Anda di halaman 1dari 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Varisela

Varisela adalah infeksi akut primer disebabkan oleh Varisela zoster virus (VZV). Menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfik, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh, dengan karakteristiknya cutaneous vesicular rash. 11

2.2.Etiologi Penyebab dari varisela adalah Varisela zoster virus (VZV). Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herpes zoster. 11 2.3. Epidemiologi Varisela merupakan penyakit yang berdistribusi luas di seluruh dunia. Di Eropa dan Amerika Utara kasus terjadi 90% pada anak dengan usia < 10 tahun dan sebesar 5% pada individu > 15 tahun dan untuk daerah tropis lebih sering menyerang remaja. Varisela sangat menular dan memiliki attack rate 87% pada orang yang serumah dengan penderita. Transmisi penyakit ini secara aerogen (kontak langsung dengan lesi dan dengan rute pernafasan atau cairan vesicular) dengan replikasi virus terjadi di nasofaring dan konjungtiva.Masa

penularannya 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit (biasanya1-2 hari sebelum muncul rash sampai 6 hari berikutnya), dapat memanjang pada keadaan imunodefisiensi.3,4

2.4.Manifestasi Klinis Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis mulai dari gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang

dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfik. Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional (lymphadenopathy regional). Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.12,13 2.5.Patogenesis. Variola zoster virus (VZV) merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit muncul, dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur traktus respiratorius. Pada fase ini, penularan terjadi melalui droplet kepada membran mukosa orang sehat misalnya konjungtiva. Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada dalam sel mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada penderita immunocrompomised, virus menghilang lebih lambat yaitu 2472 jam setelah timbulnya ruam kulit. 12 Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa ballooning, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya ruangan yang berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh adanya protein ORF47 kinase yang berguna pada proses replikasi virus. VZV dapat menyebabkan terjadinya infeksi diseminata yang biasanya berhubungan dengan rendahnya sistem imun dari penderita. 11

Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus kedua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14 hingga16, yang mengakibatkan timbulnya lesi di kulit yang khas. Seorang anak yang menderita varisela akan menularkan kepada orang lain 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit. 12 Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya varisela, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus.12

2.6.Diagnosis Diagnosis Varisela ditegakan dengan cara:11 1. Anamnesis (history-taking) a. Gejala prodromal: demam, mialgia, atralgia, malaise, gatal. b. Eksantem mulai pada kulit kepala berambut atau badan berupa makula eritem yang berkembang cepat menjadi vesikel kemudian krusta. c. Lesi menyebar secara sentrifugal dari sentral ke seluruh bagian tubuh. Pada kasus ini, diagnosa varisela ditegakan karena dari anamnesa yang dilakukan, sesuai dengan teori yang ada, yaitu pasien mengeluhkan adanya bruntus berisi cairan dengan dasar kemerahan yang terasa gatal 1 minggu yang lalu. Sesuai dengan karakteristik pasien dengan varisela, bruntus ini muncul diawali dari daerah dada yang lama kelamaan menyebar hingga ke wajah, perut, punggung dan kedua ekstremitas atas. Sebelum keluhan ini muncul, pasien pun mengalami beberapa gejala prodromal sesuai dengan teori yang ada, yaitu adanya demam, myalgia, arthalgia, dan malaise.

2. Pemeriksaan fisik Pada seluruh tubuh tampak krusta dengan penyebaran generalisata (hampir mengenai seluruh bagian tubuh namun masih terdapat kulit yang sehat). 3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk mendiagnosis pasien yang dicurigai menderita varisela atau herpes zoster serta untuk menentukan terapi antivirus yang sesuai. Leukopenia terjadi pada 72 jam pertama, diikuti oleh limfositosis. Pemeriksaan fungsi hati (75%) juga mengalami kenaikan. Pasien dengan gangguan neurologi akibat varisela biasanya mengalami limfositik pleositosis dan peningkatan protein pada cairan serebrospinal serta glukosa yang umumnya dalam batas normal.11 1. Tes Tzank a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai

multinucleated giant cells. b. Pemeriksaan ini sensitivitasnya sekitar 84% c. Tes ini tidak dapat membedakan antara virus varisela zoster dengan virus herpes simpleks.2 2. Teknik PCR Metode virologi dengan mendeteksi DNA virus ataupun protein virus digunakan sebagai salah satu metode diagnosis infeksi VZV. Spesimen sebaiknya disimpan di dalam es atau pendingin dengan suhu -70C apabila penyimpanan dilakukan untuk waktu yang lebih lama.11 3. Teknik Serologi Salah satu metode serologik yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi VZV didasarkan pada pemeriksaan serum akut dan konvalesens yaitu IgM dan IgG. Pemeriksaan VZV IgM memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Reaktivasi VZV memacu IgM yang terkadang sulit dibedakan dengan kehadiran IgM pada infeksi primer. Salah satu

kepentingan pemeriksaan antibodi IgG adalah untuk mengetahui status imun seseorang, dimana riwayat penyakit variselanya tidak jelas. Pemeriksaan IgG mempunyai kepentingan klinis, guna mengetahui antibodi pasif atau pernah mendapat vaksin aktif terhadap varisela.11 Keberadaan IgG pada dasarnya merupakan petanda dari infeksi laten terkecuali pasien telah menerima antibodi pasif dari imunoglobulin. Teknik lain adalah dengan menggunakan fluorescent-antibody membran antigen assay, pemeriksaan ini dapat mendeteksi antibodi yang terikat pada sel yang terinfeksi oleh VZV. Tes ini sangat sensitif dan spesifik, hampir serupa dengan pemeriksaan enzyme immunoassay atau imunoblotting. Pemeriksaan serologik lain yang mendukung adalah lateks aglutinasi, untuk mengetahui status imunitas terhadap VZV.11 Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

2.7.Penatalaksanaan a. Non Medikamentosa 1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai kemungkinan penyakit yang dialami oleh pasien berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sudah dilakukan. 2. Menyarankan kepada pasien untuk tidak menggunakan pakaian maupun handuk bersama diantara semua anggota keluarga. 3. Menjelaskan kepada pasien untuk mencegah infeksi, pasien harus mengurangi garukan pada lesi sehingga tidak terjadi luka dan tidak menyebar ke daerah tubuh yang lain. b. Medikamentosa 1. Jika lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah. 2. Jika vesikel sudah pecah atau sudah berbentuk krusta, dapat diberikan salep antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

3. Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya sindroma Reye. Pemberian obat antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu penyembuhan akan lebih singkat. Pemberian obat antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah erupsi di kulit muncul. Golongan obat antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir. Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varisela dan herpes zoster yang dapat diberikan adalah: Neonatus: Asiklovir 500 mg/m2IV setiap 8 jam selama 10 hari Anak (2-12 tahun) : Asiklovir 4x20 mg/kg BB/ hari/oral selama 5 hari Pubertas dan dewasa: - Asiklovir 5x800 mg/hari/oral selama 7 hari - Valasiklovir 3x1 gr/hari/oral selama 7 hari - Famasiklovir 3x500 mg/hari/oral selama 7 hari.12 Pemberian asetaminofen untuk mengurangi perasaan tidak nyaman akibat demam; antipruritus seperti difenhidramin 1,25 mg/kg setiap 6 jam atau hidroksin 0,5 mg/kg setiap 6 jam. Topikal dan antibiotik sistemik dapat diberikan untuk mengatasi superinfeksi bakteri. Terapi antivirus

menurunkan mortalitas karena progresif pneumonia dapat dicegah, dan mengubah prognosis infeksi varisela pada anak yang beresiko tinggi. Terapi asiklovir pada anak imunodefisiensi harus dimulai pada 24 hingga 72 jam sesudah muncul ruam kulit. Oleh karena rendahnya absorbsi oral, obat diberikan intravena dengan tiap pemberian dosis 500 mg/m2 dalam 8 jam. Terapi dilanjutkan untuk 7 hari atau sampai tidak ada lesi baru yang muncul dalam 48 jam.11

2.8. Pencegahan Pada anak imunokompeten yang telah menderita varisela tidak diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang berisiko tinggi untuk menderita varisela yang fatal seperti neonatus,

10

pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Tindakan pencegahan yang dapat diberikan, yaitu:(2) 1.Imunisasi Pasif Pada tahun 1962, Ross meringkas literatur terbatas pada kasus-kasus varisela yang parah dan kemudian melakukan studi klasik tentang penggunaan gamma globulin untuk memodifikasi penyakit. Sebuah kemajuan yang signifikan dalam memberikan peningkatan pasokan gamma globulin potensi tinggi dihasilkan dari penggunaan selektif bank darah yang banyak ditunjukkan oleh fiksasi komplemen memiliki tingkat signifikan antibodi varisela. 1 Imunisasi pasif menggunakan VZIG (Varicella-Zoster Immumoglobin). Varisela zoster immunoglobulin (VZIG) adalah antibodi IgG terhadap VZV dengan dosis pemberian satu vial untuk 10 kg berat badan secara intramuskular (IM). VZIG profilaksis diindikasikan untuk individu beresiko tinggi, termasuk anak-anak imunodefisiensi, wanita hamil yang pernah mempunyai kontak langsung dengan penderita varisela, neonatal yang terpapar oleh ibu yang terinfeksi varisela, setidaknya diberikan dalam waktu tidak lebih dari 96 jam. Antibodi yang diberikan setelah timbulnya gejala tidak dapat mengurangi keparahan yang terjadi.11 Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah varisela sedangkan pada anak-anak immunocompromise pemberian VZIG dapat meringankan gejala varisela. VZIG dapat diberikan pada anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun yang berlum pernah menderita varisela atau herpes zoster, pada usia pubertas lebh dari 15 tahun yang belum pernah menderita varisela atau herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV, pada bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varisela dalam kurun waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan, pada bayi prematur dan bayi usia 14 hari yang ibunya belum pernah menderita varisela atau herpes zoster, pada anak-anak yang menderita leukimia atau lymphoma yang belum pernah menderita varisela. 12

11

2.Imunisasi Aktif Pada tahun 1974, Takahashi dkk melaporkan bahwa vaksin virus hidup dikembangkan oleh mereka telah mencegah penyebaran varisela di sebuah rumah sakit. Virus strain Oka, telah diperoleh dari kasus varisela pada anak laki-laki 3 tahun. Atenuasi dari strain diikuti 11 bagian struktur pembangun dari manusia sel paru-paru embrio pada 34C dan 12 bagian dalam embrio marmot sel pada 37C. Dalam retrospeksi, ada hal yang menarik bahwa meskipun upaya tak terhitung tidak sama dilemahkan ketegangan telah dikembangkan. Dengan demikian, strain Oka tetap penting menjadi unsur vaksin saat ini. Takahashi vaksin yang diproduksi oleh Institut Biken digunakan secara luas di Jepang dan negara-negara timur jauh lainnya.1 Pada tahun 1984, Varilrix, sebuah produk Smith Kline Beecham, pertama kali berlisensi di Eropa dan sekarang berlisensi di sekitar 40 negara. Pada 1980-an Pasteur Merieux serum dan Vaccins SA memulai penelitian dari vaksin di Perancis. Varivax, diproduksi oleh Merck and Company, telah dilisensi di Amerika Serikat pada tahun 1995 diikuti 14 tahun penelitian kolaboratif yang luas yang diselenggarakan oleh Dr Anne Gershon. Dengan demikian, vaksin sekarang tersdia secara universal.1 Vaksin VZV menggunakan vaksin varisela virus (Oka strain) dan kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun. Vaksin ini digunakan di Amerika sejak tahun 1995 dengan daya proteksi melawan varisela berkisar 71-100%. Vaksin efektif jika diberikan pada umur 1 tahun dan direkomendasikan diberikan pada usia 12-18 bulan. Anak yang berusia 13 tahun yang tidak menderita varisela direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4 hingga 8 minggu dan diberikan secara subkutan. Efek samping yang ditimbulkan dapat berupa demam ataupun raksi lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3-5% anak-anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan. Jenis vaksin varisela lainnya yaitu Varivax. Dimana tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat menyebabkan terjadinya kongenital varisela.12

12

Karena kejadian varisela adalah tertinggi di antara anak usia 1-6 tahun, menerapkan persyaratan vaksinasi untuk perawatan anak dan masuk sekolah memiliki dampak besar pada pengurangan kejadian penyakit. Komite Praktek Imunisasi (ACIP) merekomendasikan agar semua negara

mengharuskan anak memasuki fasilitas perawatan anak dan sekolah dasar baik telah menerima vaksin varisela atau memiliki bukti lain dari kekebalan terhadap varisela. Bukti lainnya kekebalan harus terdiri dari diagnosis dokter varisela, sejarah dapat diandalkan penyakit, atau bukti serologis imunitas. Untuk mencegah anak-anak lebih tua rentan dari memasuki dewasa tanpa kekebalan terhadap varisela, negara juga harus

mempertimbangkan implementasi penting kebijakan yang memerlukan bukti vaksinasi varisela atau bukti lain kekebalan untuk anak-anak masuk sekolah menengah.13 Data dari Amerika Serikat dan Jepang yang diperolah dari rumah tangga, rumah sakit, dan masyarakat pengaturan menunjukkan bahwa vaksin varisela efektif dalam mencegah penyakit atau memodifikasi varisela keparahan jika digunakan dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5 hari, paparan. ACIP sekarang merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang rentan setelah terpapar ke varisela. Jika paparan varisela tidak menyebabkan infeksi pasca pajanan vaksinasi harus mendorong

perlindungan terhadap paparan berikutnya. Jika hasil pemaparan infeksi, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemberian vaksin varisela selama tahap presimptomatik atau prodromal penyakit meningkatkan risiko untuk vaksin terkait efek samping.13 Meskipun pasca pajanan penggunaan vaksin varisela telah teraplikasi esensial dalam pengaturan rumah sakit, vaksinasi secara rutin

direkomendasikan untuk semua rentan kesehatan pekerja dan merupakan metode yang disukai untuk mencegah varisela dalam lingkungan perawatan kesehatan. Wabah varisela di beberapa tempat (misalnya, fasilitas penitipan anak, sekolah, lembaga) bisa bertahan 3-6 bulan. Varisela Vaksin telah

13

berhasil digunakan oleh departemen kesehatan pencegahan dan pengendalian wabah

dan oleh militer untuk

2.9.Komplikasi Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glumerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjunctivitis, otitis, arteritis dan beberapa macam purpura. Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan konginetal, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela konginetal pada neonatus.2

2.10. Prognosis

Pasien

varisela

dengan

perawatan

yang

teliti

dan

senantiasa

memperhatikan kebersihan (hygiene) diri dan lingkungan memberikan prognosis yang baik dan kemungkinan terbentuknya jaringan parut hanya sedikit, kecuali jika pasien melakukan garukan/tindakan lain yang menyebabkan kerusakan kulit lebih dalam.2

Anda mungkin juga menyukai