Anda di halaman 1dari 20

Systematic Review :

Peran Media Sosial dalam Upaya Promosi Kesehatan: Tinjauan Literatur

Emy Leonita1, Nizwardi Jalinus

STIKes Hang Tuah Pekanbaru

Perkembangan penyakit merupakan hal yang hampir seimbang bahkan lebih dibandingkan
dengan tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia, setiap detik penduduk di Indonesia terkena
penyakit yang belum tentu kita temukan obatnya, setiap individu manusia baru merasakan dirinya
mengalami penyakit apabila mengalami gejala-gejala yang mulai mengganggu, tindakan yang diambil
salah satunya adalah dokter dan Rumah Sakit. Peran Rumah Sakit sebagai salah satu institusi
kesehatan belum memadai dalam publikasi informasi tentang kesehatan , meskipun tindakan rumah
sakit dalam mempromosikan penyakit dan penanggulangannya sudah dilakukan. Banyak faktor yang
tidak diketahui akibat pemberitahuan, publikasi atau segala informasi penyuluhan yang diberikan oleh
praktisi atau institusi kesehatan. Seperti halnya penyakit, perkembangan teknologi telah mencapai
tingkatan siapa saja,kapan saja dan dimana saja dapat memproleh informasi dengan sangat cepat dan
murah. Salah satu media penyampaian informasi secara cepat dengan teknologi merupakan salah satu
kehandalan internet sebagai fenomena teknologi, untuk penggunaan media internet.

Kebutuhan akan informasi yang akurat, tepat, dan terkini semakin dibutuhkan seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat. Hal ini mendorong masyarakat dan instansi
untuk memanfaatkan teknologi informasi tersebut. Informasi yang beragam terlepas dari sifatnya yang
dapat bernilai positif atau negatif akan mempengaruhi timbulnya suatu masalah, khususnya masalah
kesehatan. Penataan informasi yang dilakukan secara teratur, jelas, tepat, dan cepat serta dapat
disajikan dalam sebuah laporan tentunya sangat mendukung kelancaran kegiatan operasional
organisasi dan pengambilan keputusan yang tepat. Sekarang ini, website tidak hanya diakses dengan
menggunakan browser di desktop, namun juga di akses di tablet ataupun smartphone. Dengan
demikian perlu di analisis bagaimana peluang untuk melakukan upaya perubahan perilaku melalui
pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan dengan menggunakan media online.

METODE

Penelitian ini merangkum efektivitas media sosial dalam penyebaran informasi kesehatan
terutama dalam upaya promosi kesehatan, dengan menjawab pertanyaan berikut:

1. Bagaimana urgensi pemanfaatan media social dalam bidang promosi kesehatan?


2. Apa saja jenis media sosial yang digunakan selama ini dan kelemahannya?
3. Bagaimana peran profesional dalam bidang kesehatan melakukan promosi kesehatan
berbasis media sosial?

Untuk mendapatkan sumber informasi yang luas terhadap makalah ini, maka penulis
melakukan telaah terhadap jurnal yang paling relevan yaitu dengan naskah publikasi internasional yang
memiliki inpact factor dengan kata kunci sebagai berikut: Google scholar, LNC Springer
(www.springer.com), www.elsevier.com, www.sagepub.com, dan jurnal promosi kesehatan
internasional. Penulis memilih jurnal terpublikasi internasional sebagai Kriteria penelusuran jurnal,
yang memiliki cakupan topik yang relevan seperti “Media Sosial dan Promosi Kesehatan” serta
“Promosi Kesehatan dan Web”. Proses Seleksi yang ditelusuri terhadap 100 jurnal, maka hanya 82
jurnal yang relevan dengan topik. Dari 82 jurnal, dapat dikelompokkan menjadi: 33 jurnal tentang
pemanfaatan media sosial dibidang kesehatan,32 jurnal tentang karakterisitik media sosial dalam
promosi kesehatan dan kelemahannya dan 17 jurnal tentang peran profesional dalam bidang kesehatan
melakukan promosi kesehatan berbasis media sosial.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Era digital yang dikenal dengan Web 2.0 atau Health 2.0 atau Medicine 2.0 menjadikan
masyarakat sehat dan pasien lebih mengandalkan Internet daripada dokter sebagai sumber informasi
perawatan kesehatan. Situs web media sosial yang populer terbukti efektif dan ampuh untuk
menyebarluaskan informasi kesehatan, mendukung upaya promosi kesehatan dan dapat ditelusuri
secara online seperti YouTube, Facebook, MySpace, Twitter, dan Second Life. serta image sharing,
mobile technology dan blog. Berikut pemaparan singkat terhadap media tersebut :

1. Youtube

Lebih dari 100 juta video dilihat di Youtube setiap hari, dan jumlah itu terus meningkat.
Beberapa studi kesehatan masyarakat baru-baru ini telah terlihat video yang dihosting di YouTube
tentang vaksinasi papillomavirus dan pesan tembakau serta makanan kaleng “bercacing”. Para Peneliti
menunjukkan potensi daya yang disimpan YouTube untuk pengambilan keputusan kesehatan secara
pribadi.

2. Facebook

Penggunaan situs jejaring sosial terus berkembang. Situs digunakan oleh jutaan orang setiap
hari untuk berinteraksi dan terlibat dengan pengguna lain, untuk berbagi konten dan untuk belajar.
Situs jejaring sosial menyediakan cara langsung dan pribadi untuk menyampaikan program, produk,
dan informasi. Situs jejaring sosial paling populer adalah Facebook, yang memiliki lebih dari 750 juta
pengguna. Pengguna rata-rata menciptakan 90 buah konten setiap bulan, dan 50% pengguna aktif
masuk ke Facebook pada hari tertentu (Facebook, 2011) Facebook merupakan platform publik dan,
dalam banyak kasus, menjangkau masyarakat umum. Halaman Facebook yang ditargetkan secara
khusus untuk mengatasi layanan kesehatan, profesional kesehatan masyarakat dan lain-lain. Terjadi
hubungan positif antara pencari informasi kesehatan.

3. Twitter

Twitter adalah situs mikroblog paling popular di Amerika Serikat dengan lebih dari 305 juta
pengguna aktif bulanan (Twitter, 2016). Jangkauannya sangat tinggi di kalangan remaja dan dewasa
muda (Duggan, 2015). Batas 140 karakter membuat tweets singkat dan membuat pembaca merespons
dengan cepat dan mudah. Pengguna Twitter mengambil peran yang lebih aktif tidak hanya dengan
menerima tetapi juga dengan berbagi, mengirim, atau mengirim ulang pesan. Target audiens potensial
antara lain adalah siswa sekolah menengah, mahasiswa kesehatan, dosen/guru bidang pendidikan
kesehatan dan para profesional kesehatan.

4. Second Life

Second Life memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan banyak format, termasuk
audio, video, gambar,dan teks, dan membawa masyarakat "bersama-sama" dalam ruang virtual saat
mereka berada jauh secara geografis. Dermatologi Second Life? bisa menawarkan pasien sebuah situs
dengan pendapat ahli dari seluruh dunia atau grup dukungan online untuk penyakit spesifik.

5. Image Sharing

Berbagi gambar memberikan nilai untuk kegiatan komunikasi kesehatan dengan menyediakan
gambar kesehatan masyarakat yang dapat dengan mudah ditempatkan di situs web, blog, atau situs
media sosial lainnya. Karena pembuatan konten terus meningkat di saluran media sosial dan di internet
secara keseluruhan, kebutuhan akan grafis segar dan konten yang menarik juga meningkat. Meluasnya
penggunaan ponsel dengan kamera membuatnya lebih mudah untuk mengambil foto. Aplikasi seluler
untuk foto dan partisipasi yang meledak di jejaring social seperti Facebook dan Twitter telah
berkontribusi terhadap lonjakan popularitas berbagi foto online. Lebih dari 100 juta foto sehari
diunggah ke Facebook. Organisasi dapat memanfaatkan tren ini dengan memberikan gambar visual
kepada penggemar dan pengikut yang menunjukkan "tindakan" kesehatan masyarakat, memperkuat
pesan kesehatan, atau hanya menyajikan informasi yang ada dalam format baru yang menarik secara
visual.
6. Mobile technology

Ponsel mendukung berbagai fungsi teknis,kebanyakan layanan pesan suara dan pesan singkat
(SMS atau pesan teks) memungkinkan komunikasi dua arah secara langsung maupun tidak langsung.
Saat ini banyak ponsel memiliki kamera untuk mengambil gambar atau video berdurasi pendek yang
dapat dilihat di telepon, diunduh ke salah satu komputer, atau ditransmisikan ke orang lain. Pengolahan
data dan kemampuan penyimpanan di ponsel meningkat setiap tahun dan, melalui koneksi jaringan
server, mendukung transmisi dan analisis data dalam berbagai bentuk, termasuk teks, file numerik,
grafik, audio, dan video seperti "Ponsel pintar". Ponsel dapat mengakses jaringan data nirkabel kapan
saja, terkadang ada fitur tambahan radio yang memungkinkan data cepat bertukar melalui internet di
beberapa lokasi. Beberapa ponsel dapat berkomunikasi dengan elektronik lainnya melalui penggunaan
Bluetooth. Teknologi ponsel menjadi lebih kuat dan lebih murah, dengan bukti mulai muncul
pengiriman layanan perawatan kesehatan dan promosi kesehatan pribadi melalui ponsel.

7. Blog

Blog merupakan singkatan dari web log adalah bentuk aplikasi web yang berbentuk
tulisantulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah halaman web. Tulisan-tulisan ini seringkali
dimuat dalam urutan terbalik (isi terbaru dahulu sebelum diikuti isi yang lebih lama), meskipun tidak
selamanya demikian. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh semua pengguna Internet sesuai
dengan topik dan tujuan dari si pengguna blog tersebut. Bukti empiris menunjukkan pemanfaatan
media sosial diatas efektif dalam melakukan upaya promosi kesehatan dengan tujuan meningkatkan
pemahaman dan member dukungan kepada masyarakat untuk berperilaku sehat, namun tidak dapat
dipungkiri, dibalik kesuksesan media tersebut terdapat beberapa kelemahan [58]. Pertukaran informasi
perlu dimonitor, dievaluasi dan ditinjau ulang untuk kualitas dan keandalan dari informasi [59].
Evaluasi yang kuat dan komprehensif, menggunakan berbagai metodologi dibutuhkan untuk
menetapkan apakah media sosial tersebut meningkatkan praktik promosi kesehatan baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Mengukur dampak media, biaya media sosial, manfaat dan efektifitas
sebagai alat promosi kesehatan.

KESIMPULAN

Kebutuhan akan informasi yang akurat, tepat, dan terkini semakin dibutuhkan seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat terutama di bidang kesehatan. Media social
melalui internet memiliki potensi besar untuk melakukan promosi kesehatan dan intervensi kesehatan
lainnya, dan lebih mudah untuk menyentuh sasaran pada setiap levelnya. Bukti empiris menunjukkan
pemanfaatan media social efektif dalam melakukan upaya promosi kesehatan dengan tujuan
meningkatkan pemahaman dan memberi dukungan kepada masyarakat untuk berperilaku sehat, namun
tidak dapat dipungkiri, dibalik kesuksesan media tersebut terdapat beberapa kelemahan. Solusi
terhadap kelemahan tersebut dengan meningkatkan peran profesional bidang kesehatan dalam
mengelola promosi kesehatan berbasis media sosial, sehingga informasi lebih berkualitas. Profesional
kesehatan dapat melakukan langkah-langkah berikut: mengidentifikasi audien, memilih konten yang
tepat, memilih strategi yang dapat diadopsi dari bidang lain seperti bidang bisnis, memberikan
informasi berbasis data yang akurat dan terkini, meningkatkan partisipasi audien dan penyedia layanan,
melakukan monitoring dan evaluasi guna memastikan program promosi berhasil dan berkelanjutan
secara online

PENGARUH PEMBERIAN PROMOSI KESEHATAN MELALUI MEDIA SOSIAL


FACEBOOK TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG BAHAYA MEROKOK PADA
MAHASISWA PSIK SEMESTER 8 DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA

Gazali Gafar

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2013-2014

Jumlah perokok aktif di Indonesia merupakan peringkat ketiga tertinggi di dunia setelah China
dan India. Sedangkan dari hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistika Yogyakarta 5
menunjukkan bahwa prevalensi perokok remaja saat ini dan rata-rata batang rokok yang dihisap oleh
remaja di Provinsi DI Yogyakarta, yaitu sebanyak 31,6%.

Meskipun semua orang mengetahui tentang bahaya yang ditimbulkan akibat rokok, tetapi hal
ini tidak pernah berkurang dan hampir setiap saat dapat ditemui banyak orang yang merokok bahkan
perilaku merokok sudah sangat wajar dipandang oleh para remaja, khususnya remaja laki-laki6.
Penelitian yang dilakukan oleh Grassi et al menunjukkan bahwa sebagian remaja tidak mengetahui
bahwa merokok adalah penyebab utama penyakit dan kematian. Remaja tidak mengetahui dampak
kematian akibat rokok dikarenakan kurangnya informasi yang mereka dapatkan tentang bahaya
merokok.

Promosi kesehatan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan
kesehatan kepada remaja atau kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap
perilaku. Promosi kesehatan tersebut, diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku
dari sasaran. Promosi kesehatan juga sebagai suatu proses dimana proses tersebut mempunyai masukan
(input) dan keluaran (output). Didalam suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya
tujuan promosi.

Penyajian dan penyampaian informasi dapat melalui berbagai macam media antara lain, surat
kabar, majalah, media elektronik, televisi, dan radio serta film. Semua media ini merupakan media
komunikasi yang efektif dan secara langsung berhubungan atau menyentuh masyarakat. Khusus untuk
terpaan media mana yang efektif bisa dilihat dari sisi komunikasi dan pemanfaatan informasi.

Salah satu upaya promosi kesehatan bisa dilakukan melalui media social facebook. Jika kita
mencermati manfaat dari promosi kesehatan yaitu dapat meningkatkan upaya kesehatan seseorang atau
kelompok maka pemberian informasi melalui media sosial facebook dapat meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman individu tentang bahaya merokok. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmojo yang
menyatakan bahwa promosi kesehatan yang dilakukan dengan berbagai media pada dasarnya dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap upaya kesehatanya. Adanya
penggunaan facebook telah menghadirkan sebuah web forum yang dapat membentuk suatu komunitas
online. Layaknya forum diskusi, sebuah forum web juga dapat menampung ide, pendapat dan segala
informasi dari para anggotanya sehingga dapat saling berkomunikasi atau bertukar pikiran antara satu
sama lainnya. Sebuah forum biasanya hanya memiliki satu pokok bahasan tertentu tetapi tidak
menutup kemungkinan dapat meluas ke berbagai bidang.

METODE PENELITIAN

Populasi dalam penelitian adalah subjek penelitian, misalnya manusia atau klien yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan15. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa PSIK
semester 8 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebanyak 152 orang.

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian
melalui sampling16. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non-probability sampling
dengan metode Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah suatu teknik penetapan sampel
diantara populasi penelitian dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai kehendak peneliti,
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya15.
Menurut Arikunto17,jumlah sampel dalam penelitian dapat dihitung yaitu apabila jumlah populasi
kurang dari 100 responden maka semua dijadikan sampel dan apabila jumlah populasi lebih dari 100
responden maka diambil 10 sampai 15% atau 20-25%. Berdasarkan pertimbangan peneliti maka
diambil sampel sebesar 25% yaitu sebanyak 38 orang.
Jenis penelitian ini menggunakan desain Quasi-Eksperimental dengan rancangan one-group
pra-post test design yaitu kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian
diobservasi lagi setelah dilakukan intervensi. Ciri dari penelitian one-group pra-post test design adalah

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek yaitu kelompok
subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah dilakukan
intervensi15.

Variabel bebas di dalam penelitian ini adalah pemberian promosi kesehatan bahaya merokok
melalui media sosial Facebook dan variabel terikatnya adalah pengetahuan tentang bahaya merokok.
Alat ukur dalam variable pengetahua ini adalah kuisoner. Kuisoner yang digunakan untuk mengukur
pengetahuan tentang bahaya merokok sebelum dan sesudah intervensi menggunakan skala Guttman
dengan kriteria pengetahuan responden tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan variabel bebas tidak
akan diukur karena subjek mendapatkan intervensi yang sama dan hanya akan dilakukan pemantauan
dan dilihat seberapa besar pengaruh promosi kesehatan terhadap pengetahuan responden tentang
bahaya merokok melalui besarnya nilai pretest dan postest. Bentuk kuisoner yang digunakan adalah
pertanyaan Benar (B) dan Salah (S) dengan jmlah 23 item pertanyaan. Pertanyaan dibuat dalam 2 tipe
yaitu favourable dan unfavourable terhadap objek. Untuk keperluan analisis kuantitatif maka setiap
jawaban diberi skor atau penilain yaitu penskoran data untuk item favourable Benar (B) bernilai 1 dan
Salah (S) bernilai 0, sedangkan untuk penskoran data item unfavourable Benar (B) bernilai 0 dan Salah
(S) bernilai 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Responden penelitian ini berjumlah 38 mahasiswa PSIK semester 8 di Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta, adapun karakteristik responden secara umum dari responden adalah
sebagai berikut :

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia

Karakteristik Frekuensi %

20 tahun 38 100,0

Jumlah 38 100,0

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel di atas, rentang usia responden pada penelitian ini adalah 20 sampai 23 tahun.

Secara keseluruhan usia responden dalam penelitian ini adalah usia remaja akhir. Menurut The
American Acedemy of Chil and Adolescent Psychiatry rentang umur remaja akhir dimulai dari usia 19
tahun sampai 24 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Umur mempunyai pengaruh terhadap
daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia maka akan semakin berkembang pola
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga tingkat pengetahuan tentang bahaya merokok akan
meningkat13. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Irmayati (2007), yang menyatakan bahwa usia
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Usia yang lebih tua maka pengelaman yang dimiliki
juga akan semakin banyak dan beragam. Pengelaman dapat dijadikan cara untuk menambah
pengetahuan seseorang tentang suatu hal.

Kesimpulan

1. Pengetahuan mahasiswa sebelum diberikan promosi kesehatan adalah sedang dengan mean
sebesar 138.
2. Pengetahuan mahasiswa setelah diberikan promosi kesehatan adalah tinggi dengan mean
sebesar 374,5. Dapat disimpulakan bahwa hasil penelitian ini menunjukan ada pengaruh
pemberian promosi kesehatan melalui facebook terhadap pengetahuan tentang bahaya
merokok pada mahasiswa PSIK semester 8 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

KADER POSYANDU SEBAGAI AGEN PERUBAHAN BAGI


KESEHATAN DI MASYARAKAT
(Kajian terhadap Program Revitalisasi Posyandu dan penggunaan media sosial
dalam penyebaran informasi kesehatan di Makasar)

1Rd. Funny Mustikasari Elita, Anter Venus, Dedi Rumawan


Program studi Manajemen Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung

Penelitian ini mengkaji “Kader Posyandu sebagai agen perubahan bagi kesehatan di masyarakat
(Kajian terhadap Program Revitalisasi Posyandu dan penggunaan medisosial dalam penyebaran
informasi kesehatan di Makasar) . Isu ini sesuai dengan Isu strategis penelitian Nasional point e.
Kesehatan, penyakit tropis, gizi dan obat-obatan (Health, tropical diseases, nutrition dan medicine)
dan point k. Teknologi informasi dan komunikasi (Information & communication technology).
Indonesia sebagai negara berkembang telah mencanangkan Visi pembangunan Kesehatan Indonesia
yaitu “ Indonesia Sehat 2010” Dengan demikian pada tahun 2010 bangsa Indonesia diharapkan mampu
mencapai tingkat kesehatan yang optimal dengan tercapainya kemampuan penduduk untuk hidup sehat
dan tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu (depkes RI, 2009).

Dari peran posyandu maupun kadernya sudah tidak diragukan lagi di Indonesia. Organisasi
berbasis masyarakat yang didirikan pada tahun 1980 ini semakin kari semakin diakui keberadaannya
dalam melayani kesehatan dasar yang ada di masyarakat. Di Sulawesi Selatan jumlah posyandu
purnama dan mandiri tahun 2009 sebanyak 38,99%, sedangkan pada tahun 2010 mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 44,68% Bila dibandingkan dengan target IIS 2010 (40%)
sudah tercapai, dan pada tahun 2011 posyandu purnama dan mandiri sebanyak 45,23. Pencapaian
posyandu purnama dan mandiri (posyandu aktif) di Sulawesi Selatan tahun 2012 yang tinggi
capaiannya yaitu Kabupaten Sinjai, Soppeng, Enrekang, Pinrang, Tator, Luwu Timur, Kota Parepare
dan Palopo Sedangkan pencapaian posyandu purnama dan mandiri terendah yaitu Kab. Selayar,
Bulukumba, Takalar, Gowa, Maros, Luwu, Tator, Luwu Utara, Toraja Utara). (Sumber : Dinkes
Kabupaten/Kota Tahun 2012).

MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini secara keilmuan menambah cakrawala komunikasi kesehatan. Secara praktis
diharapkan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan komunikasi kesehatan yang dapat
digunakan untuk mendukung surveilans kesehatan ibu dan anak yang berbasis masyarakat. Manfaat
lain adalah memudahkan kader dalam mengelola data yang dihasilkan dari kegiatan Posyandu. Selain
itu menjadi bahan acuan bagi Kader Posyandu untuk memahami permasalahan sehingga dapat
mengembangkan kegiatan yang tepat dan disesuaikan kebutuhan sasaran. Menyediakan informasi yang
tepat guna dan tepat waktu kepada pihak-pihak yang terkait dengan Desa Siaga, terutama yang
berkaitan dengan kondisi kesehatan ibu dan anak yang digunakan sebagai dasar untuk mengambil
tindakan terhadap suatu kejadian di wilayah desa tersebut. Manfaat lain adalah membantu petugas
kesehatan dalam menyiapkan data kelompok sasaran serta cakupan program yang dijalankan di
Posyandu, untuk melakukan pemantauan dan pembimbingan terhadap kegiatan di Posyandu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif pendekatan studi kasus, subjek penelitian ini
adalah para kader Posyandu, petugas kesehatan dan bidan desa serta masyarakat di dua provinsi lokasi
penelitian. Penulis melakukan wawancara dan FGD dengan pihak – pihak yang berkaitan erat dengan
proses komunikasi kesehatan dan penerapan Program Revitalisasi Posyandu. Pengambilan sampel
metode kualitatif dilakukan secara purposif yaitu dengan mewawancarai responden yang terlibat dalam
Program Revitalisasi Posyandu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 Motivasi Menjadi Kader

Faktor yang mendorong para kader ini untuk berkomitmen terhadap peranannya sebagai agen
perubahan. Adalah kepedulian kepada sesama anggota masyarakat disamping untuk mengisi waktu
disela kegitan mengurus rumah tangga. Dari hasil diskusi dengan sekelompok kader dari makasar Andi
Salman Baso Kasi Promosi Kesehatan) Kartini Ismail, Marta Christina, Rahayu, Sulmiati, Abbasiah
Sahrun didampingi Andi Salman Baso (Kasi Promosi Kesehatan) dan Yunus anggota Masyarakat serta
Bidan Ani Tandi Rapak. Bahwa komitmen yang dimiliki para kader adalah sebagai bentuk kepedulian
kepada masyarakat yang ada di sekiratnya disamping karena sudah terlanjur sayang dan cita dengan
profesinya sebagai kader yang bersifat volunteer. Karena para kader tersebut rata-rata menjadi kader
sudah lebih dari 5 tahun bahkan ada yang lebih dari 15 tahun, sehingga aktivitas utuk melayan layanan
kesehatan dasar bagi masyarakat sudah enjadi kebiasaan dan sepert menjadi panggilan jiwa. Para kader
tersebut merasa kehilangan jika ada salah satu tujuan layanan tidak datang ke posyandu. mereka
mengatakan bahwa jika ada salah seorang peserta sasaran tidak datang maka kami mendatangi ke
rumahnya atau membuat janji untuk bertemu dan melakukan penimbangan dan pelayanan dasar.
Kesulitan yang dialami kader adalah keluarga yang sudah diatas sejahtera. Mereka seringkali tidak
mau dilayani karena lebih memilih untuk pergi ke dokter atau bidan yang berbayar. Akan tetapi di
tahun lima tahun terahir ini sudah banyak ibu-ibu yang memanfaatkan jasa posyandu utnuk
pemasangan alat KB.

 Peran Kader Posyandu sebagai Agen Perubahan

Kader dari awal terbentuknya organisasi posyandu di Indonesia pada tahun 1980 mengalami
pasang dan surut dalam aktivitasnya. Akan tetapi hasil penelitian di Kabupaten Bandung, Kota Subang
dan Makasar serta di beberapa kota lain komitmen para kader patut diacungi jempol. Mereka adalah
para peabdi dalam kegiatan posyandu yang seringkali di awal kegiatannya kurang ditanggapi oleh
masyarakat. Pengabdiannya di dalam melayani kesehatan dasar menimbulkan jalinan keterikatan baik
sesama kader maupun antara kader dengan masyarakat yang dilayaninya. Tidak ada honor dalam
layanan kegiatan ini, yang ada adalah kepedulian dan sambil merewat keluarga juga melayani
masyarakat . Rata-rata pendapat dari para kader di berbagai wilayah selalu mengatakan sambil
menyelam minum air itu istilah yang sering dikemukakan mengenai peran mereka di masyarakat
dalam berbagai program kesehatan serta program lainnya di masyarakat. Pengabdian yang bertahun-
tahun menjadikan kader memiliki identitas yang kuat sebagai pengabdi di bidang kesehatan yang
paling mulia. Tanpa isentif tapi kegiatan berlangsung sampai saat ini. Saat ini ada juga insentif yang
mereka terima dalam jumlah yang sangat sedikit dibanding UMR. Menurut para kader yang sudah
diatas sepuluh tahun masa pengabdiannya, bahwa ada juga kader yang keluar karena mendapat
pekerjaan, atau pindah kota, tetapi yang bertahan lebih banyak. Semakin hari kami semakin percaya
diri dan alhamdulillah sekarang bahkan kami dihargai oleh masyarakat. Setiap ada program dari
pemerintah selalu kami yang diminta untuk terlibat. Bahkan menurut para kader yang hadir dalam
diskusi bahwa sekarang ini masyarakat sering meminta kami (para kader) untuk selalu terlibat dalam
setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintahan baik di tingkat RT, RW, kelurahan dan
kecamatan. Dan di tingkat Kota pun mereka kerap diundang oleh walikota. Kami (para kader)
tergabung dalam grup WA dan BB yang dikoordinir oleh walikota maupun dinas kesehatan kota
makasar. Sehingga para kader dan petugas kesehatan akanlangsung mengetahui perkembangan
kegiatan dan program yang sedang dilaksanakan. Jalinan komunikasi yang cair antara kader dengan
dinas terkait membuat penanganan masalah kesehatan dengan cepat ditangani. Selain sebagai agen
kesehatan mereka juga sering dilibatkan dalam beragam kegiatan lain yang langsung berinteraksi
dengan masyarakat baikmsecbagai petugas pencacah jiwa maupun mediator kesehatan lain selain
layanan posyandu. Mereka tergabung dalam layanan “Home Care Makassar” yang melayani
masyarakat yangada di kota makassar selama 24 jam melalui jaringan media sosial. Jika kader
menemukan ada orang yang sakit di wilayahnya mereka akan langsung melaporkan melalui media
sosial ke nomor-nomor Home Care. Penanganan mobil kesehatan ini meluas kepada pengurusan
dananya juga BPJSnya. Menurut kasi promkes dan juga para kader yang paling utama ditolong dulu
adminsitrasi diurus oleh para petugas kemudian. Di bawah ini adalah fasilitas Home Care yang
digunakan.
Gambar : Program Home Care yang mendekatkan masyarakat pada layanan kesehatan.

Peran kader yang meluas yang tadinya seputar posyandu dan layanannya kini menjadi agen
pemerintah untuk program-program kesehatan dan kemasyarakatan sejalan pendapat Rasmuson dkk
dalam Graeff et al. (1996) dikatakan bahwa komunikasi kesehatan merupakan upaya sistematis yang
secara positif mempengaruhi praktik-praktik kesehatan populasi-populasi besar. sasaran utama promosi
kesehatan adalah melakukan perbaikan kesehatan yang berkaitan dengan praktik dan pada gilirannya
status kesehatan.

 Faktor keterpercayaan kader dalam beragam kegiatan

Pengalaman mereka sebagai kader sudah lama, hampir semuanya diatas lima tahun bahkan ada
yang sampai 17 tahun menjadi kader. Pengabdian para kader yang sudah terbukti daya tahannya dalam
pelayanan masyarakat menimbulkan kepercayaan dari masyarakat dan pemerintah sehingga mereka
sering dilibatkan dalam berbagai kegiatan di masyarakat. Seperti pencatatan jiwa (sensus 2014)
dilakukan oleh para kader karena dianggap sudah berpengalaman dalam memotret kondisi masyarakat
yang ada di wilayah binaannya. Ada hal yang unik di Makasar bahwa saat ini jika pemkot ada acara
mereka sering diundang bahkan sering dititipkan untuk menjadi agen bagi promosi pilkada. Hanya
mereka menanggapinya dengan biasa saja, Menurut mereka jika memang baik kenapa tidak untuk
mendukung program-program yang akan bermanfaat bagi masyarakat. Dengan pengalaman yang sudh
lebih dari 10 tahun mereka dapat beradaptasi dengan beragam kepemimpinan yang ada di wilayahnya
dan hal yang paling mendasar dipertahankan adalah para kader yang berasal dari masyarakat melihat
segala ajakan ataupun himbauan serta ajakan akan diikuti selama bermanfaat banyak bagi masyakarat
yang sudah menjadi bagian dari kehidupannya.

Keterpercayaan (Trustworthiness). Lamanya para kader merupakan faktor yang menimbulkan


keterpercayaan. Faktor ini yang paling penting dalam kredibilitas seorang kader. Seorang kader yang
dianggap tidak jujur atau tidak memiliki integritas pribadi akan kehilangan kepercayaan dari
khalayaknya meskipun ia menyampaikan pesannya dengan tenang atau ia dikenal sebagai orang yang
sangat berkuasa atau orang yang ahli tentang topic yang dibicarakannya. (Venus, 2009 : 60) .
Keterpercayaan atau sifat dapat dipercaya ini adalah kesan tentang komunikator yang berkaitan dengan
wataknya. Karakter atau watak merupakan sesuatu yang agak samar-samar tetapi sangat penting
karena dapat menunjukkan bagaimana komunikator dipersepsi. Dari kepercayaan (sifat dapat
dipercaya) ini dapat terlihat apakah komunikator objektif, dapat diandalkan, bermotivasi baik, dan
disukai. Kepercayaan mutlak diperlukan dalam suatu hubungan agar pelaku komunikasi dapat saling
mempercayai. Hal ini dilakukan pada saat menentukan di mana para kader dan masyarakat yang
dilayani harus saling mengungkapkan lebih banyak lagi mengenai pikiran, perasaan dan terhadap
situasi yang dihadapi, atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan dukungan dan kerjasama,
sikap jujur, adil dan dapat mendukung predikat kader / komunikator sebagai orang yang dapat
dipercaya yang merupakan suatu aspek penting dalam kredibilitas. Kesalahpahaman atau distorsi
dalam komunikasi sering terjadi karena kader dan masyarakatb tidak saling mempercayai. Dalam
proses komunikasi seorang kader akan sukses apabila berhasil menunjukkan source credibility, artinya
menjadi sumber kepercayaan bagi masyarakatyang dilayaninya. Kepercayaan komunikan kepada
komunikator ditentukan oleh keahlian komunikator dalam bidang tugas pekerjaannya dan dapat
tidaknya ia dipercaya. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang
disampaikan kepada komunikan dianggap olehnya sebagai benar dan sesuai dengan kenyataan empiris
(Effendy, 2003 : 305). Keterpercayaan (trustworthiness) berkaitan dengan penilaian masytarakat
bahwa sumber informasi yang diberikan oleh para kader dianggap tulus, jujur, bijak dan adil, objektif,
memiliki integritas pribadi, serta memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Penilaian yang
dilakukan umumnya berpatokan pada perilaku sumber pada masa lalu dan dugaan khalayak tentang
perilakunya pada saat sekarang. Dengan kata lain track record seseorang akan menjadi acuan apakah
yang bersangkutan dianggap memiliki keterpercayaan atau tidak (Venus, 2009 : 57). Keterpercayaan
ini di dukung juga dengan sistem kesehatan di kota makasar yang sudah terintegrasi mereka memiliki
layanan yang disebut Home Care. Home Care adalah layanan langsung ke rumah pasien anggota
masyarakat ataupun masyarakat tamu yang ada di kota makasar. Para kader akan langsung melaporkan
ke pusat layanan tentang keberadaan pasien melalui sosial media yang dibetuk sebagai sarana
komunikasi dan koordinasi kegiatan layanan kesehatan.

KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas simpulan yang dapat dicatat bahwa motivasi menjadi kader adalah
kepedulian dan komitmen para kader kepada masyarakat sekitar akhirnya menumbuhkan rasa
kepemilikan terhadap kegiatan serta keberadaan kesehatan masyarakat sekitarnya. Para kader
berkegiatan dan bertindak berdasarkan makna yang diberikan pada masyarakat, dan peristiwa. Makna-
makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan para kader baik untuk berkomunikasi dengan
orang lain baik itu sesama kader dan kepada masyarakat yang dilayani, maupun dengan dirinya sendiri,
atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan para kader untuk mengembangkan perasaan mengenai
diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas. Peran kader sebagai agen
pembaharu di bidang kesehatan meluas yang tadinya seputar posyandu dan layanannya kini menjadi
agen pemerintah untuk program-program kesehatan dan kemasyarakatan. Lamanya pengalaman
menjadi kader merupakan faktor yang menimbulkan keterpercayaan. Faktor ini yang paling penting
dalam kredibilitas seorang kader dalam berinteraksi dan melaksanakan tugasnya sebagai kader
kesehatan dasar.

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN MEDIA


FACEBOOK DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP MOTIVASI
BERHENTI MEROKOK PADA REMAJA

Miftahu Rahmah, Huriati S.Kep.,Ns., M.Kes, Dr. Arbianingsih S.Kep.,Ns.,M.Kes


Program Studi Keperawatan SI Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
E-Mail : Mitha_Rahmah95@yahoo.com

Rokok dianggap bukan benda asing lagi pada zaman moderen ini. Bagi mereka yang hidup di
kota dan di desa pada umumnya mereka sudah mengenal benda asing yang bernama rokok. Bahkan
oleh sebagian orang, rokok sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja
dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa alasan yang jelas seseorang akan merokok, baik setelah makan,
minum kopi atau teh, bahkan sambil bekerjapun seringkali diselingi dengan merokok.

Usia 12-15 tahun merupakan usia yang identik dengan coba-coba, misalnya mencoba untuk
merokok dan mungkin perilaku menyimpang lainnya. Butuh himbauan dari orang terdekat untuk
memberi pengarahan tentang bahaya perilaku yang menyimpang (Sarwono, 2011).

WHO (2013) mencatat jumlah perokok seluruh dunia mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta
diantaranya berada dinegara berkembang. Indonesia menempati urutan ketiga dengan jumlah perokok
terbanyak setelah Cina dan India. The Southeast Asia Tobacco Control Aliance (SEATCA)
menyebutkan bahwa jumlah perokok di Asia Tenggara tahun 2013 tercatat sebanyak 121 juta jiwa,
dimana Indonesia mencapai urutan pertama perokok terbanyak dengan persentase 50,68%.

Prevalensi perokok di Indonesia masih cenderung meningkat pada tahun 2010 sebanyak 34,7%
dibandingkan data survey pada tahun 1995 yaitu 27% (Depkes, 2012). Berdasarkan data Riskesdas
(2010), 34,7% penduduk Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun adalah perokok. Prevalensi merokok untuk
semua kelompok umur mulai merokok 10-14 tahun sebesar kurang lebih 80% selama kurung waktu
2001-2010 (Kemenkes, 2010) sedangkan pada tahun 2013, jumlah penduduk Indonesia perokok yang
berusia ≥ 15 tahun telah mencapai 36,3%. Dibandingkan dengan penelitian Global Adults Tabacco
Survey (GATS) pada penduduk kelompok umur ≥15 tahun, proporsi perokok laki-laki lebih tinggi
67,0% dari pada Riskesdas 2013 sebesar 64,9% (Kemenkes, 2013).

Hasil Riskesdas (2013) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukkan bahwa prevalensi
penduduk yang merokok umur 10 tahun keatas diperoleh data sebanyak 30,3%. Dengan 26,8%
merokok setiap hari dan 3,5% merokok kadang-kadang. Prevalensi perokok di NTB lebih tinggi
dibandingkan dengan jumlah rerata nasional yaitu hanya 29,3%. Dengan 24,3% merokok setiap hari
dan 5,0% merokok kadang-kadang.

RUMUSAN MASALAH

Kebiasaan merokok yang semakin tinggi disebabkan karena kurangnya informasi yang diterima
tentang bahaya merokok. Salah satu upaya pencegahannya yaitu dengan memberikan pendidikan
kesehatan yang dapat dilakukan dengan berbagai media diantaranya media facebook dan media
Leaflet.

Berdasarkan penjelasan diatas maka untuk membatasi ruang lingkup permasalahan dalam
penelitian ini dibuat rumusan masalah yaitu : “ Apakah Ada Perbedaan Efektifitas Pendidikan
Kesehatan Media Facebook dan Media Leaflet Terhadap Motivasi Berhenti Merokok pada Remaja di
SMPN 2 Lambu ?

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan pendekatan two group pre-post
test design. Penelitian ini dilakuakan di SMPN 2 Lambu pada 11-18 September 2017. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua siswa laki-laki SMPN 2 Lambu yang merokok sebanyak 20 siswa dengan
tidak melibatkan kelas IX. Dalam penelitian ini pemilihan sampel dilakukan dengan cara Non
Probality Sampling jenis Total Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMPN 2 Lambu
yang merokok sebanyak 20 orang yang selanjutnya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 10 responden
untuk pendidikan kesehatan menggunakan media facebook dan 10 responden yang menggunakan
media leaflet. Instrument penelitian menggunakan kuesioner dengan menggunakan uji Paired T-tes
dan Independent T-tes

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden pada kelompok media facebook dan
kelompok media leaflet tidak memiliki karakteristik yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa variasi
usia dalam penelitian tidak berkontribusi terhadap perbedaan dalam penelitian ini. Responden
termotivasi untuk berhenti merokok dikarenkan pengaruh dari media pendidikan kesehatan yang telah
diberikan oleh peneliti sebagai faktor yang memicu timbulnya motivasi berhenti merokok pada siswa
SMPN 2 Lambu.

1. Efektivitas Pendidikan Kesehatan Media Facebook Terhadap Motivasi Berhenti Merokok.


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan motivasi
berhenti merokok siswa sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan
media facebook. Hal ini menunjukan bahwa penyampaian pendidikan kesehatan motivasi berhenti
merokok dengan media facebook dapat meningkatkan motivasi berhenti merokok siswa di SMPN
2 Lambu.

Hal ini terjadi karena melalui grup dalam media facebook yang telah dibuat, responden dapat
memperoleh informasi tentang bahaya merokok dengan mudah. Responden bisa kapan saja
mengakses aplikasi facebook dan tidak perlu berkumpul diwaktu tertentu untuk menerima materi
karena bisa dilakukan dengan jarak jauh, dan materi diberikan dalam bentuk video guna untuk
meningkatkan minat belajar responden. Dalam grup ini responden dengan bebas melakukan
diskusi dengan teman dan peneliti tentang bahaya merokok, sehingga termotivasi untuk berhenti
merokok.

2. Efektivitas Pendidikan Kesehatan Media Leaflet Terhadap Motivasi Berhenti Merokok.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan motivasi


berhenti merokok siswa sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan media leaflet. Hal
ini menunjukkan bahwa penyampaian pendidikan kesehatan motivasi berhenti merokok dengan
media leaflet dapat meningkatkan motivasi berhenti merokok siswa di SMPN 2 Lambu.

Asumsi peneliti penyebab masih terdapatnya 3 responden dengan motivasi berhenti merokok
kategori kurang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor dari peneliti itu sendiri yakni peneliti
kurang mampu menguasai situasi kelas sehingga membuat responden menjadi bosan. Faktor
lingkungan yaitu ketika proses penyampaian materi pendidikan kesehatan dengan media leaflet
berlangsung lingkungan tidak kondusif karena terganggu oleh siswa lain yang tidak mengikuti
pendidikan kesehatan media leaflet. Faktor media pendidikan kesehatan yaitu mencantumkan
gambar yang membuat responden tidak takut dengan bahaya merokok dan faktor dari responden
itu sendiri yang tidak memiliki keinginan untuk menyimak dengan baik materi yang disampaikan
oleh peneliti.

Menurut Notoatmojo (2007) faktor-faktor keberhasilan dalam penyuluhan yaitu faktor


penyuluh yang meliputi kurangnya persiapan, kurangnya penguasaan materi dan bahasa yang
digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, dan penampilan pemateri yang monoton
sehingga membosankan. Faktor sasaran yang meliputi tingkat pendidikan sasaran yang terlalu
rendah, kondisi tempat tinggal sasaran yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan perilaku.
Faktor proses penyuluhan yang meliputi waktu penyuluhan yang tidak sesuai dengan waktu yang
diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dilakukan yang dilakukan ditempat yang dekat dengan
keramaian, alat peraga dalam penyuluhan kesehatan kurang, dan metode yang digunakan kurang
tepat.

3. Perbedaan Efektivitas Pendidikan Kesehatan Media Facebook dan Media Leaflet Terhadap
Motivasi Berhenti Merokok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan efektifitas pendidikan kesehatan
media facebook dan media leaflet. Kedua metode ini sama-sama efektif untuk meningkatkan
motivasi berhenti merokok pada remaja.

Asumsi peneliti bahwa penyebab tidak terdapatnya perbedaan efektivitas dikedua media ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor dari materi pendidikan kesehatan yang
diberikan pada kedua kelompok yang tidak seimbang. Materi yang disampaikan pada kelompok
media leaflet diberikan secara rinci tentang rokok dan dampak rokok terhadap kesehatan.
Sedangkan pada kelompok media facebook materi yang disampaikan dalam bentuk video lebih
fokus pembahasannya tentang bahaya rokok terhadap kesehatan dan tidak lengkap seperti materi
yang diberikan pada kelompok media leaflet. Faktor lain adalah faktor pemberian pendidikan
kesehatan dimana pada kelompok media leaflet pemberian pendidikan kesehatannya hanya
diberikan satu kali dalam satu hari. Sedangkan pada kelompok media facebook pemberian
pendidikan kesehatannya dilakukan secara terus menerus selama empat hari dengan mengirim satu
video dalam satu hari.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil penelitian pada kelompok media facebook didapatkan nilai p= 0,001 atau
p<0,05 yang menunjukkan ada perbedaan signifikan motivasi berhenti merokok siswa sebelum
dan sesudah pendidikan kesehatan menggunakan media facebook.

2. Berdasarkan hasil penelitian pada kelompok media leaflet didapatkan nilai p= 0,002 atau
p<0,05 yang berarti ada perbedaan signifikan motivasi berhenti merokok sebelum dan sesudah
diberikan pendidikan kesehatan dengan media leaflet.
3. Berdasarkan hasil uji perbedaan efektivitas pendidikan kesehatan media facebook dan media
leaflet didapatkan nilai p= 0,063 atau p> 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan efektivitas
yang signifikan antara pendidikan kesehatan media facebook dan media leaflet terhadap
motivasi berhenti merokok pada siswa SMPN 2 Lambu.

Promosi Kesehatan Menggunakan Gambar Dan Teks Dalam


Aplikasi WhatsApp Pada Kader Posbindu
(Health promotion using images and text in WhatsApp application
on Posbindu health workers)

Nopryan Ekadinata & Doni Widyandana

Posbindu adalah unit kegiatan berbasis masyarakat yang bertujuan mendeteksi dini kasus
penyakit tidak menular. Keterlibatan masyarakat dalam program Posbindu merupakan esensi utama
dalam optimalisasi program pemberdayaan masyarakat. Desa Wonokerto adalah wilayah yang sedang
mengembangkan program Posbindu bekerjasama dengan pihak Puskesmas dan Kader Posbindu.

Penggunaan internet dan smartphone telah lama diteliti dan terbukti efektif meningkatkan status
kesehatan masyarakat. Akses internet memudahkan masya- rakat untuk mencari informasi dan
pembelajaran spesifik. Pencarian informasi didominas oleh peman- fatan internet melalui media
smartphone. Tren ini menjadi peluang praktisi kesehatan untuk menyampai- kan informasi kesehatan
dengan media sosial.

WhatsApp adalah aplikasi populer dengan jumlah pengguna tertinggi di dunia. Pengguna
WhatsApp dapat memanfaatkan fasilitas mengirim pesan, gambar, video dan video call hingga
membuat kelompok diskusi. WhatsApp merupakan aplikasi yang paling sering digunakan dan dengan
durasi yang paling lama oleh pengguna smartphone (9,10). Sampai saat ini, belum ada penelitian
terkait penggunaan aplikasi chatting sebagai sarana promosi kesehatan. Pemanfaatan aplikasi
WhatsApp sebagai media promosi kesehatan dengan topik diabetes tipe 2 perlu dikaji secara ilmiah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas program edukasi tentang diabetes tipe 2 melalui
media WhatsApp pada tingkat pengetahuan dan kepuasan belajar kader Posbindu.

METODE

Penelitian experimental ini menggunakan metode repeated measurement design melalui


intervensi berjenjang pada satu kelompok penelitian. Core intervensi edukasi penelitian membahas
tentang edukasi diabetes tipe 2 melalui WhatsApp group . Intervensi dilakukan selama 2 minggu.
Intervensi minggu pertama berupa pesan edukasi diabetes yang dikirimkan melalui WhatsApp group .
Intervensi minggu kedua berupa edukasi pesan bergambar. Responden penelitian ini melibatkan 33
kader Posbindu. Variabel bebas penelitian adalah tingkat pengetahuan diabetes tipe 2 dan nilai
kepuasan belajar. Uji efektifitas data sebelum dan setelah intervesi menggunakan repeated
measurement Annova. Perbedaan signifikansi kepuasan belajar pada setiap intervensi dianalisis
menggunakan independent t-test . Instrumen penelitian menggunakan kuesioner multiple choice untuk
menilai pengetahuan diabetes melitus tipe 2 dan kuesioner skala likert untuk menilai kepuasan belajar
berdasarkan intervensi.

BAHASAN

Program edukasi melalui pemanfaatan pengiriman pesan teks dan gambar edukasi tentang
diabetes melitus tipe 2 pada aplikasi WhatsApp efektif meningkatkan pengetahuan tentang diabetes
melitus tipe 2. WhatsApp dapat menjadi media peningkatan edukasi kesehatan berbasis. Media sosial
merupakan fasilitas komunikasi antara educator kesehatan dan learner dengan sistem diskusi.
Kelebihan edukasi menggunakan WhatsApp adalah materi mudah diakses dan cost effective.

Penelitian ini menjelaskan efek positif penggunaan gambar dan teks sebagai media edukasi
diabetes mellitus tipe 2. Peningkatan skor pengetahuan diabetes merupakan efektif positif penggunaan
WhatsApp sebagai media edukasi. Metode pengiriman gambar dan teks edukatif adalah salah satu
terobosan yang paling sering diaplikasikan di media sosial sebagai upaya peningkatan aspek kognitif.
Program edukasi melalui WhatsApp dapat dioptimalkan melalui pengiriman pesan teks edukasi dan
pesan bergambar. Beberapa bukti empirik telah menjelaskan evidence based dampak positif
pengiriman pesan gambar dan teks edukatif pada media sosial untuk meningkatkan pengetahuan.
Aspek diskusi pada fitur WhatsApp memiliki peluang signifikan dalam meningkatkan minat learner
dalam program peningkatan kognitif.

Media sosial mudah digunakan untuk mengirimkan pesan, foto, video, panggilan suara,
panggilan video hingga wadah informasi komunikasi antar kelompok. Pesan dapat dikirimkan dengan
massive , efektif dan real time . Beberapa penelitian menyebutkan bahwa media sosial telah menjadi
sumber peningkatan aspek kognitif hingga keterampilan di bidang kesehatan. Internet dan media sosial
pada era teknologi saat ini memiliki peluang yang sangat besar dalam pencapaian informasi kesehatan.

Aspek terpenting dalam pencapaian kesuksesan pembelajaran berbasis media sosial adalah
kualitas fasilitator dan target pencapaian pembelajar yang ditentukan oleh learner yang distimulasi
dengan penjelasan kurikulum, dan core utama. Aspek fasilitator memiliki nilai fundamental
pencapaian learning output dan pencapaian kepuasan belajar. Interaksi fasilitator dan learner
merupakan aspek penting lain dalam peningkatan pengetahuan berbasis media sosial.

Kepuasan belajar menentukan minat dan upaya eksploratif learner dalam mencapai output
pembelajaran mandiri dan optimal. Kepuasan belajar merupakan aspek penting yang harus
diperhatikan dalam pemberian metode pembelajaran. Metode pembelajaran efektif sangat ditentukan
oleh kepuasan belajar dan berbanding lurus dalam pencapaian target pembelajaran. Parameter
kepuasan belajar ditentukan oleh aspek konten materi dan metode pencapaian konten. Aspek lain yang
perlu dipertimbangkan adalah kapasitas fasilitator, interaktifitas dan kenyamanan belajar. Metode
pembelajaran berbasis WhatsApp memberikan ruang diskusi interaktif.

SIMPULAN

WhatsApp adalah media edukasi diabetes tipe 2 yang efektif. Pengiriman pesan bergambar
memiliki nilai rerata pengetahuan dan kepuasan lebih tinggi dibandingkan pesan teks.

PERANAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL SEBAGAI PENDUKUNG


MEDIA PROMOSI KESEHATAN
Yosef Yulius

Program StudiDesain Komunikasi VisualUniversitas Indo Global Mandiri


Jl Jend. Sudirman No. 629 KM. 4 Palembang Kode Pos 30129
Email : yosef_dkv@uigm.ac.id

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak yang
terbagi dalam 34 provinsi bagian. Berdasarkan data dari CIA World Factbook pada bulan Juni 2016,
total penduduk Indonesia berjumlah 258.316.051 jiwa, dan memiliki resiko tinggi terhadap penyakit
seperti diare, hepatitis, demam berdarah dan malaria.

Sebagai negara berkembang, kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami


perkembangan yang cukup baik, hal ini bisa dilihat dari meningkatnya animo masyarakat yang
mendaftarkan diri sebagai anggota BPJS di Indonesia sebagai bentuk kesadaran masyarakat akan
pentingnya menjaga kesehatan yang disertai perkembangan jumlah fasilitas kesehatan.

Salah satu fasilitas pendukung kesehatan yang saat ini bisa dirasakan oleh masyarakat antara lain
adalah media promosi kesehatan. Di Indonesia sarana promosi kesehatan mendapat dukungan dari
BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) yang merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk percepatan MDGs bidang kesehatan.

Dalam pelaksanaannya promosi kesehatan menggunakan berbagai macam media di dalamnya,


dan secara tidak langsung terkait dengan cabang keilmuan desain komunikasi visual dalam
penerapannya, maka adapun pada penelitian ini, rumusan masalah yang diangkat yakni merumuskan
bagaimana peranan desain komunikasi visual pada perkembangan media promosi kesehatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sejauh mana perkembangan promosi kesehatan
yang selama ini beredar di masyarakat terutama pada beberapa hal yang mencakup tentang komunikasi
visual, strategi media, dan strategi komunikasi yang digunakan. Manfaat dari perancangan ini adalah
meningkatkan kualitas peran serta para perancang promosi kesehatan dalam membuat media promosi
kesehatan yang tepat sasaran dan mampu menjangkau masyarakat agar masyarakat menjadi lebih sadar
akan pentingnya menjaga kesehatan.

PEMBAHASAN

Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam


mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri, serta mampu mengembangkan kegiatan
yang ber-sumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan (DEPKES RI, 2007).

Menurut Lawrence Green, promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan
kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang untuk
memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Dalam visi misi
umum promosi kesehatan, teori ini mempunyai tujuan yakni meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga
produktif secara ekonomi maupun sosial. Promosi kesehatan di semua program kesehatan bermuara
pada kemampuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, baik kesehatan individu, kelompok
maupun masyarakat (Notoatmodjo, 2007:35).

Pentingnya pemilihan media dalam melakukan promosi kesehatan sangatlah diperlukan dengan
maksud mempermudah penerimaan sasaran terhadap materi promosi kesehatan yang diberikan. Pada
umumnya upaya promosi kesehatan menggunakan media-media desain komunikasi visual sebagai
media komunikasi, adapun media-media tersebut antara lain seperti poster, flyer, leaflet, foto, ilustrasi,
dan video. (Ardian, 2014:3)

Sebagai pendukung komunikasi suatu media promosi kesehatan, ilustrasi dibutuhkan sebagai
pendamping teks, karena pada umumnya masyarakat lebih berkesan melihat suatu teks informasi yang
ditampilkan dengan foto atau gambar ilustrasi (infografik). Gambar mewakili seribu kata, gambar
menyampaikan pesan dengan sangat cepat, gambar dapat memiliki berbagai makna. Menurut Didit
Widiatmoko, gambar/ilustrasi dalam suatu iklan/media promosi memiliki fungsi persuasi. Tampilan
image yang mendekati kenyataan semakin memudahkan persuasi kepada masyarakat, bukan
representasi produk saja tetapi juga model yang memeragakan pesan yang dibawa oleh suatu media
promosi akan terlihat semakin nyata.

Komunikasi Persuasi merupakan salah satu teori yang penting dalam suatu perancangan komunikasi
visual, komunikasi persuai meruapan suatu bentuk komunikasi yang paling mendasar. Komunikasi
persuasi biasanya diterapkan dalam menyampaikan suatu informasi dengan lebih menekankan
rangsangan proses berpikir manusia melalui suatu pola komunikasi yang sifatnya mampu membujuk,
mengarahkan, atau merubah sikap/pandangan orang lain. Menurut Olson dan Zanna (Werner &
James, 2009 :177) persuasi bisa dikatakan sebagai suatu “perubahan sikap akibat paparan informasi
dari orang lain”. Pada dasarnya sikap merupakan suatu tendensi diri terhadap sesuatu yang ditunjukan
dengan rasa suka/tidak suka terhadap sesuatu. Adapun komponen sikap menurut Werner & James
(2009:177) adalah :
1. Komponen afektif – kesukaan atau perasaan terhadap sebuah objek.

2. Komponen kognitif - keyakinan terhadap sebuah objek.

3. Komponen perilaku – tindakan terhadap objek.

Pada umumnya media komunikasi visual promosi kesehatan akan lebih tepat sasaran bila pada
penerapannya media tersebut tidak berdiri sendiri, sebuah strategi komunikasi pada media promosi
kesehatan akan mendukung tersampaikannya informasi tentang kesehatan kepada masyarakat.Strategi
komunikasi tersebut bisa diterapkan dalam penggunaan iklan layanan masyarakat atau kampanye
kepedulian (awareness campaign). Adapun contoh pada tinjauan promosi kesehatan yang telah
terlaksana baik di dalam maupun luar negeri seperti iklan layanan masyarakat tentang pentingnya
menjaga kesehatan gigi, kampanye kesehatan penyakit jantung koroner, kampanye sosial antisipasi
HIV Aids, iklan layanan masyarakat rajin mencuci tangan, kampanye kesadaran akan obesitas, dll

Istilah Awarenes (raising) campaign dalam bahasa Indonesia biasa disebut sebagai kampanye
kesadaran/kepedulian. Kampanye kesadaran/kepedulian merupakan suatu upaya yang dibuat secara
terorganisir untuk mengubah sikap atau perilaku yang didasarkan pada kemampuan para pemangku
kepentingan untuk mengkomunikasikan pesan ke berbagai khalayak dengan menggunakan berbagai
pendekatan. (Richard Sayers, 2006:103). Peningkatan kesadaran dipahami sebagai kekuatan
konstruktif yang memiliki potensi dalam melakukan suatu perubahan. Upaya meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap suatu topik atau masalah diperlukan untuk menginformasikan sikap, perilaku dan
keyakinan masyarakat dengan tujuan mempengaruhi mereka secara positif dalam pencapaian tujuan
atau tujuan yang ditetapkan. Salah satu kunci sukses sebuah kampanye persuasif adalah dengan
mempelajari target sasaran sebelum mempersiapkan pesan, riset terhadap target sasaran, serta
pengumpulan data sebagai landasan menciptakan tujuan kampanye yang akan diterapkan kepada
media promosi kesehatan.

KESIMPULAN

Penentu keberhasilan sebuah media promosi kesehatan bisa dilihat dari umpan balik yang
diterima masyarakat terhadap cara menanggapi aspek kesehatan di dalam kehidupan masyarakat.
Semakin banyaknya masyarakat yang sadar akan pentingnya kesehatan merupakan bentuk nyata
bahwa media promosi kesehatan telah mampu diterima dan dipahami masyarakat.

Peranan cabang keilmuan desain komunikasi visual pada media-media promosi kesehatan
sangatlah penting, dengan ilmu desain komunikasi visual, media-media promosi kesehatan akan
terpublikasikan secara lebih komunikatif, aplikatif, dan tepat sasaran. Melalui unsur dan prinsip desain
komunikasi visual yang dipadukan dengan teori komunikasi persuasi yang dituangkan kedalam sebuah
kampanye kesadaran kesehatan kepada masyarakat, suatu media promosi kesehatan akan lebih
terkonsep dan sistematis.

Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dan diimplementasikan bagi setiap perancang grafis
awam dalam merancang media promosi kesehatan di setiap lembaga atau instansi yang memiliki divisi
promosi kesehatan. Penelitian ini juga diharapkan menjadi dasar perancangan media promosi
kesehatan yang baik, bukan hanya sekedar media, tetapi menjadi tolak ukur perancangan komunikasi
visual yang komunikatif dalam menyampaikan pentingnya kesadaran akan kesehatan di masyarakat.

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN METODE AUDIO VISUAL DAN METODE BUKU


SAKU TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PENGGUNAAN MONOSODIUM
GLUTAMAT (MSG) PADA IBU RUMAH TANGGA
Surya Wibowo, Dyah Suryani

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Monosodium glutamat (MSG) banyak dipakai untuk keperluan rumah tangga maupun industri
makanan dan diperjualbelikan secara bebas. Bahan penguat rasa sudah lama akrab dikalangan ibu
rumah tangga karena biasa digunakan sebagai penyedap makanan. Produk-produk makanan yang
beredar dipasaran sekarang ini banyak mengandung macam-macam bahan aditif makanan, salah satu
contohnya penguat cita rasa.1

MSG dalam jumlah tertentu masih dianggap aman, namun demikian, untuk kesehatan konsumen,
sebagai antisipasi adanya efek buruk yang mungkin terjadi bila mengkonsumsi dalam jumlah besar,
penggunaannya harus dibatasi. Beberapa negara industri dan maju menetapkan konsumsi MSG yang
masih bisa ditoleransi sebesar 0,3-1 gram per hari.2 Selama puluhan tahun MSG masih dikaitkan
dengan penyebab penyakit kanker, serangan jantung, obesitas, asma, serta penyakit lainnya, bahkan
berpengaruh pada kecerdasan.3

Promosi kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pemberdayaan
masyarakat, yaitu memperoleh pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat sesuai dengan
lingkungan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri dibidang
kesehatan.4

Promosi kesehatan tidak lepas dari media karena melalui media, pesan-pesan yang disampaikan
dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut dan sasaran
dapat memutuskan untuk mengadopsinya perilaku yang positif.5 Metode penyampaian pesan dan
informasi dalam promkes diantaranya adalah metode audio visual (lihat-dengar) dan metode cetak
(buku saku) yang masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan.

Penggunaan MSG di desa ini berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti pada
tanggal 10 Maret 2013, dari 12 ibu rumah tangga yang diobservasi, 11 orang diantaranya pernah dan
masih menggunakan MSG sebagai penyedap rasa masakannya. Sampel tidak mengetahui dosis/takaran
penggunaan MSG bahkan hanya dengan menggunakan perkiraan saja, dan sebagian dari sampel
berasumsi bahwa masakan yang tidak ditambahi MSG akan terasa kurang enak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh promosi kesehatan metode audio
visual dan metode buku saku terhadap peningkatan pengetahuan penggunaan monosodium glutamat
(MSG) pada ibu rumah tangga di Dusun Soko Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan rancangan penelitian one-group
pretest-postest design.6 Subyek dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga sebanyak 60 orang.
Analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat (deskriptif) dan analisis bivariat.

PEMBAHASAN

1. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan MSG Sebelum dan Setelah
Dilakukan Promosi Kesehatan Metode Audio Visual

Berdasarkan analisis bivariat peningkatan pengetahuan ibu rumah tangga tentang penggunaan
MSG, terdapat perbedaan nilai rerata antara sebelum dan setelah dilakukan promosi kesehatan metode
audio visual. Pada saat pre-test (sebelum dilakukan promosi kesehatan) nilai mean 82,267. Pada saat
post-test (setelah dilakukan promosi kesehatan) nilai mean 94,2. Terdapat perbedaan rerata
pengetahuan responden antara sebelum dan setelah dilakukan promosi kesehatan metode audio visual
sebesar 11,93. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang penggunaan
MSG sebelum dan setelah dilakukan promosi kesehatan metode audio visual.
Nilai probabilitas dari uji Wilcoxon adalah 0,00 (0,00 < 0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Hal ini menunjukan bahwa promosi kesehatan metode audio visual tentang penggunaan MSG pada ibu
rumah tangga di Dusun soko Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul menyebabkan
tingkat pengetahuan berbeda (meningkat) dibandingkan sebelum diberikan promosi kesehatan metode
audio visual. Ini berarti promosi kesehatan metode audio visual berpengaruh terhadap peningkatan
pengetahuan penggunaan MSG pada ibu rumah tangga di Dusun Soko Desa Gadingsari Kecamatan
Sanden Kabupaten Bantul.

Keberhasilan pelaksanaan promosi kesehatan metode audio visual tentang penggunaan MSG
pada ibu rumah tangga di Dusun Soko Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul
disebabkan oleh kesiapan peneliti dalam mempersiapkan materi promosi kesehatan yaitu tentang
penggunaan MSG, tenaga penyuluh yang berkompeten dan alat-alat bantu yang digunakan yang
menunjang dalam pelaksanaan promosi kesehatan. Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut
merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan
untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien.

2. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan MSG Sebelum dan Setelah
Dilakukan Promosi Kesehatan Metode Buku Saku

Berdasarkan analisis bivariat pengetahuan ibu rumah tangga tentang penggunaan MSG dalam
promosi kesehatan metode buku saku, terdapat perbedaan nilai rerata antara sebelum dan setelah
dilakukan promosi kesehatan metode buku saku. Pada saat pre-test (sebelum dilakukan promosi
kesehatan metode buku saku) nilai mean 81,37. Pada saat post-test (setelah dilakukan promosi
kesehatan metode buku saku) nilai mean 92,53. Terdapat perbedaan rerata pengetahuan responden
antara sebelum dan setelah dilakukan promosi kesehatan metode buku saku sebesar 11,16. Hal ini
menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang penggunaan MSG sebelum dan
setelah dilakukan promosi kesehatan metode buku saku.

Nilai probabilitas dari uji Wilcoxon adalah 0,00 (0,00 < 0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Hal ini menunjukan bahwa promosi kesehatan metode buku saku tentang penggunaan MSG pada ibu
rumah tangga di Dusun Soko Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul menyebabkan
tingkat pengetahuan berbeda (meningkat) dibandingkan sebelum diberikan promosi kesehatan metode
buku saku. Ini berarti promosi kesehatan metode buku saku berpengaruh terhadap peningkatan
pengetahuan penggunaan MSG pada ibu rumah tangga di Dusun Soko Desa Gadingsari Kecamatan
Sanden Kabupaten Bantul.

Penggunaan media intervensi untuk melakukan promosi kesehatan diantaranya harus memenuhi
beberapa aspek agar media intervensi mudah diterima dan dipahami oleh kelompok sasaran. Media
cetak sebagai media intervensi yang digunakan diantaranya harus menimbulkan minat pada kelompok
sasaran untuk membaca pesan yang terdapat didalamnya.

Pemberian buku saku mengenai jajanan sehat dapat meningkatkan pengetahuan pada
responden.10 Perubahan pengetahuan tersebut dapat dilihat dari hasil selisih antara rerata pengetahuan
awal dan pengetahuan akhir responden. Pada kelompok intervensi nilai perubahan atau selisih rerata
pengetahuan akhir dan awal sebesar 2,025. Ada pengaruh pemberian modul tentang gizi anak terhadap
peningkatan pengetahuan responden. Pemberian media berupa modul meningkatkan rerata
pengetahuan responden dari 17,93 menjadi 20,13 dengan perbedaan skor 2,20.

3. Perbedaan Rerata Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan MSG Setelah


Dilakukan Promosi Kesehatan Metode Audio Visual dan Setelah Dilakukan Promosi
Kesehatan Metode Buku Saku

Berdasarkan hasil uji bivariat peningkatan pengetahuan responden tentang penggunaan MSG,
terdapat perbedaan nilai rerata antara promosi kesehatan metode audio visual dan promosi kesehatan
metode buku saku. Pada saat dilakukan promosi kesehatan metode audio visual diperoleh nilai mean
11,94. Pada saat dilakukan promosi kesehatan metode buku saku diperoleh nilai mean 11,29. Hal ini
menunjukkan bahwa promosi kesehatan metode audio visual memiliki rerata nilai mean yang lebih
besar dibandingkan dengan promosi kesehatan metode buku saku dengan selisih nilai mean nya yaitu
0,65.
Nilai probabilitas dari uji Mann-Whitney adalah 0,817 (0,817 > 0,05) maka Ha ditolak dan Ho
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata antara kelompok yang dilakukan
promosi kesehatan metode audio visual dan kelompok yang dilakukan promosi kesehatan metode buku
saku.

Promosi kesehatan metode audio visual (lihat-dengar) lebih merangsang dalam penyampaian
pesan-pesan/informasi yang disampaikan karena responden dapat melihat dan responden juga dapat
mendengarkan isi pesan tersebut. Sehingga metode audio visual memiliki nilai rerata mean lebih tinggi
dibandingkan dengan metode buku saku (lihat). Menurut Edgar Dale (1964) dalam Nursalam dan
Efendi (2009) yang digambarkan dalam kerucut Edgar Dale, membaca akan mengingat 10% dari
materi yang dibaca, mendengar akan mengingat 20% dari yang didengar, melihat akan mengingat 30%
dari apa yang dilihat, mendengar dan melihat akan mengingat 50% dari apa yang didengar dan
dilihat.11

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Edgar Dale (1964) dalam Nursalam dan Efendi
(2009) yang digambarkan dalam kerucut Edgar Dale, menyatakan bahwa membaca akan mengingat
10% (media cetak) dari materi yang dibaca, mendengar akan mengingat 20% dari yang didengar,
melihat akan mengingat 30% dari apa yang dilihat, mendengar dan melihat akan mengingat 50%
(audio visual) dari apa yang didengar dan dilihat. Hal ini dimungkinkan oleh karena keterbatasan
waktu yang dimiliki oleh responden dalam pelaksanaan promosi kesehatan baik metode audio visual
maupun metode buku saku.

Kesimpulan

1. Terdapat pengaruh promosi kesehatan metode audio visual terhadap peningkatan pengetahuan
penggunaan monosodium glutamat (MSG) pada ibu rumah tangga di Dusun Soko Desa
Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul.
2. Terdapat pengaruh promosi kesehatan metode buku saku terhadap peningkatan pengetahuan
penggunaan monosodium glutamat (MSG) pada ibu rumah tangga di Dusun Soko Desa
Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul.
3. Tidak terdapat perbedaan rerata antara kelompok yang telah diberi promosi kesehatan metode
audiovisual dan kelompok yang telah diberi promosi kesehatan metode buku saku terhadap
peningkatan pengetahuan penggunaan monosodium glutamat (MSG) pada ibu rumah tangga di
Dusun Soko Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul.

FACEBOOK MESSENGER SEBAGAI MEDIA PROMOSI


KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
STUDI DI SMP MUHAMMADIYAH DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

Harpeni Siswatibudi, Ira Paramastri, Luthfan Lazuardi

Berdasarkan Indonesia Facebook Statistics, ditemukan fakta bahwa per Desember 2012,
kehadiran sosial network, seperti facebook, di Indonesia telah memiliki keanggotaan 50.583.320 dan
akan terus meningkat menjadi 66.070.000 pada 6 bulan berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa
hampir 21% penduduk Indonesia memiliki akun facebook. Data statistik tersebut menjadikan Indonesia
sebagai negara terbesar nomor 4 dalam hal kepemilikan akun facebook di bawah China, India dan
Jepang.

Pengguna facebook di Indonesia didominasi oleh para remaja usia 13-18 tahun sebanyak
32.243.280 atau 63,7%. Penduduk kota di Indonesia yang menjadi ibukota provinsi menyumbangkan
48,4% dari total pengguna facebook di Indonesia. Jumlah pengguna facebook di Jakarta 20 kali lipat
jumlah pengguna facebook di Yogyakarta, namun Yogyakarta mencapai angka 166% dari jumlah
populasi di kotanya.

Penyuluhan kesehatan reproduksi tersebut hanyalah salah satu upaya promosi kesehatan yang
pernah dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya promosi yang bervariasi, salah satunya
adalah mempergunakan kombinasi upaya pendidikan dan lingkungan agar terciptanya tindakan dan
suasana untuk hidup yang sehat. Simons-Morton menyusun sasaran promosi kesehatan ke dalam 4
tingkatan, yaitu : individu, organisasi, masyarakat dan pemerintah. Objek dari promosi kesehatan pada
individu adalah pengetahuan, sikap dan perilaku. Untuk melaksanakannya ada 5 cara, yaitu :
pengajaran, pelatihan, konseling, penyiaran, dan komunikasi media. Terkait dengan komunikasi media,
maka perlu mempertimbangkan media yang memungkinkan adanya komunikasi yang efektif, sehingga
pesan bisa diterima oleh kelompok sasaran, dan memungkinkan adanya perubahan pengetahuan, sikap
dan keyakinan atau intensi berperilaku yang sesuai.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian eksperimen semu, mempergunakan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
(nonequivalent control group design). Sampel penelitian siswi SMP Muhammadiyah I Depok dan
SMP Muhammadiyah II Depok sebanyak 66 siswi. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner.
Analisis data diolah menggunakan uji beda rerata dan uji beda proporsi.

Prosedur Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner diwajibkan diisi sebelum


perlakuan atau pre test dan setelah perlakuan atau post test. Pertanyaan yang diajukan pada saat pre
test dan post test adalah sama.

Analisis Data Bivariat

Analisis ini untuk melihat hubungan antara variabel bebas yaitu pesan kesehatan reproduksi
remaja melalui facebook messenger, dengan variabel terikat yaitu pengetahuan kesehatan reproduksi
remaja, sikap terhadap kesehatan reproduksi remaja dan intensi untuk menjauhi hubungan seksual
pranikah, dan variabel luar yaitu sumber informasi. Sebelum menentukan uji statistik yang akan
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini maka perlu dilakukan uji normalitas terlebih dahulu.

Uji Normalitas dengan Kolmogorov Smirnov Z didapatkan p_value masing- masing 0,175 dan
0,104 dimana p > 0,05, maka Ho diterima yang artinya data terdistribusi normal. Dalam hal ini untuk
menguji hipotesis dalam penelitian ini, maka uji yang digunakan adalah uji beda rata-rata untuk sampel
yang berhubungan menggunakan paired t-test, yaitu untuk mengetahui peningkatan skor pengetahuan,
sikap dan intensi pada masing-masing kelompok. Uji independent t-test digunakan untuk melihat
perbedaan skor pengetahuan, sikap, dan intensi pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.
Tingkat kemaknaan p < 0,05 sebagai acuan dalam melihat adanya perbedaan.

PEMBAHASAN

Pengukuran yang dilakukan adalah dengan melihat hasil sebelum perlakuan (pre test) dan seteleh
perlakuan (post test). Salah satu alat ukur dalam pengumpulan data dapat berupa tes. Pada saat
diberikan test, responden sadar sepenuhnya bahwa kemampuannya sedang diuji. Pre test atau test awal
bertujuan untuk mengetahui sejauhmana materi yang akan dibicarakan telah dikuasai oleh responden,
sedangkan post test bertujuan untuk mengetahui sejauhmana materi yang diberikan diserap oleh
responden.

Hasil perhitungan dengan uji paired t test, menunjukkan kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan mengalami peningkatan skor pengetahuan secara statistik. Kondisi ini mengindikasikan
bahwa pemberian perlakuan untuk masing-masing kelompok dapat meningkatkan pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi. Peningkatan skor pengetahuan secara statistik ini bermakna bahwa
responden memahami materi dan mempu menyerap materi yang diberikan saat perlakuan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nasution dan Soeryanto, bahwa proses pembelajaran dikatakan berhasil bila
dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta didiknya. Namun dalam penelitian ini bila
dilihat dari makna praktis, maka peningkatan skor pengetahuan tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna untuk kedua kelompok tersebut.

Menilai sikap tidak selalu dapat dilakukan secara langsung, terutama sikap yang terkait dengan
hal-hal yang sangat privasi seperti tentang kesehatan reproduksi termasuk di dalamnya perilaku
seksual. Dalam penelitian ini perilaku yang dimaksud masih dalam tataran intensi yaitu intensi untuk
menjauhi perilaku seksual pra nikah. Oleh karena itu kekuatan komunikasi persuasi sangat dibutuhkan
supaya dapat menggambarkan sikap dan intensi perilaku yang dimaksud. Dijelaskan oleh Egger, et al.,
bahwa penerapan komunikasi persuasi adalah untuk membentuk kesadaran dan pemahaman ke arah
sikap yang positif atas pesan yang disampaikan melalui media tertentu. Oleh karena itu bilamana
menggunakan pendekatan ini, maka konteks persuasi (Ajzen cit Manfredo, 1992) secara formal perlu
diperhatikan aspek-aspek kekuatan persuasi sebagai berikut :

a. Faktor sumber pesan, dalam hal ini adalah karakteristik komunikator, pengertian komunikator
adalah individu yang sedang mengadakan komunikasi dengan individu (kelompok) sasaran.
Dalam penelitian ini yang dimaksud sebagai komunikator adalah peneliti, 3 asisten peneliti serta
para responden itu sendiri. Responden dapat juga dikatakan sebagai sumber pesan. Dalam
khalayak di internet sumber pesan dapat sebagai konsumen sekaligus produsen, dikenal dengan
istilah prosumer.

b. Faktor penerima, yaitu karakteristik penerima pesan. Seperti dijelaskan dalam poin a, bahwa dalam
khalayak internet dalam hal ini khususnya facebook messenger penerima pesan juga disebut dengan
prosumer. Keterlibatan penerima pesan menjadi sangat penting agar informasi yang disampaikan tepat
di sasaran. Studi kualitatif yang dilakukan oleh Lijadi & Schalkwyk disebutkan bahwa untuk menjaga
konsistensi pengguna dalam berpartisipasi dalam penelitian dengan menggunakan aplikasi facebook
diperlukan (1) metode perekrutan responden yang baik, (2) hubungan yang intens antara pemberi
pesan dan penerima pesan, dan (3) menjaga dinamika dalam hubungan online yang dilakukan selama
intervensi berlangsung.

c. Faktor media, media penyampaian pesan yang dipergunakan. Sesuai dengan teori tentang Technology
Acceptence Model (TAM) yang disampaikan oleh Davis, disebutkan bahwa informasi dapat disebarkan
dengan mempergunakan teknologi. Penggunaan terhadap suatu teknologi dipengaruhi dua unsur yaitu
unsur kemudahan penggunaannya dan unsur kegunaan teknologi tersebut. Masing-masing unsur
tersebut akan mempengaruhi sikap dan intensi perilaku individu untuk menggunakan

d. Faktor pesan yang akan disampaikan, isi pesan hendaknya memperhatikan kemungkinan adanya
faktor-faktor pengganggu, apakah isi pesan memiliki karakteristik 1 arah atau 2 arah, dan tentunya isi
pesan haruslah terdiri dari informasi-informasi yang disesuaikan dengan isu dan pendapat yang
dikehendaki. Terdapat 5 karakteristik isi pesan sebagai berikut, menarik, mudah di mengerti, mudah
diterima dan mudah diingat. Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa sebagian besar responden
(70,3%) dalam kelompok kontrol tidak membaca pesan secara utuh.

e. Faktor situasional, termasuk didalamnya adalah faktor lingkungan dan waktu di tempat pengirim dan
penerima pesan berada. Faktor situasional yang dimaksud dalam kondisi ini adalah sifat virtual yang
disandang media ini. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hine, disebutkan bahwa posisi
peneliti dan subjek penelitian dalam posisi asimetris. Peneliti dan subjek ketika berada dalam interaksi
menggunakan komputer berada dalam lokasi virtual. Artinya pertemuan secara tatap langsung sangat
terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Sehingga sering memunculkan masalah terkait dengan
autentifikasi yang mendasari.

KESIMPULAN

1. Ada perbedaan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja setelah diberikan pesan kesehatan reproduksi
remaja melalui facebook messenger. Ditunjukkan dengan adanya peningkatan skor pengetahuan
setelah diberikan perlakuan.

2. Tidak ada perbedaan sikap remaja tentang kesehatan reproduksinya sendiri setelah diberikan pesan
kesehatan reproduksi remaja melalui facebook messenger.

3. Tidak ada perbedaan intensi untuk menjauhi hubungan seksual pranikah setelah diberikan pesan
kesehatan reproduksi remaja melalui facebook messenger.

4. Pemberian pesan kesehatan reproduksi remaja melalui facebook messenger hanya efektif untuk
meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja.

Anda mungkin juga menyukai