Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


TERKENA GIGITAN ULAR
Mata Kuliah : Keperawatan Gawat Darurat
Dosen : Ns. Florensius Andri, M.Kep

Disusun Oleh :

1. Bernadetta Sunia Cindy Natasia (20181940)

YAYASAN PENDIDIKAN SANTO HIERONYMUS

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA INSAN PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2019/2020


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan
kimia.Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat
menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa
tumbuhan dan hewan.Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah
tropis dan subtropis.Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk
dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya
dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa, binatang darat, dan binatang laut.

Insiden kira – kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di Amerika
Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun 1960,  rata- rata 14
korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat karena gigitan ular, dengan 70%
kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas, Georgia, Florida, Alabama, dan
California Selatan.
Di Amerika Utara ular beracun merupakan anggota keluarga Crotalidae atau pit viper
atau dari keluarga elipidae atau ular karang. Keluarga ular Rattle bertanggung jawab atas
kira-kira 70% kematian karena gigitan ular, sementara kematian karena gigitan ular jenis
kepala kuning tembaga (copperhead) sangat jarang.
Ular berbisa dibandingkan ular tak berbisa pit viper dinamakan demikian karena
memiliki ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata dan lubang hidung
pada tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuik elips, berlainan dengan pupil
bulatyang memiliki ular jenis tak bebahaya. Sebaliknya, ular karang memiliki pupil bulat dan
sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi taring panjang dan sederet gigi subkaudal.
Ular tak berbisa banyak memiliki gigi dibanding dengan taring dan mempunyai dua deret gigi
subkaudal. Untuk membedakan ular karang berbisa dengan ular lain yang mirip warnanya,
harus diingat bahwa ular karang memiliki hidung berwarna hitam dan memiliki juga guratan
cincin warna merah yang berdampingan dengan warna kuning.
Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase, yang menyebabkan bisa dapat
menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisisal. Toksin lain yang terkandung
dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin hemoragik dan trombogenik, toksin hemolitik,
sitotoksin, dan antikoagulan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami tentang gigitan ular dan mampu memberikan
asuhan keperawatan pada klien tersebut dalam kegawat daruratan.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu :
a. Memahami tentang definisi ggigitan ular
b. Memahami tentang etiologi gigitan ular
c. Memahami tentang patofisiologi gigitan ular
d. Memahami tentang manifestasi klinis gigitan ular
e. Memahami tentang komplikasi klien gigitan ular
f. Memahami tentang penatalaksanaan gigitan ular
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi
Gigitan ular adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular
adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau
bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler
dan pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2011)
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan
beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang
bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan
toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering
kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir
predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.
Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang
berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek
pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat
farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi
racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat
ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal.
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang
toksik dan merusak lebih sedikit jaringan
Bisa ular dapat pula dikelompokkan berdasarkan sifat dan dampak yang ditimbul
kannya seperti neurotoksik, hemoragik, trombogenik, hemolitik, sitotoksik, antifibrin,
antikoagulan, kardiotoksik dan gangguan vaskular (merusak tunika intima). Selain itu
ular juga merangsang jaringan untuk menghasikan zat – zat peradangan lain seperti
kinin, histamin dan substansi cepat lambat (Sudoyo, 2009).
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bisa ular
tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran
dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik
yang berbeda pada manusia. (RetnoAldo, 2010)
2. Klasifikasi Gigitan Ular
Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya dari kira
– kira ratusan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang berbisa, dan dari
golongan ini hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia. (de Jong, 1998).
Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa
hanya sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat
diklasifikasikan ke dalam 4 familli utama yaitu:
a.      Famili Elipadae, terdiri dari : Najabungarus (king cobra), berwarna coklat hijau dan
terdapat di Sumatra dan Jawa. Najatripudrat Sputatrix (cobra hitam, ular sendok)
panjangnya sekitar  1,5 meter terdapat di Sumatra dan Jawa. Najabungarus
Candida (ular sendok berkaca mata) sangat berbahaya dan terdapat di India.
b.      Famili Viperidae, terdiri dari : Ancistrodon Rodostom (ular tanah), Lacheis
Graninius (ular hijau pohon), Micrurus Fulvius (ular batu koral).
c.       Famili Hidropidae meupakan ular laut yang mempunyai ekor pipeh seperti dayung
biasanya berkepala kecil.
d.      Familli Colubridae, misalnya ular pohon.
            Ciri – Ciri Ular Berbisa
Ular berbisa Ular tidak berbisa
1.      Bentuk kepala segitiga 1.      Bentuk kepala segi empat panjang
2.      Dua gigi taring besar di rahang atas 2.      Gigi taring kecil
3.      Bekas gigitan dua luka gigitan utama
3.      Bekas gigitan luka halus berbentuk
akibat gigi taring lengkungan
Perbedaan Ular Berbisa Dan Ular Tidak Berbisa
Tidak berbisa Berbisa
Bentuk kepala Bulat Elips, segitiga
Gigi taring Gigi kecil 2 gigi taring besar
Bekas gigitan Lengkung seperti U Terdapat 2 titik
Warna Warna warni Gelap
Gigitan ular dapat diklasifikasikan beberapa derajat, antara lain :
a.       Derajat 0
Tidak ada keracunan, hanya ada bekas taring dan gigitan ular, nyeri minimal dan
terdapat edema dan eritema kurang dari 1 inci dalam 12 jam, pada umunya gejala
sistemik yang lain tidak ada.
b.      Derajat I
Terjadi keracunan menimal, terdapat bekas taring dan gigitan, terasa sangat nyeri
dan edema serta eritema seluas 1- inci dalam 12 jam, tidak ada gejala sistemik.
c.       Derajat II
Terjadi keracunan tingkat sedang terdapat bekas taring dan gigitan, terdapat
sangat nyeri dan edema serta eritema yang terjadi meluas antara 6-12 inci dalam
12 jam. Kadang-kadang dijumpai gejala sistemik seperti mual, gejala neurotoksi,
syok, pembesaran kelenjar getah bening regional.
d.      Derajat III
Terdapat gejala keracunan yang hebat, bekas taring dan gigitan, terasa sangat
nyeri, edema dan eritema yang terjadi luasnya lebih dari 12 inci dalam 12 jam.
Juga terdapat gejala sistemik seperti hipotensi, petekhiae, dan ekimosis serta
syok.
e.       Derajat IV
Gejala keracunan sangat berat, terdapat bekas taring dan gigitan yang multiple,
terdapat edema dan local pada bagian distal ekstremitas dan gejala sistemik
berupa gagal ginjal, koma sputum berdarah.

3. Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat
tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg, Luasnya sekitar 1,5 – 1,9 m2. Tebalnya
kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian
medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu.
            Kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal
dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Anatomi Kulit

a. Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal
epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak
tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.
Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan
yang paling atas sampai yang terdalam) :
1)      Stratum Korneum, Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2)      Stratum Lusidum, Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3)      Stratum Granulosum, Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
Langerhans.
4)      Stratum Spinosum, Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada
tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum
dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut
sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5)      Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis
diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak,
usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel
Langerhans).

b.      Dermis
            Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya
dengan jaringan subkutis.Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar
3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :
         Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
         Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
            Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan
elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia
lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang
menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak
keriput.Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung
beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
            Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi.

c.       Subkutis
            Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di
tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi.
            Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan
kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

Fisiologi Kulit
            Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya
adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier
infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi
proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik,
ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah
diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena
banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari.
            Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses
keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal.
Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila
temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan
mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal
kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin
D. (Djuanda, Adhi, dkk. 20012).

4.  Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, terdapat 3 famili ular yang berbisa yaitu :
Elipidae, Viperidae dan Hidrophidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal
seperti edema dan perdarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi
tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elipidae tidak
terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a.       Bisa Ular Yang Bersifat Racun Terhadap Darah (Hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah merah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lendir) pada mulut, hidung, tenggorokan dan
lain-lain.
b.      Bisa Ular Yang Bersifat Saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(Nekrotis). Penyebaran peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa.
c.       Bisa Ular Yang Bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
d.      Bisa Ular Yang Bersifat Kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e.       Bisa Ular Yang Bersifat Cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
f.       Bisa Ular Yang Bersifat Cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
g.      Enzim-Enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
(Deddyrin. 20011. Intoxicasi).

5.  Manifestasi Klinik
Menurut (Sudoyo, 2006), Secara umum akan timbul gejala lokal dan gejala
sistemik pada semua gigitan ular.
a.         Gejala Lokal: bekas gigitan, edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap dijaringan bawah kulit).
b.         Gejala Sistemik : hipotensi, otot melemah, berkeringat, mengigil, mual,
hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan
kabur. Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular
berbisa yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain
(nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot),
pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a. Gigitan Elapidae (misal: ular cobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular
anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut,
kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut dan kerusakan pada
lapisan luar mata.
2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3) Setelah digigit ular: 15 menit muncul gejala sistemik dan 10 jam kemudian
dalam bentuk paralisis dari urat – urat di wajah, bibir, lidah dan tenggorokan
sehingga menyebabkan sukar bicara, kelopak mata menurun, susah menelan,
otot lemas, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur dan mati rasa
di sekitar mulut. Selanjutnya dapat terjadi paralis otot pernapasan sehingga
lambat dan sukar bernapas, tekanan darah menurun, denyut nadi lambat dan
tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen seringkali terjadi dan berlangsung hebat.
4) Pada keracunan berat dalam waktu satu jam dapat timbul gejala – gejala
neurotoksik. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b. Gigitan Viperidae (misal:ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo), cirinya:
1)  Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam berupa bengkak
dekat gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke seluruh anggota badan,
rasa sakit dekat gigitan.
2)  Efek sistemik muncul dalam 50 menit atau setelah beberapa jam berupa
muntah, berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitann (lubang
dan luka yang dibuat taring ular), hidung berdarah, darah dalam muntah,
urin dan tinja. Perdarahan terjadi akibat kegagalan faal pembekuan darah.
Beberapa hari berikutnya akan timbul memar, melepuh, dan kerusakan
jaringan, kerusakan ginjal, edema paru, kadang – kadang tekanan darah
rendah dan nadi cepat.
3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakkan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c. Gigitan Hydropidae (misal: ular laut), cirinya:
1) Gejala local yang muncul berupa sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat
dan muntah
2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot
ekstraokular, dilatasi pupil, dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai dengan
urin warna coklat gelap (gejala ini penting untuk diagnostik), ginjal rusak,
henti jantung.
d. Gigitan Rattlesnake dan Colubridae (misalnya: ular tanah, ular hijau, ular
bandotan puspo), cirinya:
1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri
di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae
antivenin.
2) Anemia, hipotensi, trombositipeni

Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:
a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa
sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat
berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan
sekitar sisi gigitan luka.
b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen.
Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka
yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan
kematian.
c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem
saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan
otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya,
korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan
kesemutan.
d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa
elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area
tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.
(Deddyrin. 2009. Intoxicasi).

6. Patofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada dibawah
mata. Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya. Taring ular
dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap gigitan
bergantung pada waktu yang terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman yang
diterima ular, serta ukuran mangsanya. Lubang hidung merespon terhadap emisi panas
dari mangsa, yang dapat memungkinkan ular untuk mengubah jumlah bisa yang
dikeluarkan. Bisa biasanya berupa cairan. Protein enzimatik pada bisa menyalurkan
bahan-bahan penghancurnya. Protease, kolagenase, dan arginin ester hidrolase telah di
identifikasi pada bisa pit viper. Efek lokal dari bisa ular merupakan penanda potensia
untuk kerusakan sistemik dari fungsi sistem organ. Salah satu efeknya adalah perdarahan
lokal, koagulopati biasanya tidak terjadi saat venomasi.
Efek lainnya, berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan
interstitial di paru-paru. Mekanisme pulmoner dapat berubah secara signifikan. Efek
akhirnya berupa kematian sel yang dapat meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder
terhadap perubahan status volume dan membutuhkan peningkatan minute ventilasi. Efek
blokade neuromuskuler dapat menyebabkan perburukan pergerakan diafragma. Gagal
jantung dapat disebabkan oleh asidosis dan hipotensi. Myonekrosis  disebabkan oleh
myoglobinuria dan gangguan ginjal (Daley, Brian James MD, 2010).
7. Pathway

8. Komplikasi
a. Syok Hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah :
1) 20 Minute Whole Bloot Clotting Test : pemerikasaan sensitif untuk mendeteksi
gangguan koagulasi darah. Darah vena dimasukkan kedalam botol kaca murni
yang belum pernah di gunakan, didiamkan selama 20 menit, jika darah tidak
membeku berarti terjadi gangguan koagulasi darah akibat bisa ular.
2) Pemeriksaan koagulasi darah lainnya: Prothrombin time, Activated Partial
Thromboplastin Time, International Normalized Ratio dapat memanjang.
Produk degradasi fibrinogen seperti D-dimer dapat meningkat.
3) Pemeriksaan darah lainnya meliputi leukosit, trombosit, Hemoglobin,
hematokrit dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis Cross Match, Serum
elektrolit, Faal ginjal
4) Pemeriksaan Darah Kimia : ureum, kreatinin, serum meningkat pada gagal
ginjal akut.
5) Anlisis Gas Darah : menunjukkan gagal nafas pada neurotosisitas dan
aseidemia akibat asidosis metabolik atau respiratorik.
b. Pemeriksaan Urinalis : untuk mendeteksi myoglubinuria (hematuria, gilkosuria,
proteinuria).
c. Pemeriksaan Radiologi :
1) Rontgen thoraks : mendeteksi edema pulmonal, perdarahan paru, red cell
casts, efusi pleura, pneumonia sekunder.
2) USG : menilai area lokalis ada tidaknya thrombosis vena, mendeteksi efusi
pleura dan pericardial, mendeteksi perdarahan pada rongga-rongga tubuh
(intraabdominal, intratorakal, retroperitoneal).
3) ECG (Electrocardiogram) : perubahan dan abnormalitas EKG termasuk
takiaritmia, bradikardia, perubahan segmen ST, blok AV dan tanda
hiperkalemia.
4) Echokardiografi : mendeteksi penurunan fraksi ejeksi pada pasien dengan
hipotensi dan syok.
10. Penatalaksanaan
a.  Prinsip Pengganan Pada Korban Gigitan Ular
1) Menghalangi atau memperlambat absorbsi bisa ular.
2) Menetralkan bisa ular yang masuk kedalam sirkulasi darah
3) Mengobati atau mengatasi efek lokal dan sistemik. (Sudoyo, 2006).
b. Pertolongan pertama, pastikan dan sekitar aman dan ular telah pergi secara
pertolongan medis jangan tinggalkan korban selanjutnya lakukan
prinsip RIGT yaitu:
R (Reassure) : yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istrihatkan korban dalam
posisi horizontal terhadap luka gigitan, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan
nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien
pingsan/ panik karena kaget.
I (Immobilisation) : jangan menggerakan korban, untuk tidak berjalan atau lari. Jika
dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan
(pressure immobilisation) pada daerah sekitar gigitan (tanggan atau kaki) lihat
prossure immobilisation (balut tekan), tujuannya adalah untuk menahan aliran
limfe, bukan menahan aliran arteri atau vena.
G (Get) : bawah korban kerumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T (Tell to Doctor) : informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul pada
korban.
c. Penatalaksanaan Selanjutnya di Rumah Sakit :
1) Di bawah ke Emergency Room, dan melakukan ABC (penatalaksanaan Airway,
Breathing dan Circulation).
2) Berikan pertolongan pertama pada luka gigitan (verban ketat dan luas di atas
luka, imobilisasi (dengan bidai bila perlu).
3) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%
4) Pada penatalaksanaan sirkulasi, berikan IVFD RL 16-20 tpm.
5) Sampel (5-10 ml) darah untuk pemeriksaan : waktu protrombin, APTT, INR,
fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, BUN, elektrolit (terutama
K). Periksa waktu pembekuan darah, jika > 10 menit, maka menunjukkan
kemungkinan adanya koagulopati.
6) Penisillin prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore
7) Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dikebalkan), pivalen 1
ml berisi :
10-50LD50 bisa Ankystrodon
25-50LD50 bisa Bungarus
25-51LD50 bisa Nayasputarix
8) Teknik pemberian : 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau
Dextrose 5% dengan kecapatan 30-40 tetes/menit. SABU maksimal 100 ml (20
vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.
9) Heparin 20.000 unit per 24 jam
10) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
SABU lagi. SABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
11) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi
berikan adrenalin 0,5 mg/IM, hydrocortisone 100 mg IV.
12) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
13) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen
14) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus
Tn.G berusia 22 tahun, dibawa ke UGD Rumah Sakit pada pukul 16.30 WIB
dikarenakan terkena gigitan ular kanan. Saat dibawa ke UGD, pasien berkeringat,
mengigil, mual, hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala,
pandangan kabur. Dikatakan bahwa pasien terkena gigitan ular ketika sedang
memanjat pohon kelapa di belakang rumah mengambil kelapa untuk berbuka puasa.
Hasil observasi tanda-tanda vital pasien : Tekanan darah : 120/90 mmHg, Pernafasan :
27x/menit, Nadi : 79x/menit, Suhu : 36,5C.

B. Pembahasan Kasus
Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah Berikan pertolongan pertama pada
luka gigitan (verban ketat dan luas di atas luka, imobilisasi (dengan bidai bila perlu).
Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%. Pada
penatalaksanaan sirkulasi, berikan IVFD RL 16-20 tpm. Lakukan Sampel (5-10 ml)
darah untuk pemeriksaan : waktu protrombin, APTT, INR, fibrinogen dan Hb,
leukosit, trombosit, kreatinin, BUN, elektrolit (terutama K). Periksa waktu
pembekuan darah, jika > 10 menit, maka menunjukkan kemungkinan adanya
koagulopati.

Anda mungkin juga menyukai