Anda di halaman 1dari 109

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya

penyempitan bronkus yang berulang namun revesibel, dan diantara

episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang

lebih normal. Penyakit asma bronkial dimasyarakat sering disebut sebagai

bengek, asma, mengi, ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal

lainnya. Asma merupankan suatu penyakit gangguan jalan nafas

obstruksif intermiten yang bersifat revesibel, ditandai dengan adanya

periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap

berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.1 Asma

dapat disebakan oleh alergi, idiopatik (non-alrgis) atau keduanya. Asma

alergi disebabkan oleh alergi yang tampak mata, misalkan serbuk, debu,

kontak dengan binatang, bulu-bulu binatang. Sedangkan asmaidiopatik

disebabkan tidak berkaitan denganalergi spesifik. Faktor yang dapat

memicu asma idiopatik, seperti infeksi pernafasan, emosi dan polusi

lingkungan. Ada juga asma yang disebabkan karena alergi dan idiopatik

(gabungan). Asma gabungan adalah asma paling umum terjadi.2

1
Hardianah, & Suprapto, S. I. (2016). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuhu Medika.

2
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

9
2

Berdasarkan data dari who pada tahun 2016 asma merupakan

penyakit paru utama urutan ke-5 yang dapat mematiakan. Kurang lebih

339 juta orang menderita asma dengan jumlah kematian 417,918 dan 24,8

juta DALYS (disability adjusted life year) disebabkan asma pada tahun

2016. Menurut data WHO terbaru yang dipublikasikan tahun 2018

kematian Asma di Indonesia mencapai 39.065 atau 2,29% dari total

kematian. Angka kematian yang disesuaikan dengan usia adalah 21,79

per 100.000 penduduk. Indonesia menempati urutan 10 di dunia.3

Menurut riskesdas pada tahun 2018 proporsi kekambuhan asma di

provinsi sumbar berada di urutan kedua setelah aceh. Penderita asma pada

perempuan lebih banyak dari pada laki-laki yaitu dengan presentase laki-

laki 56,1% sedangkan pada perempuan 58,8%. Penderita asma paling

banyak dialami pada usia 65 – 74 tahun dengan presentase tertinggi yaitu

72,3%.4

Berdasarkan hasil penelitian Rofitatul Hasanah 2016 dengan

diagnosa keperawatan yang muncul yaitu pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan suplai O2 berkurang yang mana dibuktikan dengan

ada suara tambahan wheezing, nafas pendek, batuk basah berdahak, sesak

nafas. Didapatkan intervensi bahwa pasien dengan memberikan posisi

semi fowler, menganjurkan latihan nafas dalam dan batuk efektif,

sedangkan kolaborasi memberikan nebul ventilon, pemberian O2 nasal 2

lpm jika sesak, injeksi: methyl prednisone, ranitidine, cefotaxim. Dalam

teori intervensi yang di lakukan dengan, memonitor frekuensi, irama dan


3
Anonim.2020.Asthma.World Health Organization.Diakses Kamis,18 Maret 2021 Pada Asthma (Who.Int)
4
Anonim.2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses Kamis,
18 Maret 2021 Pada Power Point Presentation (kemenkes.go.id)
3

kedalaman pernafasan, tinggikan kepala, observasi pola batuk dan berikan

pasien latihan nafas dalam. Kolaborasi, berikan O2 dan bantu fisioterapi

dada.

Diperkuat dalam penelitian yang dilakukan oleh Hardyanti

Anastasia Yusuf, Sukma Saini, Sri Wahyuni Awaluddin 2019 dengan

diagnosa keperawatan yang muncul yaitu pola nafas tidak efektif. Asuhan

keperawatan yang dilakukan yakni pemenuhan kebutuhan oksigenasi

dengan intervensi yang di lakukan pemeriksaan tanda – tanda vital,

memonitor frekuensi, kedalaman napas dan bunyi napas tambahan,

memberikan posisi semi fowler, memberikan oksigen, memberikan terapi

nebulizer, berkolaborasi pemberian obat dan mengajarkan

mengidentifikasi dan menghindari pemicu pada pasien.5

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Risa Lailatul Maqfiroh,

Mellia Silvy Irdianty 2020 dengan diagnosa keperawatan yang muncul

yaitu pola nafas tidak efektif. Asuhan keperawatan yang dilakukan yakni

pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan intervensi teknik relaksasi

napas dalam dan posisi semi fowler.6

Dari ketiga jurnal di atas dapat di simpulkan bahwan diagnosa

keperawatan yang sering muncul yaitu pola nafas tidak efektif yang

dibuktikan dengan sesak nafas, adanya suara tambah pernafasan

5
Saini, S. (2019). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Asma Bronkhial
Di Rsud. Haji Makassar. Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar.

6
Risa Lailatul Maqfiroh, R. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi (Doctoral Dissertation, Universitas Kusuma Husada Surakarta).
4

wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan. Asuhan keperawatan pada

penyakit asma yaitu pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan berbagai

intervensi antara lain memberikan posisi semi fowler, menganjurkan

latihan nafas dalam dan batuk efektif, mengajarkan mengidentifikasi dan

menghindari pemicu pada pasien, memonitor frekuensi, kedalaman napas

dan bunyi napas tambahan, kolaborasi dalam pemberian obat dan oksigen.

Asma bronkial merupakan penyakit obtruksi kronis yang mana

bersifat revesibel dengan keluhan yang sangat khas yaitu mengi atau suara

tambahan wheezing yang ditandai dengan riwayat sesak nafas, dada terasa

berat, batuk, dan mengi. Asma terjadi karena berbagai rangsangan yang

mengakibatkan terjadinya hiper aktivitas bronkus, pemicunya asma ini

diantaranya adalah karena gangguan emosional, kelelahan jasmani,

perubaan cuaca, temperatur, debu, asap, bau-bauan yang merangsang,

infeksi sauran nafas, faktor makanan dan reaksi alergi. Asuhan

keperawatan pada penyakit asma ini yaitu tindakan dalam pemenuhan

kebutugan fisiologi: oksigenasi yang mana pada pasien asma akan

mengalami susah dalam pemenuhan kebutuan oksigenasi , intervensi yang

dapat dilakukan diantaranya pemebrian posisi semi fowler, mengajarkan

batuk efektif & nafas dalam, memonitor TTV, mengajarkan

mengidentifikasi dan menghindari pemicu pada pasien dan melakukan

kalaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian oksigen dan obat.

Dari uraian diatas peran tenaga medis sangatlah dibutuhkan salah

satunya adalah peran perawat sebagai care giver dibutuhkan dalam

memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada perempuan


5

dewasa mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Perawat harus bisa

berpikir kritis dalam menganalisa data agar diagnosis asma bronkial yang

ditegakkan tepat, sehingga intervensi yang akan dilakukan dapat optimal

demi kesehatan perempuan dewasa. Selain itu, perawat sebagai educator

juga berperan dalam memberi pendidikan kepada pasien dan keluarga

untuk perawatan di rumah.

Berdasarkan latar belakang diatas oleh karena itu penulis tertarik

untuk menyusun Studi Literature dengan judul “Asuhan Keperawatan

Pada Pasien Perempuan Dewasa Dengan Diagnosa Asma Bronkial”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana studi literatur mampu melakukan Asuhan

Keperawatan Pasien Asma Bronkial Pada Perempuan Dewasa Dengan

Masalah Keperawatan Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan

Hambatan Upaya Nafas?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Secara umum studi literature ini bertujuan untuk mampu

melakukan Asuhan Keperawatan Asma Bronkial Pada Perempuan

Dewasa Dengan Masalah Keperawatan Pola Nafas Tidak Efektif

Berhubungan Dengan Hambatan Upaya Nafas.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pasien

asma bronkial pada perempuan dewasa dengan masalah


6

keperawatan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

hambatan upaya nafas?

2. Mampu menegakkan diagnosis asuhan keperawatan pasien

asma bronkial pada perempuan dewasa dengan masalah

keperawatan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

hambatan upaya nafas?

3. Mampu melakukan intervensi asuhan keperawatan pasien asma

bronkial pada perempuan dewasa dengan masalah keperawatan

pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya

nafas?

4. Mampu melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan pasien

asma bronkial pada perempuan dewasa dengan masalah

keperawatan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

hambatan upaya nafas?

5. Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pasien asma

bronkial pada perempuan dewasa dengan masalah keperawatan

pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya

nafas?

6. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan

pasien asma bronkial pada perempuan dewasa dengan masalah

keperawatan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

hambatan upaya nafas?


7

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat digunakan sebagai referensi dalam pembuatan ataupun

pengaplikasian asuhan keperawatan pasien asma bronkial pada

perempuan dewasa dengan masalah keperawatan pola nafas tidak

efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Pendidikan Akper Kesdam I/BB Padang

Hasil studi literatur ini diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan acuan dan referensi dalam proses belajar mengajar

khususnya dengan Masalah Asuhan Keperawatan Pasien Asma

Bronkial Pada Perempuan Dewasa Dengan Masalah

Keperawatan Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan

Hambatan Upaya Nafas dan dapat menambah daftar

perpustakaan Akper Kesdam I/BB Padang, serta sebagai

pedoman pembuatan Studi Literatur selanjutnya.

2. Bagi Peneliti

Dengan pembuatan studi literatur ini, maka penulis dapat

memberikan manfaat terkait dengan kebijakan pada Studi

Literatur Asuhan Keperawatan Pasien Asma Bronkial Pada

Perempuan Dewasa Dengan Masalah Keperawatan Pola Nafas

Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hambatan Upaya Nafas,

serta sebagai pengembangan diri dan kemampuan penelitian

dalam mengaplikasikan ilmu keperawatan yang telah didapat


8

selama duduk di bangku perkuliahan Akper Kesdam I/BB

Padang.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dari hasil Studi Literatur ini dapat memecahkan program

yang akan datang sesuai dengan “Asuhan Keperawatan Pasien

Asma Bronkial Pada Perempuan Dewasa Dengan Masalah

Keperawatan Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan

Hambatan Upaya Nafas”serta memberikan masukan atas hal-

hal apa saja yang telah diteliti sehingga dapat digunakan

sebagai bahan acuan yang dapat mendukung proses pembuatan

Studi Literatur bagi peneliti selanjutnya khususnya pada kasus

Asma.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Asma Bronkial

2.1.1 Defenisi Asma Bronkial

Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh

terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun revesibel,

dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut trdapat

keadaan ventilasi yang nornal. Keadaan inipada orang-orang yang

rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai

rangasangan, yang menandakan sesuatu keadaan hiper aktivitas

bronkus yang khas. Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi

akibat adanya penyempitan saluran pernafasan sementara waktu

sehingga sulit bernafas. Asma terjadi ketika kepekaan yang

meningkat terhadap rangsangan dari lingkungan sebagai

pemicunya. Diantaranya adalah dikarenakan gagguan emosi, debu,

asap, bau-bauan yang merangsang, infeksi saluran nafas, faktor

makanan dan reaksi alergi. Penyakit asma di masyarakat sering

disebut sebagai bengek, asma, mengi, ampek, sasak angok, dan

berbagai istilah lokal lainnya.7

Asma merupakan penyakit obstuksi jalan nafas yang

ditandai oleh penyempitan jalan nafas. Penyempitan jalan nafas

7
Hardianah, & Suprapto, S. I. (2016). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuhu Medika.

9
10

akan mengakibatkan pasien mengalami dispnea, batuk dan mengi.

Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam,

bergantian dengan periode bebas gejala. Asma dapat menyerang

semua golongan, penyakit asma mucul sejak kanak-kanak,

setengah dari asma berkembang pada masa kecil, sepertiganya

terjadi sebelum usia empat puluh. Asma dapat disebakan oleh

alergi, idiopatik (non-alrgis) atau keduanya. Asma alergi

disebabkan oleh alergi yang tampak mata, misalkan serbuk, debu,

kontak dengan binatang, bulu-bulu binatang. Sedangkan

asmaidiopatik disebabkan tidak berkaitan denganalergi spesifik.

Faktor uang dapat memicu asma idiopatik, seperti infeksi

pernafasan, emosi dan polusi lingkungan. Ada juga asma yang

disebabkan karena alergi dan idiopatik (gabungan). Asma

gabungan adalah asmapaling umum terjadi.8

Asma bronkial adalah penyakit dengan keragaman, yang

ditandai dengan riwayat mengi, sesak, dada terasa berat dan batuk.

Bervariasi setiap waktu dan intensitasnya, yang disertai dengan

variasi hambatan aliran nafas saat ekspirasi.9 Asma (sesak nafas)

yaitu suatu penyakit penyumbatan saluran pernafasan yang

desebabkan alergi terhadap rambut, bulu, debu, atau tekan

psikologis. Asma persifat menurun.10

8
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

9
Yuliati, D., & Djajalaksan, S. (2017). Penatalaksana Asma Bronkial. Malang: UB Press.
10
Sutanta. (2019). Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Thema Publishing.
11

Berdasarkan dari jurnal gambaran karakteristik tingkat

kontrol penderita asma berdasarkan IMT yang didapatkan oleh

peneliti menyatakan bahwa Asma banyak terjadi pada perempuan

karena disebabkan diameter saluran nafas dan fungsi paru pada

laki-laki lebih besar dari pada perempuan dan terdapat poliferasi

genetik pada perempuan tetapi tidak ada pada laki-laki dan

sebagian besar kelompok asma berada pada kelompok umur

dewasa madya 40-60 tahun dengan jenis kelamin terbanyak pada

perempuan dan didukung oleh data dari rikesdas pada tahun 2018

yang menyatakan bahwa presentase penderita asma lebih banyak

pada perempuan dari pada laki-laki yaitu pada perempuan 2,5 %

dan laki-laki 2,3% , pravelensi kekambuhan asma juga lebih

banyak pada penderita perempuan dari pada laki-laki dengan

presentasi laki-laki 56,1% sedangkan pada penderita perempuan

labih banyak yakni 58,8% dengan jumlah kasus berbanding lurus

dengan umur pasien.


12

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

Gambar 2. 1 Alat Pernapasan Pada Manusia

Sumber : Kirnantoro & Maryana (2017)

1. Hidung

Hidung merupakan saluran udara yang pertama,

mempunyai dua lubang (cavum nasi), dipisahkan oleh sekat

hidung (septum nasi). Di dalam terdapat bulu-bulu yang

berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang

masuk ke dalam lubang hidung.

a. Bagian luar dinding terdiri dari kulit.

b. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.

c. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-

lipat yang dinamakan karang hidung (konka sanalis),

yang berjumlah 3 buah, yakni inferior (karang hiding


13

bagian bawah), media (karang hidung bagian tengah) dan

superior (karang hidung bagian atas).

Fungsi hidung anatra lain:

1) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan.

2) Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan

oleh bulu- bulu hidung.

3) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa.

4) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-

sama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat

dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.11

Hidung memiliki ujung saraf yang berada pada langit-

langit hidung area lempeng kribriformis tulang etmoid dan

konka superior. Fungsi ujung saraf ini adalah ntuk

mendeteksi bau. Pada organ inilah, udara keluar dan masuk

untuk pertama kali. Ketika udara masuk ke hidung, udara

disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Hal ini dilakukan

oleh sel epitel bersilia yang memiliki lapisan mukus hasil

sekresi sel goblet dan kelenjar mukosa. Gerakan silia

mendorong lapisan mukus ke posteror di dalam rongga

hidung dan ke superior saluran pernafasan bagian bawah

menuju faring.12

11
Sutanta. (2019). Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Thema Publishing.
12
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
14

2. Faring

Faring atau tenggorokmerupakan pipa berotot yang

terletak disepanjang dasar tengkorak sampai ke

persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulamg

rawan krikoid. Saluran faring memikili panjang 12-14 cm da

memanjang dari dsar tenggkorak hingga vetebrata servikalis

ke-6. Faring berada di belakang hidung, mulut, dan laring

serta lebih besar dibagaian atasnya. Partikel halus akan

tertelan atau dibatukan ke luar pada bagian ini. Udara yang

telah sampai ke faring telah diatur kelembabanya oleh

hidung, sehingga hampir tidak mengandung debu dan

bersuhu mendekati suhu tubuh.

Faring terbagi menjadi tiga bagian :

1) Nasofaring

Merupakan bagaian nasal faring yang terletak dibagian

belakang hidung dan diatas palatum molle. Pada dinding

lateral, terdapat dua saluran auditori. Tiap saluran

tersebut mengarah ke masing-masing bagian tengah

telinga. nasofaring merupakan bagian dari faring yang

anya dapat dilalui udara.

2) Orofaring

Merupakan bagian oral faring yang terletak dibelakang

mulut, memanjang dari bagain bawah palatum molle

hingga bagian vetebrata servikalis ke-3. Dinding lateral


15

berganbung dengan palatum molle untuk membentuk

lipatan ditiap sisinya. Orofaring merupakan bagian yang

dapat dilalui udara dan makanan, tetapi tidak secara

bersamaan. Saat menelan, bagian nasal dan oral

dipisahkan oleh palatum molle dan uvula. Uvula

(bentuknya mirip anggur kecil) merupakan prosessur

kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari bagian

tengah tepi bawah palatum molle.

3) Laringofaring

Merupkan bagian organ dari faring yang memnjang dari

atas orofaring dan berlanjut hingga ke bawah esofagus,

yakni dari veterata servikalis ke-3 hingga ke-6. seperti

halnya orofaring, laringofaring juga dapat dilalui oleh

udara dan makan. Reflek menelan dalam hal ini

merupakan kontraksi antara dinding muskular orofaring

dan laringofaring.

Hubungan faring dengan organ-organ lain ke atas

berhubungan gengan rongga hidung, dengan perantara lubang

yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga

mulut, tempat hubungn ini bernama istmus fausium.

Kebawah terdapat dua lubang, ke depan lubang faring, ke

belakang lubang efofagus. Dibawah selaput lendir terdapat

jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat foikel getah

bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid.


16

Desebelga terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak.

Disebelah belakang terdapat epiglotis (empang tenggorok)

yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makan.13

3. Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupkan salura

udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di

depan bagain faring sampai ketinggian vetebrata servikalis

dan masuk kedalam trakea di bawahnya. Pangkal

tenggorokan itu dapat di tutup oleh sebuah empang tenggorok

yang disebut epoglotis, yang terdiri dari tulang – tulang

rawan yang berungsi pada waktu kita menelan makanan

menutupi laring. Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara

lain:

1) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas

terlihat pada pria.

2) Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk bekker.

3) Kartilago krikoid (1 buah)yang berbentuk cincin.

4) Kartilago epiglotis (1 buah).

Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara

dan bagian eiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.

Proses pembentukan suara merupakan hasil kerjasama antara

rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir.

Perbedaan suara seseorang tergantung pada tebal dan

13
Sutanta. (2019). Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Thema Publishing.
17

panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh lebih tebaldaripada

pita suara wanita.14

4. Trakea

Trakea merupakan suatu pipa penghubung ke

bronkus. Bentuk trakea seperti sebuah pohon, sehingga

terkadang sering disebut pohon trakeobronkial. Trakea

merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20

cicin kartilago. Cincin kartilago tersebut terdiri dari tulang-

tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C. Trakea dilapisi

oleh selaput lendir yang terdiri atas epitalium bersilia dan sel

cangkir. Trakea terdiri dari tiga lapis :

1) Lapis luar terdiri dari jaringan elastik fibrosa yang

membungkus kartilago.

2) Lapisan tegah terdiri dari kartilago dan pita otot polos

yang membungkus trakea dalam susuan helik.

3) Lapis dalam terdiri dari epitelium kolumnar penyekresi

mukus.15

Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari

jarinagn ikat yang dilapisi oleh otot polos . sel-sel bersilia

gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk

14
Sutanta. (2019). Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Thema Publishing.
15
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
18

bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan

trakea menjadi brokus kiri dan dan kanan sdisebut karina.16

5. Bronkus

Bronkus merupakan percabangan dari trakea. Ujung distal

trakea ini dibagi menjadi bronkus primer kanan dan kiri.

Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk

bronkus sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin

kecil. Bronkus primer kanan dan kiri memiliki perbedaan

anatomi diman bronkusprimer kiri memiliki sudut yang lebih

tajam. Hal ini berimbs pada tersangkutnya benda asing yang

tidak sengaja terhirup pada bronkus kanan. bronkus kanan

lebih pendek dan lebar serta hampir vertikal dengan trakea,

sedangkan bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit. Arah

bronkus utama kanan yang vertikal menyebabkan mudahnya

benda asing masuk ke dalam bronkus.17

Bronkus terbagi terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri,

bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kanan (2

bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus

segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus

segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi

menjadi brokus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan

ikat yang memiliki: arteri, limfatik dan saraf.


16
Sutanta. (2019). Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Thema Publishing
17
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
19

1) Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi

bronkiolus. Bronkiolus mengandung kelenjar

submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk

selimut tidak terputud untuk melapisi bagian dalam jalan

nafas.

2) Bronkiolus terminalis

Bronkiolus berbentuk percabangan menjadibronkiolus

terminalis (yang mempunyai kelenjer lendir dan silia).

3) Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus

repiratory. Bronkus respiratiry dianggap sebagai saluran

transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan

udara pertukaran gas.

4) Duktus alveolar dan sakus alveolar

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah kedalam

duktus alveolar dan sakus alveolar, kemudian menjadi

alveoli.

6. Alveoli

Merupakan tempat pertukaran oksigen dan

karbodioksida. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu

membentuk satu lemvar akan seluas 70 m2. Setiap alveolus

dikelilingi oleh dinding tipis yyang memisahkan alveolus satu

dengan yang lainnya serta sebgai pemisah kapiler didekatnya.


20

Dinding pemiah alveolus dan kapiler ini terdiri dari satu lapis

epitel skuamosa. Alveoli terdiri dari 3 tipe:

1) Sel-sel alveolar tipe I: sel epitel yangmembentuk

dinding alveoli.

2) Sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolik

dan mensekresikan surfaktan (suatu fosfilipid yag

melapisi permukanaan dalam dan mencegah alveolar

agar tidak kolaps).

3) Sel-sel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-

sel fagotosis dan bekerja sebgai mekanisme

pertahanan.18

7. Pulmo (paru-paru)

Organ vital respirasi yang terletak di rongga thoraks

ini kira-kira berbentuk setengah kerucut dan memiliki sebuah

puncak (apex), dasar (base), tiga perbatasan dan dua

permukaan. Paru-par terbagi menjadi beberapa lobus dan

batas fisik antara lobus tersebut disebut fisura. Secara klasik,

paru kanan memiliki dua fisura, yaitu fisura oblik dan fisura

horizontal. Paru kanan juga memiliki tiga belahan paru

(lobus), yaitu lobus superior, lobus edial, dan lobus inferior.

Sementara it, paru kiri hanya memikili fisura oblik yang

18
Sutanta. (2019). Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Thema Publishing.
21

membagi paru menjadi dua belahan, yaitu lobus superior dan

lobus inferoir.

Lobus terbagi lagi emnjadi bagian-bagian kecil yang

diseut dengn segmen. Tiap-tiap segmen ini terbagi lagi

menjadi belahan-belahan kecil yang disebut lobulus. Lobulus

memiliki percabngan yang disebut bronkiolus. Luas

bronkiolus perupakan faktor penentu seberapa banyaak

oksigen efektif yang diikat paru-paru, pada akhir bronkiols,

terdapat jutaan kantung kecil yang disebut alveoli. Alveoli

dikelilingi oleh pembuluh darah yang sangat kecil (blood

vessel) atau kapiler.

Fungsi utama paru-pru adalah mengirinan atau

mentransfer oksigen dari udara ke darah dan melepaskan

karbondioksida dari darah ke udara. Dalam proses

pernafasan, udara memasuki muluta tau hidung dan melewati

trakea (tenggorokan), bronkus serta bronkiolus higga sampai

ke alveoli. Pertukaan oksigen dan karbondioksida terjadi di

alveoli. Alveoli menyerap oksigen dari udara dan

menyebarkannya ke dalam daalah untuk kemudian diedarkan

ke sekitar tubuh.19

8. Pleura

Pleura adalah adalah lapisan jaringan tipis yang

menutupi paru-paru dan melapisi dinding bagian dalam


19
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
22

rongga dada. Ada dua jenis lapisan pleura, yakni lapisan

dalam dan lapisan luar. Lapisan dalam (pleura parietal)

mlapisi bagian dalam dinding dada. Permukaan pleura terdiri

dari sel-sel datar, meothelium, yang menutupi lapisan bawah

dari jaringan elastis yang longgar. Ruang yang sangat tipis di

antara dua lapisan tersebut disebut rongga pleura. Pada

pleura, ada pula cairan sehingga dua lapisan jaringan pleura

dapat bergeser satu sama lain dan juga untuk mencegah

pemisahan thoraks denga paru-paru. Tekanan dalam rongga

plura lebih rendah dari tekanan atmosfer, hal ini untuk

mencegah kolap paru-paru.

Cairan pleura merupakan cairan serosa diproduksi

oleh pleura parietalis dengan kecepatan 0,1 cc/KgBB/jam.

Jumlah cairan yang beredar pada rongga pleura tersebut

berjumlah 5-10 cc dan diabsobsi oleh sistem limpatik yang

berada pada pleura parietal.20

2.1.3 Etiologi Asma Bronkial

Sampai saat ini etiologi dari asma bronkial belum diketahui.

Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati

adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperativitas saraf

20
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
23

kolinergik), gangguan simpatik (blok pada reseptor beta adrenergic

dan hiperaktivitas reseptor alfa adrenergik).

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan

presipitasi timbulnya asma bronkial:

a. Faktor Predisposisi

1) Genetik

Dimana yang diturunkan bakat alerginya, meskipun

belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas

penderita dengan penyakit alergi biasanya

mempunyaikeluarga dekat yang juga menderita penyakit

alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penerita sangat

mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar

dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensifitas saluran

pernafasannya juag bisa diturunkan.

b. Faktor Presipitasi

1) Alergen

Alergen dspat dibagi menjadi 3 jenis:

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan.

Misal: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora

jamur, bakteri dan polusi.

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Misal:

makanan dan obat-obatan (aspirin dan obat anti-

inflamasi non-steroid lainna, dan beta-blokcer yang


24

digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi,

kondisi jantung dan migran).

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan

kulit. Misal: perhiasan, logam dan jam tangan.

2) Perubaan Cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin

sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak

dingin merupakan faktor pemicu terjadi serangan asma.

Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,

seperti: musin hujan, musin kemarau, musin bunga. Hal

ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan

debu.

3) Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus

serangan asma, selain itu juga bisa memperberat

serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma

yang timbul harus segera diobati penderita asma yang

mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat

untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika

stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa

diobati.

4) Lingkungan Kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab

terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan


25

dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja

dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,

polisi lalu lintas. Gejala inii membaik pada waktu libur

atau cuti.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat

seranan jika melakukan aktifitas asmani atau olahraga

yang terlalu berat.lari cepat paling mudah menimbulkan

serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya

sering terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.21

2.1.4 Klasifikasi Asma Bronkial

Derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum

pada orang dewasa diklasifikasikan kedalam empat tingkat yaitu

intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.

Tabel 2. 1
Derajat Asma pada Orang Dewasa
Derajat Gejala Gejala Malam Faal Paru
Intermiten  Bulanan  Kurang dari APE > 80%
 Gejala kurang 2 kali dalam
dari 1x/minggu sebulan
 Asimtomatik
Mild Persistan  Mingguan  Lebih dari 2 APE > 80%
(Persisten  Gejala lebih kali dalam
Ringan) dari 1x/minggu sebulan
tapi kurang dari
1x/hari
 Serangan dapat
menganggu
aktivitas dan
tidur

21
Hardianah, & Suprapto, S. I. (2016). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuhu Medika.
26

Moderate  Harian  Lebih 1 kali APE 60-80%


Persistan  Searangan 2 daam
(Persisten kali / seminggu, seminggu
Sedang) bisa berhari-
hari
 Menggunakan
obat setiap hari
 Aktivitas &
tidur terganggu
Severe Persistan  Gejala kontinyu  sering APE < 60%
22
(Persisten  Aktivitas
Berat) terbatas
 Sering seranan

2.1.5 Tanda dan Gejala Asma Bronkial

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak,

disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase

ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai

serangan napas yang kumat – kumatan. Pada beberapa penderita

asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak

napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin

meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Wheezing terutama

terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung

cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru.23

Tanda dan gejala lainnya yang mucul pada penderita asma

antara lain:

a) Secara umum asma mempunyai gejala seperti batuk (dengan

atau tanpa lendir), dispnea dan mengi (wheezing).

22
Hardianah, & Suprapto, S. I. (2016). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuhu Medika.

23
Hardianah, & Suprapto, S. I. (2016). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuhu Medika.
27

b) Asma biasnya menyerang pada malam hari atau dipagi hari.

c) Eksaserbasi sering didahului dengan meningkatnya gejaa

selama berhari-hari, tapi bisa juga terjadi secara tiba-tiba.

d) Pernafasan berat dan mengi.

e) Obstruksi jalan nafas yang memperburuk dispnea.

f) Batuk kering pada awalnya, diikuti dengan batuk yang lebih

kuat dengan produksi sputum berlebih.

g) Gejala tambahan seperti diaforesis, takikardi, dan tekanan

nadi yang melebar.24

2.1.6 Pantofisiologi Asma Bronkial

Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang

dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi

antara antigen dengan molekul IgE yang berkaitan dengan sel

mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat

airbone dan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen

tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu

tertentu. Akan tetapi, sekali sensitivitas telah terjadi, pasien akan

memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga sejumlah

kecil alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan

eksaserbasi penyakit yang jelas.

24
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
28

Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode

akut Asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin,

antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom pernapasan

sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun

keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini

biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti

oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru

kemudian muncul asma progresif.

Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi

dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk

terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-

inflamasi non-steroid lain. Mekanisme yang menyebabkan

bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak

diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan

leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.

Antagonis β-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan

napas pada pasien asma, sama halnya dengan pasien lain, dapat

menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan napas dan hal tersebut

harus dihindarkan. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium

dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara

luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen

sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan napas

akut pada pasien yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah


29

menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini,

seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.

Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus

lainnya dari internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi

antigen dan antibodi. Reaksi antigen-antibodi ini akan

mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan

mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang

dikeluarkan dapat berupa histamin, bradikinin, dan anafilatoksin.

Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu

berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan

peningkatan sekret mukus.25

25
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
30

2.2 WOC Asma Bronkial

2.3 Manifestasi Klinis Asma Bronkial

Pada penderita saat mengalami serangan biasanya ditemukan

gejala klinis, yaitu :

1. Dyspnea, wheezing, dan batu.

2. Sesak Nafas.

3. Gelisah.

4. Sakit Kepala.

5. Ada sebagian mengeluh nyeri dada.


31

6. Gangguan kesadaran.

7. Tachicardi.26

2.4 Komplikasi Asma Bronkial

Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat memiliki efek buruk

pada kualitas hidup seseorang. Kondisi tersebut bisa mengakibatkan

kelelahan, kinerja menurun, masalah psikologis termasuk stress,

kecemasan dan depresi. Dalam kasus yang jarang terjadi, asma dapat

menyebabkan sejulah komplikasi pernafasan serius, termasuk:

1. Pneumonia (infeksi Paru-paru)

2. Kerusakan sebagian atau keseluruhan paru-paru.

3. Gagal nafas, dimana kadar oksigen dalam darah menjadi sangat

rendah atau kadar karbon dioksida menjadi sangat tinggi.

4. Status Asthmaticus (serangan Asthma berat yang tidak merespon

pengobatan).27

2.5 Pemeriksaan Diagnostik Asma Bronkial

1. Pemeriksaan Laboraturium

a. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum untuk melihat adanya:

26
Widya, Harwina. 2015. Buku Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. (Jakarta :
Penerbit TMI)
27
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
32

1) Kristal-kristal chartcot leyden yang merupakan

degranulasi dari Kristal eosinopil.

2) Spiral curshman, yakni merupakan cast cell (selcetakan)

dari cabang bronkus.

3) Creola yang merupakan fragen dari epitel bronkus.

4) Netofil dan eosinophil yang terdapat pada sputum,

umumnya bersifat mucoid dengan viskositas yang tinggi

dan kadang terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan Darah

1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi

dapat terjadi hipoksemia ,hipercaprina atau sianosis.

2) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan

LDH.

3) Hiponetremia dan kadar leukosit kadang diatas

15.000/mm3 yang menandakan adanya infeksi.

4) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan Ig E pada

waktu serangan dan menurun pada saat bebas serangan

Asthma.

c. Pemeriksaan Radiologi

Pada waktu serangan menunjukkan gambaran

hiperinflasi paru yakni radiolusen yang bertambah dan

peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma yang

menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat

gambaran sebagai berikut :


33

1) Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak

dihilusakan bertambah.

2) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen

semakin bertambah.

3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran

infiltraste paru.

4) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

5) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen

pada paru.

d. Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai

alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada

Asthma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.

e. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama

serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan

dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu :

1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi

right axis deviasi dan clockwise rotation.

2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni

terdapatnya RBBB (Right Bundle Branch Block).

3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapat sinus

tachycardia, SVES dan VES atau terjadinya depresi

segmen ST negatif.
34

f. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas

reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis

Asthma adalah melihat respon pengobatan dengan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum

dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau

nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC

sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis Asthma.

Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.

Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan

diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi

dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi

pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

g. Uji Provokasi Bronkus

Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara

pengobatan yang paling rasional, karena sasaran obat-obat

tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan

bronkospasme. Pada umunya pengobatan profilaksis

berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat

sebagai berikut :

1) Menghambat pelepasan mediator.

2) Menekan hiperaktivitas bronkus.


35

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :

1) Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.

2) Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.

3) Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang

dipakai.

4) Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi

frekuensi serangan dan meringankan beratnya

serangan.

Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :

1) Steroid dalam bentuk aerosol.

2) Disodium Cromolyn.

3) Ketotifen.

4) Tranilast.28

2.6 Penatalaksanaan Asma Bronkial

1. Terapi Kalaborasi (Pemberian Obat)

a. Obat pengontrol asma jangka panjang, umumnya dikonsumsi

setiap hari. Jenis pengobatan kontrol jangka panjang meliputi :

1) Inhalasi kortikosteroid. Obat antiinflamasi ini meliputi

fluticasone (Flonase, Flovent HFA), budesonide (Pulmicort

Flexhaler, Rhinocort), flunisolide (Aerospan HFA),

ciclesonide (Alvesco, Omnaris, Zetonna), beklometason

28
Hardianah, & Suprapto, S. I. (2016). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuhu Medika.
36

(Qnals, Qvar), mometasone (Asmanex) dan fluticasone

furoate (Arnuity Ellipta). Tidak seperti kortikosteroid oral,

obat kortikosteroid ini memiliki risiko efek samping yang

relatif rendah dan umumnya aman untuk penggunaan jangka

panjang.

2) Leukotrine modifier. Obat oral ini membantu meringankan

gejala asma hingga 24 jam. Jenis obat ini antara lain

montelukast (Singulair), zafirlukast (Accolate) dan zileuton

(Zyflo). Dalam kasus yang jarang terjadi, obat-obatan ini

dikaitkan dengan reaksi psikologis, seperti agitasi, agresi,

halusinasi, depresi, dan pemikiran bunuh diri.

3) Agonis beta long acting. Obat inhalasi meliputi salmeterol

(Serevent) dan formoterol (Foradil, Perforomist) yang

berfungsi membuka saluran udara.

4) Inhaler kombinasi. Obat-obatan ini mengandung agonis beta

long acting bersamaan dengan kortikosteroid. Yang termasuk

jenis ini antara lain fluticasone-salmeterol (Advair Diskusi),

budesonide-formoterol (Symbicort) dan formoterol –

mometasone (Dulera).

5) Teofilin (Theo-24, Elixophyllin) adalah terapi oral rutin yang

membantu dilatasi bronkus (bronkodilator) dengan

merelaksasi otot-otot di sekitar saluran udara.


37

b. Obat emergency digunakan sesuai kebutuhan untuk pemulihan

gejala jangka pendek yang cepat lama serangan asma. Jenis obat

ini meliputi :

1) Bronkodilator kerja cepat (short acting), bertindak dalam

beberapa menit untuk segera mengurangi gejala selama

serangan asma. Obat yang termasuk golongan ini antara lain

albuterol (ProAir HFA, Ventolin HFA) dan levalbuterol

(Xopenex). Obat ini digunakan dengan inhaler genggam atau

nebulizer portabel.

2) Ipratropium (Atrovent). Seperti bronkodilator lainnya,

ipratropium berkerja cepat untuk segera merelaksasikan

saluran nafas. Ipratropium banyak digunakan unutk enfisema

dan bronkitis kronis, tapi kadang digunakan untuk mengobati

serangan asma.

3) Kortikosteroid oral dan intravena. Obat-obatan ini meredakan

peradangan saluran nafas yang disebabkan oleh asma berat.

Yang termasuk dalam obat ini antara lain prednison dan

methylprednisolone. Obat ini dapat menyebabkan efek

samping yang serius bila digunakan dalam jangka panjang,

jadi obat ini hanya digunakan secara jangka pendek untuk

mengobati gejala asma yang parah.29

29
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
38

4) Diberikan O2, Pulse-axy-meter dipasang pada ujung jari

pasien. Biasanya pada SA saturasi O2 tidak akan mencapai

90%. Bila ada fasilitas pemeriksaan analisa gas darah harus

juga diperiksa kadar O2, CO2, pH darah arteri. Bila PaO2

<60 mmHg sudah merupakan indikasi adanya kegaga;an

pernafasan (respiratory failure), apalagi kalau PCO2

>45mmHg.

5) Diberikan terapi Nebulizer Ventolin dan diberikan obat

salbutamol (obat untuk meringankan gejala-gejala asma

bronkial dan dapat juga mengobati PPOK) sebanyak 2X1/24

jam melalui oral dan obat Symbicort Budesonide/Formoterol

160/4,5 mcg/dose 120 doses.

2. Tindakan Keperawatan (Mandiri)

Dalam melakukan tindakan mandiri, penulis memberikan posisi

semi fowler pada pasien guna meringankan sesak atau mengurangi

sesak pada pasien, penulis juga mengajarkan batuk efektif & nafas

dalam, memonitor TTV serta mengajarkan mengidentifikasi dan

menghindari pemicu pada pasien dan keluarga pasien. Ini sesuai

dengan hasil penelitian dari Hasanah (2016), Yolanda, Dkk (2018),

Yusuf, Dkk (2019), Setiawan, Dkk (2019), Magfiroh (2021).


39

2.7 Asuhan Keperawata Teoritis

2.7.1 Pengkajian

1. Identitas Pasien

Pengkajian meliputi nama lengkap, umur, jenis kelamin,

ras/suku, tempat tinggal, pekerjaan, bahasa yang digunakan,

nama orang tua/wali, pekerjaan orang tua/wali, dan lain-lain.

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya pasien dengan asma pernah menderita

penyakit asma sebelumnya seperti infeksi saluran napas

atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung,

menderita kelelahan yang amat sangat dengan sianosis

pada ujung jari. Riwayat serangan asma frekuensi,

waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus

serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk

meringankan gejala asma.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien dengan asma sesak nafas, batuk-

batuk, lesu tidak bergairah, pucat, tidak ada nafsu makan,

sakit pada dada dan pada jalan nafas. Sesak setelah

melakukan aktivitas/ menghadapi suatu krisis emosional.

Sesak nafas karena perubahan udara dan debu. Batuk dan

susah tidur karena nyeri dada.


40

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya pasien dengan asma memiliki keluarga

yang mengidap asma, biasanya keluarga pasien

menderita penyakit alergi, seperti rinitis, sinustis,

dermatitus dan lain-lain.

3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum: penderita tampak sesak nafas dan

gelisah. Penderita lebih nyaman dalam posisi duduk.30

b. Tanda-Tanda Vital

1) Suhu: Biasanya suhu meningkat (n=36,4-37,4oC).

2) Frekwensi Nadi: Biasanya Nadi cepat (n= 60-100

x/i).

3) Frekwensi Pernafasan: Biasanya terjadi distress

pernafasan (n= 16-20 x/i) bunyi nafas menurun atau

nafas bronkial.

4) Tekanan darah : Biasanya tekanan darah meningkat

(n = 130/80 – 150/90 mmHg).

5) Tingkat Kesadaran

Pada pasien asma biasanya tidak mengalami

penurunan kesadaran.

30
Hardianah, & Suprapto, S. I. (2016). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuhu Medika.
41

c. Pemeriksaan Head To Toe

1) Rambut dan Hygine kepala

Biasanya tidak ada kelainan pada kepala,kepala

bersih dan tak berketombe.

2) Mata

Konjungtiva anemis, sklera biasanya tidak ikterik,

tidak ada edema.

3) Hidung

Biasanya akan ada banyak sekret jika pasien terkena

virus influenza yang dapat menyebabkan gangguan

pada saluran pernapsan dan akan menggunakan alat

bantu pernafasan untuk memperlancar jalan nafas.

4) Telinga

Biasanya tidak ada kelainan pada telinga, tidak ada

pembengkakan.

5) Mulut dan Tenggorokan

Biasanya tidak ada kelainan pada bagian mulut,

pada tenggorokan biasnaya memiliki secret atau

sputum sehingga menghalangi jalan nafas.

6) Leher

Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah

bening, tidak ada kelenjar tyroid.


42

7) Thorax

- Inspeksi: Dada berbentuk barrel chest

(mengalami pengangkatan bahu saat

bernafas), irama napas cepat dan dangkal, warna

kulit cyanosis.

- Palpasi: Biasanya dikaji tentang teraba massa

dan adanya nyeri tekan.

- Perkusi: Biasanya terdengar normal sampai

hipersonor.

- Auskultasi: Biasanya terdengar bunyi wheezing.

8) Paru-Paru

- Inspeksi: dinding thorak tampang mengembang,

diafragma terdorong ke bawah.

- Palpasi: vokal fermitus kanan=kiri.

- Perkusi: hipersonor.

- Auskultasi: terdengar wheezing (mengi),

ekspirasi memanjang.31

9) Kardiovaskuler

- Inspeksi: Biasanya ictus cordis tidak terlihat

dan tidak mengalami sianosis.

- Palpasi: Biasanya tidak ada nyeri tekan.

- Perkusi: Biasnya terdengar sonor.

31
Hardianah, & Suprapto, S. I. (2016). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuhu Medika.
43

- Auskultasi : Biasanya tidak ada kelainan, suara

S1 dan S2 (lup dup).

10) Abdomen

- Inspeksi: Biasanya tidak ada pembesaran

abdomen.

- Palpasi : Biasanya tidak ada nyeri tekan,

teraba massa dan tidak ada pembesaran pada

hepar.

- Perkusi: Biasanya saat perkusi tidak ada

kembung

- Auskultasi: Biasanya terdengar bising usus

normal

11) Genita Urinaria

Pada pasien Asma biasanya tidak ada kelainan pada

genita urinaria

12) Ekstremitas atas/bawah

Pada pasien Asma biasanya teraba akral dingin,

terkadang juga ditemukan cyanosis pada ujung jari.

13) Sistem persyarafan

Pada pasien Asma biasanya tidak ada kelainan pada

sistem persyarafan.
44

4. Aktivitas Sehari-Hari

a. Pola Eliminasi

Biasanya pada pasien asma tidak ada mengalami

kelainan atau gangguan pada eliminasinya.

b. Pola Tidur dan Istirahat

Biasanya pada pasien mengalami gangguan

istirahat dan tidur karena sesak nafas, ketidak nyamanan

pada daerah dada.

c. Nutrisi

Pada pasien asma makanan tidak habis, nafsu

makan menurun, penurunan berat badan, mual dan

muntah.

5. Personil Hygiene

Biasanya pada pasien asma masih mampu melakukan

Personil Hyginenya, namun kadang harus ada bantuan dari

orang lain.

6. Riwayat Psikologis

Biasanya pada pasien asma timbul rasa takut dan cemas

terhadap keadaan yang dirasakan pasien.

7. Riwayat Spiritual

Biasanya pada pasien asma riwayat spiritual tidak

mengalami gangguan, pasien masih bisa bertoleransi terhadap

agama yang dianutnya.


45

8. Data Penunjang

a. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow

rate meter.

b. Uji revisibilitas (dengan bronkodilator).

c. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada atau tidaknya

hiperaktivitas bronkus.

d. Uji alergi (skin prick test) untuk menilai ada tidaknya

alergi.

e. Foto toraks untuk menyingkirkan penyakit selain asma.32

2.7.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mucul antara lain:

1. D.0001 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d Hipersekresi

Jalan Nafas.

2. D.0003 Gangguan Pertukaran Gas b/d Ketidakseimbangan

Ventilasi – Perfusi.

3. D.0005 Pola Nafas Tidak Efektif b/d Sindrom Hipoventilasi.33

4. D.0009 Perfusi Perifer Jaringan Tidak Efektif b/d Penurunan

Kosentrasi Hemoglobin

5. D.0019 Defisit Nutrisi b/d Faktor Psikologis (Mis: Stress,

Keengganan Untuk Makan).

32
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

33
PPNI 2016 . Standar Diangnosis Keperawatan Indonesia :defenisi dan indikator diagnostik,Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
46

2.7.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 2. 2
Tabel Perencanaan Keperawatan

No. Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)

1. D.0001 Bersihan jalan nafas I.01006 Latihan Batuk Efektif


tidak efektif b/d hipersekresi L.01001 Bersihan Jalan Nafas Observasi
jalan nafas - identifikasi kemampuan batuk
Eksetasi: meningkat - monitor adanya retensi sputum
Kriteria hasil : - monitor tanda dan gejala infeksi saluran
- batuk efektif meningkat nafas
- produksi sputum menurun - monitor input dan output cairan ( miis.
- mengi menurun Jumlah dan karakteristik)
- wheezing menurun Terapeutik
- mekonium(pada neonatus)menurun - atur posisi semi- Fowler atau Fowler
- dispenea membaik - pasang perlak dan bengkok di
- ortopnea membaik pangguang pasien
- sulit bicara membaik - buang sekret pada tempat sputum
- sianosis membaik Edukasi
- gelisah membaik - jelaskan tujuan dan prosedur batuk
- frekuensi nafas membaik efektif
- pola nafas membaiik - anjurkan tarik nafas dalam melalaui
hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu ( dibulatkan)
47

selama 8 detik
- anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
- anjurkan batuk dengan kuad langsung
setelah tarik nafas dalam yang ke-3
Kalaborasi
- kalaborasi peberian mukolitik atau
ekspektoran , jika perlu

I.01011 Manajemen Jalan Nafas


Observasi
- monitor pola nafas(
frekuensi,kedalaman,usaha nafas)
- monitor bunyi nafas tambahan (mis.
Gurgling,mengi,wheezing,ronkhi
kering)
Terapeutik
- pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan head-tilt dan chin- lift (jaw-
thrust jika curiga trauma servikal)
- posisikan semi-fowler atau fowler
- berikan minum hangat
- lakukan fisioterapi dada,jika perlu
- lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
- lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- berikan oksigen,jika perlu
48

Edukasi
- anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari,jika tidak kontra indikasi
- ajarkan teknik batuk efektif

Kalaborasi
- kaloborasi pemberian
bronkodilator,ekspetoran,mukolitik,jika
perlu.

I.01014 Pemantauan Respirasi


Observasi
- Monitor frekuensi, irama kedalaman
dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne- Stokes, Biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
49

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

2. D.0003 Gangguan Pertukaran L.01003 Pertukaran Gas I.01014 Pemantauan Respirasi


Gas b/d ketidakseimbangan Ekspektasi: meningkat Kriteria hasil Observasi
ventilasi – perfusi - Tingkat kesadaran meningkat - Monitor frekuensi, irama kedalaman
- Dispnea menurun dan upaya napas
- Bunyi napas tambahan menurun - Monitor pola napas (seperti bradipnea,
- Pusing menurun takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
- Penglihatan kabur menurun Cheyne- Stokes, Biot, ataksik)
- Diaforesis - Monitor kemampuan batuk efektif
menurun - Monitor adanya produksi sputum
- Gelisah menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Napas cuping hidung menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- PCO2 membaik - Auskultasi bunyi napas
- PO2 membaik - Monitor saturasi oksigen
- Takikardia membaik - Monitor nilai AGD
- pH arteri membaik - Monitor hasil x-ray toraks
- Sianosis membaik Terapeutik
- Pola napas membaik - Atur interval pemantauan respirasi
- Warna kulit membaik sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
50

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

I.01026 Terapi Oksigen


Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
- Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelaktasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang
51

sesuai dengan tingkat mobilitas


pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
3. D.0005 Pola nafas tidak efektif L.01004 Pola Nafas I.01011 Manajemen Jalan Nafas
b/d sindrom hipoventilasi. Ekspetasi : membaik Observasi
Kriteria hasil: - monitor pola nafas(
Gejala dan Tanda Mayor - ventilasi semenit meningkat frekuensi,kedalaman,usaha nafas)
Subjektif : - kapasitas vital meningkat - monitor bunyi nafas tambahan (mis.
1. dispnea - diameter thoraks anterior- Gurgling,mengi,wheezing,ronkhi
Objektif : posterior meningkat kering)
1. penggunaan otot bantu - tekanan ekspirasi meningkat Terapeutik
pernapasan - tekanan inspirasi meningkat - pertahankan kepatenan jalan nafas
2. fase ekspirasi memanjang pola - dipspnea menurun dengan head-tilt dan chin- lift (jaw-
napas abnormal - penggunaan otot bantu nafas thrust jika curiga trauma servikal)
(mis.takipnea,bradipnea,hiperv menurun - posisikan semi-fowler atau fowler
entilasi,kussmaul,cheyne- - pemanjangan fase ekspirasi - berikan minum hangat
stokes) menurun - lakukan fisioterapi dada,jika perlu
- orthopnes menurun - lakukan penghisapan lendir kurang dari
Gejala dan Tanda Minor - pemasangan pursed-tip 15 detik
Subjektif : menurun - lakukan hiperoksigenasi sebelum
1. ortopnea - pemasangan cuping hidung penghisapan endotrakeal
Objektif menurun - keluarkan sumbatan benda padat
1. pernapasan pursed-lip - frekuensi nafas membaik dengan forsep McGill
52

2. pernapasan cuping hidung - kedalamam nafas membaik - berikan oksigen,jika perlu


3. diameter thoraks anterior- - ekskurasi dada membaik35
posterior meningkat Edukasi
4. ventilasi semenit menurun - anjurkan asupan cairan 2000
5. kapasitas vital menurun ml/hari,jika tidak kontra indikasi
6. tekanan ekspirasi menurun - ajarkan teknik batuk efektif
7. tekanan inspirasi menurun
ekskursi dada berubah34 Kalaborasi
- kaloborasi pemberian
bronkodilator,ekspetoran,mukolitik,jika
perlu.

I.01014 Pemantauan Respirasi


Observasi
- Monitor frekuensi, irama kedalaman
dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne- Stokes, Biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks

34
PPNI 2016 . Standar Diangnosis Keperawatan Indonesia :defenisi dan indikator diagnostik,Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
35
PPNI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenisi dan kriteria hasil Keperawatan, Edisi 1. Akarta : DPP PPNI
53

Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu36
4. D.0009 perfusi perifer tidak L.02011 perfusi perifer I.02079 perawatan sirkulasi
efektif b.d penurunan Ekspektasi: Observasi:
konsentrasi hemoglobin Meningkat - Periksa sirkulasi perifer
Kriteria hasil: (mis.nadi
Gejala dan tanda mayor perifer,edema,pengisian
- Denyut nadi perifer meningkat kapiler,warna,suhu)
Subjektif:-
- Warna kulit pucat menurun - Monitor
Objektif: panas,kemerahan,nyeri,atau
- Edema perifer menurun
bengkak pada ekstermitas
a. Nadi prifer menurun atau
tidak teraba - Turgor kulit membaik
Terapeutik:
b. Warna kulit pucat - Hindari pemasangan infus
c. Turgor kulit menurun atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
Gejala dan tanda minor - Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstermitas
Subjektif:
dengan keterbatasan

36
PPNI 2018. Stadar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
54

Penumpukan cairan dalam perut ekstermitas


- Lakukan pencegahan infeksi
Edukasi:
- Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan
darah,antikoagulan,dan
penurun kolesterol,jika perlu
- Anjurkan minum obat
pengontrol darahh secara
teratur
- Anjurkan program rehabilitasi
vaskular

5. D.0019 Defisit nutrisi b/d I.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi
faktor psikologis (mis: Ekspektasi:membaik Observasi
stress,keengganan untuk Kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
makan). - Porsi makanan yang dihabiskan - Identifikasi alergi dan intoleransi
meningkat makanan
- Kekuatan otot pengunyah - Identifikasi makanan yang disukai
Gejala dan Tanda Mayor meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
- Kekuatan otot menelan meningkat nutrient
Subjektif : - Serum albumin meningkat - Monitor asupan makanan
( tidak tersedia ) Monitor berat badan
- Verbalisasi keinginan untuk -
Objektif : Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
meningkatkan nutrisi meningkat -
1. berat badan menurun minimal Teraupetik
- Pengetahuan tentang pilihan makanan
10% dibawah rentang ideal - Lakukaoral hygiene sebelum makan,
yang sehat meningkat
- Pengetahuan tentang pilihan minuman jika perlu
55

Gejala dan Tanda Minor yang sehat meningkat - Fasilitasi menentukan pedooman diet
- Pengetahuan tentang standar asupan (mis.
Subjektif : nutrisi yang tepat meningkat Piramida makanan)
- Penyiapan dan penyimpanan makanan - Sajikan makanan secara menarik dan
1. cepat kenyaang setelah makan
yang aman meningkat suhu yang sesuai
2. kram/ nyeri abdomen
- Penyiapan dan penyimpanan minuman - Berikan makanantinggi serat untuk
3. nafsu makan menurun
yang aman meningkat mencegah konstipasi
Objektif : - Sikap terhadap makanan/minuman - Berikan makanan tinggi kalori dan
sesuai dengan tujuan kesehatan tinggi protein
1. bising usus hiperaktif meningkat - Berikan makanan rendah protein
2. otot pengunyah lemah - Perasaan cepat kenyang menurun Edukasi
3. otot menelan lemah - Nyeri abdomen menurun - Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
4. membrane mukosa pucat - Sariawan menurun - Anjurkan diet yang diprogramkan
5. sariawan - Rambut rontokmenurun
6. serum albumin menurun - Diare menurun Kolaborasi
7. rambut rontok berlebihan - Berat badan membaik - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
8. diare - Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic),
- Frekuensi makan membaik jika perlu
- Nafsu makan membaik - Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan
- Bising usus membaik jumlah kalori dan jenis nutrient yang
- Tebal lipatan kulit trisep membaik dibutuhkan, jika perlu
- Membran mukosa membaik
I03136 Promosi Berat Badan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual muntah
- Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi
sehari-hari
- Monitor berat badan
56

- Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit


serum
Teraupetik
- Berikan perawatan mulut sebelum
pemberian makan, jika perlu
- Sediakan makanan yang tepat sesuai
kondisi pasien (mis. Makanan dengan
tekstur halus,makanan yang diblender,
makanan cair yang diberikan melalui
NGT atau gastrostomy, total parenteral
nutrition sesuai indikasi)
- Hidangkan makanan secara menarik
- Berikan suplemen, jika perlu
- Berikan pujian pada pasien/keluarga
untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi
- Jelaskan jenis makanan yang bergizi
tinggi, namun tetap terjangkau
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan.
67

2.7.4 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah realisasi rencana

tindakan untuk mencapai tujuan yang telah anda tetapkan.

Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respons pasien selama dan sesudah

pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.

Keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan antara lain:

a. Keterampilan kognitif

Keterampilan kognitif mencakup pengetahuan keperawatan

yang menyeluruh. Anda harus mengetahui alasan bentuk setiap

intervensi terapeutik, memahami respon fisiologis, psikologis

normal dan abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan dan

pemulangan pasien, serta mengenali aspek-aspek promotif

kesehatan pasien dan kebutuhan penyakit.

b. Keterampilan interpersonal

Keterampilan interpersonal penting untuk tindakan

keperawatan yang efektif. Anda harus berkomunikasi dengan

jelas pada pasien, keluarganya dan anggota tim keperawatan

kesehatan lainnya. Perhatian dan rasa saling percaya

ditunjukkan ketika anda berkomunikasi secara terbuka dan

jujur. Penyuluhan dan konseling harus dilakukan sehingga

tingkat pemahaman yang diinginkan sesuai dengan

pengharapan pasien.
68

c. Keterampilan psikomotor

Keterampilan psikomotor mencakup kebutuhan langsung

terhadap perawatan kepada pasien, seperti perawatan luka,

memberiakan suntikan, melakukan penghisapan lendir,

mengatur posisi, membantu pasien memenuhi kebutuhan

kativitas sehari-hari, dan lainya. Anda mempunyai tanggung

jawab professional untuk mendapatkan keterampilan ini.

Dalam halnya keterampilan baru, anda mengkaji tingkat

kompetensi mereka dan memastikan bahwa pasien mendapat

tindakan yang aman.

Tahap-tahap dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

antara lain:

a. Tahap persiapan

1) Review rencana tindakan keperawatan

2) Analisis pengetahuan dan keterampilan yang

diperlukan

3) Antisipasi komplikasi yang akan timbul

4) Mempersiapkan peralatan (waktu, tenaga, alat)

5) Mengidentifikasi aspek-aspek hokum dan etik

6) Memerhatikan hak-hak pasien antara lain ha katas

pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan

kesehatan, hak atas informasi, hak untuk menentukan

nasib sendiri, dan hak atas second opinion.


69

b. Tahap pelaksanaan

1) Berfokus pada pasien

2) Berorientasi pada tujuan dan kriteria hasil

3) Memerhatikan keamanan fisik dan psikologis pasien

4) Kompeten

c. Tahap sesudah pelaksanaan

1) Menilai kebersihan tindakan

2) Mendokumentasikan tindakan, yang meliputi

aktivitas/ tindakan keperawatan, hasil/ respon pasien,

tanggal/ jam, nomor diagnosis keperawatan, dan tanda

tangan.

2.7.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan, namun

tidak berhenti sampai disini. Evaluasi hanya menunjukkan

masalah mana yang telah dapat di pecahkan dan masalah mana

yang perlu dikaji ulang, di rencanakan, dilaksanakan, dan

dievaluasi kembali, jadi proses keperawatan merupakan siklus

dinamis yang berkelanjutan.

a. Diagnosa Keperawatan ....................................................... 76

2.7.6 Dokumentasi

Secara keselurahan asuhan keperawatan dapat dievaluasi

sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan dapat di


70

dokumentasikan secara tepat dan benar dalam status pasien

sebagai bahan penanggung jawaban atau tindakan yang telah

dilakukan dan studi kasus untuk perkembangan ilmu pengetahuan

selanjutnya.
71

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis pemelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif

dengan pendekatan Studi Literature. Sudi literatur adalah serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode penggumpulan data pustaka,

membaca dan mencatat, serta menggelola paham penelitian. Dalam

penelitian ini studi literatur yang dilakukan adalah tentang Asuhan

Keperawatan asma bronkial pada perempuan Dewasa dengan masalah

keperawatn pola nafas tidak efektif, dengan cara membandingkan

pada hasil penelitian orang lain yang telah dipublish.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada Studi Literatur

yaitu data yang digunakan berasal dari hasil-hasil penelitian yang

sudah dilakukan dan dipublish dalam jurnal serta dari buku. Dalam

melakukan penelitian ini penulis melakukan pencarian jurnal

penelitian yang telah dipublish ke internet dengan kata kunci asuhan

keperawatan pasien asma bronkial dengan masalah keperawatan pola

nafas tidak efektif. Proses pengumpulan data dibuktikan dengan

penyaringan berdasarkan kriteria yang ditemukan oleh penulis dari

setiap jurnal yang diambil. Adapun kriteria pengumpulan jurnal

sebagai berikut :
72

1. Reverensi yang digunakan dalam studi literatur ini baik jurnal

maupun buku dimulai dari tahun 2011 sampai dengan 2021,

kesesuaian keyword penulisan, keterkaitan penulisan dan

pembahasan yaitu tentang asuhan keperawatan asma bronkial

pada perempuan dewasa dengan masalah keperawatan pola

nafas tidak efektif.

2. Strategi dalam pengumpulan jurnal berbagai literature dengan

menggunakan situs jurnal yang sudah terakredetasi yaitu dari

google shcoolar.

3. Melakukan pencarian berdasarkan full text.

4. Literatur riview diambil berdasarkan diagnosis yang diangkat

peneliti yaitu tentang asuhan keperawatan pada perempuan

dewasa dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif

diamana peneliti melihat dari setiap jurnal dari abstrak, masalah

keperawatan yang diangkat sehingga peneliti dapat menentukan

bagaimana hasil pengkajian, penegakan diagnosis, pembuatan

intervensi, melaksanakan implementasi serta evaluasi pasien

asma bronkial pada perempuan dewasa dengan masalah

keperawatan pola nafas tidak efektif .

5. Setiap jurnal yang telah dipilih berdasarkan kriteria yaitu

tentang asuhan keperawatan pasien asma bronkial pada

perempuan dewasa dengan masalah keperawatan pola nafas

tidak efektif. peneliti membuat kesimpulan dari beberapa hasil

literatur yang sudah peneliti ambil dan dianalisa nya


73

Tabel 3. 1
Kriteria artikel yang digunakan dalam pengumpulan data

Kriteria Inklusi

Jangka Panjang Tanggal publikasi 5 tahun terakhir mulai dari

tahun 2016 sampai 2021

Bahasa Bahasa Indonesia

Subjek Perempuan dewasa

Jenis Artikel Artikel dalam bentuk publikasi dalam bentuk

full teks.

Tema Isi Artikel Asuhan keperawatan pada perempuan dewasa

dengan masalah keperawatan pola nafas tidak

efektif .

5.3 Analisa Data

Jurnal penelitian terkait hasil penelitian pada pasien asma bronkial

pada perempuan dewasa dengan maslah keperawatan pola nafas tidak

efektif ditemukan data bahwa pasien asma bronkial akan mengalami

gejala sesak nafas, nyeri pada dada, penggunaan otot bantu

pernafasan, ada suara tambahan wheezing , kemudian data ini diolah

dan dianalisa sehingga tegaklah diagnosa keperawatan pola nafas

tidak efektif yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian

dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti,

tahun terbit jurnal, rancangan studi, tujuan penelitian, sampel,

instrumen (alat ukur) dan ringkasan hasil dan temuan. Ringkasan


74

jurnal penelitian tersebut dimasukkan kedalam tabel dan diurutkan

sesuai dengan tahap proses keperawatan.

5.4 Etika Penelitian

Etika penelitian yang digunakan dalam penelitian Studi Literatur

adalah :

1. Mengambil Studi Literatur yang terjamin falidasinya

2. Relefan dengan penelitian yang akan dilakukan

3. Mampu memecahkan masalah

4. Studi literatur yang sudah dipublish.

5. Dibuat dalam bentuk buku.


75

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Review Literatur


4.1
Review Literatur

No Peneliti Judul Desain Pasien Prosedure Hasil


1. Eka Asuhan Keperawatan Studi kasus Pasien Analisis Pada penderita Asma Bronkial dengan

Rahmawati. Pada Klien Asma Ny.D (umur masalah keperawatan pola nafas tidka

2019 Bronkhial Dengan 50 tahun) efektif didapatkan pengkajian pola

Masalah Ketidakefektifan pernafasannya yaitu 30X/i (Normal 16-

Pola Nafas (Studi Di 20X/i), nadi pasien juga akan meningkat

Ruang Melati Rsud Bangil yaitu 96 X/i (Normal 60-100X/i).TD 120/80

Pasuruan) (Normal 110/70).

2. Hardiyanti Asuhan Keperawatan Studi kasus Pasien 1 Analisis Pada penderita Asma Bronkial dengan
76

Anastasia Pemenuhan Kebutuhan masalah keperawatan pola nafas tidak

Yusuf, Oksigenasi Pada Pasien efektif Penegakkan diagnosis keperawatan

Sukma Saini Asma Bronkhial Di berdasarkan data objektif dan subjektif yaitu

,Sri Rsud. Haji Makassar klien sesak nafas, disertai nyeri dada dan

Wahyuni batuk berdahak disertai pilek dan wheezing.

Awaluddin.

2019

3. Rofitatul Asuhan keperawatan klien Studi kasus Pasien Ny. Analisis Pada penderita Asma Bronkial dengan

hasanah. dengan gangguan S ,47 tahun masalah keperawatan pola nafas tidak

2016 pemenuhan kebutuhan efektif intervensi mandiri yang diberikan

oksigenasi pada penderita pada pasien yaitu menganjurkan posisi semi

asma bronkial di rsud prof. fowler,latih nafas dalam dan batuk efektif,

Dr. Soekandar mojosari kalaborasi memberikan nebul ventilon ,

turbuhaler, ranitidine, metyl prednison.


77

4. Luhur Arifi pengaruh pemberian posisi Quasi Pasien 1 Analisis Pada penderita Asma Bronkial dengan

an, Joko semi fowler terhadap Eksperim masalah keperawatan pola nafas tidak

Kismanto . respiration rate pada pasien ntal dengan efektif implementasi keperawatan yang

2018 asma bronkial di Pre and dilakukan yaitu pemberian posisi semi

puskesmas air upas post test with fowler.

ketapang control

group

design.

5. Risa Asuhan keperawatan pada Ny.S, 58 Studi kasus Analisis Pada penderita Asma Bronkial dengan

Lailatul pasien asma dalam tahun masalah keperawatan pola nafas tidak

Maqfiroh , pemenuhan kebutuhan efektif Setelah diberikan posisi semi fowler

Mellia Silvy oksigen. dan relaksasi napas dalam diperoleh

Irdianty. evaluasi, data subjektif klien mengatakan


78

2021 sesak napas berkurang dengan data objektif

TD: 150/90 mmHg, N: 100x/menit, RR :

22x/menit, Suhu : 36,3°C, dan SPO 2 : 97%,

penggunaan otot bantu pernapasan

menjadi menurun, pernapasan pursed-lips

menurun dan pernapasan cuping hidung

menurun, assesment masalah teratasi,

planninghentikan intervensi (anjurkan

pasien untuk tidak beraktivitas berlebihan,

anjurkan klien untuk memakai pakaian yang

tebal agar tidak memicu serangan asma).


79

Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa yang menjadi pasien pada penelitian

yang telah dilakukan rata-rata perempuan dewasa. Data yang didapatkan pada

saat pengkajian berdasarkan hasil peneliatian oleh Eka Rahmawati (2019) diatas

antara lain pola pernafasan yang didapat yaitu 30X/i (Normal 16-20X/i), nadi

pasien juga akan meningkat yaitu 96 X/i (Normal 60-100X/i).TD 120/80 (Normal

110/70).

Hasil penilitian hardianti, dkk (2019) dalam penegakan diagnosis

keperawatan asma bronkial berdasarkan data subjektif dan objektif yang

didapatkan saat pengkajian yaitu klien sesak nafas, disertai nyeri dada dan batuk

berdahak disertai pilek dan wheezing.

Didukung oleh hasil penelitian rofitatul (2016) Pada penderita Asma

Bronkial dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif intervensi mandiri

yang diberikan pada pasien yaitu menganjurkan posisi semi fowler,latih nafas

dalam dan batuk efektif, kalaborasi memberikan nebul ventilon , turbuhaler,

ranitidine, metyl prednison.

Didukung oleh penelitian Arifian, dkk (2018) Pada penderita Asma

Bronkial dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif implementasi

keperawatan yang dilakukan yaitu pemberian posisi semi fowler.

Didukung oleh hasil penelitian risa, dkk (2021) Pada penderita Asma

Bronkial dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif Setelah diberikan

posisi semi fowler dan relaksasi napas dalam diperoleh evaluasi, data subjektif

klien mengatakan sesak napas berkurang dengan data objektif TD: 150/90

mmHg, N: 100x/menit, RR : 22x/menit, Suhu : 36,3°C, dan SPO 2 : 97%,


80

anjurkan klien untuk memakai pakaian yang tebal agar tidak memicu serangan

penggunaan otot bantu pernapasan menjadi menurun, pernapasan pursed-lips

menurun dan pernapasan cuping hidung menurun, assesment masalah teratasi,

planninghentikan intervensi (anjurkan pasien untuk tidak beraktivitas berlebihan,

asma).
81

4.1.2 Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada

Diagnosa Asma Bronkial peneliti dalam Hal ini mengambil data

pasien bedasarkan asuhan keperawatan teoritis :

Ny. G umur 58 tahun dengan asma bronkial mengeluh

sesak nafas, nyeri pada dada, pusing dan lesu. Dari pemeriksaan

fisik didapatkan TD meningkat(n= 100/80 mmHg), suhu

meningkat(36,4-37,4oC), Frekwensi Nadi cepat (n= 60-100 x/i),

terjadi distress pernafasan (n= 16-20 x/i), konjungtiva anemis,

terdengar bunyi napas tambahan wheezing, terlihat penggunaan

otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung.

4.1.3 Pengkajian

1. Identitas diri pasien

Tabel 4.2
Identitas pasien

Identitas Pasien Ny. G


Umur 58 Tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Agama -
Pekerjaan -
Suku Bangsa -
Alamat -
No. RM -
Ruang Rawat -
Diagnosa Medik Asma bronkial
Tanggal Masuk -
82

Cara Masuk -
Yang mengirim -
Alasan Masuk pasien mengatakan sesak nafas , nyeri dibagian
dada dan pusing.
Orang terdekat -
Yang dapat dihubungi -
Pekerjaan -

Data pada tabel 4.2 diatas merupakan data yang biasanya

ditemukan pada pasien asma bronkial dengan diagnosis keperawatan pola

nafas tidak efektif dimana penderita asma bronkial banyak pada

perempuan dewasa ini didukung oleh hasil penelitian Arifian (2018),

Saini (2019), Hasanah (2016), Arifian (2018) dan Risa (2021) dimna hasil

penilitiannya juga pada perempuan dewasa . Pada tabel pengkajian

identitas pasien terlihat bahwa seorang wanita dewasa berumur 58 tahun

mengalami penyakit asma bronkial , pada alasan masuk biasanya pasien

mengatankan sesak saat bernafas, nyeri dada ini didukung oleh jurnal

Arifian (2018), Saini (2019), Hasanah (2016), Arifian (2018) dan Risa

(2021) yang juga pada alasan masuk pasien mengatakan sesak nafas dan

nyeri dada.
83

2. Riwayat Kesehatan

Tabel 4.3
Riwayat Kesehatan

Riwayat Kesehatan Pasien


Keluhan Utama Ny. G mengatakan sesak saat bernafas, nyeri pada dada.
Riwayat Kesehatan Ny. G mengatakan sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak
Sekarang bergairah, pucat, tidak ada nafsu makan, sakit pada dada
dan pada jalan nafas. Batuk dan susah tidur karena nyeri
dada.
Riwayat Kesehatan Ny. G mengatakan mempunyai riwayat penyakit asma
Dahulu kurang lebih sudah 5 tahun.
Riwayat Kesehatan Ny. G mengatakan didalam anggota kelurganya tidak
Keluarga ada yang memiliki riwayat penyakit DM, Hipertensi,
Jantung seperti pasien Asma

Data pada tabel 4.3 diatas terlihat bahwa Ny.G dengan asma bronkial dengan

diagnosis keperawatan pola nafas tidak efektif pada periksaan keluhan utamanya

mengatakan sesak saat bernafas, nyeri pada dada. Pada riwayat kesehatan

sekarang Ny. G mengatakan sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat,

tidak ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan nafas. Batuk dan susah

tidur karena nyeri dada. Pada riwayat kesehatan dahulu Ny. G mengatakan

mempunyai riwayat penyakit asma kurang lebih sudah 5 tahun. Pada riwayat

kesehtan keluarga Ny. G mengatakan didalam anggota kelurganya tidak ada yang

memiliki riwayat penyakit DM, Hipertensi, Jantung seperti pasien Asma. Dimana

biasanya juga ditemukan pada pasien asma bronkial dengan diagnosis

keperawatan pola nafas tidak efektif dimana keluahan utama pasien asma

bronkial yakni sesak saat bernafas, nyeri pada dada, pada riwayat kesehatan

sekarang terlihat sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat, tidak ada
84

nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan nafas. Batuk dan susah tidur karena

nyeri dada, pada Riwayat Kesehatan Dahulu biasanya pasien asma bronkial

dulunya juga pernah mengalami asma, pada Riwayat Kesehatan Keluarga terlihat

didalam anggota kelurganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit DM,

Hipertensi, Jantung seperti pasien Asma ini didukung oleh jurnal Arifian (2018),

Saini (2019), Hasanah (2016), Arifian (2018) dan Risa (2021) yang juga pada

keluhan utama adalah sesak nafas, nyei pada dada, pada riwayat kesehatan

sekarang pasien dengan asma bronkial akan mengeluh sesak nafas, nyeri dada,

batuk . pada riwayat kesehatan dahulu pasien dengan asma bronkial dulunya juga

pernah mengalami asma. Pada riwayat kesehtan keluarga tidak ada keluarga yang

mengidap penyakit yang sama atau penyakit keturunan lainnya seperti dm, dll.

3. Perubahan Pola Manajemen Kesehatan

Tabel 4.4
Pemeriksaan Pola Manajemen Kesehatan

Pengkajian Pasien

Pola Nutrisi Saat sehat : pasien mengatakan makan 3x sehari


dengan porsi sepiring habis dan minum air putih 5-
7 gelas per hari.

saat sakit : makan 3x sehari dengan porsi tidak


habis (seperempat piring) dan minum air putih 3
gelas per hari
Pola Eliminasi BAB Saat sehat : pasien mengatakan kebiasaan BAB
1x per hari dengan konsistensi padat berwarna
kuning.
85

saat sakit : pasien belum BAB.


Pola eliminasi BAK Saat sehat : pasien mengatakan kebiasaan BAK
kurang lebih 4-7x perhari warna kuning jernih

saat sakit : kebiasaan BAK kurang lebih 2-3x per


hari warna kuning jernih.
Pola Istirahat dan tidur Saat sehat : pasien mengatakan kebiasaan istirahat
dan tidur kurang lebih 7-8 jam per hari.

saat sakit : pasien hanya tidur 5-6 jam per hari


karena sering terbangun di malam hari karena sesak
nafas dan batuk.
Pola aktivitas dan latihan Saat sehat : pasien mengatakan klien beraktivitas
sebagai ibu rumah tangga tanpa hambatan dan
bekerja sebagai guru di sekolah mengah pertama.

Saat sakit : pasien tidak melakukan aktivitas apa-


apa hanya tertidur d kasur.

Data pada tabel 4.4 terlihat bahwa pada pola nutrisi saat sakit pasien

makan 3x sehari dengan porsi tidak habis (seperempat piring) dan minum air

putih 3 gelas per hari. Pada eliminasi BAK saat sakit pasien BAK kurang lebih

2-3x per hari warna kuning jernih. Pada Pola Istirahat dan tidur saat sakit pasien

hanya tidur 5-6 jam per hari karena sering terbangun di malam hari karena sesak

nafas dan batuk. Pada Pola aktivitas dan latihan saat sakit pasien tidak

melakukan aktivitas apa- apa hanya tertidur d kasur. Biasanya data ini juga

ditemukan pada pasien asma bronkial dengan diagnosis keperawatan pola nafas

tidak efektif dimana adanya gangguan pada pola nutrisi dimana pasien dengan
86

asma bronkial biasanya akan mengalami gangguan pada pola nutrisi dikarenakan

susah saat bernafas , pada pola istirahat dan tidur mengalami gangguan biasnya

pada pasien dengan asma bronkial akan mengalami gangguan pada pola istirahat

dan tidur karena pada malam hari biasanya pasien asma bronkial terbangun saat

tidur karena sesak nafas dan batuk, serta pada pola aktifitas dan latihan juga

mengalami gangguan yang mana biasanya pada pasien asma bronkial akan

mengalami gangguan pada pola aktifitas dan latihan karena biasanya pada pasien

asma bronkial pada saat serangan asma menyerang pasien akan lemas dan tidak

bisa melakukan aktifitas selayaknya pada saat sehat, ini didukung oleh hasil

penelitian Rahmawati (2019) dimana juga ada gangguan pada pola manajemen

kesehatannya.

4. Pesonal Hygiene

Tabel 4.5
Pemeriksaan Personal Hygiene

Personal Hygiene Sehat Sakit

Mandi Ny. G dengan asma bronkial saat sakit Ny. G dengan


mandi 2 x/hari yaitu pada pagi asma bronkial mandi 1
dan sore hari. kali saja hanya di lap-lap
saja.

Keramas Ny. G dengan asma bronkial Ny. G dengan asma


keramas 4 kali dalam bronkial belum ada
seminggu. keramas.

Gosok gigi Ny. G dengan asma bronkial Ny. G dengan asma


menggosok gigi 2x/hari. bronkial menggosok gigi
1x/hari.
87

Data pada tabel 4.5 terlihat bahwa saat sakit Ny. G dengan asma

bronkial mandi 1 kali saja hanya di lap-lap saja dan belum ada keramas

selama sakit dan Ny. G menggosok gigi 1x/hari dimana tidak ada

gangguan yang berarti yang bisa mengancam nyawa Ny.G. Biasanya data

ini juga ditemukan pada pasien asma bronkial dengan diagnosis

keperawatan pola nafas tidak efektif dimana tidak ada gangguan yang

signifikan pada pola hyigen pasien, ini didukung oleh hasil penelitian

Rahmawati (2019) dimana pada pengkajian personal hygiene tidak ada

gangguan.

5. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Ny. G tampak sesak, terlihat gelisah, pasien tidak bisa untuk

mengambil nafas panjang, frekuensi pernafasan cepat, pasien

terlihat lelah, posisi pasien dengan posisi setengah duduk (semi

fowler),lemas dan lesu, menggunakan otot bantu pernafasan, cuping

hidung ,ada suara tambahan mengi (wheezing) didikung oleh jurnal

Saini (2019), Hasanah (2016), dan Risa (2021) dimana keadaan

umum pasien terlihat sesak nafas, frekuensi pernafan cepat, lesu

,mengunakan otot bantu pernafasan dan adanya suara tambahan

wheezing.
88

b. Tanda-tanda vital

Tabel 4.6
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

Tanda- Tanda Vital Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Tekanan darah 180/100 mmHg 130/80 mmHg

Nadi 107x/i 60-100 x/i

Pernafasan 26x/i 16-20 x/i

Suhu 37,6oC 36,4-37,4oC

Data pada tabel 4.6 diatas terlihat bahwa saat dilakukan

pemeriksaan fisik tanda-tanda vitas ditemukan hasil adanya penaikan

nilai pada tanda-tanda vital pasien dimana tekanan darah pasien

meningkat dari nilai rujukan yang ada. Pada pemeriksaan nadi terlihat

peningkatan dari nilai rujukan. Pada pernafasan juga terjadi

peningkaatan dari nilai rujukan serta suhu juga terlihat peningkatan

dari nilai rujukan yang mana biasanya data ini juga ditemukan pada

pasien asma bronkial dengan diagnosis keperawatan pola nafas tidak

efektif dimana hasil tanda tanda vitalnya menunjukkan penaikan dari

nilai rujukan karena pada saat pasien mengalami serangan asma maka

otomatis pernafasan pasien asma akan cepat karena adanya

penyempitan pada bronkus, sehigga tekanan darah pasien asma

bronkial akan naik dan menyebabkan penaikan pada gerakan nadi

pasien asma bronkial sehingga suhu tubuh opsien asma bronkial juga
89

ikut naik, ini didukung oleh hasil penelitian Risa (2021) dimna pada

pengkajian tanda-tanda vital adanya peningkatan.

c. Tingkat Kesadaran

Ny. G kesadarannya composmentis cooperatif dengan nilai gcs 4-

5-6. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Arifian (2018), Saini (2019),

Hasanah (2016), Rahmawati (2019) dan Risa (2021) dimana pada

pengkajian kesadaran pasien composmentis cooperatif.

d. Pemeriksaan Head to toe

1) Rambut Dan Hygene Kepala

Tabel 4.7
Pemeriksaan Rambut Dan Hygene Kepala

Rambut Dan Hygene Pasien


Kepala

Warna Rambut Warna rambut Ny.G hitam dan


sudah ada beruban.

Bau rambut Tidak ada tercium bau yg menyengat


pada rambut Ny.G

Kedaan rambut Keadaan rambut Ny.G normal tidak


ada ketombe

Data pada tabel 4.7 diatas terlihatsaat dilakukan pengkajian

warna rambut Ny.G hitam dan sudah ada beruban dan Keadaan

rambut Ny.G normal tidak ada ketombe . Biasanya pada pasien


90

asma bronkial dengan diagnosis keperawatan pola nafas tidak

efektif, tidak adanya gangguan pada kepala dan personal hygene,

ini didukung oleh hasil peneltian Rahmawati (2019) dimana pada

pengkajian pemeriksaan rambut dan hygene kepala tidak ada

gangguan.

a) Mata

Tabel 4.8
Pemeriksaan Mata

Mata Pasien

Kelengkapan mata Ny.G tampak lengkap

Simetris mata Ny.G tampak simetris kiri dan


kanan

Sclera sclera Ny.G tampak tidak icterik

Konjungtiva konjungtiva anemis

Pupil pupil tampak sama besar, bulat dan


bereaksi terhadap cahaya

Data pada tabel 4.8 diatas saat dilakukan pemeriksaaan

mata Ny.G tampak lengkap, sclera Ny.G tampak tidak icterik,

mata Ny.G tampak simetris kiri dan kanan , konjungtiva anemis ,

pupil tampak sama besar, bulat dan bereaksi terhadap cahaya.

Biasanya pada pasien asma bronkial dengan diagnosis

keperawatan pola nafas tidak efektif tidak adanya gangguan pada

mata namun pada kongjungtiva anemis ini dikarenakan kurangnya


91

pasokan oksigen ini didukung oleh hasil penelitian Rahmawati

(2019) dimana pada pengkajian fisik dan mata tidak adanya

gangguan namun pada kongjungtiva terlihat anemis.

b) Telinga

Tabel 4.9
Pemeriksaan Telinga

Telinga An. N

Keadaan umum Telinga Ny. G tampak bersih dan


normal

Bentuk dan posisi Bentuk telinga Ny. G tampak


normal, telinga tampak simetris kiri
dan kanan

Kelainan telinga Ny. G tampak tidak ada


kelainan

Data pada tabel 4.9 diatas saat dilakukan pemeriksaan

Telinga Ny. G tampak bersih dan normal, Bentuk telinga Ny. G

tampak normal, telinga tampak simetris kiri dan kanan, telinga

Ny. G tampak tidak ada kelainan. Biasanya pada pasien asma

bronkial dengan diagnosis keperawatan pola nafas tidak efektif

tidak adanya gangguan pada telingga ini didukung oleh hasil

penelitian Rahmawati (2019) dimana pada pengkajian telinga tidak

ada gangguan.
92

c) Hidung

Tabel 4.10
Pemeriksaan Hidung

Hidung Pasien

Keadaan umum bentuk hidung tampak normal,


pernafasan dengan RR : 26x/i.

Alat bantu yang Ny.G memakai alat bantu


dipakai pernafasan

Ada kelainan/tidak tampak tidak ada kelainan pada


hidung

Data pada tabel 4.10 diatassaat dilakukan pemeriksaan

bentuk hidung tampak normal, pernafasan dengan RR : 26x/i.

Ny.G memakai alat bantu pernafasan , tampak tidak ada kelainan

pada hidung . biasanya pada pasien asma bronkial dengan

diagnosis keperawatan pola nafas tidak efektif adanya gangguan

pada pengkajian hidung diaman pasien terlihat menggunakan alat

bantu pernafasan yaitu pemakaian oksigenasi untuk pemenuhan

oksigen pasien, pernafasan dengan cepat karena adanya sumbatan

pada bronkus pasien ini didukung oleh hasil penelitian Rahmawati

(2019) dimana pada pengkajian pada hidung adanya penggunaan

alat bantu pernafasan oksigen, pernafasan cepat.


93

d) Mulut dan Tenggorokan

Tabel 4.11
Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan

Mulut Dan Pasien


Tenggorokan
Rongga mukosa mulut tampak kering dan bibir
klien tampak kering.

Gigi-geligi gigi tidak kotor, Tidak terdapat caries


dan kelainan pada gigi , gigi tampak tidak
lengkap.

Lidah lidah tampak normal, tampak bercak


putih pada lidah akibat panas dalam, dan
lidah tidak kotor.

Tonsil tidak adanya peradangan pada tonsil

Data pada tabel 4.11 diatas mukosa mulut pasien tampak

kering dan bibir klien tampak kering, gigi tidak kotor, Tidak

terdapat caries dan kelainan pada gigi , gigi tampak tidak

lengkap,lidah tampak normal, tampak bercak putih pada lidah

akibat panas dalam, dan lidah tidak kotor, tidak adanya peradangan

pada tonsil . biasanya pada pasien asma bronkial dengan diagnosis

keperawatan pola nafas tidak efektif tidak adanya gangguan pada

mulut namun pada mukosa bibir terlihat kering dikarenakan

adanya gangguan pada pola nutrisi sehingga mukosa bibir pasien

asma bronkial kering, ini didukung oleh hasil penelitian


94

Rahmawati (2019) dimana pada pengkajian mulut tidak ada

gangguan namun pada mukosa bibir kering.

e) Leher

Tabel 4.12
Leher

Leher Pasien

Keadaan umum leher tampak bersih dan tidak


adanya lesi atau bekas luka pada
leher

Kelenjer getah bening tampak tidak ada pembesaran


kelenjer getah bening pada leher

Kelenjer tyroid tidak ada pembesaran kelenjer tyroid


pada leher

Kekakuan tidak ada kekakuan pada leher dan


dapat bergerak dengan normal.

Data pada tabel 4.12 diatas terlihat bahwa leher pasien

tampak bersih dan tidak adanya lesi atau bekas luka pada leher,

tampak tidak ada pembesaran kelenjer getah bening pada leher,

tidak ada kekakuan pada leher dan dapat bergerak dengan normal,

tidak ada pembesaran kelenjer tyroid pada leher. biasanya pada

pasien asma bronkial dengan diagnosis keperawatan pola nafas

tidak efektif tidak adanya gangguan pada leher inin didukung oleh
95

hasil Rahmawati (2019) dimana pada pengkajian leher tidak ada

gangguan.

f) Dada/Thorax

a) Dada/Thorax

(1) Paru-paru

Tabel 4.13
paru-paru

Paru-paru Pasien

Inspeksi Paru Ny.G tampak simetris kiri dan


kanan, RR : 26x/menit, irama nafas
tampak tidak teratur.

Palpasi teraba vocal premitus simetris


bilateral, tidak teraba masa

Perkusi terdengar pekak pada kedua lobus


paru

Auskultasi terdengar suara nafas tambahan


wheezing.

Data pada tabel 4.13 diatas terlihat Paru Ny.G

tampak simetris kiri dan kanan, RR : 26x/menit, irama nafas

tampak tidak teratur, teraba vocal premitus simetris bilateral,

tidak teraba masa, terdengar pekak pada kedua lobus paru,

terdengar suara nafas tambahan wheezing. ini merupakan

data yang biasanya ditemukan pada pasien asma bronkial


96

dengan diagnosis keperawatan pola nafas tidak efektif adanya

gangguan yang khas pada paru-paru dimana adanya

peningkatan pernafasan, terdengar suara tambahan wheezing,

didukung oleh hasil penelitian Rahmawati (2019) dimana

pada pengkajian paru terlihat adanya suara tambahan

wheezing.

(2) Kardiovaskuler

Tabel 4.14
Kardiovaskuler

Kardiovaskuler Penderita

Inspeksi tampak simetris kiri dan kanan, ictus


cordis tidak terlihat.

Palpasi saat palpasi Ictus cordir tidak teraba,


pergerakan dada cepat.

Perkusi saat diperkusi jantung Ny.G


terdengar pekak

Auskultasi irama jantung teratur dan tidak


terdapat suara tambahan murmur
jantung pada jantung Ny.G

Data pada tabel 4.14 diatas terlihat pada

pemeriksan kardiovaskuler tampak simetris kiri dan kanan,

ictus cordis tidak terlihat, saat diperkusi jantung Ny.G

terdengar pekak, irama jantung teratur dan tidak terdapat


97

suara tambahan murmur jantung pada jantung Ny.G. ini

merupakan data yang biasanya ditemukan pada pasien asma

bronkial dengan diagnosis keperawatan pola nafas tidak

efektif tidak adanya gangguan yang signifikan pada jantung

didukung oleh hasil penelitian Rahmawati (2019)dimana

pada pengkajian jantung tidak ada gangguan.

b) Abdomen

Tabel 4.15
Abdomen

Abdomen Pasien

Inspeksi abdomen simetris kiri dan kanan, tampak


tidak ada lesi atau bekas luka operasi pada
abdomen

Palpasi tidak teraba pembesaran hati dan juga


limfa pada abdomen. Tidak adanya nyeri
tekan

Perkusi saat di perkusi perut terdengar tympani

Auskultasi saat dilakukan auskultasi bising usus


dalam keadaan normal (n=5-30 x/i)

Data pada tabel 4.15 diatas terlihat abdomen

simetris kiri dan kanan, tampak tidak ada lesi atau bekas luka

operasi pada abdomen, tidak teraba pembesaran hati dan juga

limfa pada abdomen. Tidak adanya nyeri tekan, saat


98

dilakukan auskultasi bising usus dalam keadaan normal

(n=5-30 x/i). Ini merupakan data yang biasanya ditemukan

pada pasien asma bronkial dengan diagnosis keperawatan

pola nafas tidak efektif tidak adanya gangguan pada pada

abdomen didukung oleh hasil penelitian Rahmawati (2019)

diamna pada pengkajian abdomen tidak ada gangguan.

g) Intergumen

Tabel 4.16
Pemeriksaan fisik integumen

Integumen Pasien

Warna kulit kulit pendeita terlihat bewarna kuning


langsat

Turgor turgor tidak kulit bagus, kulit tampak


kering dan pucat

Kebersihan kulit tampak bersih

Kelainan pada kulit tidak tampak adanya kelainan yang


serius pada kulit

Data pada tabel 4.16 diatas terlihat pada pemeriksaan kulit

pasien terlihat bewarna kuning langsat, tidak tampak adanya

kelainan yang serius pada kulit, turgor tidak kulit bagus, kulit

tampak kering dan pucat. Ini merupakan data yang biasanya

ditemukan pada pasien asma bronkial dengan diagnosis

keperawatan pola nafas tidak efektif tidak adanya gangguan pada


99

integumen namun pada turgor kulit terlihat kering dan pucat

karena adanya kekurangan pasokan oksigen karena penyempitan

pada bronkus ini didukung oleh hasil penelitian Rahmawati

(2019) dimana pada pengkajian integumen tidak ada gangguan

namun pada turgor kulit kering dan pucat.

h) Genitalia Urinaria

Tabel 4.17
Genito Urinaria

Genito Urinaria Pasien

Kelengkapan tidak ada kecacatan atau pun kelainan pada


genito urinaria

Terpasang kateter Tidak ada terpasang kateter

Keluhan tidak ada keluhan saat BAK ataupun


keluhan lain yang berhubungan dengan
genito urinaria

Data pada tabel 4.17 diatas saat dilakukan pemeriksaan

fisik tidak ada kecacatan atau pun kelainan pada genito urinaria,

Tidak ada terpasang kateter , tidak ada keluhan saat BAK ataupun

keluhan lain yang berhubungan dengan genito urinaria. Ini

merupakan data yang biasanya ditemukan pada pasien asma

bronkial dengan diagnosis keperawatan pola nafas tidak efektif

tidak adanya gangguan pada genitalia didukung oleh hasil


100

penelitian Rahmawati (2019)dimana pada pengkajian genitalia

tidak ada gangguan.

i) Estermitas Atas dan Bawah

Tabel 4.18
Estermitas Atas dan Bawah

Ekstermitas Pasien

Superior ekstermitas superior simetris kiri dan


kanan, turgor kulit bagus, tidak terdapat
eodema, namun ujung ekstermitas tampak
pucat.
Inferior ekstermitas inferior tampak simetris kiri
dan kanan, tidak ada gangguan pada gerak,
akral teraba dingin, turgor kulit bagus,
tidak terdapat eodema, namun ujung
ekstermitas tampak pucat.

Data pada tabel 4.18 diatas terlihat ekstermitas superior

simetris kiri dan kanan, turgor kulit bagus, tidak terdapat eodema,

namun ujung ekstermitas tampak pucat, ekstermitas inferior tampak

simetris kiri dan kanan, tidak ada gangguan pada gerak, akral teraba

dingin, turgor kulit bagus, tidak terdapat eodema, namun ujung

ekstermitas tampak pucat. Ini merupakan data yang biasanya

ditemukan pada pasien asma bronkial dengan diagnosis

keperawatan pola nafas tidak efektif tidak adanya gangguan pada

ekstermitas namun akral teraba dingin dan ujug ektremitas pucat

dikarenakan kekurangan pasokan oksigen ini didukung oleh hasil


101

penelitian Rahmawati (2019) pada pengkajian ekstermitas tidak ada

gangguan.

j) Sistem Persyarafan
Tabel 4.19
Persyarafan

Persyarafan Pasien

Reflek gerakan persyarafan reflek

Kejang tidak mengalami kejang

Paralisis tidak mengalami paralisis

Tremor tidak mengalami tremor

Data pada tabel 4.19 diatas terlihat tidak ada gangguan

pada sistem persyarafan pasien . ini data yang biasanya

ditemukan pada pasien asma bronkial dengan diagnosis

keperawatan pola nafas tidak efektif tidak adanya gangguan pada

persyarafan didukung oleh hasil penelitian Rahmawati (2019)

diamna pada pengkajian persyarafan tidak ada gangguan.

k) Pemeriksaan Penunjang

Tabel 4.20
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Laboratorium Pemeriksaan
Hemoglobin 19gr/dL (N= 14,0-18,0)
102

Leukosit 93/UI (N= 4.0-10)


Trombosit 1493/UI (N= 150-400)
Hematrokrit 50% (N= 42-52)

Data pada tabel 4.20 diatas terlihat pada hb pasien

pengalami penaikan, leukosit pasien normal, trombosit pasien

dibawah normal . ini merupakan data yang biasanya

ditemukan pada pasien asma bronkial dengan diagnosis

keperawatan pola nafas tidak efektif pada pemeriksan

penunjang tidak ada gangguan namun pada hb dan ht adanya

berbedaan dari nilai rujukan dimana ini karena terganggunya

pada pola nutrisi dan pola istirahat tidur pasien, ini didukung

oleh hasil penelitian Rahmawati (2019) dimana pada data

penunjang tidak adanya gangguan.

h) Pengobatan

Tabel 4.21
Program pengobatan

Pengobatan kolaborasi Kegunaan/manfaat


Pemberian oksigen Untuk memenuhi
kebutuhan oksigen
yang tidak terpenuhi
Pemberian terapi nebulizer Untuk mencairkan
secret dan
memperlebar jalan
nafas
Pemberian Untuk mengurangi
103

obat(salbutamol,ranitidine,privaresti gejala asma


mat, budenofalk)

Pengobatan mandiri Kegunaan/manfaat


Pemberian posisi semi Untuk mengurangi sesak nafas
fowler
Latihan nafas dalam dan Untuk meningkatakn ventilasi
batuk efektif dan pembersihan saluran nafas.

Data pada tabel 4. 21 diatas terlihat bahwa program

pengobatan pasien dengan asma bronkial asa 2 yakni program

kolaborasi dan mandiri, dimana ada pemberian terapi nebulizr,

pemberian oksigen, terapi pemberan obat sedangkan pada

tindakan mandiri yakni pemberian semi fowler dan latihan

nafas dalamdan batuk efektif. Ini merupakan data yang

biasanya ditemukan pada pasien asma bronkial dengan

diagnosis keperawatan pola nafas tidak efektif pada program

pengobatan kalobarasi dilakukan pemberian oksigenasi untuk

pemenuhan oksigen yang tidak terpenuhi, pemberian terapi

nebulizer, salbutamol (untuk membuka saluran nafas),

ranitidine (menghilangkan nyeri), budenofalk (pengobatana

asma jangka panjang). Pada pengobatan mandiri dilakukan

pemberian posisi semi fowler Untuk mengurangi sesak nafas ,

latihan nafas dalam dan batuk efektif Untuk meningkatakn

ventilasi dan pembersihan saluran nafas ini sesuai dengan

hasil penelitian Rahmawati (2019), Saini (2019), Risa (2021)


104

dan Hasanah (2016) yang mana pada program pengobatan

kalaborasi mengunakan terapi oksigen, nebulizerdan

pemberian obat. pada pengobatan mandiri dilakukan

pemberian posisi semi fowler, latihan nafas dalam dan batuk

efektif.

4.1.4 Analisa data

Tabel 4.22
Analisa Data

No Data Fokus Masalah


Etiologi
Keperawatan

1. DS :
Ekspirasi Pola Nafas Tidak
1. Pasien mengatakan
Efektif
tidak dapat bernafas
normal Pernafasan
2. Pasien mengatakan
Pendek
dadanya terasa sesak
saat menarik nafas
3. Pasien mengatakan Saluran
Sulit untuk bernafas
Pernafasan
DO :
Menyempit
1. Pasien tampak sulit
Bernafas
2. Pasien tampak
Pola nafas tidak
mengunakan otot bantu
efektif
pernafasan adanya suara
tambahan wheezing.
3. Pasien tampak
memegang dadanya
saat menarik nafas
105

4. Klien tampak
terengah- engah saat
bernafas dan meringis
5. TTV :
TD : 180/90 mHg
S : 37,6℃
N : 107x/i
RR : 26x/i

4.2 Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data diatas maka diagnosis

keperawatan yang ditegakkan pada Ny.G adalah pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan hambatan upaya nafas dibuktikan dengan pola nafas

abnormal (takipnea), penggunaan otot bantu pernafasan. Hal ini didukung

oleh hasil penilitian Risa (2021) dan Saini (2019) dimana pada pasien asma

bronkial masalah keperawatan yang diangkat juga pola nafas tidak efektif.
106

4.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 4.23
Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)

1. D.0005 Pola Nafas Tidak Efektif L.01004 Pola Nafas I.01011 Manajemen Jalan Nafas

b/d Upaya Hambatan Nafas Ekspetasi : membaik Observasi

Kriteria hasil: - monitor pola nafas

Gejala dan Tanda Mayor - ventilasi semenit meningkat ((frekuensi,kedalaman,usaha nafas)

Subjektif : - kapasitas vital meningkat - monitor bunyi nafas tambahan (mis.

2. dispnea - diameter thoraks anterior- Gurgling,mengi,wheezing,ronkhi

Objektif : posterior meningkat kering)

3. penggunaan otot bantu - tekanan ekspirasi meningkat Terapeutik

pernapasan - tekanan inspirasi meningkat - pertahankan kepatenan jalan nafas

4. fase ekspirasi memanjang pola - dipspnea menurun dengan head-tilt dan chin- lift (jaw-

napas abnormal (mis. takipnea, - penggunaan otot bantu nafas thrust jika curiga trauma servikal)
107

bradipnea, hiperventilasi, menurun - posisikan semi-fowler atau fowler

kussmaul, cheyne-stokes) - pemanjangan fase ekspirasi - berikan oksigen,jika perlu

menurun

Gejala dan Tanda Minor - orthopnes menurun Edukasi

Subjektif : - pemasangan pursed-tip - ajarkan teknik batuk efektif

2. ortopnea menurun

Objektif - pemasangan cuping hidung Kalaborasi

8. pernapasan pursed-lip menurun - kaloborasi pemberian

9. pernapasan cuping hidung - frekuensi nafas membaik bronkodilator,ekspetoran,mukolitik,jika

10. diameter thoraks anterior- - kedalamam nafas membaik perlu.

posterior meningkat - ekskurasi dada membaik38

11. ventilasi semenit menurun I.01014 Pemantauan Respirasi

12. kapasitas vital menurun Observasi

13. tekanan ekspirasi menurun - Monitor frekuensi, irama kedalaman

38
PPNI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenisi dan kriteria hasil Keperawatan, Edisi 1. Akarta : DPP PPNI
108

14. tekanan inspirasi menurun dan upaya napas

ekskursi dada berubah37 - Monitor pola napas (seperti bradipnea,

takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,

Cheyne- Stokes, Biot, ataksik)

- Monitor kemampuan batuk efektif

Terapeutik

- Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

- Informasikan hasil pemantauan, jika

perlu39

37
PPNI 2016 . Standar Diangnosis Keperawatan Indonesia :defenisi dan indikator diagnostik,Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
39
PPNI 2018. Stadar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
109

Berdasarkan tabel 4.23 diatas, penulis mendapatkan intervensi

berdasarkan masalah keperawatan dan diagnosa bahwa pola nafas tidak efektif

b.d upaya hambatan nafas dapat dilakukan intervensi dengan beberapa tahap

dan akan dilakukan melalui implementasi dan akan dievaluasi guna melihat

perkembangan pasien apakah berhasil perawat dalam melakukan intervensi dan

mengimplementasikannya selama Asuhan Keperawatan diberikan. Hal ini

sesuai dengan hasil penilitian yang diambil oleh peneliti yaitu Arifian (2018),

Saini (2019), Hasanah (2016), Rahmawati (2019) dan Risa (2021) bahawa

dalam intervensi dengan masalah keperawatanpola nafas tidak efektif , peneliti

melakukan tindakan manidiri seperti memberian posisi semi fowler, latihan

nafas dalam. Pada tindakan kalaborasi dilakukan pemberikan oksigen, terapi

nebulizer dan pemberian obat.


110

4.4 Implementasi Keperawtan

Tabel 4.24
Catatan Keperawatan

Nama Pasien : Ny.G

Umur : 58 tahun

No. Hari Ke Diagnosis Implementasi Evaluasi Ttd


Keperawatan
1. Hari Pola nafas 1. Memposisikan Subjektif : klien
pertama tidak efektid pasien untuk mengatakan sesak,
berhubungan memaksimalkan batuk, mual
dengan ventilasi : posisi
hambatan semi fowler Objektif:
upaya nafas 2. 1. Keadaan umum
Mengauskultasi lemah
suara nafas: 2. Klien tampak
terdengar suara gelisah
nafas 3. Adanya
wheezing pada diaphoresis
paru kanan dan (keringat
kiri yang

Memonitor berlebih)

kecepatan, irama, 4. RR 26 x/menit

kedalaman dan 5. Batuk non

kesulitan bernafas produktif

: RR: 26 x/menit 6. Suara nafas

Irama nafas wheezing

irregular kanan kiri

4. Mencatat 7. Bernafas
mudah
111

pergerakan dada, 8. Tidak


catat didapatkan
ketidaksimetrisan, penggunaan
penggunaan otot- otot bantu
otot bantu nafas. pernafasan
9. Tidak ada
suara nafas
tambahan

Assesment:
Masalah teratasi
sebagian

Planing: Lanjutkan
intervensi
1. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
2. Auskultasi suara
nafas
3. Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
kesulitan bernafas
4. Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-
otot bantu nafas
112

5. Monitor
kemampuan batuk
pasien
6. Monitor saturasi
oksigen pada
klien yang
tersedasi
7. Berikan alat bantu
nafas
8. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan status
pernafasan
dengan tepat
9. Kolaborasi
dengan tim medis
untuk terapi

2. Hari kedua Pola nafas 1. Memposisikan Subjektif : klien


tidak efektid pasien untuk mengatakan sesak,
berhubungan memaksimalkan batuk
dengan ventilasi : posisi
hambatan semi fowler Objektif:
upaya nafas 2. 1. Keadaan umum
Mengauskultasi lemah
suara nafas: 2. RR 26 x/menit
terdengar suara 3. Batuk non
nafas produktif
wheezing pada 4. Suara nafas
paru kanan dan wheezing
113

kiri kanan kiri

Memonitor 5. Bernafas mudah

kecepatan, irama, 6. Tidak

kedalaman dan didapatkan

kesulitan bernafas penggunaan otot

: RR: 26 x/menit bantu pernafasan

Irama nafas 7. Tidak ada suara

irregular nafas tambahan

4. Mencatat
pergerakan dada, Assesment:

catat Masalah teratasi

ketidaksimetrisan, sebagian

penggunaan otot-
otot bantu nafas. Planing: Lanjutkan
intervensi

1. P: Lanjutkan
intervensi no:
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
2. Auskultasi suara
nafas
3. Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
kesulitan bernafas
4. Catat pergerakan
dada, catat
114

ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-
otot bantu nafas
5. Monitor
kemampuan batuk
pasien
6. Monitor saturasi
oksigen pada
klien yang
tersedasi
7. Berikan alat bantu
nafas
8. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan status
pernafasan
dengan tepat
Kolaborasi dengan tim
medis untuk terapi
3. Hari ketiga Pola nafas 1. Memposisikan Subjektif : klien
tidak efektid pasien untuk mengatakan sesak
berhubungan memaksimalkan batuk
dengan ventilasi : posisi
hambatan semi fowler Objektif:
upaya nafas 2. 1. Keadaan umum
Mengauskultasi lemah
suara nafas: 2. RR 20 x/menit
terdengar suara 3. Suara nafas
nafas wheezing
wheezing pada kanan kiri
115

paru kanan dan 4. Tampak


kiri pernafasan
3. Memonitor cuping
kecepatan, irama, hidung
kedalaman dan 5. Bernafas mudah
kesulitan bernafas 6. Tidak didapatkan
: RR: 6 x/menit penggunaan otot
Irama nafas bantu pernafasan
irregular 7. Tidak ada suara
4. Mencatat nafas tambahan
pergerakan dada,
catat Assesment:
ketidaksimetrisan, Masalah teratasi
penggunaan otot-
otot bantu nafas. Planing: Lanjutkan
intervensi
1. P: Lanjutkan
intervensi no:
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
2. Auskultasi suara
nafas
3. Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
kesulitan bernafas
4. Monitor
kemampuan batuk
116

pasien
5. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan status
pernafasan
dengan tepat
6. Kolaborasi
dengan tim medis
untuk terapi

Dari tabel 4. 24 diatas terlihat bahwa setelah dilakukan implementasi selama 3

hari pada pasien dengan asma bronkial dengan masalah keperawatan pola nafas tidak

efektif bisa terasi ini dibuktikan oleh penelitian risa (2021) setelah dilakukan tindakan

pemberian posisi semi fowler, latihan nafas dalam, batuk efektif dan tindakan

kolaborasi pemberian oksigen selama 3 hari didapatkan hasil RR pasien mulai normal,

sesak berkurang, tidak menggunakan alat bantu pernafasan sehingga dapat disimpulkan

bahwa masalah keperawatannya teratasi dengan tindakan tersebut. Hal ini juga

didukung oleh hasil penilitian Saini (2019) yang memberikan tindakan keperawatan

dan ditambah dengan tindakn kolaborasi pemberian obat salbutamol tablet 2x1, terapi

nebulizer dengan obat ventolin selama 3 hari dan saat dievaluasi masalah pasien juga

teratasi.
117

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil Studi Literatur yang dilakukan tentang penatalaksanaan

Asuhan Keperawatan Pada Wanita Dewasa Dengan Diagnosa asma bronkial

tahun 2021, peniliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Ketika melakukan pengkajian pada pasien asma bronkial pada

perempuan dewasa dengan amsalah keperawatan pola nafas tidak efektif

pengkajian yang khas adalah pada tanda-tanda vitas dimana pemeriksaan fisik

didapatkan TD meningkat(n= 100/80 mmHg), suhu meningkat(36,4-37,4oC),

Frekwensi Nadi cepat (n= 60-100 x/i), terjadi distress pernafasan (n= 16-20

x/i), konjungtiva anemis, terdengar bunyi napas tambahan wheezing, terlihat

penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung.

2. Diagnosis

Ketika menegakkan diagnosis berdasarkan pengkajian yang didapat dimna

data mayor terpenuhi dimana pasien asma bronkial akan mengeluh sesak

nafas, nyeri pada dada, ttv meningkat sehingga diagnosis yang diangkat

adalah pola nafa tidak efektid berhubungan dengan upaya hambatan nafas

dibuktikan dengan sesak nafas, penggunaan otot bantu pernafasan.

3. Intervensi

Intervensi yang direncanakan dalam teori hanya beberapa yang

diintervensikan tergantung pada masalah keperawatan yang ditemukan dan

kondisi itu sendiri , yaitu Manajemen Jalan Nafas dan pemantauan respirasi
118

untuk kalaborasi yaitu pemberian oksigen, terapi nebulizer dan pemberian

obat.

4. Implementasi

Implementasi membeikan yaitu: posisi semi fowler, megajarkan latihan nafas

dalam dan batuk efektif, memantau ttv untuk kolaborasi yaitu pemberian

oksigen, terapi nebulize dan pemberian obat seperti ranitidine, salbutamol,

privarestimat, budenofalk.

5. Evaluasi

Setelah dilakukannya intervensi setelah tiga hari dengan intervensi yang

disesuaikan dengan SLKI dan SIKI yakni pemebrian posisi semi fowler dan

latihan nafas dalam dan batuk efektif , untuk kolaborasi pemberian terapi

oksigen dan nebulizer masalah keperawatan pola nafas tidak efetik teratasi.

5.2. Saran

Diharapkan ketika melakukan asuhan keperawatan pasien asma bronkial

dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif saat melakukan

pengkajian memperhatikan aspek khusus yaitu pada tanda-tanda vital pasien

biasanya pada penderita asma bronkial maka akan terjadi peningkatan pada

TTV nya, penegakkan diagnosis yang dilakukan berdasarkan pemenuhan

aspek data mayor yang sesuai pada SDKI diman pasien mengeluh sesak nafas,

sakit pada daerah dada, terlihat penggunaan otot bnatu pernafasan dan

tambahan suara nafas yaitu wheezing, intervensi dan implementasi yang

diberikan yakni sesuai SIKI dan SLKI namun disesuaikan dengan kondisi

pasien dimana intervensi dan implementasi yang diberikan yakni pemberian

posisi semi fowler dan latihan nafas dalam dan batuk efektif, kolaborasi
119

pemberian terapi oksigen dan nebulizer, evaluasi yang dilakukan yaitu melihat

apakah intervensi yang diberikan berhasil atau tidak, setelah tiga hari

dilakukan terapi pasien degan asma bronkial dengan masalah pola nafas tidak

efektif teratasi dan bisa pulang ke rumah.

Anda mungkin juga menyukai