Anda di halaman 1dari 25

TUGAS INDIVIDU TERSTRUKTUR

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan Gangguan Kebutuhan Oksigen


Patologis Sistem Pernafasan Dan Kardiovaskuler “Bronkitis”

Dosen Pembimbing : Ns. Fransiska Romina, M. Kep

Disusun Oleh :
Nama : Bernadetta Sunia Cindy Natasia
Nim : 20181940

YAYASAN PENDIDIKAN SANTO HIERONYMUS


AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA INSAN
PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang diberikan kepada saya sehingga
dapat menyusun makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan
Gangguan Kebutuhan Oksigen Patologis Sistem Pernafasan Dan Kardiovaskuler “Bronkitis”.

Pembuatan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar 2.

Saya menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritikan yang sifatnya untuk perbaikan sangat diharapkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi
masukan sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga saya berikan kepada
Ns. Fransiska Romina, M.Kep yang telah membimbing saya dalam penyusunan makalah ini.
Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai salah satu petunjuk maupun pedoman dan juga
berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca. Semoga isi yang disajikan dalam
makalah kami dapat bermanfaat bagi pembaca.

Pontianak, Agustus 2020


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bronkitis pada anak berbeda dengan bronkitis yang terdapat pada orang dewasa.
Pada anak bronkitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran napas lain, namun
ia dapat juga merupakan penyakit tersendiri. Secara harfiah bronkitis adalah suatu
penyakit yang ditandai oleh adanya inflamasi bronkus. Secara klinis para ahli
mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratrik dengan batuk
merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan merupakan
penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkus ikut
memegang peran (Ngastiyah, 2005).
Penyakit bronkitis akut merupakan infeksi respiratorik akut bagian bawah (IRA-
B) yang sering terjadi pada bayi. Sekitar 20 % anak pernah mengalami satu episode
IRA-B dengan mengi pada tahun pertama. Angka kejadian rawat inap IRA-B tiap tahun
berkisar 3000 sampai 50.000 – 80.000 bayi (Langley, 2003), kematian sekitar 2 per-
100.000 bayi (Holman, 2003). Bronkitis akut bersifat musiman, pada umumnya terjadi
pada usia kurang dari 2 tahun dengan puncak kejadian pada usia 6 bulan pertama (Wohl,
2006).
Menurut World Health Organization (WHO) bronkitis kronis merupakan jenis
penyakit yang dekat dengan chronic obstructive pulmonary disease ataupun penyakit paru
obstruktif kronik. Saat ini, penyakit bronkitis diserita oleh sekitar 64 juta orang di dunia.
Penggunaan tembakau, merokok, virus, bakteri, parasit, dan jamur, polusi udara dalam
ruangan/luar ruangan dan debu serta bahan kimia adalah faktor resiko utama. Angka
kejadian bronkitis di Indonesia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun,
bronkitis merupakan salah satu bagian dari penyakit paru obstruktif kronik yang terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema/gabungan dari keduanya (Kementrian Kesehatan RI,
2013).
Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Pneumonia
adalah salah satu infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Populasi yang
rentan terserang Pneumonia adalah anak – anak usia kurang dari 5 tahun. Perawat
merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan anak dan orang tuanya.
Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek dalam memberikan pelayanan kesehatan
dan bekerjasama dengan anggota lain, dengan keluarga terutama dalam membantu
memecahkan masalah yang berkaitan dengan perawatan anak. Perawat merupakan salah
satu anggota tim kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua. Beberapa peran
penting seorang perawat, meliputi sebagai pendidik baik secara langsung dengan
memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua maupun secara tidak langsung
dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya, sebagai
konselor suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai kebutuhan psikologis berupa
dukungan/dorongan, melakukan koordinasi atau kolaborasi dengan pendekatan
interdisiplin perawat melakuakn koordinasi dan kolaborasi dengan anggota tim kesehatan
lain dengan tujuan terlaksananya asuhan yang holistik dan komprehensif (Yuliastati dkk,
2016).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melakukan Asuhan Keperawatan pada klien anak dengan gangguan kebutuhan
oksigen patologis sistem pernafasan dan kardiovaskuler “Bronkiolitis”
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar medis (definisi, klasifikasi, anatomi fisiologi, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan medic
dan komplikasi) serta konsep dasar keperawatan dari Bronkiolitis.
b. Melakukan pengkajian dan asuhan keperawatan pada klien anak dengan
gangguan kebutuhan oksigen patologis sistem pernafasan dan kardiovaskuler
“Bronkiolitis”.
c. Dapat merumuskan diagnose keperawatan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien anak dengan gangguan kebutuhan oksigen patologis
sistem pernafasan dan kardiovaskuler “Bronkiolitis”.
d. Dapat merumuskan rencana keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan
pada klien anak dengan gangguan kebutuhan oksigen patologis sistem
pernafasan dan kardiovaskuler “Bronkiolitis”.
e. Dalam melukuan tindakan keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan
pada klien anak dengan gangguan kebutuhan oksigen patologis sistem
pernafasan dan kardiovaskuler “Bronkiolitis”.
f. Dapat melakukan evaluasi keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan
pada klien anak dengan gangguan kebutuhan oksigen patologis sistem
pernafasan dan kardiovaskuler “Bronkiolitis”.

C. Manfaat penelitian
1. Bagi Institusi Penddikan
Diharapkan memberikan referensi, serta menambah wawasan dan informasi kepada
institusi pendidikan terutama mahasiswa keperawatan untuk membekali mahasiswa
tentang Asuhan Keperawatan pada klien anak dengan gangguan kebutuhan oksigen
patologis sistem pernafasan dan kardiovaskuler “Bronkiolitis”
2. Bagi Penelitian
Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu penelitian keperawatan khususnya
tentang Asuhan Keperawatan pada klien anak dengan gangguan kebutuhan oksigen
patologis sistem pernafasan dan kardiovaskuler “Bronkiolitis”
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan menambah informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang
Asuhan Keperawatan pada klien anak dengan gangguan kebutuhan oksigen patologis
sistem pernafasan dan kardiovaskuler “Bronkiolitis”
4. Bagi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan akan memberi masukkan agar dapat memberikan tindakan Asuhan
Keperawatan pada klien anak dengan gangguan kebutuhan oksigen patologis sistem
pernafasan dan kardiovaskuler “Bronkiolitis”
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Bronchiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran napas
kecil (bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens
tertinggi sekitar usia 6 bulan (Mansjoer, 2000).
Bronchiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus pada bronkiolus, yang menyebabkan
obstruksi akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli. Lebih sering
disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV), gangguan ini biasanya terjadi pada
anak usia 2-12 bulan, terutama selama musim dingin dan awal musim semi (Anonim,
2008).
Bronchiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernapasan bawah yang ditandai
dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil (Betz & Cecily, 2002).
Bronchiolitis adalah inflamasi bronchioles yang pada banyak kasus disebabkan oleh
virus respiratory syncitial dan paling sering ditemukan pada anak-anak dalam usia 1
tahun pertama (Hinchliff & Sue, 1999).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bronchiolitis adalah
penyakit infeksi virus pada saluran bronkiolus berupa radang atau inflamasi akut yang
sering menyerang anak usia 2-12 bulan sehingga menyebabkan obstruksi akut saluran
napas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli.

2. Klasifikasi
Berdasarkan keparahannya, bronchiolitis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Ringan
1) Anak sadar, warna kulit merah muda.
2) Anak dapat makan dengan baik.
3) Saturasi oksigen > 90%.
Pada kondisi ini anak dapat ditangani di rumah dengan cukup istirahat dan makan
lebih sering dalam porsi kecil. Dapat dilakukan kunjungan follow-up ke dokter
dalam 24 jam.
b. Sedang, anak akan mengalami:
1) Kesulitan makan.
2) Lemah.
3) Kesulitan bernapas, dengan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
4) Adanya kelainan jantung atau saluran napas.
5) Saturasi oksigen < 90%.
6) Usia kurang dari enam bulan.
c. Berat, gejalanya sama dengan criteria sedang, namun:
1) Mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen.
2) Menunjukkan episode henti napas (apnea).
3) Menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau karbon dioksida dalam
tubuh terkumpul terlalu banyak.
4) Pada kondisi ini, hal yang perlu dilakukan adalah:
a) Memonitor jantung dan pernapasan.
b) Mungkin membutuhkan perawatan di ICU.
c) Membutuhkan tes darah untuk mengetahui kadar berbagai zat dalam darah.
3. Anatomi dan Fisiologi

System pernafasan terdiri dari hidung, faring, laring, dan trakea


Gambar 2.1 alat saluran pernafasan pada manusia
Sumber www physocology.com

a. Fisiologi Pernafasan
Sistem pernafasan terdiri dari hidung, faring, laring, dan trakea.
1) Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua
lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung, hidung dapat
menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B . Ac ,
th 2015 , hal 87 )
2) Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga
hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga
bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring, bagian
tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian bawah sekali
dinamakan laringofaring (Drs .H.syafuddin. B.Ac 2015 hal 88).
3) Larings ( kotak suara ) bukan hanya jalan udara dari farings ke saluran nafas
lainnya, namun juga menghasilkan besar suara yang dipakai berbicara dan
bernyanyi. Larings ditunjang oleh tulang – tulang rawan, diantaranya yang
terpenting adalah tulang rawan tiroid , yang khas pada pria, namun kurang
jelas pada wanita , dibawahnya terdapat tulang rawan krikoid, yang
berhubungan dengan trakea.
4) Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin),
panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh
otot polos dan lapisan mukosa, trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua
bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H . Syaifuddin .B. Ac th
2015, hal 88-89)
5) Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara
yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh ( ekspirasi )
yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-
paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
6) Ventilasi pulmoner. Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang
merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna
berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya
diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma
dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada
menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar.
(NI LUH GEDE.Y.A.Skp.2016.hal 124. Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.2015.hal 91)
7) Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area
yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui
membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas
permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta
perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang
berperan penting yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 2016
hal 124, Drs. H. Syaifuddin. B.Ac.2015 hal 93Hood .Alsegaff th 2017. hal
36-37)
8) Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O2
kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian
membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang
ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel .(Ni Luh Gede Y. A. Skp
th2016 hal 125 Hood Alsegaff th 2017 hal 40).

4. Etiologi
Bronchiolitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:
a. Virus
1) Virus Respiratory Syncytial (RSV)
RSV adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi pada paru dan saluran
napas. Sekitar 50% bronchiolitis akut disebabkan oleh RSV. Virus ini sering
sekali menyerang anak-anak, biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun
sudah pernah terinfeksi oleh virus ini. RSV juga dapat menginfeksi orang
dewasa.
2) Virus parainfluenza
Virus parainfluenza merupakan virus patogen yang menyebabkan infeksi pada
saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah pada anak anak maupun
orang dewasa.
b. Polusi udara
1) Asap pembakaran
Polusi udara akibat kayu atau hutan yang terbakar bisa menjadi faktor risiko
terjadinya bronchiolitis yang menyebabkan bayi dirawat di rumah sakit pada
tahun pertama kehidupannya. Hal ini dapat disebabkan pembakaran yang tidak
sempurna. Bayi yang sering terpapar pembakaran kayu tidak sempurna
cenderung lebih sering masuk rumah sakit akibat terkena bronchiolitis.
Pemaparan polutan udara seperti nitrat oksida, karbon monoksida dan partikel
lainnya diduga dapat memicu terjadinya bronchiolitis. Asap dari kayu yang
dibakar dapat mengiritasi sistem pernapasan dan telah terbukti memiliki efek
buruk terhadap kesehatan paru-paru anak-anak. Asap kayu memiliki dampak
terbesar terhadap kesehatan paru-paru, sedangkan bahan bakar fosil memiliki
dampak kesehatan terbesar terhadap kesehatan jantung karena lebih banyak
mengandung logam.
2) Asap rokok
Asap beserta beberapa zat kimia yang berdampak buruk terhadap kesehatan
paru-paru yang dilepaskan saat merokok, dapat menimbulkan kelumpuhan
bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu.
Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
virus dan selanjutnya dapat menginvasi sampai ke bronkiolus.
Sedangkan kondisi atau faktor risiko yang dapat menyebabkan seorang anak atau
dewasa menderita bronchiolitis yaitu:
a. Pada anak-anak
1) Bayi berusia kurang dari 6 bulan.
2) Anak-anak yang terlahir premature.
3) Anak yang tidak memperoleh ASI
4) Anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik terutama mereka
yang mengidap penyakit jantung atau paru-paru bawaan.
5) Anak-anak yang system kekebalan tubuhnya rendah, seperti sedang menjalani
kemoterapi, transplantasi, atau karena penyakit.
6) Anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan atau memiliki saudara kandung
yang sudah bersekolah akan memiliki resiko lebih tinggi tertular infeksi ini.
7) Balita yang berada pada lingkungan yang berisiko tinggi untuk terpapar pada
polusi udara dan asap rokok.
8) Kerentanan juga akan meningkat saat musim RSV tertinggi, yang biasanya
dimulai pada musim gugur dan berakhir di musim semi.
b. Pada dewasa
1) Orang-orang dewasa berusia lanjut.
2) Orang dewasa pengidap gagal jantung atau penyakit kronis.

5. Patofisiologi
RSV (respiratory syncytial virus) adalah kausa utama bronkiolitis. Bukti-bukti
terkini memberi kesan bahwa MPV juga merupakan kausa signifikan bronkiolitis
pada bayi. Virus parainfluenza dan adenovirus lebih jarang menyebabkan penyakit
ini. RSV, suatu virus RNA dalam genus Pneumovirus dari famili Paramyxoviridae,
dinamai demikian karena efek sitopatik khas (pembentukan sinsitium) yang trelihat
beberapa hari setelah inokulasi bahan terinfeksi ke biakan sel. Gen RSV menyandi
paling sedikit 10 polipeptida, termasuk protein selubung F dan G. protein fusi (F)
mempermudah penetrasi sel serta penyebaran se-ke-sel di saluran nafas, an protein G
membantu perlekatan virus ke residu asam sialat di sel epitel pernapasan. RSV, yang
dibagi menjadi tipe A dan B berdasarkan perbedaan dalam protein G , melekat dan
menginfeksi sel epitel pernapasan.
Proliferasi virus di epitel pernapasan menyebabkan edema dan nekrosis lapisan
epitel saluran napas, terlepasnya sel bersilia,dan pembentukan sumbat mucus. Terjadi
proliferasi limfositik peribronkus yang intens. Dapat terjadi sumbatan saluran nafas
distal yang menyebabkan ketidakcocokan ventilasi-perfusi, hiperinflasi, atelectasis,
hipoksia, gagal napas, dan, pada beberapa kasus, kematian.
Tingginya kadar antibody penetralisasi fungsional dalam serum terhadap protein F
dan G RSV berkorelasi dengan proteksi terhadap penyakit. Kadar antibodi
penetralisasi maternal yang rendah dilaporkan berkaitan dengan penyakit yang lebih
parah pada bayi. Munculnya IgA sekretorik spesifik-RSV bersamaan dengan
terhentinya pengeluaran (shedding) RSV (Bernstein & P. shelov, 2016).

6. Manifestasi Klinis
Gejala awal bronchiolitis mirip dengan flu biasa, seperti hidung berair, hidung
tersumbat disertai dengan demam ringan, tidak nafsu makan dan batuk. Tetapi setelah
dua atau tiga hari, gejala menjadi lebih parah bukannya semakin membaik.
Gejala umum dari bronchiolitis yang sering muncul yaitu:
a. Hidung tersumbat disertai dengan demam dan batuk.
b. Kesulitan bernafas, pernapasan cepat dan dangkal (RR 60-80 x/menit), dengan
terengah-engah disertai dengan peningkatan batuk.
c. Kehilangan nafsu makan, akibat dari gangguan pernapasannya.
d. Terlihat pernapasan cuping hidung disertai retraksi interkostal suprasternal
e. Anak gelisah dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
f. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirasi memanjang disertai
dengan mengi (wheezing). Ronki nyaring halus kadang terdengar pada akhir
ekspirasi atau pada awal ekspirasi. Pada keadaan yang berat, suara pernapasan
hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total.
g. Infeksi ditandai adanya edema mukosa, peningkatan sekresi mukus, obstruksi
bronkiolus, dan peregangan yang berlebihan dari alveoli.
Tanda-tanda dan gejala infeksi RSV biasanya terlihat pada 4-6 hari setelah terjadi
paparan terhadap infeksi virus. Pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih
dari 3 tahun, RSV biasanya menyebabkan terjadinya tanda-tanda seperti selesma
ringan dan gejala yang mirip dengan gejala yang ada pada infeksi saluran pernapasan
atas. Tanda-tanda ini adalah:
a. Hidung mampet atau berlendir
b. Batuk kering disertai suara serak
c. Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
d. Sakit leher
e. Sakit kepala ringan
f. Rasa tidak nyaman dan gelisah (malaise)
Pada anak-anak berusia kurang lebih dari 3 tahun, RSV dapat menyebabkan timbulnya
penyakit pada saluran pernapasan bagian bawah seperti radang paru atau bronchiolitis.
Gejala dan tanda-tandanya adalah:
a. Demam dengan suhu tinggi
b. Batuk yang parah
c. Nafas tersengal-sengal, ada suara ngik (wheezing) yang biasanya terdengar saat
ekspirasi
d. Napasnya cepat atau sulit untuk bernapas, yang mungkin akan menyebabkan anak
lebih memilih untuk duduk daripada berbaring
e. Warna kebiruan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan oksigen disertai
dengan berkeringat.
Kondisi paling parah akibat infeksi dari RSV akan diderita oleh bayi dan balita. Gejala
paling berat umumnya dialami di hari kedua atau ketiga. Bayi dapat sakit selama 7-10
hari dan batuk dapat berlanjut hingga 2-4 minggu. Pada bayi dan balita yang
menderita infeksi RSV, tanda-tandanya adalah:
a. Terlihat jelas tarikan otot dada dan kulit di sekitar tulang iga saat bernapas, yang
menandakan bahwa mereka mengalami kesulitan bernapas.
b. Napas mereka mungkin pendek, dangkal dan cepat. Napas yang cepat ini
mengakibatkan bayi mengalami kesulitan makan atau minum.
c. Gejala yang lebih mengkhawatirkan adalah jika bayi berhenti bernapas selama
lebih dari sepuluh detik dalam satu kesempatan. Gejala ini disebut recurrent
apnea.
d. Atau mungkin tidak menunjukkan adanya infeksi saluran napas, tetapi tidak mau
makan dan biasanya lemas dan rewel.
e. Bayi menjadi mudah mengantuk dan bibirnya mulai membiru.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk anak yang menderita bronkiolitis
adalah :
a. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis
buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
b. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas
normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun
metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
c. Pemeriksaan radiologis : Foto dada anterior posterior, hiperinflasi paru, pada foto
lateral, diameter anteroposterior membesar dan terlihat bercak honsolidasi ,yang
tersebar.
d. Analisa gas darah : Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolik, atau
respiratorik .

8. Penatalaksanaan Medik
Obat-obatan umumnya tidak menolong bayi yang mengalami bronchiolitis, tetapi
yang dibutuhkan adalah lebih banyak istirahat dan pemberian makan (ASI, formula,
atau makanan tambahan sesuai usia bayi) dalam porsi lebih kecil namun dengan
frekuensi lebih sering. ASI diberikan lebih sering, namun dalam waktu yang lebih
pendek setiap kalinya. Dengan demikian anak tidak akan terlalu lelah atau mengalami
dehidrasi.
Bayi dengan bronchiolitis ringan dapat dirawat di rumah dengan diberikan sirup
yang mengandung paracetamol untuk demam dan mengatasi rasa gelisah. Beri minum
air putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi. Namun apabila penyakit
menunjukkan keparahan atau infeksi serius yang dapat mengancam jiwa, maka harus
segera dibawa ke rumah sakit untuk memperoleh penanganan lanjut serta pemantauan
jantung dan laju pernafasan.
Karena penyebab bronchitis pada umunya disebabkan oleh virus maka belum ada
obat kausal. Antibiotik tidak berguna, obat yang biasanyan diberikan adalan obat
penurun demam, banyak minum terutama sari buah-buahan. Obat penekan batuk tidak
diberikan pada batuk yang banyak lender lebih baik diberi banyak minum. Bila batuk
tetap ad dan dalam 2 minggun tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi
bakteri sekunder  dan antibiotic perlu diberikian.pemberian antibiotic yang serasi
untuk M. pneumonia dan H. influensae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya
amoksilin, kontrimoksasol dan golongan makrolid. (Ngastiyah, 2014)
a. Penatalaksanaan medis
1) Terapi farmakologis
a) Bronkodilator, diberikan untuk membantu anak lebih mudah bernapas
dengan cara membuka saluran udara di paru-paru dan mengurangi sesak
napas. Obat ini dapat diberikan dengan nebulasi, contoh obat ini
adalah proventil, ventolin.
b) Steroid, untuk mengatasi radang saluran pernapasan, membantu
mengurangi sesak napas dan mengontrol demam, namun pemberiannya
tidak dianjurkan.Deksametason 0,5 mg/kgBB inisial, dilanjutkan 0,5
mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
c) Antivirus, seperti ribavirin (Rebetol) dapat diberikan dalam bentuk
nebulasi, penggunanya telah dianjurkan untuk bayi dengan penyakit
jantung konginetal oleh komite penyakit infeksi akademik pediatric
amerikaka (AAP)
d) Antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak berguna untuk mengobati RSV
karena RSV disebabkan oleh infeksi virus. Meskipun demikian, antibiotik
tetap diberikan karena bronchiolitis sukar dibedakan dengan pneumonia
interstisialis, dan apabila telah terjadi komplikasi bakteri, seperti infeksi di
telinga bagian tengah, atau radang paru-paru karena bakteri. Bila tidak ada
komplikasi, maka dokter mungkin akan merekomendasikan obat-obatan
yang dapat dibeli secara bebas seperti asetaminofen (Tylenol, dll) atau
ibuprofen (Advil, Motrin, dll), yang dapat mengurangi demam tetapi tetap
tidak dapat mengobati infeksi tersebut untuk sembuh lebih cepat.
(1) Untuk kasus bronkiolitis community base:
(a) Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
(b) Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
(2) Untuk kasus bronkiolitis hospital base:
(a) Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2kali pemberian
(b) Amikasin 10-15mg/kgBB/hari dalam 2kali pemberian
2) Nebulasi, untuk membantu mengeluarkan lendir dari hidung anak.
3) Oksigenasi. Biasanya, penderita diberikan oksigen yang lembab melalui selang
udara ke hidung atau headbox atau pada beberapa kasus parah, melalui
ventilasi buatan. Untuk bronchiolitis ringan, oksigen diberikan sebanyak 1-2
L/menit atau sesuai kebutuhan.
4) Pada kasus yang serius, anak mungkin membutuhkan pemasangan ventilasi
mekanik, sebuah alat bantu pernapasan. Anak akan merasa lega setelah lebih
mudah bernapas dan selera makannya juga akan mulai kembali membaik.
5) Pemberian cairan infuse, untuk mencegah terjadinya dehidrasi apabila anak
sulit makan dan minum. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan
status hidrasi.
6) Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit.
b. Penatalaksanaan keperawatan
a. Hal utama dalam pengobatan bronchiolitis adalah menjaga anak agar tidak
terjadi dehidrasi jika anak tidak makan atau minum dengan baik. Beri minum air
putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi dan beri makan dengan porsi
yang lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering.
b. Memberikan posisi yang nyaman dengan posisi kemiringan 30°-40°
(semifowler) atau dengan kepala dan dada yang sedikit ditinggikan sehingga
leher berada pada posisi ekstensi untuk mempermudah pernapasan. Atau duduk
dengan posisi tegak.
c. Berikan minuman atau cairan hangat, seperti sup atau air hangat, untuk
membantu melegakan pernapasan dan mengencerkan dahak yang mengental.
d. Anak ditempatkan pada tempat yang sejuk dan udara yang cukup lembab untuk
dihirup untuk mengatasi hipoksemia. Buat agar ruangan atau kamar dalam
keadaan hangat tetapi tidak terlalu panas Bila udaranya kering, gunakan
pelembab ruangan (humidifier) atau vaporizer yang dapat melembabkan udara
dan membantu melegakan napas dan batuk. Yakinkan agar alat pelembab udara
dalam keadaan kering untuk mencegah timbulnya bakteri dan kuman.
e. Yakinkan lingkungan yang bebas dari asap rokok. Asap rokok dapat
memperburuk gejala yang ada.
f. Hindari kontak dengan bayi lainnya dalam beberapa hari pertama.

9. Komplikasi
a. Radang paru-paru. Virus maupun organisme yang menyebabkan infeksi dapat
menginvasi ke bagian paru-paru yang lain bahkan seluruh bagian.
b. Radang saluran tengah, terjadi saat ada virus yang masuk ke daerah di belakang
gendang telinga
c. Kemungkinan timbulnya penyakit asma di kemudian hari. Reaksi radang yang
terjadi saat anak-anak dapat meningkatkan sensitivitas pada saluran napas
terhadap allergen, sehingga dapat memicu terjadinya astma.
d. Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronchiolitis dapat timbul berupa
batuk berulang, mengi, dan hiperreaktivitas bronkus, yang cenderung membaik
sebelum usia sekolah.
e. Bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral (Sindrom Swyer-
James). Komplikasi ini sering dihubungkan dengan adenovirus.
f. Kematian. Pada anak-anak yang berusia kurang dari 6 bulan, bayi-bayi yang lahir
prematur, dan bayi-bayi yang memiliki kelainan bawaan pada jantung dan paru-
parunya, infeksi RSV dapat berakibat serius sampai menimbulkan kematian.

10. Tindakan Pencegahan


Tidak ada vaksin untuk mencegah terjadinya infeksi RSV. Hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah tersebarnya infeksi virus ini diantaranya adalah:
a. Sering-sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh anak, dan ajarkan
pada anak-anak tentang pentingnya mencuci tangan.
b. Hindari paparan terhadap infeksi RSV, dengan cara membatasi kontak antara
bayi dengan orang-orang yang sedang mengalami demam dan selesma.
c. Jagalah kebersihan. Pastikan agar rak-rak selalu dalam keadaan bersih terutama
rak yang terdapat di dapur dan kamar mandi, terutama bila ada anggota keluarga
yang sedang selesma. Segera buang tisu bekas pakai.
d. Jangan menggunakan gelas yang sudah digunakan oleh orang lain. Gunakan
gelas sendiri atau gelas sekali pakai bila kita atau orang lain sedang sakit.
e. Jangan merokok. Bayi yang terkena paparan tembakau memiliki resiko lebih
tinggi terkena infeksi RSV dan berpotensi lebih besar terkena gejala yang lebih
parah. Selalu coba untuk tidak merokok di rumah atau di sekitar bayi, terutama
jika bayi memiliki kelainan saluran napas atau jantung, sistem kekebalan yang
rendah, atau lahir prematur.
f. Cuci boneka secara rutin, terutama bila anak atau kawan bermain anak sedang
sakit. Sebagai tambahan, ada obat yang disebut palivisumab (Synagis) yang dapat
membantu melindungi anak-anak berusia kurang dari 2 tahun yang memiliki
resiko mengalami komplikasi serius bila mereka terjangkit RSV. Synagis bekerja
dengan menyediakan antibody yang diperlukan untuk melindungi tubuh dari
RSV. Diperlukan satu kali suntikan tiap bulan yang disuntikkan melalui IM pada
bagian paha setiap puncak musim RSV (dimulai pada musim gugur) dan
dilakukan secara terus menerus selama lima bulan. Suntikan ini diulangi lagi
setiap tahun hingga si anak tidak lagi dalama kondisi yang berisiko tinggi.
Pemberian obat tidak akan mempengaruhi jadwal vaksinasi anak. Penggunaan
terapi seperti ini mengurangi frekwensi dan lama perawatan di rumah karena
infeksi RSV. Tetapi karena biayanya yang tinggi, penggunaan pengobatan seperti
ini dibatasi hanya pada mereka yang memiliki resiko paling tinggi mengalami
komplikasi karena infeksi RSV. Pengobatan ini tidak akan berguna untuk
mengobati infeksi RSV yang sudah terjadi.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan atau penanganan kesehatan
Ibu klien mengatakan kesehatan sangat penting sehingga jika ada anggota
keluarga yang sakit segera dibawa ke dokter atau Puskesmas, begitu juga saat
anaknya sakit keluarga segera memeriksakannya ke Bidan terdekat. Ibu klien
selalu menjaga kebersihan rumah dan peralatan yang digunakan terutama untuk
anaknya.
b. Pola nutrisi/metabolik Sebelum sakit : ibu klien mengatakan klien minum ASI
tanpa tambahan susu formula, klien minum ASI 2 jam sekali sekitar 15- 20 menit,
reflek hisap kuat ASI lancar. Saat dikaji : ibu klien mengatakan klien mengalami
perubahan saat minum ASI, menyusu 2 jam sekali sekitar 10 menit, reflek hisap
lemah. Ibu klien mengatakan klien sering tersedak saat minum ASI.
c. Pola eliminasi Ibu klien mengatakan klien menggunakan diapers, dan diganti jika
penuh yaitu sekitar 4 jam sekali, klien BAB 1x dengan konsistensi kuning lembek
dan berbau khas pada pagi hari tadi.
d. Pola aktivitas/latihan Ibu klien mengatakan klien beraktivitas seperti biasa yaitu
berdehem dan tertawa, hanya saja selalu rewel saat badannya panas.
e. Pola istirahat dan tidur Ibu klien mengatakan sebelum maupun sesaat sakit klien
lebih sering tidur, hanya saja klien lebih sering terbangun saat batuk, klien tidur
sekitar 15 jam sehari
f. Pola perseptif/kognitif Ibu klien mengatakan belum mengetahui sakit yang
diderita anaknya, yang ibu tahu hanya batuk pilek biasa.
g. Pola koping/toleransi stress Ibu klien mengatakan klien selalu rewel saat
badannya panas, sehingga ibu mengompres dahinya dengan air hangat.
h. Pola konsep diri Ibu klien mengatakan sangat khawatir dan sedih, ibu klien sering
bertanya kondisi anaknya dan bertanya apakah anaknya akan lama dirawat di RS.
i. Pola seksual dan reproduksi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya infeksi

3. Rencana Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
SLKI:
Definisi : kemampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten
Dengan kriteria hasil:
Meningkat :
a) Batuk efektif
Menurun :
a) Produksi sputum
b) Mengi
c) Wheezing
d) Meconium (pada neonates)
e) Dyspnea
f) Ortopnea
g) Sulit bicara
h) Sianosis
i) Gelisah
Membaik :
a) Frekuensi napas
b) Pola napas

SIKI :

Definisi : mengidentifikasi dan mengolah kepatenan jalan napas

Tindakan :

Observasi :

1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing,

ronkhi kering)

Terapeutik :

1) Pertahanan kepatenan jalan napas dengan heade-tilti dan chin-lift

(law-thrust jika curiga trauma servikal)

2) Posisikan semi-fowler atau fowler

3) Berikan minuman hangat

4) Lakukan fisiotrapi dada, jika perlu

5) Lakukam penghisapan lender kurang dari 15 detik


6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum pengisapan endotrakeal

7) Keluarkan sumbatan benda padat dalam porsef McGill

8) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :

1) Anjurkan asupan cairan 2.000 ml/hari, jika tidak kontranindikasi

2) Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektor, mukolitik, jika perlu

b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya infeksi


SLKI :
Definisi:pengalaman sensorik atau emosionl yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan omset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hinga berat dan konstan
Dengan kriteria hasil :
Meingkat :
a) Kemampuan menuntaskan aktivitas
Menurun :
a) Keluhan nyeri
b) Meringis
c) Sikap protektif
d) Gelisah
e) Kesulitan tidur
f) Menarik diri
g) Berfokus pada diri sendiri
h) Diaforsis
i) Perasaan depresi (tertekan)
j) Perasaan takut mengalami cenderung berulang
k) Anoreksia
l) Perenium terasa tertekan
m) Uterus terasa mengulat
n) Ketegangan otot
o) Pupil dilatasi
p) Muntah
q) Mual

Membaik :
a) Frekuensi nadi
b) Pola napas
c) Tekanan darah
d) Proses berpikir
e) Focus
f) Fungsi berkemih
g) Perilaku
h) Nafsu makan
i) Pola tidur

SIKI :
Definisi:mengidentifikasi dan mengolah pengalaman sensorik atau
emosinal yang berkaitandengan keruakan jaringan atau fungsionl dengn
omset mendadak atau lambat berintensitas ringan hingga berat dan
konstan.
Tindaan :
Observasi :
1) Identifikasi lkasi, kareteristi, durasi, frekuensi,kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verba
4) Identifiksi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akufresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan straegi
meredakan nyeri
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4) Ajarkan teknin nonfarmakologis untung mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jia perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan penatalaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik dan melakukan semua tindakan yang sudah direncanakan pada
intervensi.
Implementasi yang akan dilakukan pada pasien Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
yaitu :
a. Mengobersevasi KU klien.
b. Memonitor TTV
c. Memonitor suara nafas
d. Memposisikan klien untuk memaksimalkan pernafasan
e. Mengeluarkan sekret dengan batuk efektif atau suctioning
f. Kolaborasi pemberian O2
g. Kolaborasi pemberian bronkodilator.
Implementasi yang akan dilakukan pada pasien Nyeri Akut yaitu :
a. Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makan bergizi
c. Bila demam berikan kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
e. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk meredakan atau mengurangi
nyeri

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan rangkaian proses dalam suatu asuhan keperawatan dimana
tindakan dalam evaluasi adalah mengukur kemajuan pasien dalam kriteria hasil
dengan indikator yang sudah direncanakan.

Anda mungkin juga menyukai