Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTORIAL KASUS II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN EMBOLI PARU

KEPERAWATAN KRITIS

Dosen pembimbing: Ns. Nurhusna., S.Kep., M.Kep.

Disusun oleh :

KELOMPOK 3A

Hanif Riyeldi Ramadan G1B119005


Wahyu Eka Saputri G1B119013
Hani Fransiska Purba G1B119019
Eva Daya Nababan G1B119025
Rizki Dini Maharini G1B119029
Silvana Medilia Caesar G1B119035
Vitria G1B119041
Lala Delva Santi G1B119045
Reny Haryani G1B119051
Nadia Rifelda G1B119065
Fiqri Gumilang G1B119071
Rany Rizma Al Fatiha H G1B119073
Nurfajrindah G1B119079
Agvira Destri Ramadhini G1B119083
Dimas Hendri Putra G1B119089

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT zat penguasa alam semesta yang telah
memberikan taufiq, rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga kami dapat
menyusun dan menyelesaikan Makalah tentang “ Konsep Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Emboli Paru”.

Kami menyadari bahwa Laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan Laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin. Dan
akhirnya semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca.
Terimakasih.

Jambi, 08 November 2022

Kelompok 3A

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................2
1.4 Manfaat....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Defenisi Emboli Paru..............................................................................3
2.2 Tanda dan Gejala Emboli Paru.............................................................3
2.3 Etiologi Emboli Paru...............................................................................3
2.4 Patofisiologi Emboli Paru.......................................................................3
2.5 Diagnosis Emboli Paru............................................................................5
2.6 Diagnosis Banding...................................................................................6
2.7 Pemeriksaan Penunjang Emboli Paru..................................................6
2.8 Penatalaksanaan Emboli Paru...............................................................9
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Emboli Paru.............10
2.10 Asuhan Keperawatan Kasus................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................24
3.1 Kesimpulan............................................................................................24
3.2 Saran.......................................................................................................24
REFERENSI.........................................................................................................25
LAMPIRAN..........................................................................................................26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark jaringan paru akibat
tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh peristiwa emboli.
Emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak,
cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan
mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.
Insiden sebenarnya dari PE tidak dapat ditentukan, karena sulit membuat
diagnosis klinis, tetapi PE merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pasien-
pasien di rumah sakit, dan telah dilaporkan sebagai penyebab lebih dari 200.000 kematian
di Amerika Serikat tiap tahunnya. PE masif adalah salah satu penyebab kematian
mendadak yang paliing sering, penyebab kematian kedua setelah penyakit arteri
koronaria. Penelitian-penelitian pada autopsy memperlihatkan bahwa sebanyak 60%
pasien yang meninggal di rumah sakit disebabkan oleh PE, namun sebanyak 70% kasus
tiak diketahui.
Penyebab utama dari suatu emboli paru adalah tromboemboli vena (venous
thromboembolism), namun demikian penyebab lain dapat berupa emboli udara, emboli
lemak, cairan amnion, fragmen tumor dan sepsis. Diagnosis suatu emboli paru dapat
ditegakkan dari penilaian gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang berupa foto toraks,
D-Dimer test, pencitraan ventilasiperfusi (ventilation-perfussion scanning), CT angiografi
toraks dengan kontras, angiografi paru, Magnetic Resonance Angiography, Duplex
ultrasound ekstremitas dan ekokardiografi transtorakal
Penatalaksanaan khusus emboli paru dapat berupa pemberian
antikoagulasi, antitrombolitik, terapi oksigen, meningkatkan status pernafasan dan
vaskuler. baik dengan intervensi pembedahan dan intervernsi kegawatdaruratan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja konsep emboli paru?
2. Bagaimana asuhan keperawatan teori pada emboli paru?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep dan asuhan keperawatan pada emboli
paru.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep emboli paru
2. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan teori emboli paru
3. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada kasus

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman secara
langsung sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh
selama di akademik, serta menambah wawasan dalam Konsep dan Asuhan
Keperawatan pada Emboli Paru.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi penulis
Merupakan salah satu sumber ilmu yang bermanfaat atau sebagai sarana untuk
menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman bagi kehidupan penulis ke
depan.
2. Bagi institusi Pendidikan
Dapat memberikan masukan sebagai sumber informasi bagi mahasiswa
selanjutnya. Dan sebagai bahan untuk menyebarluaskan informasi tentang
Konsep dan Asuhan Keperawatan pada Emboli Paru.
3. Bagi mahasiswa
Untuk tambahan ilmu pengetahuan serta wawasan terkait tentang Konsep dan
Asuhan Keperawatan pada Emboli Paru.

2
BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Emboli Paru


Emboli paru merupakan satu dari banyak penyakit pada vaskuler paru.
Emboli paru dapat terjadi karena substansi yang tidak larut masuk ke dalam vena
sistemik, terbawa aliran darah dan menyumbat di pembuluh darah pulmoner. Secara
terminologi, emboli paru atau lebih tepatnya tromboemboli paru merupakan
suatu trombus atau multipel trombus dari sirkulasi sistemik, masuk ke sirkulasi paru
sehingga menyumbat satu atau lebih arteri pulmonalis di bronkus.

2.2 Tanda dan Gejala Emboli Paru


Gejala yang sering dijumpai adalah sulit bernafas, nyeri dada yang memburuk
saat bernafas, batuk dan hemoptisis, dan palpitasi. Tanda klinis yang ditemukan
berupa hipoksia, stenosis, pleural friction rub, takipnea, dan takikardia. Dispnoe
merupakan gejala yang paling sering muncul, dan takipnue adalah tanda emboli paru
yang paling khas. Pada umumnya dispneu berat, sinkop, atau sianosis merupakan
tanda utama emboli paru yang mengancam nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan
bahwa emboli paru kecil dan terletak di arteri pulmonalis distal, berdekatan dengan
garis pleura.

2.3 Etiologi Emboli Paru


Kebanyakan kasus emboli paru di sebabkan oleh :
1. Bekuan darah
2. Gelembung udara
3. Lemak
4. Gimpalan parasit
5. Sel tumor

2.4 Patofisiologi Emboli Paru


Pada tahun 1856, Rudolf Virchow membuat suatu postulat bahwa ada tiga faktor
yang dapat menimbulkan suatu keadaan koagulasi intravaskuler, yaitu :
1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah

3
2. Hiperkoagulobilitas darah (blood hypercoagulability)
3. Statis vena

Trauma lokal pada dinding pembuluh darah dapat terjadi oleh karena cedera pada
dinding pembuluh darah, kerusakan endotel vaskuler khususnya dikarenakan
tromboflebitis sebelumnya. Sedangkan keadaan hiperkoagulobilitas darah dapat
disebabkan oleh therapi obat-obat tertentu termasuk kontrasepsi oral, hormone
replacement theraphy dan steroid. Di samping itu masih ada sejumlah faktor genetik
yang menjadi faktor predisposisi suatu trombosis. Sementara statis vena dapat terjadi
akibat immobilisasi yang berkepanjangan atau katup vena yang inkompeten yang
dimungkinkan terjadi oleh proses tromboemboli sebelumnya.

Bila trombi vena terlepas dari tempat terbentuknya, emboli ini akan mengikuti
aliran sistem vena yang seterusnya akan memasuki sirkulasi arteri pulmonalis. Jika
emboli ini cukup besar, akan dapat menempati bifurkasio arteri pulmonalis dan
membentuk saddle embolus. Tidak jarang pembuluh darah paru tersumbat karenanya.
Kedaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang akan
melepaskan senyawa - senyawa vasokonstriktor seperti serotonin, refleks
vasokonstriksi arteri pulmonalis dan hipoksemia yang pada akhirnya akan
menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis. Peningkatan arteri pulmonalis yang
tibatiba akan meningkatkan tekanan ventrikel kanan dengan konsekuensi dilatasi dan
disfungsi ventrikel kanan yang pada gilirannya akan menimbulkan septum
interventrikuler tertekan ke sisi kiri dengan dampak terjadinya gangguan pengisian
ventrikel dan penurunan distensi diastolik. Dengan berkurangnya pengisian ventrikel
kiri maka curah jantung sistemik (systemic cardiac output) akan menurun yang akan
mengurangi perfusi koroner dan menyebabkan iskemia miokard. Peninggian tekanan
dinding ventrikel kanan yang diikuti oleh adanya emboli paru massif akan
menurunkan aliran koroner kanan dan menyebabkan kebutuhan oksigen ventrikel
kanan meningkat yang selanjutnya menimbulkan iskemia dan kardiogenik shok.
Siklus ini dapat menimbulkan infark ventrikel kanan, kollaps sirkulasi dan kematian.

Secara garis besar emboli paru akan memberikan efek patofisiologi berikut :

1. Peningkatan resistensi vaskuler paru yang disebabkan obstruksi, neurohumoral,


atau baroreseptor arteri pulmonalis atau peningkatan tekanan arteri pulmonalis

4
2. Pertukaran gas terganggu dikarenakan peningkatan ruang mati alveolar dari
dampak obstruksi vaskuler dan hipoksemia karena hipoventilasi alveolar,
rendahnya unit ventilasi-perfusi dan shunt dari kanan ke kiri dan juga gangguan
transfer karbonmonoksida
3. Hiperventilasi alveolar dikarenakan stimulasi refleks oleh iritasi reseptor
4. Peningkatan resistensi jalan nafas oleh karena bronkokonstriksi
5. Berkurangnya compliance paru disebabkan oleh edema paru, perdarahan paru dan
hilangnya surfaktan.

2.5 Diagnosis Emboli Paru


Untuk menegakkan diagnosis emboli paru, perlu ditunjang dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan imaging. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dapat menegakkan diagnosis emboli paru, tetapi dapat dipergunakan untuk
menilai kemajuan terapi dan menilai kemungkinan diagnosis lainnya. Pada emboli
paru dapat ditemukan leukositosis lebih dari 20.000/mm3, hipoksemia akibat shunting
dan penurunan ventilasi, dan penurunan tekanan parsial CO2 kurang dari 35 mmHg
akibat mekanisme hiperventilasi. Selain itu dapat ditemukan peningkatan kadar
plasma D-dimer akibat proses fibrolisis endogen yang dilepas di sirkulasi saat
ditemukan adanya bekuan. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi
mencapai 94% tetapi spesifitias yang rendah (45%) karena D-dimer juga dilepaskan
pada keadaan lain seperti kanker, inflamasi, infeksi, nekrosis, dan diseksi aorta.
Apabila kadar D-dimer normal, maka diagnosis emboli paru dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan foto thoraks seringkali ditemukan adanya gambaran efusi
pleura ataupun atelektasis yang dapat muncul bersamaan dengan insidensi penyakit
ini. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain pada paru. Pada pemeriksaan elektokardiogram (EKG) kurang spesifik
apabila dilakukan pada penderita emboli paru ringan hingga sedang, karena dapat
memberikan gambaran normal. Tetapi pada penderita emboli paru berat, dapat
ditemukan gambaran :
1. Gelombang Q yang sempit diikuti dengan inversi gelombang T pada lead III
disertai dengan gelombang S pada lead I yang menandakan perubahan posisi
jantung akibat dilatasi atrium dan ventrikel kanan. Dapat ditemukan juga deviasi
axis ke kanan

5
2. P pulmonal
3. Right bundle branch block yang baru
4. Right ventricular strain dengan inversi gelombang T pada lead V1 hingga V4
5. Aritmia supraventrikuler atau sinus takikardia

2.6 Diagnosis Banding


Beberapa diagnosis banding dari emboli paru adalah pneumonia, bronkitis,
asma bronkial, penyakit paru obstruksi kronik eksaserbasi akut, infark miokard,
edema paru, anxietas, diseksi aorta, tamponade perikardial, kanker paru, hipertensi
pulmonal primer, fraktur kosta, pneumothoraks, kostokondritis, dan nyeri
musculoskeletal.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Emboli Paru


Pemeriksaan penunjang emboli paru mencakup :
1. Foto Toraks
Pembesaran arteri pulmonal yang semakin bertambah pada serial foto toraks
adalah tanda spesifik emboli paru. Foto toraks juga dapat menunjukkan kelainan
lain seperti efusi pleura atau atelektasis yang sering bersamaan insidensinya
dengan penyakit ini.. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menyingkirkan
keadaan lain khususnya pneumothorax.
2. Analisa Gas Darah

6
Gambaran khas berupa menurunnya kadar pO2 yang dikarenakan shunting akibat
ventilasi yang berkurang. Secara simultan pCO2 dapat normal atau sedikit
menurun disebabkan oleh keadaan hiperventilasi. Bagaimanapun juga sensitivitas
dan spesifisitas analisa gas darah untuk penunjang diagnostik emboli paru relatif
rendah.
3. D-dimer
Plasma D-dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh proses
fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya bekuan.
Pemeriksaan ini merupakan skrining yang bermanfaat dengan sensitivitas yang
tinggi (94%) namun kurang spesifisitas (45%). D-dimer dapat meningkat pada
beberapa keadaan seperti recent MCI . Spesifisitas D-dimer secara ELISA untuk
memprediksi emboli paru meningkat bila ratio D-dimer / fibrinogen > 1000.
4. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan EKG tidak dapat dipercaya dalam diagnosis emboli paru terutama pada
kasus yang ringan sampai sedang. Pada keadaan emboli paru massif dapat terjadi
perubahan EKG antara lain : - Pola S1 Q3 T3 , gelombang Q yang sempit diikuti
T inverted di lead III, disertai gelombang S di lead I menandakan perubahan posisi
jantung yang dikarenakan dilatasi atrium dan ventrikel kanan. - P Pulmonal -
Right bundle branch block yang baru - Right ventricular strain dengan T inverted
di lead V1 sampai V4
5. Scanning
Ventilasi-Perfusi Pemeriksaan ini sudah menjadi uji diagnosis non invasive yang
penting untuk sangkaan emboli paru selama bertahun-tahun. Keterbatasan alat ini
pada kasus alergi kontras, insufisiensi ginjal, atau kehamilan.
6. Spiral Pulmonary Computed Tomography scanning
Test ini sangat sensitive dan spesifik dalam mendiagnosis emboli paru dan dapat
dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalani pemeriksaan scanning
ventilasi-perfusi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan injeksi kontras
medium melalui vena perifer dan dapat mencapai arteri pulmonalis yang
selanjutnya memberikan visualisasi arteri pulmonal sampai ke cabang
segmentalnya.
7. Pulmonary Scintigraphy
Dengan menggunakan radioaktif technetium, ini merupakan suatu tekhnik yang
cukup sensitive untuk mendeteksi gangguan perfusi. Defisit perfusi dapat

7
dikarenakan oleh ketidakseimbangan aliran darah ke bagian paru atau disebabkan
masalah paru seperti efusi atau kollaps paru. Untuk menambah spesifisitasnya,
tekhnik ini selalu dikombinasi dengan ventilation scan dengan menggunakan
radioaktif gas xenon. Gambaran yang menunjukkan nonperfusi tapi adanya zona
ventilasi menunjukkan emboli paru. Bagaimanapun juga pada penderita dengan
penyakit paru sebelumnya, nilai diagnostik pemeriksaan ini menjadi menurun.
8. Angiografi paru
Pemeriksaan ini merupakan baku emas (gold standard) dalam diagnostik emboli
paru. Namun tekhnik ini merupakan penyelidikan invasif yang cukup berisiko
terutama pada penderita yang sudah kritis. Karenanya saat ini peran angiografi
paru sudah digantikan oleh spiral CT scan yang memiliki akurasi yang sama.
9. Magnetic Resonance Angiografi (MRA)
Alat ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang sama dengan CT angiografi,
bahkan dapat digunakan tanpa kontras sehingga aman untuk pasien dengan
gangguan ginjal. Namun alat ini tidak dianjurkan pada pasien gawat karena
adanya bahan metal seperti infus peralatan bantu nafas, dll.
10. Duplex Ultrasound Ekstremitas
Merupakan pencitraan non invasif pada kasus dengan sangkaan trombosis vena
dalam yang simptomatik pada tungkai maupun lengan yang relatif mudah dan
akurat. Ultrasound bermanfaat pada sangkaan emboli paru yang kuat dengan skor
Wells > 7.
11. Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal muncul sebagai alat diagnostik non invasif yang
berperan dalam menilai suatu pressure overload dari ventrikel kanan yang dapat
diakibatkan oleh emboli paru massif. Penderita emboli paru akut menunjukkan
pergerakan dinding segmental abnormal yang spesifik yang sering disebut sebagai
tanda McConnell, hipokinesis dinding disertai pergerakan apeks ventrikel kanan
yang masih normal. Dilatasi ventrikel kanan merupakan tanda tidak langsung dari
beban ventrikel kanan yang berlebihan. Rasio pengukuran ventrikel kanan
dibanding ventrikel kiri ≥ 1 pada pengambilan gambar apical four chamber. Pada
teknik pengambilan gambar parasternal short axis akan terlihat septum
interventrikuler menjadi datar dan menyebabkan gambaran ekokardiografi D
shape ventrikel kiri. Tanda lain dari disfungsi ventrikel kanan adalah regurgitasi
tricuspid dengan kecepatan ≥ 2,6 m/detik dan dilatasi vena kava inferior.

8
12. Biomarker jantung
Troponin T (Trop T) adalah marker jantung yang sangat sensitif dan spesifik
untuk suatu nekrosis sel miokard. Pada pasien emboli paru terjadi sedikit
peningkatan kadar Trop T dibandingkan dengan peningkatan yang cukup tinggi
pada kasus sindroma koroner akut (nilai abnormal terendah 0,03-0,1 ng/ml).
Kadar Trop T berkorelasi dengan disfungsi ventrikel kanan, dimana iskemi
miokard terjadi akibat gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen dari ventrikel kanan sehingga terjadi pelepasan Trop T ke dalam sirkulasi
tanpa adanya penyakit jantung koroner.
Natriuretic peptide merupakan suatu marker yang berguna untuk diagnostik dan
prognostik gagal jantung kongestif. Peregangan sel miosit jantung akan
merangsang sintesa dan sekresi BNP. Pro BNP dalam miosit ventrikel yang masih
normal tidak disimpan dalam jumlah yang besar. Peningkatan kadar BNP dan Pro
BNP berhubungan dengan disfungsi ventrikel kanan pada pasien dengan emboli
paru. Kadar BNP ≥ 50 pg/ml memberikan nilai prognostik emboli paru yang
buruk.

2.8 Penatalaksanaan Emboli Paru


Penatalaksanaan emboli paru mencakup terapi yang bersifat umum dan
khusus, antara lain :
1. Tirah baring di ruang intensif
2. Pemberian oksigen 2-4 l/menit
3. Pemasangan jalur intravena untuk pemberian cairan
4. Pemantauan tekanan darah
5. Stocking pressure gradient (30-40 mmHg, bila tidak ditoleransi gunakan 20-30
mmHg)

Sementara terapi bersifat khusus adalah :

1. Trombolik : diindikasikan pada emboli paru massif dan sub


massif Sediaan yang diberikan :
a. Streptokinase 1,5 juta dalam 1 jam
b. rt-PA (alteplase) 100 mg intravena dalam 2 jam
c. urokinase 4400/kg/jam mg intravena dalam 2 jam

9
d. dilanjutkan dengan unfractionated heparin/low molecular weight heparin
selama 5 hari
2. Ventilator mekanik diperlukan pada emboli paru non massif/non sub massif
3. Anti inflamasi nonsteroid bila tidak ada komplikasi perdarahan
4. Embolektomi dilakukan bila ada kontraindikasi heparinisasi/trombolitik pada
emboli paru massif dan sub massif
5. Pemasangan filter vena cava dilakukan bila ada perdarahan yang memerlukan
transfuse, emboli paru berulang meskipun telah menggunakan antikoagulan
jangka Panjang

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Emboli Paru


1. Pengkajian
a) Identitas pasien
b) Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara
umum perawat menanyakan tentang:
1) Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting
kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu
sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-
hal :
- Usia mulainya merokok secara rutin
- Rata - rata jumlah rokok yang dihisap perhari
- Usia melepas kebiasaan merokok.
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-
paru sekurang - kurangnya ada tiga, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui
satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak
dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.

1
2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi
udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis
kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.
 Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul pada klien emboli paru antara lain : batuk, peningkatan produksi
sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
1) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem
pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3
bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu
yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau
hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah
produktif atau non produktif, kongesti, kering.
2) Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas
pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji
tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika
klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea, kaji juga kemungkinan
timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang
berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
3) Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan.
Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru,
perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya
berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera
oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara
lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis,
Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia,
kanker paru dan abses paru.

1
4) Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung
dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong
perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal,
cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang
sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan
trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan perasaan
nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang
berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.
c) Pemeriksaan Fisik
1) Pola aktifitas / istirahat
Gejala : kelelahan, dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring
lama.
Tanda : gelisa, lemah, imsomnia, kecepatan jantung tak normal
2) Pola makana dan cairan
Gejala : kehilang napsu makan, mual / muntah.
Tanda : berkeringat, edema tungkai kiri atas glukosa dalam urin
3) Pola eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin
Tanda : urin kateter terpasang, bising usus samar
4) Sistim kardiovaskuler
Tanda : takikardia
5) Sistem respirasi
Gejala : kesulitan bernapas
6) Sistem neurosensory
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, sakit kepala daerah frontal
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi
7) Integrasi ego
Gejala : perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan,
perubahan pola hidup, takut mati.
Tanda : ketakutan, gelisah, ansietas, gemetar, wajah tegang, peningkatam
keringat.
8) Keamanan
Gejala : adanya trauma dada

1
Tanda : berkeringat, kemerahan,kulit pucat

2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan
kemampuan paru
2) Nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi
4) Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja
ventrikel kanan
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam
jaringan

3. Intervensi Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan
kemampuan paru
Tujuan : Pola nafas efektif
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan pola napas normal/efektif dng gda normal.
b. Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia

Tindakan :

a) Identifikasi etiologi atau faktor pencetus Mengetahui etiologi dan


faktor pencetus
b) Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda
vital) Dapat mengakaji fungsi pernafasan
c) Auskultasi bunyi napas Dapat mendengarkan bunyi nafas normal atau
tidak
d) Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus Dapat
mengetahui penumpukan sekret atau benda asing lain
e) Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
Untuk memudahkan klien bernafas
f) Berikan oksigen melalui kanul/masker Memaksimalkan pernafasan dan
menurunkan kerja nafas

1
2) Nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
b. Pasien tampak tenang

Tindakan :

a) Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri Dapat


mengetahui skala nyeri pada klien
b) Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan
relaksasi Klien dapat mengerti tentang manajemen nyeri dengan
distraksi dan relaksasi
c) Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri Dapat mengurangi rasa
nyeri yang diderita klien
d) Berikan analgetik sesuai indikasi Dapat digunakan mengurangi rasa
nyeri
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi
Tujuan : Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal
Kriteria hasil : Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal
dan warna kulit merah muda.
Tindakan :
a) Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan. Mengetahui
normal atau tidaknya pernafasan
b) Berikan tambahan oksigen Memaksimalkan permafasan dan
menurunkan pernafasan
c) Pantau saturasi oksigen Menyeimbangkan oksigen antara inspirasi dan
ekspirasi
d) Koreksi keseimbangan asam basa. Mengetahui normal tidaknya
pertukaran gas
e) Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru. Untuk
memudahkan pernafasan
f) Latih batuk efektif dan nafas dalam dapat mengurangi atau
mengeluarkan secret

1
4) Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja
ventrikel kanan
Tujuan : Denyut nadi klien kembali normal
Kriteria hasil : Denyut jantung kembali normal
Tindakan :
a) Kaji denyut jantung tiap 4 jam sekali
b) Mengetahui normal tidakny denyut jantung
c) Auskultasi denyut jantung Dapat mengetahui bunyi jantung
d) Berikan lingkungan tenang, nyaman, dan kurangi aktivitas Agar pasien
dapat istirahat dengan tenang
e) Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur Untuk
mengurangi kerja jantung
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam
jaringan

Tujuan : Pasien tidak intoleransi aktivitas lagi

Kriteria hasil :

a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan


b. Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi

Tindakan :

a) Kaji respon aktivitas Mengetahui seberat atau sebesar apakah aktivitas


yang dapat dilakukan oleh klien
b) Instruksi pasien tentang teknik penghematan energi Pasien dapat
menghemat energinya sendiri
c) Beri dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap
jika intoleransi kembali. Pasien dan keluarga dapat melakukan perawat
diri sendiri apabila intoleransi Kembali

2.10 Asuhan Keperawatan Kasus


1. Pengkajian
a) Identitas Klien
Nama : -

1
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Diagnosa Medis : Emboli Paru

b) Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama : klien datang dengan hipotensi dan dyspnea juga
mengalami kardiomiopati
- Riwayat Penyakit sekarang : pasien mengalami kardiomiopati dilatasi dan
thrombosis vena dalam (DVT), perkiraan fraksi ejeksi ventrikel kiri 15%
pada ekokardiogram transtoraks sebelumnya.
- Riwayat penyakit terdahulu : riwayat AIDS di masa lalu di rawat di ICU

c) Pemeriksaan Fisik
- TTV :
Nadi : 142 x/menit
RR : -
Suhu : 39 C
Tekanan darah : 90/60 mmHg
SpO2 inspirasi : 99%
SpO2 NRM : 100%

d) Pemeriksaan penunjang
- Hasil CT-Scan : dada menunjukkan emboli paru di arteri pulmonalis
utama bilateral
Analisa
Data

No. Data Etiologi Masalah

1
1. DS : Penurunan aliran Perfusi jaringan
- Dispnea arteri dan/atau vena perifer tidak efektif
DO :
- Terdapat trombosis vena dalam (DVT)
- Hasil CT-Scan pulmonary angiogram
menunjukkan adanya trombus besar di arteri
pulmonalis utama dengan oklusi tidak

1
lengkap
- Hasil Ct-Scan menunjukkan emboli paru di
arteri pulmonalis utama bilateral
- TTV
TD: 90/60 mmHg
HR: 142x/i
Suhu: 39oC
SpO2 saat inspirasi : 99%
SpO2 100% melalui NRM
2. DS : Hambatan upaya Pola nafas tidak
- Dispnea nafas efektif
DO :
- TTV :
TD: 90/60 mmHg
HR: 142x/i
Suhu: 39oC
SpO2 saat inspirasi : 99%
SpO2 100% melalui NRM
3. DS : Proses penyakit Hipertermia
DO :
- TTV :
TD: 90/60 mmHg
HR: 142x/i
Suhu: 39oC
SpO2 saat inspirasi : 99%
SpO2 100% melalui NRM
4. DS : Risiko gangguan
DO : sirkulasi spontan
- Terdapat trombosis vena dalam (DVT)
- Hasil CT-Scan pulmonary angiogram
menunjukkan adanya trombus besar di arteri
pulmonalis utama dengan oklusi tidak
lengkap

1
- Hasil Ct-Scan menunjukkan emboli paru di
arteri pulmonalis utama bilateral

2. Diagnosa Keperawatan
1) Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri d.d
pemeriksaan CT-Scan adanya trombus besar di arteri pulmonalis utama
dengan oklusi tidak lengkap, emboli paru di arteri pulmonalis utama bilateral
2) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d emboli paru di arteri
pulmonalis utama bilateral
3) Hipertermi b.d proses penyakit d.d pemeriksaan TTV suhu 39oC
4) Risiko gangguan sirkulasi spontan d.d emboli paru di arteri pulmonalis utama
bilateral

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Perfusi jaringan Tujuan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
perifer tidak efektif Setelah dilakukan Observasi
b.d penurunan aliran tindakan keperawatan 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
arteri d.d pemeriksaan diharapkan perfusi nadi perifer, edema, pengisian
CT-Scan adanya perifer meningkat. kalpiler, warna, suhu, angkle
trombus besar di arteri (L.02011) brachial index)
pulmonalis utama Kriteria Hasil 2. Identifikasi faktor resiko
dengan oklusi tidak 1. Kekuatan nadi gangguan sirkulasi (mis.
lengkap, emboli paru perifer meningkat Diabetes, perokok, orang tua,
di arteri pulmonalis 2. Kulit tampak tidak hipertensi dan kadar kolesterol
utama bilateral pucat tinggi)
3. Pengisian kapiler 3. Monitor panas, kemerahan,
membaik nyeri, atau bengkak pada
4. Akral membaik ekstremitas
5. Turgor kulit Terapeutik
membaik 1. Hindari pemasangan infus atau

1
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada
area yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
6. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
7. Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi

2
vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
10. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
2. Pola nafas tidak Tujuan Manajemen Jalan Nafas
efektif b.d hambatan Setelah dilakukan (1.01011)
upaya nafas d.d tindakan keperawatan Observasi
emboli paru di arteri diharapkan pola nafas 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
pulmonalis utama membaik. (L.010004) kedalaman, usaha nafas)
bilateral Kriteria Hasil 2. Monitor bunyi nafas tambahan
1. Kapasitas vital (misalnya gurgling, mengi,
meningkat wheezing, ronki)
2. Tekanan ekspirasi 3. Monitor sputum (jumlah,
meningkat warna, aroma)
3. Tekanan inspirasi Terapeutik
meningkat 1. Posisikan semi-fowler atau
4. Dispnea menurun fowler
5. Penggunaan otot 2. Berikan minum hangat
bantu nafas menurun 3. Lakukan fisioterapi dada, jika
6. Pernafasan cuping perlu
hidung menurun 4. Lakukan penghisapan lendir
7. Frekuensi nafas kurang dari 15 detik
membaik 5. Berikan oksigen, jika perlu
8. Kedalaman nafas Edukasi
membaik 1. Anjurkan asupan cairan 2000
9. Ekskursi dada ml/hari, jika tidak
membaik kontraindikasi

2
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu.
3. Hipertermi b.d proses Tujuan : setelah Kompres hangat
penyakit d.d dilakukan tindakan Observasi
pemeriksaan TTV keperawatan suhu dalam 1. Identifikasi penyebab
suhu 39oC rentang normal. hipertermia (mis. Dehidrasi,
Kriteria hasil: terpapar lingkungan panas,
a) Suhu tubuh dalam penggunaan incubator)
rentang normal 2. Monitor suhu tubuh
b) Nadi dan respirasi 3. Monitor kadar elektrolit
dalam rentang 4. Monitor haluaran urine
normal 5. Monitor komplikasi akibat
c) Tidak ada hipertermia
perubahan warna Terapeuttik
kulit dan tidak 1. Sediakan lingkungan
pusing yang dingin
d) Intervensi 2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami hiperhidosis
(Keringat berlebihan)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)

2
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika
perlu
4. Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
5. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
4. Risiko gangguan Setelah dilakukan Pertolongan pertama
sirkulasi spontan d.d intervensi keperawatan Observasi
emboli paru di arteri selama 3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi keamanan
pulmonalis utama sirkulasi spontan penolong, pasien dan
bilateral meningkat, dengan lingkungan
kriteria hasil: 2. Identifikasi respon pasien
1. Tingkat kesadaran dengan AVPU (alert,
meningkat verbal, pain, unresponsive)
2. Frekuensi nadi 3. Monitor tanda-tanda vital
membaik 4. Monitor karakteristik luka
3. Tekanan darah (mis: drainase, warna,
membaik ukuran, bau)
4. Frekuensi napas Terapeutik
membaik 1. Meminta pertolongan, jika
perlu
2. Lakukan RICE (rest, ice,
compression, elevation)
pada cidera otot ekstremitas
3. Lakukan penghentian
perdarahan (mis:
penekanan, balut tekan,
pengaturan posisi)
4. Bersihkan kulit dari racun

2
atau bahan kimia yang
menempel dengan sabun
dan air mengalir
5. Lepaskan sengatan dari
kulit
6. Lepaskan gigitan serangga
dari kulit menggunakan
pinset atau alat yang sesuai
Edukasi
1. Ajarkan Teknik perawatan
luka
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat-
obatan (mis: antibiotik
profilaksis, vaksin,
antihistamin, antiinflamasi,
dan analgetic), jika perlu

2
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Emboli paru merupakan satu dari banyak penyakit pada vaskuler paru. Emboli
paru dapat terjadi karena substansi yang tidak larut masuk ke dalam vena sistemik,
terbawa aliran darah dan menyumbat di pembuluh darah pulmoner. Gejala yang
sering dijumpai adalah sulit bernafas, nyeri dada yang memburuk saat bernafas, batuk
dan hemoptisis, dan palpitasi. Kebanyakan kasus emboli paru di sebabkan oleh
Bekuan darah, Gelembung udara, Lemak, Gimpalan parasit dan Sel tumor. Diaggnosa
yang sering muncul yaitu :
1. Pola nafas tidak efektif, dyspnea berhubungan dengan penurunan kemampuan
paru
2. Nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi
4. Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel
kanan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam
jaringan

3.2 Saran
Diharapkan kepada para pembaca dapat memahami isi dari makalah yang
telah kami susun. Beserta saran dan kritiknya akan selalu kami terima demi
penugasan selanjutnya yang lebih baik.

2
REFERENSI

1. Kusmana D, dkk. Standar Pelayanan Medik RS. Jantung Pembuluh Darah Harapan
Kita.Edisi ke-2. Jakarta.
2. Brunner & Suddrath. 1996. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta: Buku
kedokteran EGC
3. Sunu I. Emboli paru: Pencegahan dan tata laksana optimal pasien rawat inap. Dalam:
Harimurti GM, dkk, penyunting. 18th Weekend course on cardiology, common soils in
atherosclerosis: The base for prevention and intervention. Jakarta. 2006.h.9-18
4. Fedullo PF: Pulmonary embolism. Dalam: Robert AO, Valentin F, R.Wayne A,
penyunting. The heart manual of cardiology. Edisi ke-11. Boston: McGraw
Hill,2005.h.351-2
5. Goldhaber SZ: Pulmonary embolism. Dalam: Zipes, Libby, Bonow, Braunwald,
penyunting. Braunwald’s heart disease, a textbook of cardiovascular medicine. Edisi
ke-7. Philadelphia: Elsevier saunders,2005.h.1789-06
6. Kearon C. Diagnosis of pulmonary embolism. CAMJ 2003;168:183-194
7. Palareti G, dkk. Predictive value of D-dimer Test for recurrent venous
thromboembolism after anticoagulation withdrawl in subjects with a previuous
idiopathic event and in carriers of congenital thrombophilia. Circulation 2003;108:313-
18
8. Fedullo PF, dkk. The evaluation of suspected pulmonary embolism. N Engl J Med
2003;349:1247-56
9. Goldhaber SZ. Pulmonary embolism. N Engl J Med 1998;339:93-03
10. A, Price, Sylvia, dan M, Wilson,Clorraine, 2006, Patofisiologi: Edisi Ke – 6,EGC:
Jakarta.
11. Brunner & Suddrath. 1996. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku
kedokteran EGC.
12. Brunner & Suddrath. 2001. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku
kedokteran EGC.
13. Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta.

2
LAMPIRAN
HASIL NOTULENSI

KELOMPOK 3A TUTOR 2 PERTEMUAN KE-1

Kasus II ( Keperawatan Kritis )

Seorang wanita berusia 55 tahun dengan riwayat medis AIDS di masa lalu di rawat di
ICU. Pasien mengalami kardiomiopati dilatasi (perkiraan fraksi ejeksi ventrikel kiri
15% pada ekokardiogram transtoraks sebelumnya), dan trombosis vena dalam (DVT),
hipotensi dan dispnea. Pasien dibawa ke gawat darurat, dengan kondisi tanda-tanda
vital : suhu 39 ° C, HR = 142/min, BP-90/60 mmHg, dengan saturasi oksigen 99% saat
menghirup oksigen 100% melalui non-breathing mask. Hasil CT-scan pulmonary
angiogram menunjukkan adanya trombus besar di arteri pulmonalis utama kanan dan
kiri dengan oklusi tidak lengkap, selain trombus segmental multipel di lobus kanan
atas, tengah dan bawah. Tidak ada trombosis vena dalam ekstremitas bawah yang
dicatat pada venogram. Kesimpulan CT-scan dada menunjukkan emboli paru di arteri
pulmonalis utama bilateral.

 STEP 1 ( Klarifikasi Istilah )

1. Trombus segmental multiple


Jawaban : Trombus segmental multiple adalah gumpalan darah yang terbentuk pada
dinding pembuluh darah. Gumpalan darah sebenarnya bermanfaat untuk
menghentikan perdarahan, sebagai respons terhadap cedera atau luka. Namun, ketika
terjadi di luar kondisi tersebut, trombus dapat menyebabkan masalah kesehatan
serius.
2. Trombosis vena dalam (DVT)
Jawaban : Deep vein thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah
penggumpalan darah pada satu atau lebih pembuluh darah vena dalam. Pada
sebagian besar kasus, DVT terbentuk di pembuluh darah paha atau besar atau daerah
kaki tetapi bisa juga di pembuluh darah bagian tubuh lain.
3. Fraksi ejeksi
Jawaban : Fraksi Ejeksi adalah sebutan untuk jumlah darah yang dikeluarkan oleh
jantung.

2
4. Oklusi
Jawaban : Oklusi adalah udara yang keluar dari jalan pernapasan mendapat
hambatan penuh ketika suara di daerah artikulasi akan keluar.
5. Pulmonary angiogram
Jawaban : Pulmonary angiogram adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengevaluasi keadaan pembuluh darah arteri paru.
6. Ekokardiogram transtoraks
Jawaban : Elektrokardiogram trans-toraks adalah tes diagnostik non-invasif
menggunakan gelombang ultrasound (frekuensi tinggi) untuk merekam gambar dari
jantung dan berbagai struktur termasuk bilik dan katup. Gambar yang dihasilkan dari
detak jantung dengan darah yang beredar memungkinkan untuk mendeteksi kelainan
jantung dan menilai fungsi pemompaan jantung. Kelainan ini termasuk juga
diantaranya tumor, cairan di sekitar jantung, lubang di jantung, murmur jantung,
infeksi pada atau sekitar katup jantung dan kerusakan pada otot jantung setelah
serangan jantung.
7. Kardiomiopati dilatasi
Jawaban : Kardiomiopati dilatasi atau dilated cardiomyopathy (DCM) adalah
gangguan miokard yang didefinisikan oleh dilatasi dan gangguan fungsi sistolik
ventrikel kiri, atau kedua ventrikel, tanpa adanya penyakit arteri koroner, kelainan
katup, atau penyakit perikard.

 STEP 2 ( Identifikasi Masalah )

1. Dari kasus tsb apa saja faktor resiko tinggiyang dapat menyebabkan seseorang
mengalami emboli paru ?
2. Bagaimana prosedur atau tindakan pada pasien dengan riwayat AIDS di ICU ?
3. Pulmonary angiogram adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi
keadaan pembuluh darah arteri paru ?
4. Apa indikasi penyebab terjadinya trombus besar di arteri pulmonalis utama kanan ?
5. Apa tindakan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan emboli paru seperti pada
kasus ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan pada pasien dengan
emboli paru selain Ct-scan pulmonary angiogram tersebut ?

2
7. Bagaimana pencegahan dan pengobatan pada pasien emboli paru di arteri
pulmonalis utama bilateral ?

 STEP 3 ( Analisis Masalah )


1. Menurut Tim promkes RSST (Kemenkes, 2022) Emboli paru adalah penyumbatan
di salah satu arteri pulmonalis di paru-paru. Pengidap emboli paru membutuhkan
perawatan secepatnya untuk mengurangi risiko kerusakan paru - paru yang dapat
berdampak fatal. Emboli paru dapat terjadi karena situasi setelah melahirkan, setelah
serangan jantung, operasi jantung atau stroke, setelah cedera parah, luka bakar, atau
patah tulang pinggul atau tulang paha, setelah operasi, paling sering operasi tulang,
sendi atau otak.
2. Faktor Risiko Emboli Paru
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang bisa meningkatkan risiko emboli paru
antara lain :
a) Pernah mengalami penggumpalan darah.
b) Berusia 60 tahun atau lebih.
c) Kelebihan berat badan atau obesitas.
d) Kehamilan, Risiko mengalami emboli paru akan meningkat hingga 6 (enam)
pekan pasca melahirkan.
e) Merokok
f) Riwayat keluarga dengan emboli paru.
g) Mengidap penyakit jantung atau kanker.
3. Prosedur tindakan yang bisa dilakukan oleh pasien riwayat AIDS di ICU :
a) Pakaian tenaga kesehatan hrus diganti dengan pakaian kerja yang bersih.
b) Petugas yg menangani penderita harus menggunakan gaun steril berlengan
anjang yang tertutup rapat atau memakai plastik apron yang cukup
panjang.
c) Tidak memakai sepatu terbuka, harus yertutup dan yang kedap air.
d) Mengenakan sarung tangan steril.
e) Apabila sarung tangan robek atau tertusuk jarum. Harus segera dilepas dan
tangan dibasuh dengan air mengalir, jarum dipindahkan dari daerah steril dan
laporkan kepada tenaga kesehatan pengendalian infeksi nasomial.
f) Bimbingan konseling pada keluarga terkait AIDS.
g) Tenaga kesehatan selalu memperhatikan perlindungan universal

2
dalam menangani kasus riwayat aids.

3
4. Tujuan utama dari pengobatan emboli paru adalah untuk mencegah terbentuknya
gumpalan darah yang baru dan agar gumpalan darah yang sudah ada tidak
membesar.
Ada empat cara penanganan emboli paru, yaitu :
a) Pemberian obat. Pilihan obat yang bisa diberikan, yaitu antikoagulan atau
pengencer darah yang berguna untuk mencegah gumpalan darah membesar dan
mencegah pembentukan gumpalan darah baru. Selain itu, dokter juga bisa
memberikan trombolitik untuk melarutkan bekuan darah. Dokter mungkin akan
memberikan obat ini bila pengidap memiliki gumpalan darah yang besar yang
menyebabkan gejala parah atau komplikasi serius.
b) Saringan pembuluh darah. Metode ini bisa digunakan pada orang yang tidak
bisa mengonsumsi pengencer darah. Saringan pembuluh darah berguna untuk
menyaring gumpalan darah untuk mencegah emboli paru.
c) Operasi. Dokter juga bisa melakukan pengangkatan trombus dengan bantuan
kateter menggunakan tabung fleksibel untuk mencapai bekuan darah di paru-
paru pengidap.
d) Penggabungan prosedur ultrasound dan obat.
5. Salah satu penyebab utamanya adalah pengerasan pada dinding pembuluh arteri,
atau yang disebut juga dengan istilah aterosklerosis. Fenomena ini terjadi saat sisa
lemak atau kalsium menumpuk di dinding arteri. Penumpukan tersebut akan
menebal dan mengeras, sehingga membentuk zat yang menyerupai plak. Ketika plak
menebal di dinding pembuluh, hal tersebut dapat mempersempit aliran darah di
pembuluh arteri. Plak bisa pecah atau rusak sewaktu-waktu, sehingga trombosit atau
keping darah akan berkumpul dan melakukan proses penggumpalan darah untuk
mengatasi kerusakan pada dinding arteri. Gumpalan darah tersebut berisiko
menyumbat aliran darah pada pembuluh arteri. Ada banyak kondisi dan gaya hidup
yang dapat memicu aterosklerosis. Beberapa di antaranya adalah merokok, pola
makan yang tidak sehat, kurang aktif bergerak, serta mengidap penyakit seperti
diabetes atau kolesterol tinggi.
6. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah :
a) Pemberian antikoagulan parenteral selama 5 – 10 hari direkomendasikan pada
pasien dengan emboli paru akut. Pemberian antikoagulan dilaporkan dapat
mencegah kematian dan rekurensi. Pengobatan fase akut emboli paru
menggunakan antikoagulan parenteral, yaitu unfractionated heparin (UFH) dan

3
low molecular weight heparin (LMWH), atau fondaparinux. Pemberian LMWH
lebih direkomendasikan dibandingkan UFH dan fondaparinux dikarenakan
rendahnya risiko perdarahan dan heparin-induced thrombocytopenia (HIT) pada
pasien. Akan tetapi, pada pasien obesitas berat dan gangguan ginjal, pemberian
UFH lebih disarankan. Dosis UFH yang disarankan adalah bolus inisial 80
U/kgBB atau 5000 U, dilanjutkan dengan infus 18 U/kgBB/jam atau 1300
U/jam. Pemberian antikoagulan oral sebaiknya dimulai sesegera mungkin, lebih
disarankan pada hari yang sama dengan antikoagulan intravena. Warfarin adalah
antikoagulan oral yang direkomendasikan. Warfarin digunakan dalam dosis
inisial 10 mg pada pasien usia < 60 tahun tanpa komorbiditas, dan 5 mg pada
pasien usia lanjut. Dosis warfarin disesuaikan dengan kadar INR setiap 5-7 hari.
b) Pada pasien dengan syok dan hemodinamik tidak stabil disarankan untuk
dilakukan trombolisis sistemik. Terapi trombolisis lebih cepat dalam
mengembalikan perfusi dibandingkan antikoagulan. Efikasi trombolisis
ditemukan lebih baik pada emboli paru dengan durasi di bawah 48 jam, namun
terapi ini juga dapat diberikan pada pasien dengan onset 6 – 14 hari.
c) Filter vena kava inferior merupakan filter vaskular yang dimasukkan ke dalam
vena kava inferior untuk terapi emergensi pasien emboli paru akut. Terapi ini
lebih disarankan pada pasien dengan emboli paru akut yang memiliki
kontraindikasi absolut terhadap terapi antikoagulan dan perdarahan hebat saat
fase akut.
d) Radiologi. Hasil rontgen thoraks biasanya normal tetapi dapat menunjukkan
adanya peumokonstriksi, infiltrat, elevasi diafragma pada sisi yang sakit.
e) Analisa gas darah. Menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan
hipoksia.
f) Ekg
g) Ekokardiografi. Mendeteksi trombi besar dalam arteri pulmonalis atau ventrikel
kanan.
h) Scan ventilasi perfusi
i) CT dan MRI. Mendeteksi trombi dengan sensitivitas spesifisitas tinggi.
7. Pencegahan emboli paru. Salah satu cara untuk mencegah emboli paru adalah dengan
mencegah terjadinya DVT (trombosis vena dalam). Ada beberapa hal yang bisa
dilakukan, yaitu :
a) Lakukan aktivitas fisik secara rutin setiap hari.

3
b) Gerakkan tangan dan kaki setiap beberapa menit jika Anda sedang melakukan
perjalanan jauh.
c) Kenakan stoking kompresi jika Anda tidak bisa banyak bergerak karena tirah
baring (bed rest).
d) Jaga kadar cairan tubuh dengan banyak minum air putih, serta batasi
konsumsi minuman berkafein.
e) Turunkan berat badan sampai ideal jika Anda menderita obesitas.
f) Hentikan kebiasaan merokok.
Pengobatan emboli paru bertujuan mencegah terbentuknya gumpalan darah baru, serta
mencegah gumpalan darah yang sudah terbentuk agar tidak membesar. Ada beberapa
metode untuk menangani emboli paru, yaitu :
a) Pemberian obat antikoagulan, untuk menghambat pembentukan gumpalan
darah, serta obat trombolitik untuk memecahkan bekuan darah.
b) Pemasangan kateter, untuk menghambat gumpalan darah agar tidak masuk ke
paru – paru.
c) Bedah embolektomi, untuk mengeluarkan gumpalan darah jika terlalu besar dan
mengancam nyawa pasien.

3
 STEP 4: MIND MAPPING
Wanita (55 th)

Riwayat medis AIDS di masalalu

Dirawat di ICU

Pasien mengalami kardio miopati dilatasi (perkiraan fraksi ejeksi ventrikel kiri
15% pada ekokardiogram transtoraks sebelumnya), dan thrombosis vena dalam
(DVT), hipotensi dan dispnea.

Pasien dibawa kegawatdarurat

Tanda – Tanda Vital :


Pemeriksaan penunjang :
- Suhu 39 ° C,
- CT-scan pulmonary angiogram :
- HR = 142/min,
adanya thrombus besar di arteri
- BP-90/60 mmHg,
pulmonalis utama kanan dan kiri
- Saturasi oksigen 99% saat
dengan oklusi tidak lengkap, selain
menghirup oksigen 100%
trombus segmental multipel di lobus
melalui non-breathing mask.
kanan atas, tengah dan bawah. Tidak
ada thrombosis vena dalam ekstremitas
bawah yang dicatat pada venogram.
- CT-scan dada : emboli paru di arteri
pulmonalis utama bilateral.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


EMBOLI PARU

Anda mungkin juga menyukai