Anda di halaman 1dari 11

VARICELLA DAN HERPES DALAM KEHAMILAN

A. VARICELLA (CACAR)
1. Definisi
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal
dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken –
pox. Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella
Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.
Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang
disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul bintik-
bintik merah yang kemudian mengandung cairan.

2. Etiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk kelompok
Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid, terdiri
dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang
(L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta yang disusun dari 162
capsomir dan sangat infeksius.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan dalam
darah penderita Varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari
Fibroblast paru embrio manusia.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes Zoster.
Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella, sedangkan bila
terjadi serangan kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster, sehingga Varicella
sering disebut sebagai infeksi primer virus ini.
3. Tanda Gejala
Masa inkubasi Varicella bervariasi antara 10-21 hari, rata-rata 10-14 hari.
Penyebaran varicella terutama secara langsung melalui udara dengan perantaraan
percikan liur. Pada umumnya tertular dalam keluarga atau sekolah.
( Rampengan,2008 )
Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu:
a. Stadium Prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas
yang tidak terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit kepala, anoreksia, rasa
berat pada punggung dan kadang-kadang disertai batuk keringdiikuti eritema pada
kulit dapat berbentuk scarlatinaform atau morbiliform. Panas biasanya
menghilang dalam 4 hari, bilamana panas tubuh menetap perlu dicurigai adanya
komplikasi atau gangguan imunitas.
b. Stadium erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam beberapa
jam) berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang kemerahan lalu
menjadi vesikel. Vesikel ini biasannya kecil, berisi cairan jernih, tidak umbilicated
dengan dasar eritematous, mudah pecah serta mongering membentuk krusta,
bentuk ini sangat khas dan lebih dikenal sebagai “tetesan embun”/”air mata”.
Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam perjalanan penyakit
ini akan didapatkan tanda yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula, vesikel,
krusta dalam waktu yang bersamaan, dimana keadaan ini disebut polimorf. Jumlah
lesi pada kulit dapat 250-500, namun kadang-kadang dapat hanya 10 bahkan lebih
sampai 1500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5 hari, lesi sering menjadi bentuk krusta
pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12) dan sembuh lengkap pada hari ke-16 (hari ke-
7 sampai ke-34)
Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan penyembuhan,
biasanya dijumpai pada penderita dengan gangguan imunitas seluler. Bila terjadi
infeksi sekunder, sekitar lesi akan tampak kemerahan dan bengkak serta cairan vesikel
yang jernih berubah menjadi pus disertai limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya
terdapat pada kulit, melainkan juga terdapat pada mukosa mulut, mata, dan faring.
Pada penderita varicella yang disertai dengan difisiensi imunitas (imun
defisiensi) sering menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan,
bersifat progresif dan menyebar menjadi infeksi sistemik. Demikian pula pada
penderita yang sedang mendapat imunosupresif. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
limfopenia.

4. Dampak
Pada ibu hamil yang menderita varicella dapat menimbulkan beberapa masalah
pada bayi yang akan dilahirkan dan bergantung pada masa kehamilan ibu, antara lain:
a. Varisela neonatal
Varisela neonatal dapat merupakan penyakit serius, hal ini bergantung pada
saat ibu kena varisela dan persalinan.
 Bila ibu hamil terinfeksi varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah
partus, berarti bayi tersebut terinfeksi saat viremia kedua dari ibu, bayi
terinfeksi transplasental, tetapi tidak memperoleh kekebalan dari ibu karena
belum cukupnya waktu ibu untuk memproduksi antibody. Pada keadaan ini,
bayi yang dilahirkan akan mengalami varisela berat dan menyebar. Perlu
diberikan profilaksis atau pengobatan dengan varicella-zoster immune
globulin (VZIG) dan asiklovir. Bila tidak diobati dengan adekuat, angka
kematian sebesar 30%. Penyebab kematian utama akibat pneumonia berat dan
hepatitis fulminan.
 Bila ibu terinfeksi varisela lebih dari 5 hari antepartum, sehingga ibu
mempunyai waktu yang cukup untuk memproduksi antibody dan dapat
diteruskan kepada bayi. Bayi cukup bulan akan menderita varisela ringan
karena pelemahan oleh antibody transplasental dari ibu. Pengobatan dengan
VZIG tidak perlu, tetapi asiklovir dapat dipertimbangkan pemakaiannya,
bergantung pada keadaan bayi.
b. Sindrom varisela congenital
Varisela congenital dijumpai pada bayi dengan ibu yang menderita varisela
pada umur kehamilan trimester I atau II dengan insidens 2%. Manisfestasi klinik
dapat berupa retardasi pertumbuhan intrauterine, mikrosefali, atrofi kortikalis,
hipoplasia ekstremitas, mikroftalmin, katarak, korioretinitis dan scarring pada
kulit. Beratnya gejala pada bayi tidak berhubungan dengan beratnya penyakit pada
ibu. Ibu hamil dengan zoster tidak berhubungan dengan kelainan pada bayi.
c. Zoster infantile
Penyakit ini sering muncul dalam umur bayi satu tahun pertama, hal ini
disebabkan karena infeksi varisela maternal setelah nasa gestasi ke-20. Penyakit
ini sering menyerangg pada saraf dermatom thoracis.

5. Faktor risiko cacar air pada ibu hamil


Penyakit cacar air disebabkan oleh infeksi virus varicella. Gejala cacar air
ditandai dengan munculnya ruam kulit berupa bintik-bintik merah atau lenting yang
terisi cairan. Ruam merah ini menimbulkan rasa gatal yang kuat dan bisa menyebar
luas ke beberapa bagian tubu seperti wajah, tangan, hingga kaki. Terdapat beberapa
kondisi yang menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya cacar pada ibu hamil,
yaitu:
 Ibu hamil berisiko tertular cacar air ketika melakukan kontak atau berada di dekat
orang yang terinfeksi.
 Jika ibu hamil tidak yakin sebelumnya sudah terkena atau belum terkena cacar air
dan melakukan kontak dengan orang terinfeksi. Untuk memastikannya, periksakan
diri Anda ke dokter untuk menjalani tes darah apakah telah memiliki antibodi
virus penyebab cacar air atau belum.
 Jika Anda pernah mengalami cacar air sebelumnya, kemungkinan Anda
mengalami cacar air lagi sangat kecil karena tubuh Anda sudah membentuk 
kekebalan terhadap virusnya. Sekalipun gejala cacar air muncul, biasanya bersifat
sangat ringan.
Gangguan kesehatan yang muncul biasanya berkaitan dengan respon sistem
imun tubuh. Ibu hamil termasuk ke dalam orang yang berisiko mengalami cacar air
dua kali karena sistem kekebalan tubuhnya kurang optimal.

6. Risiko cacar air pada ibu hamil di trimester awal


Jika ibu hamil belum pernah menderita cacar air sebelumnya dan pertama
kalinya selama kehamilan, kondisi ini bisa memengaruhi kondisi Anda dan
kandungan. Komplikasi kehamilan yang mungkin terjadi akibat infeksi cacar air
adalah pneumonia. Sementara risiko untuk bayi Anda sangat bergantung dari waktu
kapan ibu mengalami infeksi.
JIKA cacar air terjadi di awal masa kehamilan (selama trimester pertama atau
kedua), saat lahir bayi berisiko mengalami sindrom varicella kongenital (CVS).
Walaupun sebenarnya kasus ini masih sangat jarang terjadi. Akan tetapi, risiko
tersebut akan lebih tinggi jika Anda terkena cacar air pada usia kehamilan 13-20
minggu.
CVS ditandai dengan cacat lahir, seperti yang paling umum terjadi adalah
jaringan parut pada kulit, cacat pada tungkai, kepala abnormal dengan ukuran lebih
kecil, masalah neurologis (seperti kesulitan belajar), dan masalah penglihatan.
Bayi yang terkena CVS juga dapat mengalami pertumbuhan yang buruk dalam
rahim, mengalami kejang, serta cacat perkembangan fisik dan mental. Cacar air saat
hamil juga dapat meningkatkan risiko keguguran dan bayi lahir mati (stillbirth).
Untuk memeriksa seberapa parah cacar air pada ibu hamil memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin , Anda dapat melakukan pemeriksaan USG.
USG dapat menunjukkan apakah otak dan organ vital janin Anda berkembang dengan
baik saat kehamilan.
Namun, USG tidak dapat mendeteksi semua jenis cacat lahir. Anda mungkin
dapat melakukan pemeriksaan lanjutanyang lebih mendalam setelah USG.

7. Risiko cacar air pada ibu hamil di trimester akhir


Jika cacar air  pada ibu hamil dialami di trimester ketiga (kira-kira 6-12 hari
sebelum kelahiran), janin mungkin memiliki risiko yang paling rendah untuk
mengalami dampak dari cacar air.
Hal ini terjadi karena sekitar 5 hari setelah Anda terkena cacar air, tubuh akan
menghasilkan antibodi untuk melawan virus dan antibodi yang dihasilkan tubuh Anda
ini juga akan mengalir ke janin Anda melalui plasenta. Antibodi inilah yang akan
memberikan perlindungan pada janin Anda.
Namun, cacar air pada ibu hamil juga dapat menyebabkan risiko yang
berbahaya bagi janin di akhir masa kehamilan. Waktu antara 5 hari sebelum kelahiran
dan 2 hari setelah kelahiran merupakan yang paling berisiko saat Anda terkena cacar
air.
Janin bisa terkena virus cacar air karena tidak memiliki waktu untuk menerima
antibodi dari Anda. Jadi, pada saat ini janin Anda bisa mengalami risiko tinggi untuk
terkena varicella neonatal atau cacar air pada bayi baru lahir. Penyakit ini memiliki
dampak yang serius dan bahkan bisa mengancam nyawa bayi Anda.
Namun, risiko janin Anda untuk terkena varicella neonatal  dapat dikurangi jika
saat lahir bayi langsung mendapatkan suntikan varicella zoster immune globulin
(VZIG). Suntikan VZIG  mengandung antibodi cacar air sehingga dapat
meningkatkan kekebalan tubuh bayi terhadap cacar air.
Suntikan VZIG dapat diberikan segera setelah bayi lahir atau segera setelah
Anda melihat ruam pada kulit bayi dalam dua hari setelah kelahiran. Suntikan VZIG
juga dapat diberikan sebelum bayi berusia  28 minggu, termasuk untuk semua bayi
prematur yang lahir dari ibu yang terinfeksi cacar air.

8. Cara mengatasi cacar air pada ibu hamil


Jika ibu hamil meyadari telah terpapar virus cacar air atau telah menunjukkan
gejala penyakitnya, maka perlu segera memeriksakan diri ke dokter. Untuk
mendiagnosis penyakit cacar air pada ibu hamil, dokter akan melakukan identifikasi
gejala yang bisa disertai dengan tes darah untuk memeriksa kekebalan Anda terhadap
infeksi virus.
Jika hasil tes menunjukkan Anda positif terinfeksi cacar air, Anda perlu
menjalani pengobatan cacar air seperti:
a. Mendapatkan suntikan VZIG
Jika suntikan VZIG diberikan dalam waktu 10 hari setelah paparan virus,
obat ini bisa sangat efektif mengurangi risiko komplikasi cacar air yang serius
pada ibu hamil. Sayangnya, suntikan tersebut belum bisa dipastikan apakah bisa
mencegah sindrom varicella kongenital (CVS) pada bayi saat lahir.
Suntikan perlindungan cacar ini dapat bekerja pada tubuh ibu hamil sekitar 3
minggu. Oleh karena itu, jika Anda masih kembali terkena cacar air lebih dari 3
minggu setelah disuntik, maka Anda perlu mendapatkan suntikan VIZG lagi.
b. Pengobatan antivirus
Obat antivirus dalam bentuk pil juga akan diberikan untuk mempercepat
masa penyembuhan infeksi. Jenis antivirus yang biasa digunakan untuk
menghentikan infeksi virus vericella adalah acyvlovir. Obat ini akan lebih efektif
apabila diberikan setelah 24 jam dari kemunculan ruam pertama.
Jika cacar air pada ibu hamil terjadi saat melahirkan, selain mendapatkan
suntikan imunoglobulin, obat antivirus juga akan diberikan sesegera mungkin
pada bayi.
9. Cara mencegah cacar air di masa kehamilan
Untuk menghindari cacar air saat hamil, sebaiknya Anda melakukan tes darah
sebelum kehamilan untuk memeriksa apakah tubuh Anda sudah kebal terhadap virus
cacar air atau belum.
Jika belum, Anda bisa mendapatkan vaksin untuk melawan virus cacar air
sebelum kehamilan. Vaksin cacar air tidak dapat diberikan saat Anda hamil karena
dapat membahayakan janin yang ada dalam kandungan Anda.

B. HERPES
1. Definisi
Herpes  Zoster  (HZ)  merupakan  infeksi  akut  akibat  reaktivasi  virus
Varicella Zoster yang menyerang kulit dan mukosa, yang bersifat lokal dan unilateral.
Sembilan puluh persen kasus varisela terjadi pada anak-anak antara usia 1 dan 14
tahun. Varisela merupakan penyakit yang sangat menular dan mempengaruhi hampir
semua anak dengan tingkat serangan (attack rate) mendekati 90% setelah paparan.
Penularan terjadi terutama melalui kontak langsung dan melalui droplet pernapasan
yang mengandung virus, membuat penyakit sangat menular bahkan sebelum
timbulnya ruam pertama.
Varisela umumnya dianggap sebagai penyakit virus ringan yang biasanya
ditandai dengan demam, malaise, dan ruam vesikular pada dada, punggung, wajah,
kulit kepala, ekstremitas, dan orofaring. Masa inkubasi biasanya terjadi selama 14-16
hari, tetapi bisa berkisar 10 hingga 21 hari. Masa inkubasi dapat diperpanjang hingga
28 hari jika imunoglobulin varisela zoster (VZIG) telah diberikan.
Penyakit herpes pada wanita hamil dapat memengaruhi perkembangan dan
kesehatan janin dalam kandungan.  Virus herpes terdapat pada lesi aktif atau cairan
dalam lentingan pada vagina ketika muncul keluhan. Penyakit ini biasanya menular
melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, hubungan seksual, atau berbagi sex toys.
Namun, penyakit herpes pada wanita hamil juga bisa menular kepada anak yang
sedang dikandungnya. Bahaya atau tidaknya tergantung pada kapan pertama kali sang
ibu terinfeksi virus herpes. Gejala herpes yang dapat timbul di antaranya demam,
nyeri otot, mual, lelah, dan muncul luka atau lentingan yang terasa nyeri pada mukosa
mulut atau vagina. Luka ini dapat menyebabkan keluhan nyeri saat berkemih.

2. Epidemiologi
Insidensi varisela dalam kehamilan yang sebenarnya tidak diketahui secara
pasti.Hal ini karena di sebagia besar Negara di dunia, termasuk di Indonesia, tidak
mengharuskan varisela yang terjadi dalam kehamilan untuk dilaporkan. Secara
keseluruhan di dunia, estimasi insidensi varisela dalam kehamilan diperkirakan
mengenai 2-3 wanita dari setiap 1.000 kehamilan, sementara untuk kasus dalam
persalinan insidensinya adalah antara 5-6 kasus per 10.000 persalinan.

3. Patofisiologi
Ibu hamil bisa mengalami infeksi herpes dalam 3 fase :
a. Ibu terinfeksi herpes sebelum mengandung
Jika ibu hamil sudah pernah terinfeksi penyakit herpes sebelum
mengandung, kecil kemungkinannya akan membahayakan janin. Ini karena
antibodi pelindung tubuh dan pelawan virus herpes akan diturunkan dari ibu
kepada anak. Namun, jika penyakit herpes pada wanita hamil yang diderita sang
ibu sering kambuh, terdapat kelemahan sistem kekebalan tubuh, atau jika ibu
ingin bayinya mendapat perlindungan tambahan, disarankan untuk menemui
dokter guna mendapatkan pengobatan yang tepat.
b. Ibu terinfeksi herpes saat trimester I dan II masa kehamilan
Jika ibu pertama kali terinfeksi penyakit herpes pada wanita saat hamil
trimester pertama atau kedua (sampai minggu ke-26), ibu berisiko tinggi
mengalami keguguran. Sedangkan jika kehamilan tetap berlanjut, tidak ada risiko
lebih lanjut dalam pertumbuhan dan perkembangan janin. Kemungkinan bayi
dalam kandungan tertular penyakit herpes pun kurang dari 3%. Akan tetapi,
dokter kemungkinan akan menyarankan ibu untuk mengonsumsi obat antivirus
dan tidak melahirkan secara normal atau disarankan melahirkan dengan operasi
Caesar. Meskipun jarang, faktor lain seperti gangguan imunitas, kelelahan, stres,
atau tidak memeriksakan kehamilan dengan rutin pada kondisi ini dapat
memperbesar risiko keguguran.
c. Ibu terinfeksi herpes saat trimester akhir kehamilan
Jika ibu pertama kali terinfeksi penyakit herpes saat hamil trimester ketiga,
terutama 6 minggu terakhir kehamilan, risiko bayi tertular virus menjadi jauh
lebih tinggi. Ini karena tubuh ibu tidak mempunyai cukup waktu untuk membuat
antibodi. Bayi dalam kandungan pun tidak akan mendapatkan antibodi terhadap
virus ini.
Untuk mencegah penularan penyakit herpes pada wanita ke bayi, sang ibu
kemungkinan disarankan untuk minum obat antivirus dan menjalani persalinan
melalui operasi caesar. Karena jika melahirkan secara normal, bayi bisa terkena
virus melalui kontak dengan luka terbuka atau lentingan berisi cairan pada vagina
ibu. Pencegahan infeksi herpes terutama dengan cara menghindari kontak fisik
atau hubungan seksual dengan penderita atau gunakan kondom saat berhubungan
intim.
Jika bayi ternyata terkena herpes (herpes neonatal), tingkat keparahan
infeksinya akan berbeda dari satu anak ke anak lain. Ada anak yang pulih dengan
baik dan infeksinya cukup mudah diobati. Ada juga anak yang terkena infeksi
lebih serius, hingga memengaruhi sistem saraf pusat atau organ lainnya. Herpes
pada bayi berisiko menyebabkan kecacatan dan meski jarang terjadi, herpes
neonatal pun bisa membahayakan nyawa bayi.
Gejala yang perlu diwaspadai apabila bayi terkena herpes adalah merasa
lemas, kurang atau tidak mau minum, bibir atau tubuh terlihat kebiruan, napas
cepat, muncul ruam pada tubuh, dan kejang. Tanda-tanda ini adalah kondisi serius
di mana bayi perlu mendapat penanganan segera. Beri tahu dokter atau bidan jika
ibu atau ayah pernah terinfeksi penyakit herpes. Lindungi bayi dalam kandungan
dengan mendapatkan perawatan yang tepat dan cepat dari penyakit herpes pada
wanita hamil. Kontrol kehamilan secara rutin sangat penting agar kesehatan ibu
dan bayi terjaga.
Kejadian infeksi herpes pada kehamilan dapat dicegah dengan cara
screening dan vaksinasi. Pencegahan dengan screening dapat dilakukan sebelum
menikah ataupun sebelum merencanakan kehamilan. Jika hasil screening baik,
selanjutnya dapat dilakukan vaksinasi untuk memastikan ibu memiliki kekebalan
terhadap virus Herpes dan tidak mudah terjadinya infeksi.

4. Klasifikasi
Herpes adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(HSV). Virus ini tergolong dalam kelompok penyakit TORCH (Toxoplasmosis,
Rubella, Cytomegalovirus and Herpes Simplex Virus), di mana infeksi dari kumpulan
penyakit tersebut bisa berakibat fatal pada kehamilan.
Virus herpes dibedakan menjadi dua tipe, yaitu virus herpes simpleks tipe 1 dan
tipe 2. Virus herpes simpleks tipe 1 lebih sering menyerang mulut, sedangkan tipe 2
cenderung menyerang area kelamin. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan
bagi kedua jenis virus tersebut untuk menyerang area genitalia.
Virus herpes dapat menular akibat kontak langsung dengan penderita, baik
melalui luka terbuka, air liur, mulut atau organ genitalia. Faktanya, sekitar 3,7 miliar
orang berusia di bawah 50 tahun terkena infeksi virus herpes tipe 1 dan sekitar 417
juta orang berusia di bawah 50 tahun terkena infeksi virus herpes tipe 2.

5. Gejala penyakit herpes


Gejala yang dirasakan penderita penyakit herpes sangat bervariasi. Secara
umum, herpes bisa memicu munculnya lenting-lenting kecil berkelompok yang bikin
tidak nyaman, perih hingga nyeri seperti terbakar.
Tidak hanya itu, virus herpes yang berhasil menyebabkan infeksi pada tubuh
juga akan mencetuskan gejala nyeri otot, demam, mual, pembesaran kelenjar getah
bening, hingga kelelahan berlebih.
Gejala-gejala tersebut sangat mengganggu kualitas hidup penderita, meski
umumnya tidak menyebabkan akibat yang sangat fatal. Namun hal tersebut tidak
berlaku untuk kasus penyakit herpes pada ibu hamil.
Faktanya, penyakit herpes pada ibu hamil dapat menyebabkan dampak yang
sangat fatal bagi kesehatan bayi yang baru dilahirkannya nanti. Ini karena bayi baru
lahir belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang optimal, sehingga penyakit herpes
yang terjadi sejak dini bisa berakibat sangat fatal.

6. Bahaya penyakit herpes pada ibu hamil


Bila pernah terinfeksi virus herpes sebelum hamil, pada umumnya sistem
kekebalan tubuh (antibodi) dari wanita sudah terbentuk dan diturunkan pada bayi.
Artinya, kecil kemungkinannya bagi penyakit ini untuk membahayakan bayi.
Berbeda halnya apabila wanita pertama kali terinfeksi herpes pada saat
kehamilan. Bila wanita hamil terinfeksi pada trimester pertama atau kedua, risiko
terjadinya keguguran sangatlah tinggi.
Sementara itu, apabila infeksi herpes terjadi pada trimester tiga kehamilan, virus
tersebut juga bisa menjangkit bayi yang ada di dalam kandungan. Jika bayi berhasil
lolos, proses penularan penyakit herpes dari ibu ke bayi masih bisa terjadi saat proses
persalinan. Hal ini dikarenakan bayi akan lahir melalui area genital wanita.
Bayi baru lahir yang terjangkit virus herpes akan mengalami gejala lenting-
lenting pada mulut dan kulit. Jika tidak segera diobati dengan tepat, si Kecil akan
mengalami badan lemas, kurang atau tidak ingin minum, napas cepat, bibir atau tubuh
kebiruan dan kejang-kejang. Bukan tidak mungkin, buah hati Anda juga bisa
kehilangan nyawa setelahnya.

7. Mencegah penyakit herpes pada ibu hamil


Pencegahan merupakan kunci utama untuk menghindari segala komplikasi yang
bisa terjadi akibat infeksi virus herpes. Caranya adalah dengan menghindari kontak
fisik secara langsung dengan penderita dan menggunakan kondom pada saat
berhubungan seksual.
Pada ibu hamil, melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Apabila
pemeriksaan tersebut mendeteksi adanya penyakit herpes pada ibu hamil, dokter
mungkin akan menyarankan pasien untuk mengonsumsi obat antivirus guna
mencegah timbulnya lenting-lenting pada area genital. Selain itu, ibu hamil yang
terkena infeksi herpes juga disarankan untuk menjalani persalinan melalui operasi
caesar.
Penyakit herpes pada ibu hamil terbukti bisa menimbulkan komplikasi yang
sangat merugikan. Oleh karena itu, ibu hamil mesti melakukan pemeriksaan
kehamilan (antenatal care) secara rutin dan teratur. Dengan ini, deteksi dini penyakit
herpes pada ibu hamil bisa dilakukan dan pengobatan yang paling tepat bisa segera
diberikan. Buah hati pun bisa lahir ke dunia dengan aman!

Anda mungkin juga menyukai