwa cacar air disebabkan oleh cairan vesikula yang
berasal dari pasien dengan akut varicella. Observasi klinis mengenai hubungan antara
varicella dan herpes zoster dibuat pada tahun 1888 oleh Von Bokay ketika anak-anak
yang tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella setelah kontak dengan
herpes zoster. VZV diisolasi dari kedua cairan vesikular yang berasal dari cacar air dan
lesi zoster dalam kultur sel oleh Thomas Weller pada tahun 1954. Penelitian
laboratorium virus itu selanjutnya menyebabkan pengembangan vaksin varicella hidup
yang dilemahkan di Jepang pada 1970-an. Vaksin ini berlisensi untuk digunakan di
Amerika Serikat pada Maret 1995. Vaksin pertama untuk mengurangi risiko herpes zoster
ini dilisensikan pada Mei 2006.1
Varicella zoster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus. Virus
terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan
dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu
varicella (chickenpox) dan herpes zoster (shingles). VZV memiliki kapasitas untuk
bertahan dalam tubuh setelah infeksi (pertama) primer sebagai infeksi laten. VZV tetap
dalam ganglia saraf sensorik. Infeksi primer menyebabkan terjadinya varicella (cacar
air), sementara herpes zoster (shingles) adalah akibat dari infeksi berulang. Virus ini
diyakini memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di lingkungan. 1-2
Di Indonesia dan negara tropis lainnya, morbiditas varisela masih tinggi, terutama
pada masa anak dan dewasa muda (pubertas). Varisela tidak menyebabkan kematian.
Sejak lama disepakati bahwa varisela dapat sembuh sendiri (swasirna). Namun, varisela
termasuk penyakit yang kontagius (menular) dan penularan terjadi dengan cepat secara
airborn infection, terutama pada orang serumah dan pada orang dengan
imunokompremais. Pada orang dengan imunokompremais (misalnya pasien dengan
Human Imunodeficiency Virus) dan kelompok tertentu (ibu hamil, neonatus) biasanya
gejala lebih berat dan mudah mengalami komplikasi.3
Berbagai jenis obat antivirus berguna menghambat replikasi Varicella Zoster
Virus (VZV), misalnya asiklovir, valasiklovir, famsiklovir, dan foskarnet. Obat antivirus
bermanfaat bila diberikan dalam waktu 24 jam setelah muncul erupsi kulit. Imunisasi
vaksin varisela di Indonesia tidak termasuk imunisasi yang diharuskan.3
Berdasarkan standart kompetensi dokter Indonesia yang dibuat oleh Divisi
Standart Pendidikan Kolegium Dokter Indonesia, dokter umum diharapkan dapat
menegakkan diagnosis Varicella Zooster berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pengobatan

I.II PERMASALAHAN
Bagaimana meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit cacar air atau
varicella, komplikasi, penanganan serta pencegahan

I.III TUJUAN
I.II.I Meningkatkan pengetahuan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit cacar air
atau varicella, komplikasi, penanganan serta pencegahan
I.II.II Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pengobatan
Varicella Zooster
I.II.III Meningkatkan kesadaran masyarakat agar melakukan imunisasi lengkap dalam
upaya pencegahan penyakit varicella
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.I DEFINISI
Varicella adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh varicella zoster
virus (VZV). Infeksi berulang dapat mengakibatkan terjadinya herpes zoster. Infeksi
akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral
tubuh.5

II.II EPIDEMIOLOGI
Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis kelamin.
A. Usia
Pada orang yang belum mendapat vaksinasi, 90% kasus terjadi
pada anak-anak dibawah 10 tahun terbanyak umur 5-9 tahun, 5%
terjadi pada orang yang berusia lebih dari 15 tahun. Sementara pada
pasien yang mendapat imunisasi, insiden terjadinya varicella secara
nyata menurun.5
B. Insiden
Sejak diperkenalkan adanya vaksin varicella pada tahun 1995,
insiden terjadinya varicella terbukti menurun. Dimana sebelum tahun
1995, terbukti di Amerika terdapat 3-4 juta kasus varicella setiap
tahunnya.5
C. Transmisi
Transmisi penyakit ini secara aerogen maupun kontak langsung. Kontak tidak
langsung jarang sekali menyebabkan varicella. Penderita yang dapat menularkan
varicella yaitu beberapa hari sebelum erupsi muncul dan sampai vesikula yang
terakhir. Tetapi bentuk erupsi kulit yang berupa krusta tidak menularkan virus. 5
II.III ETIOLOGI
Varicella disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV) yang termasuk
kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150 – 200 nm. Inti virus disebut capsid
yang berbentuk icosahedral, terdiri dari protein dan DNA yang mempunyai rantai ganda
yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan merupakan suatu garis dengan berat
molekul 100 juta dan disusun dari 162 capsomer. Lapisan ini bersifat infeksius. 1 Seperti
herpes virus lainnya, VZV terus bertahan di dalam tubuh setelah infeksi pertama sebagai
infeksi laten. VZV bertahan pada nervus saraf ganglia.
Varicella Zoster Virus dapat menyebabkan varicella dan herpes zoster. Kontak
pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan
infeksi akut primer, sedangkan bila penderita varicella sembuh atau dalam bentuk laten
dan kemudian terjadi serangan kembali maka yang akan muncul adalah Herpes Zoster. 6

II.1V PATOGENESIS
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata-rata 14-17
hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang
dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi
pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan
bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada
hari ke 2-4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran
virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan
terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama).
Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut
dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang
mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar
ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan
timbulnya lesi dikulit yang khas. 2,5,7,8
Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang lain
yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi dikulit.

VZV

Saluran nafas, orofaring, ataupun konjungtifa

Replikasi virus perama (lymph node regional)

Pembulu darah Limfe (viremia pertama)

Retikulo endotel

Menyebar melalui pembulu darah (viremia kedua)

Gejala klinis

Patogenesis varicella zooster


Sumber : http://www.aventispasteur.co.id

II.V GEJALA KLINIS


A. Stadium Prodormal
Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya
didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan
anoreksia, yang terjadi 1-2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada
anak kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten, gejala prodormal jarang
dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan timbul bersamaan dengan
munculnya lesi dikulit. 2,5
Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa
didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. 2
B. Stadium Erupsi
Pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada
(penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga
dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat
gatal dan mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi
secara bersamaan pada satu saat.2,1,8
Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah dan
dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 8-12 jam menjadi papul
dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan yang jernih
dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang eritematous
mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding
yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air diatas kulit (tear drop),
berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan
lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik-titik embun diatas daun bunga mawar
(dew drop on a rose petal). Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan
masuknya sel radang sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi
kemudian akan mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk
umbilikasi (delle) dan akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi
antara 2-12 hari, kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1-3 minggu. Pada fase
penyembuhan varicella jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak disertai dengan
infeksi sekunder bakterial.2,5,8,9

Varicela Zooster
Infeksi VZV rekuren bermanifestasi sebagai herpes zoster (shingles), sebuah
penyakit yang biasanya terlihat pada orang dewasa dengan usia lebih dari 50 tahun.
Data menunukkan perbedaan rasial dalam resiko timbulnya zoster, dengan orang tua
kulit putih lebih sering berada dalam resiko dibandingkan dengan orang tua berkulit
hitam. Zoster juga dapat timbul jarang pada anak-anak. Zoster pada pasien
imunnocompromise dapat menjadi lebih berat. 10

II.VIIIKOMPLIKASI
Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan sehingga
jarang dijumpai komplikasi. Komplikasi yang dapat dijumpai pada varicella yaitu :
A. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar antara
5-10%. Lesi pada kulit tersebut dapat menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis, dan
erysepelas. Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya adalah
streptococcus grup A dan staphylococcus aureus.
B. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau streptococcus
yang berasal dari garukan.
C. Pneumonia
Dapat timbul pada anak - anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang dapat
menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varicella pneumonia sekitar
1 : 400 kasus.
D. Neurologik
1. Acute postinfeksius cerebellar ataxia
 Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah timbulnya
varicella. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
 Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri
hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan
dysarthria.
 Insiden berkisar 1 : 4000 kasus varicella.
2. Encephalitis
 Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu beberapa hari
setelah timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan confusion adalah gejala
yang sering dijumpai.
 Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis yang
cepat dapat menimbulkan koma yang dalam.
 Merupakan komplikasi yang serius dimana angka kematian berkisar 5-20 %.
 Insiden berkisar 1,7 / 100.000 penderita.

3. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster, timbul
beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella zoster
virus menetap pada ganglion sensoris.
4. Reye syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini berhubungan
dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen (antipiretik)
secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan. 2,5,7,9,15

II.IX PENATALAKSANAAN
Obat antivirus
 Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat.
 Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72 jam
setelah erupsi dikulit muncul.
 Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan
famasiklovir.
 Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster : Neonatus :
Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.
Anak ( 2 -12 tahun) :
Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari / oral selama 5 hari.
Pubertas dan dewasa :
 Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.
 Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari.
 Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari. 2,5,7,8,16

Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan
pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :
 Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.
 Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
 Dapat diberikan antipiretik dan analgetik.

II.X PENCEGAHAN
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak diperlukan
tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang
beresiko tinggi untuk menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas ataupun
orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varicella.
Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu :
A. Imunisasi pasif
1. Menggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin).
2. Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV,
pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah varicellla sedangkan pada
anak imunokompromais pemberian VZIG dapat meringankan gejala varicella.
3. VZIG dapat diberikan pada yaitu :
 Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita
varicella atau herpes zoster.
 Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita
 varicella atau herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV.
 Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun
waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
 Bayi premature dan bayi usia ≤ 14 hari yang ibunya belum pernah
menderita varicella atau herpes zoster.
 Anak-anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang belum pernah
menderita varicella.
- Dosis : 125 U / 10 kg BB.

- Dosis minimum : 125 U dan dosis maximal : 625 U.


 Pemberian secara IM tidak diberikan IV
 Perlindungan yang didapat bersifat sementara1,7,13
B. Imunisasi aktif
1. Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan kekebalan
yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun. Digunakan di Amerika sejak tahun
1995.
2. Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71-100%.
3. Vaksin efektif jika diberikan pada umur ≥ 1 tahun dan direkomendasikan
diberikan pada usia 12-18 bulan.
4. Anak yang berusia ≤ 13 tahun yang tidak menderita varicella direkomendasikan
diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis (masing-
masing 0,5 ml) dengan jarak 4-8 minggu.
5. Pemberian secara subcutan.
6. Efek samping : Kadang - kadang dapat timbul demam ataupun reaksi
lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3-5%
anak - anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian pada lokasi
penyuntikan.
7. Vaksin varicella : Varivax.
8. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat Menyebabkan
terjadinya kongenital varicella. 8,13,15
9. Pengurus pusat ikatan dokter anak indonesia (PP-IDAI) sampai saat ini masi
merekomendasikan vaksinasi pada anak di atas 5 tahun , satu kali pemberian.1

II.XI PROGNOSIS
1. Dengan perawatan teliti dan memperhatikan higiene akan memberikan prognosis
yang baik dan jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.
2. Pada neonatus dan anak yang menderita leukimia, immunodefisiensi, sering
menimbulkan komplikasi dan angka kematian yang meningkat.
3. Angka kematian pada penderita yang mendapatkan pengobatan immunosupresif tanpa
mendapatkan vaksinasi dan pengobatan antivirus antar 7 – 27% dan sebagian besar
penyebab kematian adalah akibat komplikasi pneumonitis dan ensefalitis. 12
DAFTAR PUSTAKA

1. Lichenstein R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella , October 21, 2002. www.emedicine.


com.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar Infeksi & pediatri Tropis. Edisi Ke Dua. Bagian
Ilmu Kesehatan anak FKUI. Jakarta, 2012 : 134-141
3. Aisah S, Handoko RP, 2015, Varisela dalam Sri L, Kusmarinah B, Wresti I, Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Hal 129-31.
4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Bab Varisela. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2007
5. Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen. Fitzpatrick’s Color Atlas and Sypnosis of
Clinical Dermatology sixth edition, 2009, page 831-835
6. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Bab Varisela. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2007
7. Mc Cary M L.Varicella zoster virus. American Academy of Dermatology, Inc. 1999.
8. Sugito TL. Infeksi Virus Varicella -Zoster pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja SA
editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2003 : 17-33.
9. Hurwitz S. Herpes zoster. In : Clinical Pediatric Dermatologiy A Texbook of skin Disease
of Childhood and Adolescence, 2 nd edition, Philadelphia ; W.B Saunders Company,
1993 : 324 -27
10. Schachner, Lawrence. Pediatric Dermatology Third Edition. Mosby. 2003
11. Rampengan, T.H. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 2005
12. Dewi M. Cacar Air (Varicella). Diambil dari Medicastore.com
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
id=&iddtl=38&idktg=&idobat=&UID=20071115181404219.83.83.58.
13. Harper J.Varicella (chicken pox) In : Textbook of Pediatric Dermatology, volume 1,
Blackwell Science, 2000 : 336-39.
14. Rampengan, T.H. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 2005
15. Frieden I J, Penney N S. Varicella -Zoster Infection. In : Schchner L A, Hansen R C
editor. Pediatric Dermatology, second edition, vol 2, Churchill Livingstone, NewYork,
1995 : 1272 - 75.
16. Oxman N M, Alani R. Varicella and Harpes Zoster. In Fitzpatrick T B, Eisen A Z editor.
Dermatology in General Medicine, 4 th edition, vol 2, McGraw-Hill, Inc, 1993 : 2543 - 67

Anda mungkin juga menyukai