Anda di halaman 1dari 26

Eka Budiarti

Fajar Wahyu S.R

Fitri Puspa Sari


MAKALAH SEMINAR
Hartati Ambawati
KEPERAWATAN DEWASA I

Asuhan Keperawatan Klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun)

Disusun Oleh :

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2011
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr.wb

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan
syafa’at-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah keperawatan dewasa I
“asuhan keperawatan klien PPOM”. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan
kepada junjungan nabi besar kita Rasulullah SAW. Semoga kita mandapat syafaatnya
di hari akhir.

Harapan kami makalah ini dapat digunakan sebagai pembelajaran/pegangan


bagi mahasiswa ataupun pihak lain khususnya dalam bidang kesehatan untuk
menguasai bagaimana memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar pada
klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun).

Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak lain. Dalam
kesempatan ini perkenankan Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing Bapak Achmad Cholid,S.Kep., serta teman-teman yang berpartisipasi
dalam penyusunan yang makalah ini.

Pendapat dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca, para ahli, dan
teman sejawat sangat diharapkan sebagai acuan perbaikan demi kesempurnaan
makalah maupun tugas penelitian selanjutnya.

Demikian makalah ini disusun, semoga bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum, wr.wb

Semarang, Maret 2011

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR………………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………….. 1
B. Identifikasi Masalah………………………………………….. 1
C. Tujuan………………………………………………………… 2
D. Manfaat………………………………………………………. 2
BAB II KONSEP DASAR
A. Definisi……………………………………………………….. 3
B. Etiologi……………………………………………………….. 3
C. Patofisiologi (Pathways)……………………………………... 4
D. Manifestasi Klinik……………………………………………. 4
E. Pemeriksaan Penunjang………………………………………. 5
F. Penatalaksanaan………………………………………………. 6
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian …………………………………………………… 7
B. Diagnosa Keperawatan………………………………………. 11
C. Rencana Asuhan Keperawatan………………………………. 11
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………… 21
B. Saran………………………………………………………….. 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada sebagian oang terjadi perubahan anatomic-fisiologis dan dapat timbul juga
penyakit-penyakit pada system pernafasan. Penyakit penafasan di Indonesia semakin
meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan sosial ekonomiyang semakin meningkat sehingga populasi akibat
penyakit tersebut pun meningkat. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan
tuberculosis paru menduduki urutan ke-5 penyakit terbanyak yang di derita oleh
masyarakat. Penyakit paru-aru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilh
yang sering di gunakan untu sekelompok penyakit paru-pru yang berlangsung lama
dan di tandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit
yang membentuk tiga kesatuan yang di tandai dengan sebutan PPOM adalah :
Bronchitis Emisefema paru-paru dan Asma bronchial. Perjalanan PPOM yang khas
adalah panjang di mulai pada usia 20-30 tahun dengan “Batuk merokok” atau batuk
pagi di sertai pembentukan sedikit sputum mukoid. Mungkin terdapat penurunan
toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak di ketahui karene
berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya serangan bronchitis akut
sering timbul, terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja penderita
berkurang, sehingga pada waktu mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus
mengurangi aktifitas. (Smeltzer & Bare, 2001)

Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam makalah ini akan di bahas tentang
PPOM, gejala, serta pengobatan yang akan di lakukan pada penderita PPOM.
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui "bagaimana


penerapan asuhan keperawatan pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif
Menahun)?”.

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Mampu memehami konsep dasar dan memberikan asuhan keperawatan pada
klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun)
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui definisi, penyebab, serta gejala PPOM
b. Mampu melakukan pengkajian pada klien PPOM (Penyakit Paru
Obstruktif Menahun).
c. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien PPOM (Penyakit
Paru Obstruktif Menahun).
d. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien PPOM (Penyakit
Paru Obstruktif Menahun).
e. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien PPOM (Penyakit
Paru Obstruktif Menahun).
f. Mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien PPOM
(Penyakit Paru Obstruktif Menahun).

D. Manfaat

Beberapa manfaat yang dapat diambil adalah:

1. Bagi penulis, dapat memperdalam pengetahuan tentang penerapan asuhan


keperawatan pada pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun).

2. Bagi para pembaca maupun mahasiswa, sebagai pengetahuan dan masukan


dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama asuhan keperawatan pada
klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun).

BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi PPOM

Menurut Smeltzer & Bare (2001) PPOM merupakan kondisi irreversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru. PPOM merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat.
Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. Menurut Charlene J Reeves
(2001) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Penyakit Paru Obstruktif
Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis
kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. Suatu keadaan dimana aliran udara
ekspirasi mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam
bernapas. Namun menurut Irman Soemantri (2008) Penyakit Paru Obstruktif
Menahun (PPOM) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru–paru (bronkhitis
kronis, emfisema paru-paru, dan asma bronkial) yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa PPOM (Penyakit Paru
Obstruktif Menahun) / PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) merupakan suatu
keadaan irreversible yang berkaitan dengan dyspnea saat aktivitas serta ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang berlangsung lama, sehingga aliran
udara ekspirasi mengalami obstruksi kronis yang mengakibatkan pasien kesulitan
dalam bernapas, adapun gangguan ini adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronchitis kronis, bronkietaksis, emfisema paru-paru dan asma.

B. Etiologi PPOM

PPOM disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar
bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% PPOM.
Faktor resiko lainnya termasuk keadaan sosial-ekonomi dan status pekerjaan yang
rendah, kondisi lingkungan yang buruk karena dekat dengan lokasi pertambangan,
perokok pasif (terkena asap rokok padahal tidak merokok) atau terkena polusi udara,
paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja, riwayat infeksi saluran napas,
dan mengonsumsi alkohol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga
40 tahun paling banyak menderita PPOM.

C. Patofisiologi

Dalam prosesnya, penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan pada alveolar


sehingga bisa merubah fisiologi pernapasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi
tubuh secara keseluruhan. Abnormalitas pertukaran udara pada paru-paru terutama
berhubungan dengan tiga mekanisme berikut :

1. Ketidakseimbanagan ventilasi perfusi

Hubungan ventilasi dengan perfusi didefinisikan dalam rasio ventilasi perfusi


(V/Q). Peningkatan rasio V/Q terjadi ketika penyakit yang semakin berat
sehingga menyebabkan kerusakan pada alveoli dan kehilangan bed kapiler.
Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Rasio V/Q
yang menurun dapat dilihat pada pasien PPOM, dimana saluran pernapasannya
terhalang oleh mucus kental atau bronchospasma. Disini penurunan ventilasi
akan terjadi, akan tetapi perfusi akan tetap sama, atau berkurang sedikit.
Banyak diantara pasien PPOM yang baik emfisema maupun bronkitis kronik
sehingga ini menerangkan sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-bagian,
dimana rasio (V/Q) yang meningkat dan ada yang menurun.

2. Mengalirnya darah kapiler pulmo

Darah yang tak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-
paru, beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil
oksigen. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya secret pulmo yang
menghambat alveoli.

3. Difusi gas yang terhalang

Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari satu atau dua
sebab berikut ini. Yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara
sebagai akibat dari penyakit emfisema atau meningkatnya sekresi, sehingga
menyebabkan difusi semakin sulit.

D. Manifestasi klinik

1. Malfungsi kronik pada sistem pernapasan yang manifestasi awalnya ditandai


dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di
saat pagi hari.

2. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut

3. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk
menjadi batuk persisten yang disertai dengan poduksi dahak yang semakin
banyak

4. Biasanya pasien akan sering mengalami Infeksi pernapasan

5. Kehilangan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya
nafsu makan karena produksi dahak yang semakin melimpah

6. Penurunan daya kekuatan tubuh

7. Mudah sekali merasa lelah

8. Kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunann kemampuan


pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam system
gastrointestinal
9. Lebih membutuhkan banyak kalori karena banyak mengeluarkan tenaga
dalam melakukan pernapasan

E. Pemeriksaan penunjang

1. Chest X-ray, dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, daifragma mendatar,


peningkatan ruang udara restosternal, penurunan tanda vaskuler/bullae
(emfisema) , peningkatan bentuk bronkovaskular (bronchitis) dan normal
ditemukan saat periode remisi.

2. Pemeriksaan fungsi paru-paru : dilakukan untuk menentukan penyebab


dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi apakah akibat obstruksi atau
restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi dari
terapi, missal : bronkodilator.

3. TLC : meningkat pada brokhitis berat dan biasanya pada asma, menurun
pada emfisema

4. Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema

5. FEV1/FVC : untuk mengetahui rasio ekanan volume ekspirasi (FEV)


terhadap tekanan kapasitas vital (FVC), rasio menjadi menurun pada
bronchitis dan asma

6. ABGs : meenunjukkan proes penyakit kronis, serinkali PO2 menurun dan

PCO2 nomal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema). Seringkali


menurun pada asma dengan Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori
ingan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma)

7. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronkuss saat inspirasi, koaps


ronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran kelenjar mucus
( bronchitis)

8. Darah komplit : dapat menggambarkan adanya peningkatan haemoglobin


(emfisema berat) dan peningkatan eosinophil asma)

9. Kimia darah : menganalisis keadaan alpha 1-antitrypsin yang


kemungkinannya berkurang pada emfisema primer.
10. Sputum klutur: untuk menentukan adanya ineksi, mengidentifikasi
pathogen, dan pmeriksaan sitology untuk menentukan penyakit keganasan
atau alergi.

11. Elektro Cardio Graph (ECG) : deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi
(asma berat dan atrial disritmia/bronchitis); gelombang P pada leads II, III,
AVF panjang dan tinggi (bronchitis dan emfisema); dan axis QRS vertical
(emfisema)

12. Pemeriksaan ECG setelah olahraga dan stress test : membantu dalam
mengkaji tingkat disfungsi pernapasa, mengevaluasi keefektifanobat
bronkodilator, dan merencanakan/evaluasi program.

F. Penatalaksanaan

Menurut Elizabeth J Corwin (2000) penatalaksanaan untuk PPOM adalah sama


seperti bronkitis kronis dan emfisema, dengan pengecualian bahwa terapi oksigen
harus dipantau secara ketat. Pasien PPOM mengalami hiperkapnia kronik yang
menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor sentral, yang dalam keadaan
normal berespons terhadap karbondioksida. maka yang menyebabkan pasien terus
bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus
merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relative kurang peka.
kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 arteri kurang
dari 50 mmHg. Dengan demikian, apabila terapi oksigen ditujukan untuk membuat
PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang.
Pengidap PPOM biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat
diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup.
Ventimask adalah cara efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOM.

BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian

AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Gejala :

- keletihan, kelelahan, malaise

- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit


bernapas

- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi

- Dispneu pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau


latihan

Tanda :

- Keletihan

- Gelisah, insomnia

- Kelemahan umum/kehilangan massa otot

SIRKULASI

Gejala :

- Pembengkakan pada ekstremitas bawah

- Peningkatan TD

- Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia

- Distensi vena leher (penyakit berat)

- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung

- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan


diameter AP dada)

- Warna kulit/membrane mukosa : normal atau abu-abu/sianosis; kuku


tabuh dan sianosis perifer
- Pucat dapat menunjukkan anemia

INTEGRITAS EGO

Gejala :

- Peningkatan faktor resiko

- Perubahan pola hidup

Tanda :

- Ansietas, ketakutan, peka rangsang

MAKANAN/CAIRAN

Gejala :

- Mual/muntah

- Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)

- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan

- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat


badan menunjukkan edema (bronkitis)

Tanda :

- Turgor kulir buruk

- Edema dependen

- Berkeringat

- Penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan


(emfisema)

- Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegaly (bronkitis)

HIGIENE

Gejala :
- Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari

Tanda :

- Kebersihan buruk, bau badan

PERNAPASAN

Gejala :

- Napas pendek, khususnya pada kerja : cuaca atau episode


berulangnya sulit napas (asma)

- “lapar udara” kronis

- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada


saat bangun) selama minimum bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih, atau kuning) dapat
banyak sekali (bronkitis kronis)

- Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap


dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema)

- Riwayat pneumonia berulang

- Factor keluarga dan keturunan, mis. Defisiensi alga-antitripsin


(emfisema)

Tanda :

- Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang


dan mendengkur, napas bibir emfsema)

- Lebih memilih psisi tiga titik untuk bernapas (khususnya dengan


eksaserbasi akut bronchitis kronis)

- Pengunaan otot bantu pernapasan, mis. Meninggikan bahu saat


bernapas

- Dada : terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk


barrel; gerakan diafragma minimal

- Bunyi napas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi(emfisema),


menyebar, lembut atau kreleks lembab kasar (bronchitis), ronkhi,
mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas
(asma)

- Perkusi : hiperresonan pada area paru; bunyi pekak pada area paru.

- Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus

- Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu


keseluruhan; warna merah (bronkitis kronis, “biru menggembung).

- Tabuh pada jari-jari (emfisema)

KEAMANAN

Gejala :

- Riwayat reaksi slergi atau sensitive terhadap zat/factor lingkungan

- Adanya/berulangnya infeksi

- Kemerahan/berkeringat (asma)

SEKSUALITAS

Gejala :

- Penurunan libido

INTERAKSI SOSIAL

Gejala :

- Hubungan ketergantungan

- Kurang system pendukung

- Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat


- Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Tanda :

- Ketidakampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena


distress pernapasan

- Keterbatasan mobilitas fisik

- Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain

- Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan

- Kesulitan menghentikan rokok

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN

Gejala :

- Penggunaan alcohol secara teratur

- Kegagalan untuk membaik

Pertimbangan karena pemulangan :

- DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 5,9 hari

- Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri,


perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah

- Perubahan pengobatan/program terapeutik

B. Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme,


peningkatan produksai secret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kentaldan
penurunan energy/kelemahan.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan


kerusakan alveoli.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/ muntah.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan utama(penurunan kerja silia,menetapnya sekret), tdak adekuatnya
imunitas, proses penyakit kronis dan malnutrisi.

5. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi,


salah mengerti tentang informasi,kurang mengingat/ keterbatasan kognitif.

C. Rencana asuhan keperawatan

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan


peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.

Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas


bersih/jelas.
Intervensi :

a. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi,


krokels dan ronki.

Rasional :

Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius,
misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup
dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma
berat).

b. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.

Rasional :

Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada


penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan
dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

c. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala


tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.

Rasional :

Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan


menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan
mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki
dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot
dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

d. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan 'lapar udara', gelisah,


ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.

Rasional :

Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses


kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit,
misalnya infeksi dan reaksi alergi.

e. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.

Rasional :

Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol


dispnea dan menurunkan jebakan udara.

f. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah,


bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.

Rasional :

Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia,
sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling
tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.

g. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.


Rasional :

Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah


pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan
pada diafragma.

h. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin,


vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin
(brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).

Rasional :

Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan


spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin
per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai


oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme
bronkus).

Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan


tubuh.

Kriteria hasil :

- Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank klien tidak mengalami sesak


napas.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal

- Tidak ada tanda-tanda sianosis.

Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot


aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.

Respon :
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya
proses penyakit.

b. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

Rasional :

Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat


sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.

c. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir
sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.

Rasional :

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan


laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja
napas.

d. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.

Rasional :

Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan


pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila
batuk tak efektif.

e. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau


bunyi tambahan.

Rasional :

Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-
tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada
interstisial/dekompensasi jantung.

f. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.


Rasional :

Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak


efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

g. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.

Rasional :

Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ;


emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar
CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,


kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/ muntah.

Tujuan : pasien menunjukkan peningkatan berat badan

Kriteria hasil : pasien menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk


meningkatkan dan mempertahankan berat yang tepat

Intervensi :

a. Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan
makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh

Rasional :

Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dyspnea,


produksi sputum, dan obat.

b. Auskutasi bunyi usus

Rasional :

Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster


dan konstipasi yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan,
pilihan makanan buruk, penurunan aktifitas, dan hipoksia

c. Berikan perawatan oral sering, buang secret, berikan wadah khusus untuk
sekali pakai dan tisu

Rasional :

Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap
nafsu makan dan membuat mual dna muntah dengan peningkatan
kesulitan napas.

d. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat

Rasional :

Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen


dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea

e. Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional :

Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat


badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan utama, imunitas, proses penyakit kronis dan malnutrisi.

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahaman penyebab/factor resiko


individu, mnegidentifikasi inervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
infeksi, klien menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi :

a. Awasi suhu

Rasional :

Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi


b. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan
masukkan cairan adekuat

Rasional :

Aktivitas ini meningkatkan mobilitas dan pengeluaran secret untuk


menurunkan resiko terjadinya infeksi paru

c. Observasi warna, karakter bau sputum

Rasional :

Secret berbau, kuning atau kehijauan,menunjukkan adanya infeksi paru

d. Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi

Rasional :

Menurunkan potensi perpanjanng pada penyakit infeksus (mis ISK)

e. Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat

Rasional :

Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen, dan


memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan

f. Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat

Rasional :

Malnutrisi dapap mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan


tahanan terhadap infeksi

5. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi,


salah mengerti tentang informasi,kurang mengingat/ keterbatasan kognitif.

Tujuan : peningkatan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan

Kriteria hasil : menidentifikasi hubungan tanda atau gejala yang ada dari
proses penyakit dan menghubungkan dengan factor penyebab, melakukan
perubahan, pola hidup, dan berpartisipasi dalam program pengobatan

Intervensi :

a. Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu, dorong psien atau


orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan

Rasional :

Menurunka ansietas dan dapat menimbulkan perbaikkan, partisipasi pada


rencana pengobatan

b. Instruksikan atau kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan
kondisi umum

Rasional :

Napas bibir dan napas abdominal atau diafragmatik, menguatkan otot


pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan napas kecil dan
memberikan individu arti untuk mengontrol dyspnea.

c. System alat untuk mencatat obat, intermiten, atau penggunaan inhaler

Rasional :

Menurunkan resiko penggunaan tak tepat atau kelebihan dosis dari obat
kalau perlu, dosisnya selama eksaserbasi akut, bila kognitif terganggu

d. Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan gigi

Rasional :

Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat


menimbulkan infeksi saluran napas atas

e. Anjurkan menghindari agen sedative anti ansietas kecuali diresepkan,


diberikan oleh dokter mengobati kondisi pernafasan

Rasional :

Meskipun pasien mungkin gugup dan perlu menggunakan sedative ini


dapat menekan pernapasan dan melindungi mekanisme batuk
f. Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi
pernafasan aktif, tekankan perlunya vaksinasi, influenza, atau
pneumokokal rutin

Rasional :

Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran nafas


atas.

g. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan, menghentikan rokok pada


pasien atau orang terdekat

Rasional :

Penghentian merokok dapat memperlambat atau menghambat kemajuan


PPOM namun meskipun pasien ingin menghentikan rokok, diperlukan
kelompok pendukung dan pengawasan medic.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) / PPOK (Penyakit Paru Obstruktif


Kronik) merupakan suatu keadaan irreversible yang berkaitan dengan dyspnea saat
aktivitas serta ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang
berlangsung lama, sehingga aliran udara ekspirasi mengalami obstruksi kronis yang
mengakibatkan pasien kesulitan dalam bernapas, adapun gangguan ini adalah
klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronchitis kronis, bronkietaksis,
emfisema paru-paru dan asma.
B. Saran

1). Mahasiswa diharapkan dapat mengenali penyebab serta gejala


PPOM.
2). Mahasiswa dan nakes diharapkan dapat mengenali klien yang
beresiko tinggi menderita penyakit Paru Obstruktif Menahun agar
dapat melakukan pelaksanaan pengobatan dan perawatan penyakit
sesuai ketentuan.
3). Mahasiswa dan nakes lebih meningkatkan pengetahuannya dalam
bidang kesehatan khususnya penyakit paru guna dapat melakukan
pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. 2000

Doenges, Marulynn E., et.al. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentsian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
2000

Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada


Pasien denan Gangguan Sistem PERNAPASAN. Jakarta : Salemba
Medika.2008

Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. 2001

Reeves, Charlene J.,et.al. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.


2001

Anda mungkin juga menyukai