Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini sebanyak lima orang, dengan usia

partisipan 28 tahun sampai 45 tahun. Satu partisipan adalah seorang laki-laki,

sedangkan empat orang lainnya adalah seorang ibu rumah tangga dengan

pendidikan terakhir sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah

menengah atas (SMA). Seluruh partisipan berstatus menikah, empat

diantaranya berasal dari suku Jawa dan Padang dan satu lainnya dari suku

Sunda serta semua menganut agama Islam. Partisipan memiliki anak

bervariasi paling sedikit 2 orang dan paling banyak 3 orang.

PARTISIPAN 1:

Partisipan pertama bernama ibu K, berusia 45 tahun seorang ibu rumah

tangga, beragama Islam, pendidikan terakhir SMA, suku Padang. Partisipan

merupakan seorang yang ceria dan memiliki kemauan untuk belajar.

Partisipan mempunyai dua orang anak berjenis kelamin perempuan, anak

pertama lahir normal tanpa ada masalah. Sedangkan anak kedua adalah

seorang retardasi mental. Partisipan mengatakan kalau anak kedua saat ini

berusia 14 tahun dan mengalami retardasi mental sejak lahir, dan partisipan

sendiri sempat menolak kehadiran anaknya sampai berusia 1 setengah tahun.

58
59

PARTISIPAN 2:

Partisipan kedua bernama ibu D, berusia 38 tahun seorang ibu rumah

tangga, beragama Islam, pendidikan terakhir SMP, suku Sunda. Partisipan

mempunyai dua orang anak yang jarak usianya terpaut cukup jauh. Anak

kedua laki-laki berusia 4 tahun dengan keadaan normal sedangkan anak

pertama perempuan berusia 13 tahun dengan keadaan retardasi mental.

Partisipan mengatakan ia sempat menolak kehadiran anaknya, dan merasa

menyesal karena selama mengandung anak pertama kondisi partisipan tidak

dalam keadaan baik, partisipan saat itu sedang dalam banyak masalah

sehingga membuatnya stress dan anak pertama lahir dengan prematur.

PARTISIPAN 3:

Patisipan ketiga bernama ibu N, berusia 45 tahun seorang buruh cuci,

beragama Islam, pendidikan terakhir SD, suku Jawa. Partisipan mempunyai

tiga orang anak, anak pertama perempuan, anak kedua laki-laki dan anak

ketiga perempuan. ketiga anaknya lahir dengan keadaan normal. Anak ketiga

menunjukan tanda retardasi mental saat berusia 1 tahunan. Mengetahui hal

tersebut partisipan membawa anaknya ke dokter untuk diperiksa, tetapi karna

tidak ada biaya untuk berobat akhirnya tidak pernah berobat lagi, dan

partisipan memutuskan untuk langsung menyekolahkan anaknya ke sekolah

luar biasa (SLB) saat berusia 6 tahun sampai saat ini.

PARTISIPAN 4:

Partisipan keempat bernama mbak D, berusia 28 tahun, beragama

Islam, pendidikan terakhir SMA, Suku Jawa. Partisipan adalah seorang


60

kakak yang mempunyai dua orang adik. Adik kedua perempuan dan adik

ketiga laki-laki dengan retardasi mental. Orang tua partisipan adalah seorang

buruh. Partisipan dan keluarga mengetahui adiknya retardasi mental saat

berusia 3 tahun dan saat ini berusia 13 tahun.

PARTISIPAN 5:

Partisipan kelima bernama bapak M, berusia 43 tahun, bekerja sebagai

seorang pegawai kontrak, beragama Islam, pendidikan terakhir SMA, suku

Padang. Partisipan mempunyai tiga orang anak, anak pertama dan kedua

normal. Anak ketiga perempuan berusia 16 tahun dan mengalami retardasi

mental sejak usia 3 tahun. Partisipan menganggap anak ketiganya sebagai

anugrah yang diberikan Allah bukan sebagai cobaan.

B. Analisa Tema

Penelitian kualitatif yang dilakukan terkait dengan Pengalaman

keluarga dalam merawat anak dengan retardasi mental menghasilkan

beberapa tema untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan

hasil wawancara mendalam dan catatan lapangan selama proses pengambilan

data, tema-tema tersebut adalah : perasaan keluarga, persepsi/pandangan

keluarga, harapan keluarga, hambatan keluarga, jenis dukungan, dan upaya

keluarga.

Tema tema tersebut dihasilkan dari beberapa kategori yang muncul

setelah melakukan analisis kata kunci dari transkip verbatim tiap partisipan.

Berikut akan dibahas satu-persatu tentang proses analisa data tiap tema:
61

1. Tema 1: Perasaan Keluarga

Perasaan keluarga terhadap keberadaan anak dengan retardasi

mental dalam keluarga tergambar dalam satu sub tema yaitu respon

emosional. Secara ringkas digambarkan pada skema 4.1 berikut ini:

Skema 4.1 Perasaan Keluarga

Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema

“Aduuhh.. itu sedih.. ada


penolakan.”(P1)

“sedih mbak, gak ngira dia bakal


seperti itu.”(P4)

“ya sedih.. gak nyangka


aja...”(P5) Rasa Sedih

“nyesel aja karna kan waktu


saya hamil dia itu banyak banget
masalah jadi saya stress, dia Respon Perasaan
juga lahirnya kan Penyesalan Emosional Keluarga
prematur..”(P2) Negatif

“sedih. Khawatir. Tidak


percaya. Awalnya saya gak mau
liat dia..”(P2) Penolakan

“... ya gimana mau terima anak


kita begitu.”(P3)
62

a. Kategori pertama: Rasa Sedih

beberapa partisipan mengungkapkan merasa sedih saat

mengetahui anaknya berbeda dengan anak lainnya, berikut kutipan

partisipan:

“Aduuhh.. itu sedih.. ada penolakan.”(P1)

“sedih mbak, gak ngira dia bakal seperti itu.”(P4)

“ya sedih.. gak nyangka aja...”(P5)

Partisipan satu menyebutkan perasaannya saat mengetahui

keadaan anaknya, iya merasa sedih bahkan sempat menolak.

Begitupun dengan partisipan kedua dan ketiga yang bahkan tidak

menyangka kalau anaknya retardasi mental.

b. Kategori kedua: Penyesalan

Rasa penyesalan yang diungkapkan oleh partisipan berikut:

“nyesel aja karna kan waktu saya hamil dia itu banyak banget

masalah jadi saya stress, dia juga lahirnya kan

prematur..”(P2)

Partisipan kedua merasa bersalah dengan keadaan anaknya, dia

menyesali karena saat mengandung anaknya sedang dalam keadaan

stress karna banyak masalah.

c. Kategori ketiga: Penolakan

“sedih. Khawatir. Tidak percaya. Awalnya saya gak mau liat

dia..”(P2)

“... ya gimana mau terima anak kita begitu.”(P3)


63

Partisipan kedua juga mengungkapkan kalo dirinya merasa

sedih dan bahkan sempat menolak kehadiran anaknya. Begitu pula

dengan partisipan ketiga yang menolak setelah tau keadaan anaknya.

2. Tema 2: Pandangan Keluarga Terhadap Anak Retardasi Mental

Pandangan keluarga adalah bagaiman cara keluarga memandang

kehadiran anak dengan retardasi mental. Beberapa pertisipan

menganggap anak retardasi mental sebagai beban keluarga. Seperti yang

tergambar pada skema 4.2 berikut:

Skema 4.2 Pandangan Keluarga

Kata Kunci kategori Sub Tema Tema

“Jadi kami dari pihak Menguras


keluarga harus ekstra
kesabaran
sabar.”(P4)

“ya.. kasian aja, ntar


Perlu
gedenya gimana..”
(P2) diperhatikan
Beban Pandangan
Pikiran Keluarga

“... jadi daripada anak


saya diapa-apain Mudah dibully
mendingan dia di
rumah...”(P1)

“....nanti kalo saya


udah gak ada gimana.. Tidak dapat mengurus
siapa yang diri sendiri
ngurusin...”(P3)
64

a. Kategori: Menguras kesabaran

Partisipan keempat menganggap anak dengan retardasi mental

sebagai beban keluarga karena tingkah laku nya sehingga harus penuh

kesabaran dalam merawatnya, yang diungkapkan sebagai berikut:

“Jadi kami dari pihak keluarga harus ekstra sabar.”(P4)

b. Kategori: Perlu diperhatikan

Partisipan kedua menganggap karena tingkah laku nya anak

retardasi mental dapat menimbulkan rasa khawatir yang berlebihan,

begitu juga dengan partisipan ketiga, yang diungkapan oleh partisipan

sebagai berikut:

“ya.. kasian aja, ntar gedenya gimana..”(P2)

c. Kategori: Mudah dibully

Bahkan partisipan pertama berpikiran, daripada nanti anaknya

dihina atau dibully jadi lebih baik dikurung dirumah saja, seperti

pernyataan berikut ini:

“... jadi daripada anak saya diapa-apain mendingan dia di

rumah...”(P1)

d. Kategori: Tidak dapat mengurus diri sendiri

Partisipan memandang anaknya masih belum bisa mandiri

seperti pernyataan partisipan ketiga:

“....nanti kalo saya udah gak ada gimana.. siapa yang

ngurusin...”(P3)
65

3. Tema 3: Harapan Masa Depan Keluarga Dalam Merawat Anak

Retardasi Mental

Harapan keluarga adalah apa yang menjadi keinginan partisipan

dikemudian hari yang terdiri dari tiga bagian dan tergambar secara

singkat di skema 4.3 berikut ini:

Skema 4.3 Harapan Keluarga

Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema

“saya sih berharap supaya


nanti bisa cari uang sendiri,
bisa mandiri ya...”(P2)
Kemandirian Anak

“bisa mandiri, bisa cari


uang, gak dihina gitu
lah.”(P3)

“..ada penyuluhan..”(P1)
Fasilitas
Kesehatan Harapan
“...makanya kalo bisa ada Keluarga
bantuan pengobatan..”(P3)

Pemerintah
“...agar pemerintah
menyediakan lapangan
kerja untuk anak-anak
dengan kebutuhan
Lapangan
khusus...”(P1)
Pekerjaan

“tempat bekerja.”(P5)
66

a. Kategori: Kemandirian

Maksud kemandirian disini adalah partisipan berharap agar

kelak anaknya bisa lebih bertanggung jawab terhadap kehidupannya

sendiri. Diungkapkan oleh beberapa partisipan sebagai berikut:

“saya sih berharap supaya nanti bisa cari uang sendiri, bisa

mandiri ya...”(P2)

“bisa mandiri, bisa cari uang, gak dihina gitu lah.”(P3)

Seperti partisipan kedua, partisipan ketiga juga berharap

anaknya bisa mencari uang sendiri, sehingga tidak ada lagi yang

menghinanya.

b. Kategori: Fasilitas kesehatan

Bantuan kesehatan ini maksudnya adalah promosi kesehatan

yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada

masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh partisipan sebagai

berikut:

“..di ada kan penyuluhan..”(P1)

Partisipan pertama mengatakan bahwa perlunya diadakan

penyuluhan tentang anak dengan retardasi mental agar kedepannya

bisa lebih baik lagi dalam merawat anak tersebut. Berbeda dengan

partisipan lainnya yang lebih mengharapkan bantuan berobat. Seperti

diungkapkan berikut ini:

“...makanya kalo bisa ada bantuan..”(P3)


67

Partisipan ketiga mengatakan perlunya bantuan berobat gratis

dikarena kan biaya berobat yang mahal, sehingga ada beberapa

pertisipan yang tidak bisa berobat ke tenaga profesional termaksud

anaknya sendiri.

c. Kategori: Lapangan Pekerjaan

Beberapa partisipan juga mengatakan perlunya perhatian

pemerintah dalam merawat anak dengan retardasi mental. Sehingga

kelak anak-anak tersebut bisa memiliki pekerjaan yang sesuai dengan

keahlian mereka tanpa mengabaikan keterbatasannya.

Seperti yang diungkapan oleh partisipan berikut:

“...agar pemerintah menyediakan lapangan kerja untuk anak-

anak dengan kebutuhan khusus...”(P1)

“tempat bekerja.”(P5)

4. Tema 4: Hambatan-Hambatan Keluarga Dalam Merawat Anak

Retardasi Mental

Hambatan cenderung bersifat negatif, yaitu memperlambat laju

suatu hal yang dikerjakan oleh seseorang. Dalam melakukan kegiatan

seringkali ada beberapa hal yang menjadi penghambat tercapainya

tujuan. Seperti yang tergambar di skema 4.4 berikut ini:


68

Skema 4.4 Hambatan Keluarga

Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema

“....stop karna biaya.”(P1)


Biaya
Pengobatan dan Internal
“biaya ya palingan”(P3) Perawatan

“soal biaya mbak.”(P4)

Hambatan
Keluarga
“dari pihak keluarga suami,
dilecehkan.. maksudnya Keluarga
direndahkan.”(P2) besar Eksternal

“... pernah juga difitnah


tetangga.”(P2)
Lingkungan
“ya.. ngatain aneh lah...”(P3)

“...aneh dan sering dikatain


seperti orang gila..”(P4)

“...dibilang peak lah, dibilang


stress.”(P1)
69

a. Kategori: Biaya pengobatan dan perawatan

Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa yang menjadi

penghambat dalam merawat anak dengan retardasi mental adalah

faktor finansial, yaitu masalah biaya pengobatan dan perawatan.

Seperti yang diungkapkan oleh partisipan berikut:

“....stop karna biaya.”(P1)

“biaya ya palingan”(P3)

“soal biaya mbak.”(P4)

Menurut partisipan pertama, sebelumnya ia sudah membawa

anaknya menemui tenaga profesional untuk berobat tetapi harus

berhenti karna tidak ada lagi biaya. Begitu juga dengan partisipan

ketiga dan keempat.

b. Kategori: Keluarga besar

Sebagian partisipan juga menganggap public stigma sebagai

suatu hambatan dalam merawat anak dengan retardasi mental. Dan

hambatan-hambatan itupun datangnya dari berbagai pihak, seperti

ungkapan partisipan berikut:

“dari pihak keluarga suami, dilecehkan.. maksudnya

direndahkan.”(P2)

Partisipan kedua merasakan adanya anggapan negatif dari

keluarga sendiri tepatnya keluarga dari pihak suaminya.


70

c. Kategori: Lingkungan

Selain itu partisipan kedua juga merasa lingkungan sekitar juga

memberikan anggapan negatif.

“... pernah juga difitnah tetangga.”(P2)

Beberapa partisipan juga merasakan hal serupa.

“...dibilang peak lah, dibilang stress.”(P1)

“ya.. ngatain aneh lah...”(P3)

Partisipan pertama dan ketiga mengatakan kalo anaknya

dikatain peak dan stress oleh lingkungan sekitar.

“...aneh dan sering dikatain seperti orang gila..”(P4)

Begitu pula dengan partisipan keempat yang mengatakan kalau

lingkungan sekitar sering bilang anaknya aneh bahkan ada juga yang

mengatakan anaknya gila. Padahal anak dengan retardasi mental itu

sendiri bukan lah seorang yang mengalami gangguan jiwa.

5. Tema 5: Dukungan yang Dirasakan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi

sepanjang hidup dimana didalamnya terdapat sebuah informasi, saran,

bantuan nyata dan sikap yang diberikan oleh keluarga dan orang

terdekat. Seperti yang tergambar dalam skema 4.5 berikut ini.


71

Skema 4.5 Dukungan Keluarga

Kata Kunci Kriteria Tema

“...keluarga juga bantu Dukungan


ngerawat..”(P2) Instrumental

“kalo keluarga semua kasih Dukungan


semangat untuk Penilaian Dukungan
kesembuhannya Keluarga
mbak..”(P4)

Dukungan
“...Paling suruh daftarin ke Informasional
SLB”(P1)

“... biasa aja Dukungan


lingkungannya, kalo dia Emosional
mau main, main aja gitu,
kadang juga mereka ke
rumah... “(P3)

“dari tetangga banyak yang


bantu.. sodara saya
jauh.”(P5)

a. Kategori: Dukungan intrumental

Seperti yang diungkapkan partisipan berikut:

“...keluarga juga bantu ngerawat..”(P2)

Partisipan kedua mengatakan bahwa keluarganya menerima dan

ikut andil dalam merawat anaknya dengan retardasi mental.


72

b. Kategori: Dukungan penilaian

Bentuk dari dukungan penilaian adalah rasa empati, seperti

yang diungkapkan oleh partisipan berikut:

“kalo keluarga semua kasih semangat untuk kesembuhannya

mbak..”(P4)

Partisipan keempat mengatakan kalo semua anggota

keluarganya memberikan semangat untuk kesembuhan anaknya.

c. Kategori: Dukungan informasional

Seperti yang diungkapkan oleh partisipan berikut:

“...Paling suruh daftarin ke SLB”(P1)

Partisipan pertama mengatakan bahwa saudaranya menyuruh

untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah luar biasa (SLB).

d. Kategori: Dukungan emosional

Partisipan mengatakan mendapatkan dukungan emosional dari

orang sekitar baik dari tetangga, atau lingkungan. Seperti yang

diungkapkan oleh beberapa partisipan berikut ini:

“... biasa aja lingkungannya, kalo dia mau main, main aja gitu,

kadang juga mereka ke rumah... “(P3)

“dari tetangga banyak yang bantu.. sodara saya jauh.”(P5)

Partisipan ketiga dan partisipan kelima mangatakan bahwa

lingkungan sekitar tempat tinggal bisa menerima keadaan anaknya

yang retardasi mental, bahkan ada beberapa teman anaknya main ke

rumahnya.
73

Tema 6: Upaya yang Dilakukan Keluarga Dalam Merawat Anak

Retardasi Mental

Upaya keluarga adalah usaha yang dilakukan keluarga untuk

menunjang proses kesembuhan atau kemandirian anaknya. Secara

singkat digambarkan dalam skema 4.6 berikut ini:

Skema 4.6 Upaya Keluarga

Kata Kunci Kategori Tema

“saya banyak terapi


mbak..” “saya banyak
terapi mbak..”(P1)

Mendatangi
“..konsul dokter...”(P2) Tenaga
Profesional
“ke dokter...”(P4)

Upaya
“konsul dokter.. itu
Kesehatan
aja.”(P5)
Keluarga

“....Langsung masuk SLB


ini aja.”(P3)

Pengobatan Alternatif

“...ruqiyah juga sudah


mbak.”(P4)

“... diurut gitu..”(P2)


74

a. Kategori: Mendatangi Tenaga Profesional

Beberapa partisipan mendatangi tenaga profesional untuk

pengobatan dan perawatan anaknya yang retardasi mental. Seperti

diungkapan oleh partisipan berikut:

“saya banyak terapi mbak..” “saya banyak terapi mbak..”(P1)

“..konsul dokter...”(P2)

“ke dokter...”(P4)

“konsul dokter.. itu aja..”(P5)

Sedangkan partisipan ketiga langsung membawa anaknya ke

sekolah luar biasa (SLB) untuk mendapatkan pelajaran secara khusus,

diungkapkan partisipan berikut ini:

“....Langsung masuk SLB ini aja.”(P3)

b. Kategori: Pengobatan Alternatif

Selain mendatangi tenaga profesional partisipan juga mencari

bantuan lainnya yaitu pengobatan alternatif.

“... diurut gitu..”(P2)

Partisipan kedua membawa anaknya ke orang pinter atau tabib

untuk diurut. Tetapi ada juga partisipan membawa anaknya ke

seorang uztad untuk di ruqiyah, seperti ungkapan partisipan berikut:

“...ruqiyah juga sudah mbak.”(P4)

Anda mungkin juga menyukai