Anda di halaman 1dari 9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Herpes zoster atau shingles atau dampa atau cacar ular atau cacar api merupakan
manifestasi klinis karena reaktivasi virus varisela zoster (VZV). Masa inkubasi
Varicella zoster 10-21 hari. Selama terjadi infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi
di kulit dan permukaan mukosa menuju ujung saraf sensorik. Kemudian menuju
ganglion dorsalis. Dalam ganglion, virus memasuki masa laten dan tidak
mengadakan multiplikasi lagi. Reaktivasi terjadi jika sistem imun tubuh menurun.
Karakteristik penyakit ini ditandai dengan adanya ruam vesikular unilateral yang
berkelompok dengan nyeri yang radikular sekitar dermatom.1

3.2 Epidemologi

Insiden tersering pada daerah yang beriklim tropis, dengan puncak kejadian
yaitu pada musim semi, karena sangat menular sehingga hampir sebagian besar
populasi telah terinfeksi varicella selama hidup mereka. Paling sering pada masa kanak-
kanak. Re-aktivasi virus akan terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadang-
kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pedapat yang menyatakan bahwa
kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela
atau herpes zoster.1

Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan
biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak
lahir-9 tahun : 0,74/1000, usia 10-19 tahun : 1,38/1000, usia 20-29 tahun : 2,58/1000.
Di Amerika Serikat Herpes Zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari
66% mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia 20 tahun, dan
5% mengenai usia dibawah 15 tahun. Walaupun Herpes zoster merupakan penyakit
yang sering dijumpai pada orang dewasa, namun dapat juga mengenai bayi yang baru
lahir apabila ibunya menderita Herpes Zoster pada saat kehamilan. Dari hasil
penelitian ditemukan Herpes Zoster sekitar 3% pada anak. Biasanya ditemukan pada
anak-anak dengan immunokompromis dan menderita penyakit keganasan.3

3.3 Etiologi
8
Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar air) dan
zoster (shingles). Tiga genotipe dari α-herpesvirus telah diidentifi kasi dan terbukti
memiliki variasi geografis.4

3.4 Patofisiologi

VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit
muncul, dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada
orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur traktus
respiratorius. Pada fase ini, penularan terjadi melalui droplet kepada membran
mukosa orang sehat misalnya konjungtiva. Masa inkubasi berlangsung sekitar 14
hari, dimana virus akan menyebar ke kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati
dan sel-sel mononuclear. VZV yang ada dalam sel mononuklear mulai menghilang
24 jam sebelum terjadinya ruam kulit pada penderita imunokompromise, virus
menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam setelah timbulnya ruam kulit. Virus-
virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke jaringan kulit dan
menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan
timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan
adanya inklusi eosinofilik intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan
peristiwa “ballooning”, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya
ruangan yang berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh
adanya protein ORF47 kinase yang berguna pada proses replikasi virus. VZV dapat
menyebabkan terjadinya infeksi diseminata yang biasanya berhubungan dengan
rendahnya sistem imun dari penderita.4

9
Infeksi VZV pada ganglion dorsalis merupakan akibat penjalaran lesi
mukokutan melalui akson sel neuron pada infeksi primer atau disebabkan oleh
penularan dari sel mononuklear terinfeksi sebelum terjadinya ruam-ruam pada
kulit.4

3.5 Gejala Klinis

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun daerah-daerah
lain tidak jarang. Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodromal. Baik sistemik
(demam, pusing, dan malaise), maupun gejala prodromal lokal (nyeri oto-tulang, gatal,
pegal, dan sebagainya). Beberapa hari sebelum lesi kulit timbul, pasien biasanya
merasa nyeri di lokasi yang terkena. Lesi kulit dapat juga muncul tanpa didahului rasa
nyeri, atau bahkan tidak disertai rasa nyeri . Pada keadaan tertentu dapat juga terjadi
nyeri tanpa lesi kulit di tempat tersebut.5

Pada awalnya erupsi berupa papul dan plak eritem yang dalam beberapa jam akan
menjadi vesikel. Vesikel-vesikel baru terus terbentuk selama beberapa hari, biasanya 1-
5 hari, dipengaruhi usia pasien, beratnya penyakit, dan imunitas pasien. Vesikel baru
menandakan aktivitas replikasi virus. Vesikel selanjutnya dapat berubah menjadi bula,
vesikel hemoragik, pustul, krusta, lalu menyembuh.6

Lokasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan
persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan
sarap pusat kelainan ini sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal
tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberikan gejala yang khas.6

10
Dermatome Tubuh

Untuk herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus
trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang
kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya.9

Dermatome Wajah
3.6 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis klinis biasanya sudah cukup memadai untuk menentukan diagnosis


herpes zoster. Namun beberapa pemeriksaan penunjang yang bias dilakukan untuk
memastikan diagnosis adalah : Tes TZanck, Biospi kulit, Titer Antibodi, Pewarnaan
immunofluoresensi dari cairan vesikel dan mikroskop elektron.3

11
Kultur virus adalah dimungkin, tetapi virus varicella-zoster itu labil dan relatif
sulit untuk pulih dari penyeka lesi kulit. Sebuah uji direct imunofluorescence lebih
sensitif dibandingkan kultur virus dan memiliki tambahan keuntungan dari biaya yang
lebih murah dan waktu yang lebih cepat. Seperti kultur virus, direct imunofluorescence
assay dapat membedakan infeksi virus herpes simplex dengan infeksi virus varisela-
zoster. Polymerase-chain-reaction techniques yang berguna untuk mendeteksi DNA virus
varicella-zoster di cairan dan jaringan.3

Tzanck smear dan Direct Immunoflouscene assay

Herpes simplex zosteriform bisa dengan hasil positif untuk Tzanck smear, namun
jumlah lesi biasanya lebih terbatas dan derajat nyeri substansialnya kurang. Persiapan
selain Tzanck, uji DFA lebih disukai untuk kultur virus, karena cepat, identifikasi jenis
virus, dan memiliki hasil yang lebih akurat. Bila dibandingkan pada VZV, Tzanck
smear adalah 75% positif sampai dengan 10% false-positif dan variabilitas yang tinggi,
tergantung pada keterampilan edema interseluler dan intraseluler.3

3.7 Penatalaksanaan

Pengobatan Umum/Non-Medikamentosa

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan
defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai
baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.8

Pengobatan Khusus/Medikamentosa

1. Obat Antivirus

Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir
dan famsiklovir. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir
Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang
12
dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena
biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang
tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster
adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.
Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan
3×200 mg/hari selama 7 hari.8

Asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir adalah agen antiviral yang telah


diakui untuk penanganan terhadap infeksi varicella. Nukleotida ini telah
menggantikan vidarabin dan IFN-α, yang merupakan antivirus pertama yang
diketahui memiliki efek klinis untuk mengatasi infeksi primer dan rekurens
dari VZV.5

Asiklovir hanya terfosforilasi ketika bertemu dengan timidin kinase dari


virus, obat ini cenderung inaktif di dalam tubuh kecuali bila tersensitisasi dengan
sel yang terinfeksi VZV atau yang telah memiliki enzim virus. Setelah terjadi
penggabungan antara asiklovir dengan timidine kinase, maka selular kinase
akan memetabolisme monofosfat menjadi trifosfat yang bersifat kompetitif
inhibitor dan menjadi rantai terminasi DNA virus polimerase. Konsentrasi yang
biasanya diperlukan untuk menginhibisi VZV adalah sekitar 1 hingga 2 mg/ml
Obat lainnya adalah famsiklovir yang merupakan diasetil, 6-deoksi ester penciclovir,
yang merupakan analog dari guanosin nukleotida. Metabolisme dari obat ini
dimulai dari uptake di sel usus dan diselesaikan di hati. Cara kerjanya serupa
dengan asiklovir.5

Valasiklovir adalah asiklovir dengan derivat valin ester yang


memungkinkan absorbsi secara oral lebih baik dari asiklovir biasa, valasiklovir
berubah kembali menjadi asiklovir pada saat proses absorbsi dan memiliki cara
kerja yang sama terhadap VZV dengan derivat asiklovir biasa. Selain itu, terdapat
pula BvaraU yang merupakan nukleosida lain yang juga memiliki kemampuan
tinggi untuk menginhibisi aktivitas VZV in vitro. Untuk mereka yang
mengalami resistensi terhadap asiklovir maka dapat diberikan foskarnet sebagai
penggantinya.5

13
2. Analgetik

Analgetik diberikan untuk mengurangi rasa tidak nyaman seperti neuralgia


yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat atau golongan acetaminophen seperti paracetamol dengan dosis
2x500mg yang dapat digunakan saat terasa nyeri. Analgetik Dapat juga dipakai
seperlunya ketika nyeri muncul.8

3. Antipruritus

Seperti difenhidramin 1,25 mg/kg setiap 6 jam atau hidroksin 0,5 mg/kg setiap 6
jam.8

4. Topikal

Jika masih stadium vesikel diberikan bedak berupa bedak salisil 2% dengan tujuan
protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila
erosif diberikan kompres terbuka. Kalo terjadi ulserasi dapat diberikan salep
antibiotik.8

3.8 Komplikasi

- Neuralgia Pasca Herpetik


Nyeri merupakan komplikasi tersering herpes zoster yang membuat pasien
menderita. Pada fase akut, nyeri biasanya berkurang dalam beberapa minggu. Jika
nyerinya masih menetap lebih dari 3 bulan setelah hilangnya ruam zoster, maka
diduga pasien mengalami komplikasi neuralgia pasca herpes (NPH).Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang
bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang
menderita herpes zoster di atas usia 40 tahun, ruam yang meluas, dan intensitas nyeri
akut yang lebih berat merupakan indikator meningkatnya risiko terjadinya NPH.9

Neuralgia pascaherpetika adalah komplikasi tersering herpes zoster. Kurang dari


seperempat pasien masih merasakan nyeri 6 bulan setelah lesi herpes zoster muncul,
bahkan ada yang masih merasakan nyeri setelah 1 tahun. Pasien mengeluhkan nyeri
seperti terbakar atau nyeri tumpul yang terus menerus dengan atau tanpa nyeri tajam
(seperti disayat) paroksismal. Keduanya dapat muncul spontan dan dapat diperberat
hanya dengan sentuhan ringan seperti kontak kulit dengan pakaian atau seprai atau
14
karena terkena hembusan angin. Aktivitas fisik, perubahan suhu dan emosi dapat
mengeksaserbasi nyeri. Kualitas hidup pasien dapat sangat terpengaruh sampai
mengalami depresi.9

- Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan
nekrotik.9
- Kelainan pada mata
Disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster pada cabang pertama pada nervus
trigeminus (N. Ophtalmicus) sehingga menimbulkan kelainan pada mata. Selain itu,
virus dapat menyerang cabang kedua (N.Maxilaris) dan cabang ketiga
(N.Mandibularis) yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya.
Kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis,
korioratinitis dan neuritis optic.9
- Ramsay Hunt Sindrom
Paralisa wajah akut yang disertai dengan vesikel-vesikel virus herpes zoster pada
kulit telinga, liang telinga ataupun keduanya, diakibatkan oleh gangguan nervus
fasialis dan nervus optikus, sehingga memberikan gejala paralisa otot muka ( paralisa
bell ), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat ;persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea juga terdapat gangguan pengecapan. Herpes
zoster ini terjadi bila mengenai ganglion genikulatum.9
- Paralisis motorik
Terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara per
kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis
biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis
dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria,
dan anus. Umumnya akan sembuh spontan. Infeksi juga dapat menjalar ke organ
dalam, misalnya paru, hepar, dan otak.9

3.9 Prognosis

15
Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua
risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan
makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan higiene dan perawatan
yang teliti akan memberikan prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul akan
menjadi sedikit.9

16

Anda mungkin juga menyukai