Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I

PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA ASOSIASI PENGUSAHA


RITEL INDONESIA (APRINDO) DENGAN UNIVERSITAS
ANDALAS TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM
MAGANG MAHASISWA BERSETIFIKAT DI KOTA PADANG

A. Latar Belakang

Universitas Andalas berstatus Badan Layanan Umum (BLU) sejak

tahun 2010 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 501/KMK/05/2009 tanggal 17 Desember 2009, Pada

tahun 2021 status Universitas Andalas berobah menjadi Perguruan Tinggi

Berbadan Hukum (PTNBH) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 95 Tahun 2021, tertanggal 31 Agustus 2021 dan akan

diterapkan pada awal tahun 2022. Status Perguruan Tinggi Berbadan

Hukum Universitas Andalas memiliki otonomi dalam pengelolaan

akademik dan non akademik, sedangkan dalam status Badan Layanan

Umum fleksibelitas dalam pengelolaan keuangan yang bersumber dari

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) baik dari segi penerimaan

maupun dari segi belanja.Namun demikian pertanggung jawaban

keuangan tetap berprinsip tata kelola yang baik dilingkungan kampus

Universitas Andalas.
2

Universitas Andalas pada awalnya dilahirkan berkedudukan di

Bukittinggi berdasarkan Peraturan Pemerintrah Republik Indonesia

Nomor 54 Tahun 1956 yang diresmikan oleh Wakil Presiden R. I Pertama

Dr. Muhammad Hatta pada tanggal 13 September 1956 dan Prof.Dr.

M.syaaf dilantik sebagai Rektor Pertama Universitas Andalas. Pada saat

ini Universitas Andalas dipimpin oleh Prof .Dr.Yuliandri.SH.MH yang

dilantik pada tanggal 25 November 2019 untuk periode 2019-2023. Cita-

cita mendirikan Universitas Andalas adalah untuk menghasilkan insan

cerdas dan berdaya saing untuk kejayaanbangsa. Secara khusus

Universitas Andalas bertanggung jawab untuk menghasilkan lulusan yang

bermutu, unggul dan produktif ,ilmu pengetahuan dan teknologi yang

bermanfaat bagi masyarakat.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3

Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti)

menyatakan bahwa pemenuhan massa dan beban belajar bagi mahasiswa

program sarjana atau program sarjana terapan dapat dilaksanakan dengan

cara :

1. mengikuti seluruh proses pembelajaraan dalam program studi pada

perguruan tinggi sesuai masa dan beban belajar.

2. mengikuti proses pembelajaraan di dalam program studi untuk

memenuhi sebagian masa dan beban belajardan sisanya mengikuti

proses pembelajaran di luar program studi.


3

Perguruan tinggi wajib memfasilitasi pelaksanaan pemenuhan

masa dan beban dalam proses pembelajaran di luar program studi. Fasilitasi

oleh Perguruan Tinggi untuk pemenuhan masa dan beban belajar dalam

proses pembelajaran dengan cara sebagai berikut :

1. paling sedikit 4 (empat) semester dan paling lama 11 (sebelas)

semester merupakan pembelajaran di dalam Program Studi.

2. 1 (satu) semester atau setara dengan 20(dua puluh) satuan kredit

semester merupakan pembelajaran di luar program studi pada

perguruan tinggi yang sama.

3. Paling lama 2 (dua) semester atau setaradengan 40 (empat puluh)

satuan kredit semester merupakan:

a. pembelajaran pada program studi yang sama di perguruan tinggi

yang berbeda.

b. pembelajaran pada program studi yang berbeda di perguruan tinggi

yang berbeda dan/atau

c. pembelajaran di luar perguruan tinggi.

Kebijakan Kemendikbud pada peraturan tersebut di atas dikenal

dengan Program Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM). Sebagai

bentuk komitmen Unand terhadap kebijakan MBKM, maka pemenuhan

masa dan beban belajar mahasiswa di luar program studi telah dijamin

dalam Peraturan Rektor Universitas Andalas Nomor 14 Tahun 2020

tentang Peraturan Akademik Program Sarjana.


4

Namun dalam implementasinya ditemukan kendala yaitu

rancangan kurikulum program studi kurang fleksibel sehingga menyulitkan

bagi mahasiswa untuk memenuhi masa dan beban belajar di luar program

studi. Kurang fleksibelnya kurikulum untuk memenuhi masa dan beban

belajar di luar program studi diakibatkan oleh:1) jumlah total bobot mata

kuliah pilihan kurang dari 20 sks.2) penempatan mata kuliah dalam struktur

kurikulum pada empat semester.terakhir masih banyak mata kuliah wajib,

sehingga mahasiswa sulit menjalani proses pembelajaran di luar institusi

perguruan tinggi. Oleh karena itu, program studi perlu melakukan

penyesuaian dan restrukturisasi kurikulum agar dapat memfasilitasi

mahasiswa untuk memilih proses pembelajaran di luar program studi

sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Untuk memudahkan

penyesuaian dan restrukturisasi kurikulum yang sedang berjalan perlu

disediakan Pedoman Pengembangan Kurikulum MBKM tanpa

mengganggu inti keilmuan (body of knowledge) yang ditetapkan oleh

perhimpunan/asosiasi/konsorsium program studi sejenis.

Dalam rangka implementasi program MBKM, program studi

dituntut mengembangkan kurikulum yang dapat memfasilitasi mahasiswa

untuk mengikuti proses pembelajaran diluar program studi dari semester V

sampai semester VII. Oleh karena itu kurikulum yang sedang berjalan perlu

disesuaikan melalui langkah-langkah penting sebagai berikut :

1. Taat azas dalam menetapkan mata kiah wajib sesuai dengan MKWU,

mata kuliah wajib inti keilmuann dan MKWI.


5

2. memenyediakan mata kuliah pilihan yang lebih fleksibel menimal 20

sks.

3. Menyediakan semester V dengan prioritas untuk coss endrollment dan

credit earning dan semester VI dan VII dengan perioritas untuk

pembelajaran diluar institusi.

Peraturan Retor Univesitas Andalas Nomor 15 Tahun 2020

tentang Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar- Kampus Merdeka

pada Pasal 2 Pengembangan kuriklum MBKM bertujuan untuk

memudahkan program studi dalam menyesuaikan dan menstrukturisasi

kurikulum yang dapat memberi peluang terlaksananya berbagai bentuk

pembelajaran diluar program studi..

Bentuk-bentuk pembelajaran di institusi luar perguruan tinggi

sesuai pasal 4 ayat 2 Peraturan Rektor Nomor 15 Tahun 2020 tesebut

adalah :

1. Magang bersetifikat.

2. Membangun desa.

3. Penelitian/riset.

4. Kegiatan wirausaha.

5. Studi/ proyek indenpenden.

6. Proyek kemanusiaan.

7. Asistensi mengajar disatuan pendidikan

8. Kepedulian bencana.
6

Untuk terlaksananya pembelajaran diluar program studi diperlukan

kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Badan usaha lainya

dalam penempatan mahasiswa magang bersetifikat. Universitas Andalas

telah melakukan Nota Kesepahaman dengan Asosiasi Pengusaha Ritel

Indonesia (APRINDO) dan dilanjutkan dengan Perjanjian Kersama pada

tanggal 26 Maret 2021.

Pasal 1320 KUHPerdata Perjanjian secara umum dapat diartikan

sebagai kesepakatan. Suatu perjanjian mengikat para pihak yang

melakukannya yang mana tertuangdalam klausul pada perjanjian tersebut.

Pada klausul perjanjian dijelaskan bagaimana hak dan kewajiban para

pihak serta tanggung jawabnya. Perjanjian dikatakan sah dan mengikat

secara hukum bagi para pihak yang melakukannya apabila telah memenuhi

syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan

suatu sebab yang halal1

Adapun syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu

perjanjianditentukan

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata1 , yaitu

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

1
. Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisi kasus, kencana, jakarta, 2004,
hlm. 1.
7

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal

Sebelum perjajian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan negosiasi

awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan

dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar

berlangsung. Tahapan berikutnya pembuatan Nota Kesepahaman

merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut

dalam bentuk tertulis. Nota Kesepahaman penting sebagai pegangan untuk

digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk

melakukan perjanjian. Maksudnya sebagai studi kelayakan adalah setelah

pihak-pihak memperoleh Nota Kesepahamansebagai pegangan atau

pedoman awal, baru dilanjutkandengan tahapan perjanjian untuk melihat

tingkat kelayakan dan prospek dari perjanjian kerjasama tersebut.

Banyak hal yang melatar belakangi dibuatnya Nota Kesepahaman

Memorandum, salah satunya adalah karena prospek suatu usaha dirasa

belum jelas benar dan dengan negosiasi yang rumit dan belum ada jalan

keluarnya, sehingga dari pada tidak ada ikatan apa-apa maka dibuatlah Nota

Kesepahaman ,sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional di

Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Dengan tidak

diaturnya Nota Kesepahaman dalam hukum konvesional kita, maka banyak

menimbulkan kesimpangsiuran dalam prakteknya, untuk itu penulis


8

membahas salah satu Nota Kesepahaman yang telah dilaksanakan

Universitas Andalas dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

(APRINDO),

Aprindo merupakan salah satu Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

yang beranggotakan pengusaha ritel yang berbadan hukum bergerak

dibidang pengelolaan bisnis ritel telah melakukan nota kesepahaman dengan

Universitas Andalas tentang kerjasama dibidang pendidikan, penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat pada tanggal 26 Maret 2021, maka dari itu

penulis akan membahas tindak lanjut dari nota kesepahaman tersebut dalam

bentuk Perjanjian Kerjasama dengan judul PERJANJIAN KERJA SAMA

ANTARA ASOSIASI PENGUSAHA RITEL INDONESIA (APRINDO)

DENGAN UNIVERSITAS ANDALAS TENTANG

PENYELENGGARAAN PROGRAM MAGANG MAHASISWA

BERSETIFIKAT DI KOTA PADANG

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dan mempelajari

dari isi perjanjian tersebut maka penulis dapat merumuskan beberapa

pokok permasalahan tentang pelaksanaan dari perjanjian kerjasama

tersebut sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan hukum perjajian kerjasama ditinjau dari hukum

perjanjian ?

2. Bagaimana akibatnya jika ada salah satu pihak melakukan

pengingkaran perjanjian Kerjasama ?


9

3. Bagaimana implementasi dari perjajian kerjasama ?

C. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis uraiakan diatas ,maka

penelitian ini,bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana tindak lanjut dari pelaksanaan

perjajian kerjasama

2. Untuk mengetahui Kendala-kendala apa saja yang di temui dalam

Pelaksanaan Perjanjaian Kerjasama di Universitas Andalas dan

bagaimana solusinya.

3. Untuk mengetahui akibat yang di timbulkan apa bila satu pihak

melakukan pengingkaran terhadap klausul Perjajian Kerjasama dan

metode penyelesaian perkara yang di timbulkan.

D. Maanfaat Penelitian.

Manfaat yang ingin penulis capai dari penelitian dan penulisan

proposalinisebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

a. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya hukum perjanjian.

b. Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian ilmiah dan

menuangkannya dalam bentuk skripsi.


10

c. Agar dapat menerapkan ilmu secara teoritis yang diterima selama

perkuliahan dan menghubungkannya dengan data yang diperoleh

dilapangan.

2. Manfaat Praktis.

Untuk dijadikan bahan atau sumber penulisan skripsi agar

diperoleh hasil dan pembahasan yang seuai dengan rumusan masalah

yang di angkat, sehingga dapat di ajukan sebagai syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Andalas dan menyelesaikan pendidikan. Selain itu dapat

dimanfaatkan untuk menambah bahan perpustakaan dan masukan-

masukan bagi pengembngan ilmu pengetahuan.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian

Hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tentang

Perikatan menyatakan bahwa suatu perjanjian akan melahirkan

hubungan hukum antara dua orang atau lebih. Dalam bentuknya

perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang dicapkan atau


11

ditulis. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan

perjanjian adalah bahwa perjanjian menerbitkan perikatan2.

Sistem yang dianut oleh Buku III itu lazim dinamakan

dengan sistem terbuka,dimana terbuka untuk membuat suatu

kontrak atau perjanjian selain yang ditentukan undang-undang.

Asas kebebasan yang dianut oleh Buku III dalam hal membuat

perjanjian merupakan kesimpulan dari Pasal 1338 KUH Perdata

yang menerangkan para pihak dapat mengatur apapun dalam

perjanjian sebatas tidak dialarang undang-undnag , ketertiban

umum ,dan kesusilaan serta perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undnag bagi mereka yang membuatnya.3

Pasal 1313 KUH Perdata menyatakanpengertian

perjanjian sebagai berikut :

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Dengan pengertian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUH

Perdata,pengertian perjanjian juga diberikan oleh para ahli hukum

yang salah satu diantaranya adalah subekti. Beliau menyatakan

pengertian perjanjanjian sebagai berikut :

2
Subekti,Aneka Perjanjian ,Alumni,Bandung,1981,hlm. 1.
3
Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,Intermasa,Jakarta,1995,hlm. 135.
12

“suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji

untuk melaksanakan suatu hal.4

Para ahli hukum yang memberikan pengertian tentang

perjanjian tidak hanya subekti, melainkan ada juga ahli hukum

lainya seperti R.Setiawan.

Beliau menyatakan pengertian perjanjian sebagai berikut :

“perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.5

b. Pengaturan Perjanjian

Pengaturan perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan

, diatur dalam Buku III Bab II mulai dari Pasal 1313-1351 KUH

Perdata yang terdiri atas empat bagian :

1. Bagian Kesatu : Ketentuan Umum, Pasal 1313-1319


2. Bagian Kedua : Tentang syarat sah suatu pertjanjian , Pasal
1320-1337
3. Bagian Ketiga :Tentang akibat perjanjian ,Pasal 1338-1341
4. Bagian keempat : Tentang penafsiran perjanjian ,Pasal1342-
1351

1. Pasal 1266 dan Pasal 1267 tentang perikatan bersyarat

dimana syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam

4
Subekti,hukum perjanjian ,Intermasa,Jakarta,2002,hlm.1
5
R.Setiawan,Pokok-Pokok Perjanjian ,Bina Cipta,Bandung,1987.hlm/ 49.
13

persetujuan yang bertimbal balik dan apabila perikatan tidak

dipenuhi oleh salah satu pihak maka dapat memintakan

pembatalan dan juga perikatan tetap berlangsung dengan adanya

pembayaran ganti kerugian dan bunga.

2. Pasal 1446-1456 tentang kebatalan dan pembatalan perikatan

yang termuat dalam Buku III Bab IV bagian kedelapan.

Berlakunya perjanjian yang telah dibuat oleh para

pihak diatur dalam Pasal 1315,1317,1318,dan 1340 KUH

Perdata. Pasal 1315 mengatur mengenai berlakunya perjanjian

bagi diri sendiri. Pasal 1317 mengatur mengenai berlakunya

perjanjian bagi pihak ketiga. Pasal 1318 mengatur mengenai

berlakunya perjanjian bagi ahli waris dan orang yang

mendapatkan hak-hak dari padanya serta Pasal 1340 mengatur

mengenai berlakunya perjanjian antara para pihak yang

membuatnya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perjanjian

berlaku bagi para pihak (bagi diri sendiri),ahli waris dan orang

yang memperoleh hak dari padanya serta pihak ketiga lainya.


14

c. Syarat- Syarat Sah Perjanjian

Perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum yang konret

atau nyata, agar oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat

kedua belah pihak maka perjanjian tersebut harus memenuhi

syarat-syarat sah tertentu. Syarat- syarat untuk sah nya suatu

perjanjian menurut ketentuan Perundang-Undangan Indonesia

termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan bahwa untuk sahnya

suatu perjanjian diperlukan 4 syarat yang antara lain:

1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dua syarat sepakat mereka mengikatkan dirinya untuk

membuat suatu perikatan merupakan syarat subjektif, diamana

bila kedua syarat tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian dapat

dibatalkan oleh hakim atas permintaan salah satu pihak yang

mengadakan perjanjian.6 Sedangkan dua syarat suatu hal

tersebut dan suatu sebab yang halal merupakan syarat subjektif

6
Subekti, pokok-pokok hukum perdata, intermasa, jakarta 1995, hlm. 136
15

yang berkaitan dengan objek dari suatu perjanjian, apabila syarat

tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum .7

1. Kesepakakatan para pihak

Menurut subekti suatu perjanjian harus dianggap lahir

pada waktu tercapainya suatu kesepakatan antara kedua belah

pihak.Kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan yang

bebas antara kedua belah pihak tanpa adanya paksaan,

penipuan ataupun yang diberikan karena khilaf.8

Pasal 1321 KUH Perdata menyatakan :

“tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan

karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau

penipuan.”

Dalam mengikatkan diri antara para pihak dalam

perjanjian harus mempunyai kemauan bebas, dimana

kemauan bebas tersebut harus dinyatakan baik secara diam-

diam maupun secara tegas, kemauan yang bebas tersebut

dianggap sah apabila tidak terjadi paksaan (dwang) ,

kekhilafan (dwaling), ataupun penipuan (bedrog) di atur

dalam Pasal 1321 – 1328 KUH Perdata. 9

7
Richard barthon simatupang, aspek hukum dalam bisnis, rineka cipta, bandung 1999, hlm
35.
8
Subekti, op, cit hal 138
9
Ibid, hlm 132
16

Paksaan (dwang) adalah setiap ancaman baik dengan

perkataan maupun dengan perbuatan yang menakutkan

seseorang atau harta bendanya terancam bahaya yang segera

akan menjadi kenyataan. 10paksaan merupakaan alasan untuk

membatalkan perjanjian karena dalam hal ini tidak tercapai

adanya kata kesepakatan diantara pra pihak, hal ini sesuai

dengan bunyi Pasal 1323 KUH Perdata yang berbunyi :

“ paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mebuat suatu

perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga

apabila pelaksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga,

untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah

dibuat”.

Kekhilafan (dwaling) dapat terjadi terhadap diri orang

atau mengenai barang yang menjadi tujuan pihak- pihak yang

mengadakan perjanjian.11

Kekhilafan diatur dalam Pasal 1322 KUH Perdata

yang berbunyi :

“ kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian

selain apabila kekhulafan itu terjadi mengenai hakikat barang

yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan itu tidak menjadi

10
Munir fuadi, hukum kontrak, citra aditya bakti, bandung 2001, hlm 4
11
Ibid
17

sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai

dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat

suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat

terutama karena mengikat dirinya orang tersebut.”

Dari isi Pasal tersebut maka dapat dikelompokan dua

macam kekhilafan yaitu: 12

1. Kekhilafan mengenai orang atau subjek hukumnya

dikenal dengan istilah error in persona.

2. Kekhilafan mengenai barang atau objeknya dikenal

dengan istilah error in objekto atau error in substansia.

Penipuan (bedrog) terjadi apabila suatu pihak

dengan sengaja memberikan keterangan –keterangan yang

tidak benar, disertai dengan kelicikan sehingga pihak lain

terbujuk untuk membelinya.13

Penipuan diatur dalam Pasal 1328 KUH Perdata yang

berbunyi :

“ Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan

perjanjian, apabila tipu muslihat yang dipakai salah satu

pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa

pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak

12
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung
2001, Hlm 75
13
Munir Fuadi, Loc Cit
18

dilakukan tipu muslihat tersebut penipuan tidak

dipersangkakan tetapi harus dibuktikan.”

b. Kecakapan Membuat Perikatan

KUH Perdata menentukan bahwa dalam membuat

suatu perjanjian para pihak yang terlibat harus dalam keadaan

cakap. Menurut ketentuan peraturan semua orang cakap

(berwenang) membuat perjanjian kecuali mereka yang oleh

Pasal 1330 KUH Perdata tergolong orang yang tidak cakap

yaitu orang yang belum dewasa, orang yang ditetapkan

dibawah pengampuan, dan untuk wanita yang telah bersuami

telah dicabut dengan Surat Edaran Mahkama Agung No. 3

tahun 1963 dan Ketentuan UU No.1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

Konsekuensi yuridis dari ketentuan Pasal 1330

tersebut ditujukan dengan jika perjanjian dibuat oleh orang

yang belum dewasa dan orang yang berada dibawah

pengampuan, maka perjanjian tersebut batal apabila yang

bersangkutan memintakan pembatalan (Pasal 1331), tetapi

apabila tidsak dimintakan pembatalan maka perjanjian tetap

berlaku di antara para pihak.


19

d. Suatu Hal

Maksud hal tertentu adalah hal yang merupakan objek

dari suatu perjanjian. Artinya dalam suatu perjanjian haruslah


14
barang yang jelas atau cukup jelas , karena hal ini

diperlukan untuk menetapkan hak dan kewajiban para pihak.

Barang yang dimaksud tersebut barang yang dapat

diperdagangkan, dapat ditentukan jenisnya dan jumlah

barang yang dapat ditentukan kemudian .15

Menurut Pasal 1333 KUH Perdata disebut bahwa :

“suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu

barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah

menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja

jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.”

e. Sebab Yang Halal

Maksudnya adalah ditunjukan kepada isi perjanjian

itu sendiri atau Undang-Undang menghendaki untuk sahnya

suatu perjanjian harus ada suatu causa yang

diperbolehkan,suatu sebab yang halal bukanlah sebab yang

mendorong atau menyebabkan untuk dilahirkanya perjanjian.

14
Subekti,Op.cit,hlm 138
15
Munir Fuady,Op.cit,hlm 272
20

Hal ini di tegaskan dalm Pasal 1337 KUH perdata

yang berbunyi :

“Suatu sebab adalah terlarang , apabila dilarang Undang-Undang

, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban

umum .”

Perjanjian yang berisikan sebab yang tidak halal atau

dilarang oleh Undang-Undang tidak mempunyai akibat hukum

sehingga perjanjian tersebut batal demi hukum dengan demikian

tidak ada dasar untuk menuntut perjanjian dimuka hakim. Pasal

1335 KUH perdata menegaskan “suatu perjanjian tanpa sebab

atau yang telas dibuat karena suatu sebab yang palsu atau

terlarang tidak mempunyai kekuatan .”

Suatu sebab dikatan palsu apabila sebab tersebut

diadakan oleh para pihak untuk menutup sebab yang

sebenanrnya , sedangkan sebab yang terlarang adalah sebab yang

bertentangan dengan Undnag-Undang atau bertentangan dengan

kesusilaan atau ketertiban umum.

4. Asas-Asas Perjanjian

a. Asas Konsensualisme

Maksud asas konsensualisme adalah bahwa suatu

perjanjian telah sah dan mengikat ketika tercapai kata sepakat atau

telah tercapai persesuaian kehendak , yang mana kedua kehendak


21

itu bertemu dalam sepakat tanpa dituntut suatu bentu atau cara

pemenuhannya.16

Mengenai asas terjadinya kata sepakat diantara pihak yang

melaksanakan perjanjian terdapat beberapa teori yaitu :17

Teori Kehendak (wills theori)

suatu kata sepakat terjadi pada saat kehendak penerima

dinyatakan , misalnya dengan menulis surat.

1.Teori Pengiriman (verzending theori)

Suatu kata sepakat terjadi pada saat kehendak yang

dinyatakan diterima oleh pihak yang menerima tawaran atau

pada saat dikirimnya surat jawaban oleh pihak yang kepadanya

telah di tawarkan suatu kontrak.

2.Teori Pengetahuan (Vernemings Theori)

Suatu kata sepakat dianggap telah terbentuk pada saat orang

yang menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya

tersebut telah disetujui oleh pihak lainya .

3.Teori Penerimaan (ontvangs theori)

Kata sepakat telah dicapai pada saat balasan diterima oleh

pihak yang melakukan tawaran tersebut .

16
Subekti,Aneka Perjanjian, Alumni ,Bandung ,1981,hlm 3.
17
Munir Fuady,Op.cit, hlm 45-49
22

b. Asas Kebebasan Berkontrak

Maksud asas ini adalah setiap orang berhak untuk

mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian apa saja baik yang

diatur Undang-Undang maupun yang belum diatur di dalam

Undang-Undang.18 Artinya para pihak bebas ,membuat perjanjian

dan menentukan sendiri isi dari perjanjian .19

Kebebasan untuk membuat perjanjian bukan berarti tidak ada

batasanya sama sekali melainkan selama tidak bertentangan

dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum (lihat

Pasal 1337). Kebebasan untuk membuat isi kontrak itu sepanjang

memenuhhi ketentuan sebagai berikut :20

1. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak

2. Tidak dilarang oleh Undang-Undang

3. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku

4. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikhad baik.


c . Asas Kekuatan Mengikat

Asas ini secara tegas menyatakan dalam pasal 1338 KUH

Perdata yang berbunyi :

“ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

Undnag-Undang bagi mereka yang membuatnya .”

18
Subekti,Op.Cit,hlm 3
19
Munir Fuady,Op cit,hlm 30
20
Ibid
23

Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata mata

pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga pada beberapa pada

unsur lain apa yang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara

moral. Apabila kata sepakat telah tercapai dalam suatu perjajian

maka sahlah perjanjian itu atau berlakulah iasebagai Undnag-Undang

bagi mereka yang membuatnya.21 Atau dengan kata lain perjanjian

dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh .

d . Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,

menumbuhkan kepecayaan diantara dua pihak itu, bahwa satu

sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan

memenihi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan

itu maka perjanjian itu tidak mungkin untuk diadakan oleh para

pihak .

Dengan kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya

dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat

sebagai Undnag-Undang.

a. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan

derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit,

bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Masing-

21
Subekti,Op.cit,hlm 4
24

masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan

mengahruskan kedua pihak untuk menghormati satu sam lain

sebagai manusia ciptaan tuhan.

b. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan

melaksanakan perjanjian itu.Asas kesemimbangan ini merupakan

kelanjutan dari asas persamaan.Kreditur mempunyai kekuatan

untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut

kelunasan prestasi melalui kekeyaan debitur, namun kreditur

memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan

iktikad baik.Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang

kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad

baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

c. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mangandung

kepastian hukum.Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat

perjanjian itu yaitu sebagai Undang-Undang bagi para pihak.

d. Asas Moral

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan

suka rela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk

menggugat kontraprestastasi dari pihak debitur.Juga hal ini

terlihat didalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang


25

melakukan suatu perbuatan dengaan suka rela (moral) yang

bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan

dan menyelesaikan perbuatannya juga asas ini retdapat dalam

Pasal 1339 KUH Perdata.Faktor-faktor yang memberikan

motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu

berdasarkan padaa kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati

nuraninya.

e. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH

Peardata.Asas Kepatutan disini berkaitan dengan ketentuanhg

mengenai isi perjaanjian menurut hemat saya, asas keputusan ini

harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang

hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

5. Lahirnya Perjanjian

Timbulnya perjanjian menurut Subekti apabila diantara

para pihak-pihak yang tercapai suatu kesesuaian kehendak,

artinya apaa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah pula

yang dikehandaki oleh yang lainnya. Kehendak tersebut bertemu

dalam kata sepakat, dengan kata sepakat saja tanpa ditentukan dan

dituntunya suatu bentuk cara atau formalitas apapun seperti

tulisan, pemberitandaan dan lain sebagainya telah melahirkan


26

22
perjanjian atau lahirlah suatu perjaanjian. Subekti juga

mengatakan perjanjian harus dianggap lahir padaa waktu

tercapaainya kesepakatan anatara kedua belah pihak, orang yang

hendak membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan

kesediaanya untuk mengikatkan dirinya.23

Menurut asas konsesualisme, suatu perjanjian lahir pada detik

tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai hal-

hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Sepakat

yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian dianggap telah

tercapai apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak

diterima oleh pihak lain.

Perjanjian lahir pada detik tercapinya suatu kesepakatan,

maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran

(offer). Menurut ajaran yang lazim dalam asas konsesualisme

perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan

penawaran (offer) menerima jawaban yang termaksud dalam surat

tersebut, sebab detik itulah yang dianggap sebagi detik lahirnya


24
kesepakatan. selain itu tempat tinggal (domisili) pihak yang

mengadakan penawaran berlaku sebagai tempat lahir dan

ditutupnya perjanjian.

22
Ibid, Hlm 3-4
23
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1995, Hlm 138.
24
Subekti , hukum perjanjian, intermasa, jakarta, 2002, hlm 26-28
27

Dalam sahnya suatu perjanjian syarat adanya kesepakatan

merupakan hal yangsangat penting untuk terpenuhi. Sepakat ini

sendiri ditandai dengan penawaran danpenerimaan dengan cara

tertulis, lisan, diam-diam, dan simbol-simbol tertentu.Kesepakatan

yang dilakukan dengan cara tertulis dapat dilakukan dengan akta


25
autentik dan akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan adalah

akta yang sengaja di buat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa

bantuan dari seorang pejabat. Cara pembuatan atau terjadinya tidak

dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi

cukup oleh pihak yang berkepentingan saja (vide Pasal 1874 KUH

Perdata dan Pasal 286 RBg). Sedangkan akta otentik adalah suatu

akta yang dibuat oleh atau dimuka seorang pegawai umum, oleh

siapa di dalam akta itu dicatat pernyataan pihak yang menyuruh

membuat akta itu.Pegawai umum yang dimaksud disini ialah pejabat

tertentu yang dinyatakan dengan undang-undang mempunyai

wewenang untuk membuat akta otentik, misalnya camat atau notaris.

Sedangkan untuk kekuatan pembuktian dari pada akta di

bawah tangan,berdasarkan apa yang dinyatakan oleh Subekti, dalam

bukunya yang berjudul PokokPokok Hukum Perdata, suatu akta di

bawah tangan ialah setiap akta yang dibuat tanpaperantara seorang

pejabat umum, yang mana pembuktiannya dapat memiliki

25
I Ketutu Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Hukum Perjanjian
Kedalam
Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, hlm. 51.
28

kekuatanpembuktian yang sama dengan suatu akta autentik

(argumentum per analogian/analogi)apabila pihak yang

menandatangani surat perjanjian itu tidak menyangkal

tandatangannya, yang berarti ia tidak menyangkal kebenaran apa

yang tertulis dalam suratperjanjian itu. Namun, apabila antara pihak-

pihak yang melakukan perjanjian tersebutada yang menyangkal

tanda tangannya, maka pihak yang mengajukan surat

perjanjiantersebut diwajibkan untuk membuktikan kebenaran

penandatanganan atau isi aktatersebut.

Sedangkan pada akta autentik memiliki kekuatan

pembuktian yang sempurna, karena akta tersebut dibuat oleh pejabat

yang berwenang. Sempurna disni berarti ialahakta tersebut dengan

sendirinya dapat membuktikan dirinya sebagai akta autentik,

dapatmembuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan oleh pejabat

umum, dan akta ituberlaku sebagai yang benar diantara para pihak

dan para ahli waris serta para penerimahak mereka. Akta autentik

apabila dipergunakan dimuka pengadilan adalah sudah cukupbagi

hakim tanpa harus maminta alat bukti lainnya.26

26
Salim HS, op.cit, hlm. 39-40.
29

6. Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjnjian dapat berakhir atas persetujuan atau kehendak

para pihak. Dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkaan bahwa

suatu perjanjian dapat berkahir karena alasan-alasan berikut:

1. Pembayaran

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan

3. Pembaharuan hutang

4. Perjumpaan utang atau kompensasi

5. Pencampuran utang

6. Pembebasan utang

7. Musnahnya barang yang terutang

8. Batal atau pembatalan

9. Berlakunya suatu syarat batal

10.Lewatnya waktu

Dalam prakteknya dapat dilihat ada beberapa cara untuk

mengakhiri suatu perjanjian yang diatur diluar KUH Perdata yaitu :

1. Berakhirnya suatu ketetapan waktu (termijn) dalam suatu

perjanjian

2.Meninggalnya salah satu pihak

3.Tercapainya prestasi

4.Pemutusan perjaanjian secara sepihak oleh salah satu pihak


30

Menurut R. Setiawan ada beberapa sebab berakhirnya perjanjian :27

a. Ditentukan dalam, persetujuan oleh para pihak

Maksudnya, dimana para pihak yang mengadakan perjanjian

menetapkan dalam perjanjian itu kapan perjanjian itu akan

berakhir.

b. Undang-undang menentukan batas berlakunya batas berlakunya

sutau persetujuan.

Mengenai hapusnya perjanjian, undang-undang dapat

menentukan batas berlakunya suatu perjanjian. Misalnya Pasal

1066 Ayat 3 KUH Perdata menyatakan bahwa para ahli waris

dapaat mengadakan persetujuan untuk selama waktu tertentu,

untuk melakukan pemecahan harta warisan, akan tetapi waktu

persetujun itu oleh Pasal 1066 Ayat 3 tersebut dibatasi berlakunya

hanya 5 tahun.

c. Para pihak atau Undang-Undanng menentukan dengan terjadinya

peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir atau hapus,

misalnya jika salah satu pihak meninggal maka persetujuan akan

hapus.

d. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging).

27
R. Setiawan, Pokok-Pokok Perjanjian, Bina Cipta, Bandung, 1987, Hlm 52.
31

Pernyataan ini dapat dilakukan oleh salah satu pihak atau oleh

kedua belah pihak.Opzegging hanya ada pada perstujuan yang

bersifat sementara.

e. Persetujuan hapus karena persetujuan Hakim

Ini terjadi bila salah satu pihak melakukan, dimana penyelesain

pertama dilakukan secaraa musyawarah diantara paraa pihak dan

ternyata tidak ada kata sepakat maka pihak yang dirugikan

mengajukan perkaranya kepengadilan negeri oleh karean perkara

tersebut tidak dapat didamaikan, maka Hakim akan memutuskan

perkara tersebut dibibarkan saja.

f. Tujuan persetujuan telah tercapai.

Dalam hal ini perjanjian akan beraakhir dengan tercapainya tujuan

perjanjian yang telah disepakti oleh para pihak.

g. Dengan persetujuan para pihak maka perjanjian akan juga dapat

berakhir.

Dalam hal ini kedua belah pihak menyetujui untuyk mengakhiri

perjanjian tersebut menjadi hapus dengaan sendirinya.

7. Akibat Perjanjian
Jika suatu perjaanjian telaah tercapaai pada saat

kesepakatan bertemu, maka sejak saat itu pihak-pihak yang

mengadakan perjanjian itu akan terikat oleh perjanjian yang

mereka buat. Sepakat mereka akan persetujuan tanpa

ditentukunhya suatu bentuk cara atau formlitas apapun dapat

disumpulkan bahwa kata sepakat telah tercapai, maka sahlah


32

perjaanjian itu atau mengikatlah porjaanjian itu yang berlaku

sabgai undang-undang bagi merekaa yang membuatnya. 28

Sementara itu dengan lahirnya perjaanjian anatar kedua

belah pihak maka perjanjian tersebut tidak lagi dapat ditarik

kembali, kecuali dengaan persetujuan pihak lain atau kedua belah

pihak dengan alasan-alasan yang cukup menurut Undang-Undang

dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Abduk kadir

Muhammmd berpendapat :

“Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata perjanjian yang dibuaat

secara sah memenuhi pasal 1320 KUH Perdata yaang berlaku

sebagai Undang-Undang bagi merakaa yaang membuatnya,

perjanjian tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan keduaa

belah pihak kerana alasan yang cukup menurut Undang-Undang

dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.” 29

a. Berlaku sabagai Undang-Undang.

Perjanjian berlaku sebagai Undang-Undang bagi para

pihak yaang membuatnya. Apabila ada pihak yang melanggar

perjanjian tersebut sama dengan melanggar Undang-Undang,

yang mempunyai akbiat hukum tetentu yaitu sangsi hukum.

Menurut Undang-Undang pihak yang melanggar perjanjian

diharuskan membayaar ganti rugi (Pasal 1243 KUH Perdata ),

28
Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1981, Hlm 4.
29
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, Hlm 10.
33

pejanjian dapat diputus ( Pasal 1266 KUH Peradata),

menanggung beban resiko ( Pasal 1237 Ayat 2 KUH Perdata ),

membayar biaya perkara jika sampai diperkarakan dimuka

Hakim.

b. Tidak dapat lagi ditarik secara sepihak.

Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat pihak-pihak,

perjanjian tidak boleh ditarik kembali atau dibatalkan secara

sepihak saja.Jika ingin manarik kembali atau membatalakan

harus mendapat persetujuan pihak lainnya, namun demikian

apabila ada alasan-alasan yaang cukup menurut hukum

perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak.

c. Pelaksaan dengan itikad baik.

Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur

subjektif dan sebagai unsur objektif untuk menilai

pelaksanaan.Unsur itikad baik hanya dapat disaratkan dalam hal

pelaksanaan dari suatu perjanjian, bukan padaa pembuatan

perjanjian, unsur itikad baik dalam membuat suatu perjanjian

telah tercakup dalam suatu sebab yang halal dari Pasal 1320

KUH Peradata.
34

b. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja Sama

1. Pengertian dan Pengaturan Kerjasama


Perjanjian kerja sama adalah suatu bentuk kerja sama yang

berdasarkan atas perjanjian-perjanjian yang dibuat dan ditanda

tangani oleh para pihak yang melakukan kerja sama. Menurut

Salim HS perjanjian kerja sama disebut juga dengan istilah

perjanjian kemitraan 30.Hakikat dari perjanjian kemitraan adalah

kerja sama antra pengusaha kecil dengan pengusaha menengah

dan besar.31

Kerja sama pada intinya menunjkkan adanya kesepakatan

antara dua belah pihak atau lebih yang saling menguntungkan

,sebagaimana pengerian kerja sama dibawah ini:

a. Moh.Jafar Hafsah, menyebut kerja sama dengan istilah

“kemitraan” yang artinya dalah suatu strategi bisnis yang

dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu

tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip

saling membutuhkan dan saling membesarkan 32

b. Kusnadi, mengeartikan kerja sama sebagai dua orang atau

lebih untuk melakukan aktifitas bersama yang dilakukan

30
Salim HS ,2008,Perkembangan Hukum Kontrak Di Indonesia ,Sinar Grafika ,Jakarta ,hlm
51
31
ibid
32
Moh.Jafar Hafsa,1999,Kemitraan Usaha ,Pustaka Sinar Harapan ,Jakarta,hlm.63
35

secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan

tertentu 33

Dalam peraturan perundang-undangan yang ada ,

tidak di tentukan ketentuan khusus mengatur perjanjian kerja

sama , maka jelas didalamnya berisi kesepakatan para pihak

tentang hal-hal yang berisfat umum. Ketentuan yang

mengatur tentang kesepakatan telah diatur pasal 1320

KUHPerdata mengatur tentang suatu syarat sah suatu

pejanjian. Salah satu syarat sah perjanjian itu adalah

consensus para pihak

Selain itu yang dapat dijadikan dasar hukum perjajian

adalah Pasal 1338 KUPerdata ayat (1) yang berbunyi “semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undnag-

Undang bagi mereka yang membuatnya”ketentuan pasal

1338 ayat 1 tersebut memberikan kebebasan kepada para

pihak untuk :

1. Membuat untuk tidak membuat perjanjian

2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun

3. Menentukan isi perjanjian ,pelaksanaan dan persyaratan

4. Menentukan bentuk perjanjian ,yaitu :lisan atau tertulis

33
Kusnadi dalam bukum Moh.Jafar Hafsah ,1999,kemitraan usaha,pustaka sinar
harapan,Jakarta,hlm 18
36

2. Unsur-Unsur Kemitraan

1. Kerjasama usaha, yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau

mempunyai derajat yang sama bagi kedua belah pihak yang

bermitra, tidak ada pihak yang dirugikn dalam kemitraan.

2. Antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil

diharapkan dapat bekerja sama saling menguntungkan untuk

mencapai kesejahteraan bersama.

3. Pembinaan dan pengembangan dilakukan oleh usaha besar

berupa pembinaan mutu produksi ,peningkatan sumber daya

manusia, pembinaan manajemen produksi, dan lain-lain.

4. Prinsip saling memenrlukan ,saling memperkuat , dan saling

menguntungkan , ciri dari kemitraan adalah kesejajaran

kedudukan , tidak ada pihak lain yang dirugikan, da bertujuan

untuk meningkatkan keuntungan bersama melalui kerja sama

tanpa saling mengekploitasi satu dan yang lain dan tumbuhnya

saling peercaya diantara mereka

3. Pola Hubungan Kemitraan

Konsep tersebut secara lebih rinci diuraikan dalam pasal 27

Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil,disebutkan

bahwa kemitraan dapat dilaksanakan dengan beberapa bentuk antara

lain :

1. Inti-Plasma adalah hubungan kemitraan antar usaha kecil dengan

usaha atau usaha besar sebagai inti membina dan


37

mengembangkan ushaa kecil yang menjadi plasma , penyedia

lahan , penyedia sarana produksi , pemberian bimbingan teknis,

manajemen usaha,produksi, perolehan,penguasaan dan

peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisien

dan produktifitas usaha. Program inti Plasma ini , di perlukan

kesiapan dan keseriusan , baik pihak usaha kecil sebagai pihak

mendapatkan bantuan untuk mrngrmbangkan usahanya maupun

pihak usaha besar yang mempunyai tanggung jawab social untuk

mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha dalam jangka

waktu panjang.

2. Sub kontraktor adalah system yang menggambarkan hubungan

antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil /menengah ,

dimana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firm)

meminta kepada pengusaha kecil/menengah (selaku sub

kontraktor) untuk mengerjakan seluruh atau sebagian (kompnen

) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk.

3. Dagang umum adalah hubungan kemitraan antara pengusaha

kecil dengan usaha menengah dan usaha besar yang berlangsung

dalam bentuk kerja sama pemasaran , penyedia lokasi usaha atau

penerima pasokan dari usaha kecil mitra usahanya memenuhi

kebutuhan yang di perlukan oleh usaha besar dan atau usaha

menengah bersangkutan.
38

4. Waralaba (franchise) adalah suatu system yang menggambarkan

antara usaha besar dengan udaha kecil dimana franchise

diberikan ha katas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas

usaha suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan

pihak franchisor dalam rangka penyedian dan [enjualan brang

dan jasa

5. Keagenan merupakan suatu kemitraan , dimana pihak principal

memproduksi atau memiliki sesuatu sedangkan pihak lain (agen)

bertindak sebagai pihak yang menjalan bisnis tersebut dan

menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan

pihak ketiga.

6. Bentuk lain diatur pola bagaimana yang tertulis diatas , yang saat

ini sudah berkembang tetapi belum dibakukan atau pola-pola

baru yang timbul dimasa yang akan dating

c. Tinjauan Umum Tentang Implementasi

1. Pengertian Implementasi

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari

sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.

Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap

sempurna. Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara

pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem,


39

implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang

terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.34

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti, Implementasi intinya

adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver

policy output) yang dilakukan oleh para implementor kepada

kelompok sasaran (target group) sebagai upaya untuk mewujudkan

kebijakan.35

Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah

dianggap fix. Implementasi juga bisa berarti pelaksanaan yang berasal

dari kata bahasa Inggris Implement yang berarti melaksanakan.8

Guntur Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan

aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan

tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana

birokrasi yang efektif.36Bahwa dapat disimpulkan implementasi ialah

suatu kegiatan yang terencana, bukan hanya suatu aktifitas dan

dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma- norma

tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu,

impelementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek

berikutnya yaitu kurikulum. Implementasi kurikulum merupakan

34
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum,Grasindo, Jakarta, 2002,
Hlm. 70.
35
Purwanto dan Sulistyastuti, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan, Bumi Aksara Jakarta, 1991, Hlm. 21.
36
Guntur Setiawan, Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan, Balai Pustaka, Jakarta,
2004, Hlm. 39.
40

proses pelaksanaan ide, program atau aktivitas baru dengan harapan

orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan terhadap suatu

pembelajaran dan memperoleh hasil yang diharapkan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi

Keberhasilan implementasi menurut Merile S. Grindle

dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of

policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).

Variabel isi kebijakan ini mencangkup:37

a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam

isikebijakan.

b. jenis manfaat yang diterima oleh target group, sebagai contoh,

masyarakat di wilayah slumareas lebih suka menerima program air

bersih atau perlistrikan daripada menerima program kredit

sepedamotor.

c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan.

d. Apakah letak sebuah program sudah tepat.

e. Variabel lingkungan kebijakanmencakup:

1). Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang

dimiliki oleh para actor yang terlibat dalam

implementasikebijakan.

2). Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa.

37
Merile S. Grindle (Dalam Buku Budi Winarno). Teori dan Proses Kebijakan Publik,
Media Pressindo, Yogyakarta, 2002, Hlm. 21
41

3). Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Van Meter dan van Horn menjelaskan bahwa tugas

implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan

tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi

pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan.


38
Van Meter dan Van Horn (dalam buku Winarno), menggolongkan

kebijakan-kebijakan menurut karakteristik yang berbeda yakni,

jumlah perubahan yang terjadi dan sejauh mana konsensus

menyangkut tujuan antara pemerentah serta dalam proses

implementasi berlangsung. Unsur perubahan merupakan

karakteristik yang paling penting setidaknya dalam dua (2) hal:39

a. Implementasi akan di pengaruhi oleh sejauh mana kebijakan

menyimpang dari kebijakan-kebijakan sebelumnya. Untuk hal

ini,perubahan – perubahan inkremental lebih cenderung

menimbulkan tanggapan positif daripada perubahan-perubahan

drastis (rasional), seperti dikemukakan sebelumnya perubahan

inkremental yang didasarkan pada pembuatan keputusa secara

inkremental pada dasarnya merupakan remidial dan diarahkan

lebih banyak kepada perbaikan terhadap ketidak sempurnaan

sosial yang nyata sekarang ini dari pada mempromosikan tujuan

38
Ibid., Hlm.179.
39
Ibid., Hlm .179.
42

sosial dari masa depan. Hal ini sangat berbeda dengan

perubahan yang didasarkan pada keputusan rasional yang lebih

berorientasi pada perubahan besar dan mendasar. Akibatnya

peluang terjadi konflik maupun ketidak sepakatan antara pelaku

pembuat kebujakan akan sangat besar.

b. Proses implementasi akan dipengaruhi oleh jumlah perubahan

organisasi yang diperlukan. Implementasi yang efektif akan

sangat mungkin terjadi jika lembaga pelaksana tidak

diharuskan melakukan progenisasi secara derastis. Kegagalan

program-program sosial banyak berasal dari meningkatnya

tuntutan yang dibuat terhadap struktur-struktur dan prosedur-

prosedur administratif yang ada.

d. Tinjauan Umum Bisnis Ritel.

1. Pengertian Bisnis Ritel.

Ritel adalah semua usaha bisnis yang secara langsung yang

mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan

konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa

sebagai inti dari distribusi. Atau ritel adalah suatu kegiatan yang

terdiri dari aktifitas -aktifitas bisnis yang terlibat dalam menjual

barang dan jasa kepada komsumen untuk kepentingan sendiri,

keluarga ataupun rumah tangga.40

40
Danang Sunyoto, Manajemen Bisnis Ritel, Yogyakarta,2014,hal 1.
43

Jenis-jenis ritel berdasarkan kategori barang dagangan. Adalah :

a. Toko Khusus

a. Toko Serba ada.

b. Departemen Store.

c. Hyperstore.

Jenis Bisnis ritel berdasarkan luas areal penjualan sebagai berikut.

a. Small store adalah toko kecil,seperti kios, yang pada umumumnya toko

Ritel tradisional, dioperasikan sebagai usaha keil dengan seal area

kurang dari 100 m2

b. Mini Market. dioperasikan dengan sales area antara 100 m2 sampai

dengan 1000 m2.

c. Supermarket, dioperasikan dengan luas sales area antara 1000 m2

Sampai dengan 5000 m2

d. Hypermarket dioperasikan dengan luas sales area lebih dari 5000 m2

F. Metode Penelitian

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

bersifat yuridis empiris yang menekankan pada kenyataan di lapangan

dikaitkan dengan aspek hukum atau perundang-undangan yang berlaku

kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau fakta-fakta yang terdapat

dalam masyarakat. Untuk melaksanakan metode penelitian diatas

diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:


44

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat Deskriptif41, yaitu penelitian yang

memberikan data tentang suatu kendala atau gejala-gejala sosial yang

berkembang di tengah-tengah masyarakat sehingga dengan adanya

penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang

menyeluruh, lengkap, dan sistematis tentang objek yang akan diteliti

2. Sumber dan Jenis Data

a. Sumber Data

i. Penelitian Lapangan (Field Research)

Yakni penelitian dengan langsung menuju ke lapangan untuk

mencari pemecahan masalah. Berdasarkan topik yang penulis

angkat dalam penelitian kali ini maka penelitian dilakukan

pada bentuk fisik pelaksanaan hasil kerjasama Universitas

Andalas dengan Arpindo.

ii. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yakni penelitian yang dilakukan dengan mencari literature

yang ada, seperti buku-buku, peraturan perundang-

undangan, dan peraturan lain yang terkait. Penelitian ini

penulis lakukan di :

41
41.Merile S. Grindle (Dalam Buku Budi Winarno). Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media
Pressindo, Yogyakarta, 2002, Hlm. 21
45

1) Perpustakaan Pusat Universitas Andalas

2) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas

3) Literatur Koleksi Pribadi

4) Situs-situs hukum dan Internet

b. Jenis Data

i. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh melalui penelitian

langsung ke lapangan (Field Research) untuk memperoleh data

yang berhubungan dengan permasalahan hukum yang diteliti.

Data primer juga dikenal dengan data lapangan untuk

memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan

yang diteliti.

ii. Data Sekunder

Yaitu data yang sudah diolah dalam bentuk peraturan

perundang-undangan. Data sekunder meliputi:

1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang memiliki

kekuatan hukum yang mengikat yang dalam hal ini berupa

peraturan perundang-undangan.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang erat

kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat

membantu menganalisa, memahami dan menjelaskan

bahan hukum primer antara lain: hasil penelitian, karya


46

tulis dari kalangan praktisi hukum serta teori dan pendapat

para ahli.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang pada

dasarnya memberikan penjelasan atas berbagai istilah

yang digunakan, baik yang terdapat pada peratuan

perundang-undangan sebagaimana dikemukakan, maupun

istilah asing yang digunakan oleh para ahli. Bahan hukum

tersier ini dapat berupa kamus umum, yakni Kamus Besar

Bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Merupakan metode pengumpulan data dengan cara wawancara

merupakan cara untuk memperoleh informasi dengan memberikan

pertanyaan kepada responden siapa-siapa yang akan diwawancarai

dengan masalah yang diteliti.

b. Studi Dokumen

Yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti.42

4. Analisis Data

Setelah data diperoleh penulis, maka data tersebut akan diolah

dengan proses editing sehingga akan disusun secara sistematik.

Selanjutnya, penulis melakukan analisa kualitatif yaitu suatu analisa

yang menggunakan uraian-uraian kalimat tidak menggunakan angka


47

dilakukan terhadap data yang disajikan berdasarkan peraturan

perundang-undangan, dan pandangan para ahli. Akhirnya ditarik

kesimpulan yang merupakan gambaran dari permasalahan

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam penulisan ini serta

mendapatkan gambaran yang jelas mengenai apa yang akan dibahas pada

setiap bab, maka sistematika penulisan ini disusun sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan latar belakang dari masalah yang

akan dibahas. Menguraikan rumusan masalah yang memuat

pertanyaan-pertanyaan yang menjadi inti permasalahan,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Dalam bab ini menguraikan mengenai tinjauan pustaka atau

landasan teori mengenai Pengertian Perjanjian , Perjanjian

Kerja Sama dan Implementasi

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Perjanjian Kerjasama

2. Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Kerjasama.

3. Akibat penginkaran Kerja Sama


48

BAB IV: PENUTUP

1. Kesimpulan.

2. Saran

3. Daftar Pustaka.
49

Daftar Pustaka.

A. Buku

Suharmoko,2004, Hukum perjajian Teori dan Analisa Kasus, Kencana


Jakarta.
Subekti, 1981, Analisa Perjanjian, Alumni Bandung.
Subekti, 1995, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa Jakarta.
Subekti, 2002, Hukum Perjanjian , Intermasa, Jakarta.
R. Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Perjajian, Bina Cipta Bandung.
Richard Barthon Simatupang,1999, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Aneka
Cipta Bandung.
Munir Fuadi, 2001, 2001, Hukum Kontrak,Citra Aditya Bandung.
Marian Darus Badrul Zaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan,
Citra Aditya Bandung.
Salim, 2008, Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia,Sinar Grafika
Jakarta.
Moh. Jafar Hafsa, 1999, Kemitraan Usaha, Pustaka Sinar Harapan
Jakarta
Nurdin Usman, 2001, Kontek Implementasi Berbasis Kurikulum,
Grafindo, Jakarta.
Purwanto dan Sulistyastuti, Analisa Kebijakan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan, Bumi Aksara Jakarta.
Guntur Setiawan,2004, Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan,
Balai Pustaka Jakarta.
Danang Sanyata 2004, Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta Kamus.

A. Kamus
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kamus Hukum
50

B. Peraturan Perundang-Undangan.
Undang-Undang Hukum Perdata.
Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2021
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai