Makalah asuhan keperawatan ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah
1. Addini P07120120001
2. Adhayati P07120120002
3. Annisa Amalia Agustina P07120120003
BANJARBARU
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah
asuhan keperawatan Cor Pulmonal ini yang tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi serta bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah berperan dalam penyusanan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhai segala usaha kita.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan............................................................................................................23
3.2 Saran......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Cor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor
pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal
kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor
pulmonal kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada
kor-pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. Insidens yang tepat dari kor
pulmonal tidak diketahui karena seringkali terjadi tanpa dapat dikenali secara
klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7% dari seluruh
penyakit jantung. Di Inggris terdapat sedikitnya 0,3% populasi dengan resiko
terjadinya kor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000
populasi telah mengalami hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen
jangka panjang.
1
terbanyak kor pulmonal berturut-turut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru,
bronkitis kronik, emfisema, penyakit interstisial paru, bronkiektasis, obesitas,
dan kifoskoliosis. Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan
tekanan berlebihan pada ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini
meningkatkan kerja ventrikel kanan yang menyebabkan hipertrofi otot jantung yang
normalnya berdinding tipis, yang akhirnya dapat menyebabkan disfungsi.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
i. Bronkiektasis difus
j. TB paru luas
k. Hipertensi pulmonal primer. Hipertensi pulmonale merupakan komplikasi
hemodinamik.
Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada kor pulmunale dapat di bagi menjadi
4 kategori yaitu :
i. Obstuksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab
hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 – 0.5 % pasien dengan emboli
paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk
melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan
baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga
terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan
akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.
ii. Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale
adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan
pneumonitis radiasi. Pada penyakitpenyakit tersebut adanya fibrosis paru dan
infiltrasi sel-sel yang progersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan
jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan jaringan
ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.
iii. Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam patogenesis
terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor
yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang
paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya
sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan
kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah
paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri tidak
mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan
tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi
4
akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan arteri pumonalis.
5
2.4 Manifestasi Klinis Cor Pulmonalis
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan
yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart
disease.
a. Cor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat,
kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
b. Cor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum).
c. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering
pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
d. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan
kaki serta cepat lelah. Gejala predominan pulmonary heart disease yang
terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik,
dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika
penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih
berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
6
kompensasi sehingga tekanan atau venous jugularis pulse mengalami
peningkatan.
ii. Hepatomegali dikatkan dengan adanya desakan dari arah ventrikel kanan jantung
yang mendesak ruang diafragma dan hepar sehingga ketika dilakukan
pemeriksaan, yaitu palpasi dan perkusi hepar ditemukan adanya hepatomegali.
iii. Asites dan edema tungkai dikaitkan dengan salah satu tanda penyakit gagal
jantung kanan sebagai respon komplikasi penyakit kor pulmonal ini, yaitu
oedema pada daerah ekstremitas bawah (tungkai) dan berisi cairan (asites).
c. Pemeriksaan Radiologi
Batang pulmonal dan hilus membesar. Perluasan hilus dapat dinilai
dariperbandingan jarak antara permulaan percabangan arteri pulmonalis utama
kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal torak. Perbandingan >0,36
menunjukkan hipertensi pulmonal.
d. Ekokardiografi
Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun
perubahan volume tidak dapat diukur, tekni ini dapat memperlihatkan pembesaran
kavitas ventrikel kanan dalam yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel
kiri. Septum interventrikel dapat bergeser ke kiri.
e. Biopsi Paru
Untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru
seperti penyakit vaskuler kolagen, artritis reumatoid dan wagener granulomatosis.
7
2.7 Patofisiologi Cor Pulmonalis
Beratnya pembesaran ventrikel kanan padda kor pulmonal berbanding lurus
dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru
meningkat dan relatif tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru,
peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka
dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel
kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit
COPD, pemanjangan pembuluh darah dan kompresi kapiler alveolar.
Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu
akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi
ini sering kali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang
menyebabkan penurunan oksigen paru dapat mengakibatkan hipoksemia (penurunan
PaO2) dan hiperkapnea (peningkatan PaCO2) yang nantinya akan mengakibatkan
insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan vasokontriksi
arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan vaskularisasi paru seperti
pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan tahanan pada
sistem sirkulasi pulmonal, yang akan menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan
rata-rata pada arteri paru adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat
menimbulkan kor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti
oleh gagal jantung kanan.
8
2.8 Pathway
Gangguan Paru-paru Restriktif
Asidosis
polisitemia
Hipertensi Pulmonal
Akut Kronik
Kor Pulmonal
Curah jantung
Gagal Jantung Kanan
menurun
9
Gagal Jantung Kanan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Intoleransi aktivitas
Hipoksia
kebutuhan tubuh
Ketidakefektifan pola
napas
10
2.9 Prognosis
Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui
prognosis pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950
menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongesti
vena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun. Walaupun demikian,
kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan
infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.
Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang
mendasarinya.
Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliteras
pembuluh darh arteri kecil yang terjadi secara perlahanlahan akibat penyakit
intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial harapan untuk
perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah
menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas
darahnya dapat dipertahankan mendekati normal. Penelitian lain menyatakan
bahwa prognosis kor pulmonal sangat bervariasi, tergantung penjalanan alami
penyakit paru yang mendasari dan ketaatan pasien berobat. Penyakit
bronkopulmonal simtomatik angka kematian rata-rata 5 tahun sekitar 40-50%.
Juga obstruksi vaskular paru kronik dengan hipertrofi ventrikel kanan
mampunyai prognosis yang buruk. Biasanya pasien hipertensi pulmonal dengan
obstruksi vaskular kronik hanya bertahan hidup 2-3 tahun sejak timbulnya gejala
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan adalah meningkatkan ventilasi klien dan
mengobati penyakit yang melatarbelakangi beserta manifestasi dari gagal
jantungnya. Secara umum penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut.
1. Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan 02 untuk memperbaiki
pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskular
pulmonal.
2. Bronkhial higine, diberikan obat golongan bronkodilator
3. Jika terdapat gejala gagal jantung,maka harus memperbaiki kondisi hipoksemia
dan hiperkapnea.
4. Bedrest, diet rendah sodium, dan pemberian diuretik.
11
5. Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut
jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.
2.11 Asuhan keperawatan Cor Pulmonal
a. Kasus
Tn.A usia 45 tahun dengan alamat Perak MRS di Rumah Sakit Moejidto pada
tanggal 26 Oktober 2016 sesak nafas ketika melakukan aktifitas dan pada saat
batuk. Setalah dilakukan pengkajian, didapatkan TTV klien : tekanan darah
160/110 mmHg, nadi 110x/menit, RR 28x/menit, suhu 37⁰C, ekspresi wajah
tampak cemas dan pucat. Pasien mengatakan keadaannya lemah dan merasa pusing.
Hasil pemeriksaan ekokardiografi tampak adanya pembesaran (dilatasi) ventrikel
kanan, tanpa adanya kelainan struktur pada jantung kiri.. Dari pemeriksaan
laboratorium menyebutkan bahwa pasien di diagnosa mengalami jantung paru (cor
pulmonal).
b. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 45 Tahun
2. Penanggung jawab
Nama : Sutini
Umur : 40 Tahun
12
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat : Perak
3. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak nafas ketika melakukan aktifitas dan pada saat batuk.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS Moedjito pada tanggal 26 Oktober 2016 pada pukul 13.00
dengan keluhan sesak napas, nyeri dada. TD : 160/100 mmHg, Nadi :
4. Pemeriksaan Fisik
a. TD : 160/100 mmHg
b. RR : 28x/menit
c. Suhu : 370C
d. Nadi : 110x/menit
5. Pemeriksaan Persistem
a. Pernapasan
Anamnesa : Pasien meneluh sesak nafas saat beraktifitas dan batuk.
13
1. Hidung
Inspeksi : Ada napas cupping hidung
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir kering
3. Area dada
Inspeksi : Dada simetris
Palpasi : Adanya nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Suara nafas wheezing
14
Auskultasi : Vesikuler
c. Persyarafan
Anamnesa : tidak ada pusing
1. Ujinervus 1 olfaktorius (pembau) : Tidak bisa membedakan bau
2. Ujinervus II opticus (penghilatan) : Tidak ada rabun
3. Ujinervus III oculomotorius : Tidak ada odem pada kelopak mata
4. Ujinervus IV toklearis : Ukuran pupil normal 4-5 mm
5. Ujinervus V trigeminus : Dapat menutup mulut secara tiba-tiba
6. Ujinervus VI abdusen : Gerakan bola mata simetris
7. Ujinervus VII facialis : Dapat menggembungkan pipi dan
dapat menaik turunkan alis mata
8. Ujinervus VIII additorious / akustikus : Dapat mendengar dengan
normal
9. Ujinervus IX glosoparingeal : Tidak ada reflek muntah
10. Ujinervus X vagus : Dapat menelan, menggerakan lidah
dengan benar
11. Ujinervus XI aksesorius : Dapat menggerakan bahu dan kepala
12. Ujinervus hypoglossal : Dapat menjulurkan lidah
d. Sistem Pencernaan
Anamnesa : Tidak mengalami keluhan
1. Mulut
Inspeksi : Tidak ada sianosis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada luka
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Suara perut (tympani)
3.Kuadran I
Hepar : Tidak ada nyeri tekan
4. Kuadran II
Gaster : Tidak ada distensi abdomen
5. Kuadran III
15
Ileum : Tidak ada nyeri tekan
6. Kuadran IV
Tidak ada Nyeri tekan pada titik Mc Burney
5 5
Keterangan:
g. Sistem reproduksi
Anamnesa : Tidak ada keluhan
h. Persepsi sensori
Anamnesa : Tidak ada keluham
1. Mata
16
Inspeksi : Simetris
Kornea : Normal berkilau
Iris dan pupil : Warna iris dan ukuran normal
Lensa : Normal jernih dan transparan
Sclera : Warna ( putih
No Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan pola napas ( D.0005 )
2 Intoleransi aktivitas ( D.0056 )
3 Gangguan pertukaran gas ( D.0003 )
17
Diagnosa 3 Gangguan pertukaran gas
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam, diharapkan bunyi
oksigenasi/eliminasi karbondioksida meningkat.
Kriteria hasil
1 Bunyi napas tambahan menurun ( 5 )
2 Napas cuping hidung menurun ( 5 )
3 Tingkat kesadaran meningkat ( 5 )
4 Pola napas membaik ( 5 )
18
Rencana Intervensi dan aktivitas keperawatan
19
Rencana Intervensi dan aktivitas keperawatan
20
No Hari, Diagnosa Keperawatan Implementasi TTD
tanggal, jam
1 Jum’at, 30 Ketidakefektifan pola a. Menjelaskan tentang pengertian cor Nisa
Juli 2021 napas ( D.0005 ) pumonalis
14.30 wita b. Menjelaskan penyebab dan gejala cor
pulmonalis
c. Mengajarkan tatalaksana cara batuk
efektif
d. Memberikan dukungan positif kepada
keluarga
2 Sabtu, 31 Intoleransi Aktivitas a. Memonitor respon kardio respirasi ketika Yati
Juli 2021 ( D.0056 ) beraktivitas
13.00 wita b. Mengkaji status fisiologis pasien
terhadap derajat kelelahan
c. Memantau
d. TTV Mendiskusikan aktivitas yang dapat
di lakukan
3 Senin, 02 Gangguan pertukaran a. Menjelaskan tentang gangguan Dini
Agustus gas ( D.0003 ) pertukaran gas
2021 b. Menjelaskan penyebab dan gejala dari
10.00 Wita gangguan pertukaran gas
c. Mengajarkan mempertahankan
kepatenan jalan nafas
d. Memberikan dukungan kepada klien dan
keluarga
21
4.9 Evaluasi Keperawatan
22
No Hari, Diagnosa Keperawatan Catatan perkembangan TTD
tanggal, jam
1 Jum’at, 30 Ketidakefektifan pola S : Tn. A dapat menjelaskan kembali apa Nisa
Juli 2021 napas ( D.0005 ) yang sudah dijelaskan oleh perawat
14.30 wita O : Tn. A terlihat dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan perawat seperti
pengertian serta penyebab dan gejala cor
pulmonalis
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
2 Sabtu, 31 Intoleransi Aktivitas S : Tn. A mengatakan sesaknya sudah Yati
Juli 2021 ( D.0056 ) berkurang
13.00 wita O: - klien tampak tidak sesak
- TTV
Td:140/80 mmHg, P: 22x/menit
N: 82x/menit, S: 36C
A : Intoleransi teratasi
P : Hentikan Intervensi
3 Senin, 02 Gangguan pertukaran S : Tn. A dapat menjelaskan kembali apa Dini
Juli 2021 gas ( D.0003 ) yang disampaikan perawat
10.00 Wita O : Tn. A dapat menjawab pertanyaan
perawat tentang penyebab dan gejala
gangguan pertukaran gas
A : Masalah sudah teratasi
P : Hentikan intervensi
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cor pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/ atau
dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau
kelainan pada kontrol pernafasan.
Cor pulmonal dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab Cor
Pulmonale akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan Cor Pulmonale
24
kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada Cor
Pulmonale kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada
Cor Pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.
3.2 Saran
Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai perawat atau calon
perawat harus terus meningkatkan kompetensi diri kita, lebih-lebih yang
berkaitan dengan fenomena kesehatan yang bersifat spesifik pada sistem
kardiovaskuler, seperti penyakit Cor pulmonal ini.
25
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman. 2012. Asuhan keperawatan pada Klien dengan gangguan system
Pernapasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, suzanne C; Bate, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarted 8 Vol 3. Jakarta : EGC
26