(di sawah)
3 hari kemudian
Anak 2: ya ampun buk…! Lihatlah kuku-kukuku ini… jadi kotor begini. Bête ah…
Anak 3: mbak ini, kuku kotor saja protes. Lihatlah bapak kita kotor tu! Itam
semuanya. Keriput lagi.
Anak ke 7: kalian ini bercanda saja. Badan besar seperti itu kok takut kurus.
Perutnya saja penuh dengan lemak.
Anak ke 6: sudahlah donorkan saja lemakmu ini pada bapak bang. Hahaha
Anak ke 1: badan ku ini tidak gendut. Tapi aku sudah memenuhi 10 tanda
umum anak bergizi baik (nada menyombongkan diri)
Anak ke 4: ahh… tidak tidak. Pasti lagu kesukaanmu burung kakak tua kan
Anak ke 3: ayolah, mari kita nyanyi…
Suami putri tangguk: ahh kalian ini. Jangan main mainkan lagu topi saya
bundar. Dulu bapak melamar ibu kalian dengan lagu itu.
Suami putri tangguk: ini hari sudah sore, sebaiknya kita pulang
(di rumah)
Putri tangguk: bang, adek sudah lelah tiap hari menuai padi. Adek ingin
mengurus anak-anak dan bersilaturahmi dengan tetangga, karena kita seperti
terkucil.
Putri tangguk: begini bang, besok adek ingin memenuhi ketujuh lumbun padi
yang ada di sebelah rumah untuk persediaan kebutuhan kita selama beberapa
bulan kedepan
Suami putri tangguk: baiklah kalau begitu, besok anak anak kita ajak ke sawah
untuk membantu mengangkut padi pulang ke rumah.
Putri tangguk: jalanan kurang ajar! Baiklah, padi yang akan kutuai nanti akan
kuserakkan disini sebagai pengganti pasir agar jalan tidak licin lagi.
Ibu 1: biarkan saja, nanti dia akan menanggung akibat dari perbuatan dia
sendiri
Ibu 2: kita lihat saja nanti
(makan)(pulang)
Sepanjang perjalanan pulang putri tangguk menyerakan padi di jalan yang licin.
(tidur)
Suami putri tangguk: heiii…kemana padi padi ituu… dik cepatlah kemari…
Benar bang, tadi malam pencuri itu juga mengambil nasi di panic dan beras di
kaleng. Tapi tidak apalah bang, kita masih mempunyai harapan. Bukankah
sawah kita adalah gudang padi.
(ke sawah)
Putri tangguk: bang, pupus sudah harapan kita. Lihatlah sawah kita, jangankan
biji padi, batang padi pun tidak ada. Yang ada hanya rumput tebal menutupi
sawah kita.
Kakek tua: wahai putri tangguk, sawahmu memang hanya setangguk. Tetapi
hasilnya mampu mengisi dasar bumi ini. Tapi saying, kamu sombong dan
takabur. Kamu pernah meremehkan padi padi itu dengan menyerakannya di
jalan yang licin sebagai pengganti pasir. Ketahuilah putri tangguk, di antara
padi padi yang kamu serakan itu, ada setangkai padi hitam., ia adalah raja
kami. Jika hanya kami yang kamu lakukan seperti itu tidak akan jadi masalah,
tetapi karena raja kami juga kamu perlakukan seperti itu maka kami semua
marah. Kami tidak akan datang lagi dan tumbuh di sawahmu. Hasil panen
kamu dengan keluargamu akan hilang. Hidupmu akan sengsara dan rezekimu
akan seperti rezeki ayam. Hasil kerja sendiri cukup untuk dimakan satu hari.
Kamu tidak akan makan jika tidak bekerja dalam satu hari. Hidupmu benar
benar akan seperti ayam, mengais dulu baru mendapatkan.