Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

SELF DIRECTING LEARNING


CROHNS DISEASE
BLOK BASIC MEDICAL SCIENCE-2

Disusun oleh :

1. Devia Annisa Handoko

G1G009013

2. Previta Ninda P.

G1G009023

3. Destya Sandra Dewi

G1G009030

4. Cindy Juwita Sari G.

G1G009052

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2010
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia memerlukan asupan nutrisi yang seimbang untuk dapat bertahan
hidup dan melakukan berbagai aktivitas sehari hari. Nutrisi tersebut masuk ke
tubuh manusia melalui organ organ digestivus manusia yang terdiri dari mulut,
pharynx, lambung, usus halus dan usus besar.
Organ organ tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga dapat
membentuk suatu sistem pencernaan yang teratur. Sistem pencernaan akan
terganggu fungsinya apabila satu atau beberapa organnya mengalami gangguan
fungsional. Gangguan gangguan tersebut dapat mempengartuhi intake makanan
di dalam tubuh.
Salah satu gangguan yang dapat terjadi pada sistem pencernaan yaitu
adalah adanya penyakit Crohn. Penyakit ini mungkin terdengar asing di negara
kita ini, namun prevalensinya telah banyak ditemukan di Negara Negara barat,
khususnya eropa. Menurut Robbins (1995), penyakit Crohn merupakan penyakit
peradangan kronis dapat menyerang seluruh bagian saluran gastrointestinal,
mulai dari mulut (berupa stomatitis) sampai lesi pada anus. Penyakit crohn juga
dapat diartikan sebagai gangguan yangf dapat menyebabkan peradangan
(inflamasi)

pada traktus digestivus

dan juga dapat mempengaruhi traktus

gastrointestinal (digestive.niddk.nih.gov).
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui definisi penyakit Crohn
1.2.2 Mengetahui etiologi penyakit Crohn
1.2.3 Mengetahui gambaran klinis penyakit Crohn
1.2.4 Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit Crohn

1.2.5 Mengetahui manifestasi penyakit Crohn di rongga mulut

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Menurut Mansjoer (1999), penyakit Crohn merupakan salah satu penyakit
usus inflamatorik (kelainan sistem digestif)

yang dapat menyerang seluruh

bagian saluran gastrointestinal, mulai dari mulut (berupa stomatitis) sampai lesi
pada anus.
2.2 Gambaran Umum
Penyakit Crohn lebih tersebar di Amerika Serikat, Inggris, dan Skandinavia
daripada di Eropa Tengah dan jarang di Asia dan Afrika. Di Amerika Serikat,
insidensi tahunannya adalah 3 sampai 5 per 100.000 populasi. Perempuan sedikit
lebih sering terkena daripada laki-laki (Robbins, 2007).
Penyakit ini menyerang terutama pada orang dewasa muda, tetapi dapat
menyerang semua usia. Penyakit dapat menyerang satu atau dua kali dalam
kehidupan penderita, atau berkali-kali. Obat dan operasi dapat membantu
meredakan

gejala,

kadang-kadang

selama

bertahun-tahun,

tetapi

tidak

menyembuhkannya (E. Ryan, 2009).


Kasus aktif penyakit Crohn sering disertai oleh penyulit imunologik
ekstraintestinal, seperti iritis dan uveitis, sakroilitis, poliartritis migratorik,
eritema nodosum, perikolangitis hati, dan kolangitis sklerotikan (penyakit
peradangan saluran empedu), dan uropati obstruktif disertai nefrolitiasis dan
kerentanan terhadap infeksi saluran kemih. Amiloidosis sistemik merupakan
penyulit tahap lanjut yang jarang ditemukan. Oleh karena itu, penyakit Crohn
harus

dipandang

sebagai

suatu

penyakit

peradangan

sistemik

dengan

predominansi keterlibatan saluran cerna.


2.3 Etiologi

Ada berbagai teori tentang apa yang menyebabkan penyakit Crohn, tetapi
sebagian besar peneliti percaya bahwa sistem pertahanan tubuh sendirilah yang
menyebabkannya. Jika bakteri atau virus menginfeksi usus, misalnya sistem imun
memproduksi sel imun untuk menyerangnya. Jika karena alasan tertentu sistem
imun tidak diatur berhenti tetapi terus menyerang sel-sel usus, dinding usus
meradang dan membengkak.
Genetik, lingkungan, mikroba, imunologi, makanan, pembuluh darah, dan
faktor psikososial, kontrasepsi oral, dan agen anti-inflammatory drugs (NSAID),
telah terlibat dalam patogenesis penyakit Crohn.
Pengaruh lingkungan seperti penggunaan tembakau tampaknya juga
berpengaruh pada penyakit Crohn. Contohnya pada perokok, yang berisiko dua
kali lipat lebih besar untuk terkena penyakit Crohn. Sebuah studi telah
menunjukkan bukti kuat bahwa penyakit ini dapat diwariskan (herediter).
Sebagian besar gen diduga terlibat dalam perkembangan penyakit ini yang
berperan dalam kekebalan mukosa dan ditemukan pada epitel mukosa hambatan.
Beberapa gen diduga berkontribusi pada fenotipe kompleks, namun mutasi
dalam gen NOD2 (atau gen IBD1 atau 15-caspase mengaktifkan perekrutan
domain-CARD) telah terbukti memberikan kerentanan terhadap penyakit Crohn.
Bagian lain yang ditinjau adalah IBD-3 gen pada kromosom 6 yang merupakan
bagian yang mencakup kompleks antigen leukosit manusia (HLA) dan telah
dikaitkan dengan (IBD). Selain itu, daerah yang terkait khusus untuk penyakit
Crohn ada di 5Q kromosom, yang dikenal sebagai IBD 5 yang berisi cluster gen
sitokin.
Infeksi kemungkinan seperti paratuberculosis Mycobacterium, spesies
Pseudomonas, dan spesies Listeria semuanya telah terlibat dalam patogenesis
penyakit Crohn, menunjukkan bahwa radang terlihat dengan penyakit tersebut
adalah hasil dari respon disfungsional ke sumber infeksi.
Interleukin dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha) juga telah terlibat
dalam proses penyakit. Penyakit Crohn ditandai dengan pola-1 T-helper tipe
respon imun seluler yang mengarah pada produksi interleukin 12 (IL-12), TNF,
5

dan gamma interferon (IFN-gamma). TNF telah ditunjukkan berperan penting


dalam peradangan pada penyakit ini. Peningkatan produksi TNF oleh makrofag
pada pasien dengan hasil penyakit Crohn dalam peningkatan konsentrasi TNF
dalam tinja dan mukosa darah.
2.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari penyakit Crohn sangat bervariasi, tergantung pada umur
penderita, lokasi, dan luasnya penyakit serta keakutan dari awal timbul (onset)
penyakit tersebut.
a. Manifestasi yang utama adalah diare yang berulang, nyeri perut yang
menyerupai kram dan panas yang berlangsung berhari-hari sampai
berminggu-minggu. Timbulnya gejala-gejala ini biasanya tidak begitu
jelas, akan tetapi pada beberapa kasus terutama pada usia muda, serangan
nyerinya sangat mendadak namun diarenya ringan atau tidak ada,
sehingga pada pemeriksaan abdomen memberikan gambaran diagnosis
apendistis.
b. Kurang lebih pada 50% dari penderita didapatkan melena, tapi biasanya
ringan.
c. Gejala lain adalah kurang nafsu makan, penurunan berat badan dan
demam. Perut penderita juga kencang sehingga usus yang menebal bisa
diraba.
d. Kadang-kadang ada keluhan tambahan yaitu fisura perianal atau
perirektal, fistula, atau abses-abses yang berkembang pada sebagian besar
penderita dengan penyakit yang melibatkan daerah anorektal, selama
perjalanan penyakit kroniknya.
e. Penderita penyakit Crohn juga mengalami berbagai komplikasi. Mereka
mengalami kesulitan mencerna makanan tertentu seperti lemak dan
produk susu.

f. Manifestasi dari malabsorbsi termasuk steatorrhea, gangguan pencernaan


protein, defisiensi vitamin B12, asam folat, dan zat besi mungkin terjadi
bila penyakitnya meluas ke usus halus.
g. Akibat yang dikhawatirkan pada penyakit Crohn termasuk obstruksi usus,
perforasi dengan peritonitis atau pembentukan abses intra abdominal,
timbulnya fistula pada usus yang berdempetan, perdarahan hebat pada
usus, dilatasi toksik dari kolon, dan yang terburuk adalah karsinoma dari
usus.
Penyakit crohn bersifat transmural dan sering mengenai ileum terminalis.
Diare

terjadi

sekunder

akibat

malabsorpsi,

defisiensi

lactase

atau

pembentukan fistula. Pasien bisanya datang dengan nyeri kram periumbilicus


setelah makan dan diare. Penyakit saluran cerna bagian atas lebih cenderung
menimbulkan mual dan muntah, sedangkan penyakit rektal biasanya muncul
dengan gejala urgensi dan perdarahan. Gejala ekstraintestinal meliputi :
anoreksia, malaise, lemah, penurunan berat badan, pubertas yang tertunda dan
gejala batu ginjal.
Pada 90% pasien, terjadi penurunan berat badan dan biasanya disertai
dengan lambatnya pertumbuhan linear, serta perkembangan pubertas yang
tertunda.

Pasien dapat memiliki tanda tanda anemia, yaitu pucat dan

murmur jantung. Tanda tanda ekstraintestinal penyakit Crohn adalah


demam, pioderma gangrenosum, eritemanodosum, arteritis, dan jari tabuh.
Stomatitis dan penyakit perianal ( umbai kulit, abses atau fistula ) dapat juga
merupakan petunjuk penegakan diagnosis.

Gambar 1. Penyakit Crohn perianal

Gambar 2. Fistula perianal pada penyakit Crohn

Gambar 3. Penyakit Crohn


2.5 Pemeriksaan penunjang
Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel
seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya dan bisa
diteropong. Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan pemeriksaannya disebut
sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur ke dalam rektum
sampai kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat
dilihat. Foto polos abdomen akan menentukan ada tidaknya obstruksi.
Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang
lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat diteropong dan
diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope..
Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar
rontgen (sinar X) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan
larutan barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto.
Pemeriksaan barium enema dapat memperlihatkan gambaran khas berupa lesi
dengan ulkus dalam, striktur dan lesi terputus.
Pada pemeriksaan darah tepi, analisis dan kultur feses dapat ditemukan
anemia (defesiensi besi, asam folat atau vitamin B12), peningkatan jumlah
leukosit, trombosit, dan LED yang tinggi.
2.6 Manifestasi di rongga mulut (Sproat,2006)
a. Ulserasi pada vestibulum bukal
b. Aphthouslike oral ulcerations

Gambar 4. Ulkus mulut pada penyakit Crohn


c. Cobblestone (tampak berbentuk seperti batu) pada mukosa
d. Pembengkakan pada bagian labial dan fasial

Gambar 5. Pembengkakan labial pada penyakit Crohn


e. Mucosal tags
f. Lesi luas pada mulut tapi tidak spesifik, bisa keliru dengan kondisi lain yang
menyebabkan orofacial granulomatosis.

10

Gambar 6. Orofacial Granulomatosis

Gambar 7. Aphthouslike oral ulcerations


2.7 Penatalaksanaan
a. Umum
i.

Koreksi anemia, malnutrisi, dan dehidrasi

ii.

Diet rendah serat, suplementasi vitamin, besi atau asam folat

b. Farmakologi
i.

Salisilat : sulfasalazim, mesalazim, olsalazim

ii.

Kornikosteroid

iii.

Agen imunosupresan : beberapa penderita berespon baik terhadap


azathioprine dan 6-mercaptopurine

11

iv.

Metronidazol : memberikan hasil baik bila ada fistula atau abses


perianal

v.
vi.

Diet elemental
Pencegahan relaps dengan 5-ASA atau mesalazim 1,5 sampai 2,4
gram/hari dapat mereduksi relaps pada ileum sekitar 30% sampai
melebihi 12 bulan.

vii.

Bila ada anemia diberi FE, asam folat dan vitamin B12

c. Operatif
Lebih dari 80% pasien yang telah lama menderita penyakit Crohn akan
menjalani operasi. Pembedahan dikerjakan apabila :
i.

Pengobatan medika mentosa gagal

ii.

Ada fistula

iii.

Ada striktur

iv.

Ada perdarahan banyak

Semua tindakan pembedahan harus dilindungi dengan kortikosteroid


2.8 Contoh Kasus
Seorang laki-laki, 22 tahun datang dengan keluhan nyeri perut seperti melintir.
Dari hasil anamnesa didapatkan nyeri perut dirasakan terutama di sekitar perut
bagian kanan atas dan tengah sejak 5 hari yang lalu. Pasien mengatakan bahwa
di perutnya terdapat benjolan yang dirasakan sejak 15 hari yang lalu, sejak saat
itu pasien sering merasakan sakit perut dan mual tetapi tidak muntah. Sejak 5
hari yang lalu, perut terasa semakin sering nyeri seperti melintir, mual dan nafsu
makan hilang dan pasien mengaku sudah 3 hari ini belum BAB. BAK lancar,
warna kuning jernih.
Pasien mengatakan sejak beberapa bulan yang lalu (pasien lupa) merasa
sering demam kumat-kumatan tetapi tidak tinggi, badan sering meriang, banyak
berkeringat di malam hari dan terasa lemas. Pasien juga merasa berat badannya
banyak berkurang, nafsu makannya menurun. Riwayat batuk lama dan sesak
12

nafas disangkal. Riwayat pengobatan TB sebelumnya disangkal. Pasien


mengatakan belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Ayah pasien punya riwayat betuk lama tetapi belum pernah berobat. Keluarga
tidak ada yang mempunyai keluhan seperti pasien.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan vital sign dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen didapatkan adanya massa pada palpasi di daerah abdomen
kanan atas tengah dengan konsistensi padat tidak mobile dan permukaan rata
batas tegas dan tidak nyeri tekan. Pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan
peningkatan laju endap darah 102 dan 116 pada 1 dan 2 jam, serta penurunan Hb
menjadi 10 mg/dl.
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan adalah x-foto dada, USG dan CT scan
abdomen. Hasil foto dada tidak didapatkan kelainan yang mengarah pada TB
paru,

hasil

USG

menunjukkan

adanya

pembesaran

limfonodi

para

aorta/mesenterica dengan DD TB usus. Pemeriksaan CT scan didapatkan


pembesaran limfonodi paraaorta/mesenterica disekitar aorta abdominalis distal.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang disimpulkan diagnosis
pasien adalah TB usus dengan DD Non Hodgkin Lymphoma dan penyakit crohn.
pasien kemudian diterapi dengan regimen OAT.
Hasil Analisis
Pada pasien didapatkan gejala berupa adanya massa di regio abdomen kanan
atas tengah disertai perasaan mual, hilang nafsu makan, demam tidak tinggi
kumat-kumatan disertai keringat malam. Gejala-gejala tersebut mengarah pada
TB dan penyakit crohn. Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan
peningkatan laju endap darah yang sangat tinggi yang biasanya terdapat pada
penyakit-penyakit kronis seperti TB.
Pemeriksaan radiologis berupa foto dada dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat TB paru pada pasien, untuk menyingkirkan different diagnosa penyakit

13

crohn dan non hodgkin lymphoma. Pada pasien ini tidak didapatkan adanya TB
paru pada hasil foto thorak.
Pemeriksaan USG dan CT scan menunjukkan adanya pembesaran limfonodi
para aorta atau mesenterica yang khas pada TB dan non hodgkin lymphoma.
Pada CT scan didapatkan pembesaran limfonodi terdapat pada aorta abdominalis
distal yang khas pada non hodgkin lymphoma, sehingga DD NHL belum bisa
disingkirkan. Adanya riwayat keluarga batuk lama dapat mengarahkan diagnosa
lebih kepada TB, sehingga dengan gejala-gejala dan penemuan pada
pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa pasien menderita TB usus dan diterapi
dengan regimen terapi TB yakni OAT.

BAB III
SIMPULAN
Penyakit Crohn merupakan salah satu penyakit yang menyerang saluran
pencernaan yaitu dari rongga mulut hingga anus.

14

DAFTAR PUSTAKA
E. Ryan, Michael. 2009. Pustaka Kesehatan Populer Saluran Pencernaan. Jakarta :
PT. Bhuana Ilmu Populer.
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/crohns/
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
McPhee, Stephen. 1997. Phatophysiology of Disease Fourth Edition. Amerika :
McGraw-Hill.
Robbins. 1995. Buku Ajar Patologi Edisi 4. Jakarta : EGC.
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Vol. 2. Jakarta : EGC.
Robenstein, David. 2003. Lecture Notes Kedokteran Klinis Edisi 6. Jakarta :
Erlangga.
Schwarts, W. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC
Sibuea, Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.
Sproat, Chris, Georgina Burke, Mark Mcgurk. 2006. Essential Human Disease for
Dentist. London : Churchill Livingstone Elsevier.

15

Anda mungkin juga menyukai