Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ENTERITIS (CROHN)

NAMA KELOMPOK : 6

NURHAYATI

CICA KUSUMA WARDANI

HARDIANTI

ST.NURUL FADILLAH

ZAINUL AMIN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN (FKK)

UNIVERSITAS PUANGGRIMAGALATUNG SENGKANG

TAHUN AJARAN 2019


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit-penyakit inflamatorik kolon atau penyakit penyakit radang usus besar
(Inflammatory Bowel Diseases) dapat dibagi dalam dua golongan :
1. Penyakit radang kolon karena infeksi
2. Penyakit radang kolon karena non-infeksi.

Penyakit infeksi disebabkan karena kuman Shigella, ameba dan sebagainya.Yang


akan dibahas sekarang adalah penyakit radang kolon yang non-infeksi atau tidak jelas
disebabkan karena infeksi.Walaupun kasus ini tidak begitu sering dijumpai diIndonesia
dibandingkan dengan negara-negara Barat, akan tetapi justru karena hal ini,maka penyakit
tersebut seringkurang mendapat perhatian oleh dokter di Indonesia,sehingga diagnosa
menjadi salah dan pengobatan tidak diberikan dengan tepat.

Pada tahun 1932, Chorn, Ginzberg dan Oppenheimer mendeskripsikan penyakit


Chorn dengan melokalisasi segmen ileum dan mempengaruhi gastrointestinal lainnya.
Kondisi ini kemudian di dokumentasikan bahwa enteritis regional bisa melibatkan bagian
manapun dari saluran gastrointrstinal.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
 Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan system pencernaan penyakit
enteritis (Chorn)
1.2.2 Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui bagaiman diagnosa dalam asuhan keperawatan system
pencernaan enteritis
 Untuk mengetahui intervensi dalam asuhan keperawatan system pencernaan
enteritis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Enteritis regional adalah inflamasi kronis dan sub-akut yang meluas keseluruh
lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini di sebut juga transmural . (brunner &
suddarth. 2002)
Penyakit crohn merupakan salah satu penyakit usus inflamatorik, yang dapat
menyerang seluruh bagian saluran gastrointestinal , mulai dari mulut (berupa
stomatitis) sampai lesi pada anus. (mansjoer arif, dkk . 2001)
Crohn disease adalah suatu inflamasi transmural gangguan dari saluran system
pencernaan. (Grace.P.A. 2002)
Enteritis regional(penyakit crohn) merupkan suatu penyakit peradangan
granulomatosa kronis pada saluran cerna yang sering terjadi berulang. (price, and
Wilson. 2006)

2.2 Etiologi

Etiologi dari Penyakit Corhn (Grace.P.A. 2002):

a) Masih belum diketahui


b) Kelemahan sel- system imun yang melemah
c) Factor genetic tapi belum diketahui secara pasti
d) Adanya infeksi mycrobakterium atau virus akibat hypersensitivitas.
e) Perokok pasif maupun pasif bisa beresiko
2.3 Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang paling sering timbul adalah sebagai berikut (brunner &
suddarth, 2002) :

a. Nyeri abdomen
b. Diare yang tidak hilang dengan defekasi, terjadi pada 90% pasien .
c. Jaringan parut dan pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus
untuk menstranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen
terkonstriksi mengakibatkan nyeri abdomen seperti kram . karena peristaltic
usus di rangsang oleh makanan, nyeri terjadi setelah makan. Untuk
menghindari nyeri, pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan ,
mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal
tidak terpenuhi.
d. Penurunan berat badan ,malnutrisi, 3nemia sekunder.akibatnya individu
menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan hilang
secara terus-menerus.
e. Usus yang terinflamasi dapat mengalami perforasi dan membentuk abses anal
dan intra-abdomen . terjadi demam dan leukositosis. Abses ,fistula, dan fisura
umum terjadi.
f. Perjalan klinis dan gejala bervariasi. Pada beberapa pasien terjadi periode
remisi dan eksaserbasi, sementara yang lain mengikuti beratnya penyebab.
g. Gejala meluas keseluruhan saluran gastrointestinal dan umumnya mencakup
masalah sendi (arthritis), lesi kulit (eritema nodosum), gangguan okuler
(konjungtivitis), ulkus oral.

2.4 Patofisiologi
Enteritis regional/ penykit crohn umumnya terjadi pada remaja atau dewasa
muda , tetapi dapt terjadi kapan sja selama hidup. Keadaan ini sering terlihat pada
populasi lansia (50-80 tahun). Meskipun ini dpat terjdi dimana saja disepanjang sluran
gastrointestinal , area paling umum yang sering terkena adalah ileum distl dan kolon.
Enteritis regional dalah penykit inflamasi kronois dan subakut yang meluas keseluruh
lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural. Pembentukan
fistula . fistula dan abses terjadi sesuai luasnya inflamasi kedalam peritoneum . lesi
(ulkus)tidak pada kontak terus menerus satu sama lain dipisahkan oleh jaringan
normal. Granuloma terjadi pada setengah kasus . pada kasus lanjut mukosa usus
mempunyai penampilan (coblostone) dengan berlanjutnya penyakit , dinding usus
menebal dan menjadi fibrotic dan lumen usus menyempit. (brunner & suddarth. 2002)
Manifestasi pada penyakit Corhn akan terjadi nyeri abdoemn menetap dan
diare yang tidak hilang dengan defeksi. Diare terjadi pada 90% pasien. Jaringan parut
dan pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk mentraspor
produk dari pencernaan usus atas melalu lumen yang terkonstriksi, mengakibatkan
nyeri abdomen berupa kram. Gerakan peristaltik usus dirangsang oleh makan
sehingga nyeri kram terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri kram ini, pasien
cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis
makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya adalah
penurunan berat badan, malnutrisi, anemia sekunder. Selain itu, pembentukan ulkus
dilapisan membran usus dan ditempat terjadinya inflamasi akan menghasilkan rabas
pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang
menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi dapat terjadi akbiat absorbsi
terganggu. Malabsorbsi terjadi sebagai akibat hilangnya fungsi penyerapan
permukaan mukosa. Fenomena ini dapat mengakibatkan malnutrisi protein – kalori,
dehidrasi dan beberapa kekurangan gizi. (brunner & suddarth. 2002)

2.5 Komplikasi
Obstruksi usus atau pembentukan striktur, penyakit perianal , ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit , dan pembentukan fistula serta abses . fistula adalah
hubungan abnormal antara dua struktur tubuh , baik internal (antara dua struktur
internal dan permukaan luas dari tubuh ). Jenis fistula usus halus yang paling umum
yang diakibatkan oleh enteritis regional adalah fistula enterokutan (antara usus halu
dan kulit). Abses dapat berasal dari jalur fistula internal yamg kemudian masuk
kedalam area yang mengakibatkan akumulasi cairan dan infeksi. (brunner & suddarth.
2002)
2.6 Prognosis
Menurut (Grace.P.A. 2002) ada beberapa penderita sembuh total setelah suatu
serangan yang mengenai usus halus.Tetapi penyakit Crohn biasanya muncul lagi
dengan selang waktu tidak teratur sepanjanghidup penderita. Kekambuhan ini bisa
bersifat ringan atau berat, bisa sebentar atau lama. Mengapa gejalanya datang dan
pergi dan apa yang memicu episode baru atau yangmenentukan keganasannya tidak
diketahui.Peradangan cenderung berulang pada daerah usus yang sama, namun
bisamenyebar pada daerah lain setelah daerah yang pernah terkena diangkat
melaluipembedahan.Penyakit Crohn biasanya tidak berakibat fatal. Tetapi beberapa
penderita meninggalkarena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit
Crohn yang menahun.
 Crohn disease adalah penyakit inflamasi kronis , dan berulang dari aktifasi
penyakit yang bisa muncul kembali.
 75% dari pasien akan dilakukan tindakan operasi suatu waktu
 60% dari pasien akan dilakukan tindakan lebih dari satu kali operasi/bisa
berkali-kali dilakukan operasi
 Harapan untuk hidup dari pasien crohn disease kecil berbeda dari jumlah
penduduk normal

2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
 Koreksi anemia , malnutrisi, dehidrasi
 Diet rendah serat, suplementasi vitamin, besi, atau asam folat.
b. Penatalaksanaan famakologi
 5-Aminosalicylic acid (5ASA mesalazine). Ini adalah senyawa dari aksi
local anti-inflamasi, terutama pada colon, dan dapat pangaturan rectal atau
oral. Perlambatan perumusan pelepasan(pentasa atau asacol) melarutkan di
dalam kolon , pada saat mentransrifkan pembentukan dari 5ASA
(sulphasalazine,osalazine,dan basalazine) adalah pelepasa enzim di dalam
colon oleh bakteri.
 Corticosteroids ,terapi steroid biasanya efektif mempengaruhi remisi dan
bisa digunakan terutama untuk pengobatan penyakit yang akut dan sudah
mulai adanya pembusukan. Itu mungkin dapat diatur oleh parenteral,oral,
dan rectal. Memperpanjang pengobatan steroid sistemik banyak efek yang
merugikan. Mrncangkup memperburuk osteoporosis . budesonide adalah
sintetik steroid proses metabolisme dengan cepat oleh liver. Menghasilkan
level sistemik yang lebih rendah, dan kemungkinan itu sebagai partikel
yang efektif dari penyakit terminal crohn disease.
 Immunosuppressives, obat seperti azathioprine, 6-mercaptopurine dan
methotrexate dapat digunakan , terutama ketika sering mengalami relaps
mengharuskan mengulangi pengobatan steroid.
 Antibiotic , metronidazole , mungkin membujuk remisi dari beberapa
penyebab crohn disease tapi ini tidak efektif di ulseratif colitis.
 Probiotik , bacteria yang hidup, untuk memperbaiki dari keseimbangan
flora normal pada usus, telah digunakan untuk pengobatan dengan
berhasil.
(keshaf, satish. 2004)

a) Pembedahan
Pembedahan Panproctocolectomy (ppemotongan colon dan rectum)
adalah penyembuhan untuk colitis ulseratif dan digunakan sebagai tempat
beristirahat selanjutnya untuk penyakit ringan atau dimana timbul dysplasia.
Crohn disease hampir tanpa terkecuali setelah operasi. Oleh karena itu
,penggunaan prosedur bedah lebih besar terbatas. Contohnya pengurangan
tanda dan gejala penyempitan atau terjadi abses. (keshaf, satish. 2004)
Lebih dari 80% pasien yang telah lama menderita penyakit Crohn akan
menjalani operasi walaupun operasi tak mencegah rekuensi , namun dapat
menghilangkan gejala dalam waktu lama. (mansjoer arif, dkk . 2001)
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah kadar hemoglobin, hematokrit, kadar besi
serum untuk menilai kehilangan darah dalam usus, laju endap darah untuk menilai
aktivitas inflamasi serta kadar alumin serum untuk status nutrisi, serta C reactive
protein yang dapat dipakai juga sebagai parameter aktivitas penyakit
2. Endoscopy
Penyakit crohn dapat bersifat transmural, segmental dan dapat terjadi disaluran
cerna bagian atas, usus halus ataupun colon.
3. Radiologi
Barium kontas ganda dapat memperlihatkan striktur, fistula, mukosa yang
iregular, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan distenbilitas lumen kolon
berupa penebalan dinding usus. Peran Ct Scan dan ultrasonografi lebih banyak
ditujukan pada penyakit crohn dalam mendeteksi adanya bases ataupu fistula.
4. Histopatologi
Spesimen yang berasal dari operasi lebih mempunyai nilai diagnostik daripada
spesimenyang diambil secara biopsi per – endoskopik. Terlebih lagi bagi penyakit
crohn yang lesinya bersifat transmural sehingga tidak dapat dijangkau dengan
teknik biopsi per-endoscopik. Gambaran khas untuk penyakit crohn adanya
granuloma tuberculoid (terdapat 20 – 40% kasus) merupakan hal yang
karakteristik disampung adanya infiltrasi sel makrofag dan limfosit di lamina
profia serta ulserasi yang dalam.
5. MRI
Dapat lebih unggul daripada Ct Scan dalam menunjukkan lesi panggul. Oleh
karena kadar air diverensia, MRI dapat mebedakan peradangan aktif dari fibrosis
dan dapat membedakan antara inflamasi serta lesi fibrostenosis penyakit crohn.
6. Colonoscopy
Dapat membantu ketika barium enema satu kontras belum informatif dalam
mengevalusia sebuah lesi kolon. Kolonoscopy berguna dalam memperoleh
jaringan biopsi, yang membantu dalam diferensiasi penyakit lain, dalam evaluasi
lesi masa, dan dalam pelaksanaan surveilans kanker. Colonoscopy juga
memungkinkan mefisualisasi fibrosis striktur pada pasien dengan penyakit kronis.
Selain itu, colonoscopy juga dapat digunakan dalam periode pasca operasi bedah
untuk mengevaluasi anastomosis dan meprediksi kemungkinan kambuh klinis
serta respon terhadap terapi pasca operasi.

(Grace.P.A. 2002)
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Riwayat kesehatan

Pasien melaporkan tanda gejala awalnya seperti diare tapi belum terjadi
perdarahan pada fases(3-5 dengan konsistensi cair /hari), kelelahan,anorexia,nyeri
abdomen yang hilang timbul. Jika penyakit tersebut berkembang cepat biasanya
pasien mengalami nyeri pada abdomen yang menetap dan terus-menerus pada
kuadran kanan bawah, kehilangan berat badan, kelelahan yang lebih berat, dan
demam ringan. Beberapa pasien bisa terjadi penurunan turgor kulit di sekitar parineal
dan area sekitar rectal. (Dongoes, M. 2000)

2. Pemeriksaan fisik
Karena crohn disease adalah penyakit inflamasi kronis yang mempengaruhi
dari sistem saluran pencernaan dan menyebabkan anorexia,diare yang
berkepanjangan, masalah malnutrisi dan dehidrasi. Inspeksi tentang
kehilangan/kerontokan rambut,kulit kering,membran mukosa yang lembab, turgor
kulit yang buruk,kelemahan otot dan lesu. Inspeksi juga daerah perianal untuk
mengetahui ada tidaknya tanda-tanda dari pembentukan fistula.
Palpasi daerah abdomen mengetahui ada/tidaknya nyeri
tekan,kelembutan,pembesaran. Umumnya terdapat nyeri tekan pada abdomen kuadran
kanan bawah, tetapi catat: intensitas,jenis nyeri,dan lamanya nyeri. Auskultasi area
abdomen untuk mendengar bising usus. Seringkali, hiperaktifitas peristaltik usus akan
dicatat sebagai peristiwa inflamasi yang akut.
 Keadaan umum : terlihat lemah dan kesakitan
 TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan diare, suhu badan pasien naik
≥38,5°C
 Head to toe

a. Integumen
Kulit kering dan turgor tidak baik karena kekurangan nutrisi
b. Abdomen
 Inspeksi: pasien mengalami nyeri tekan, kram andomen, perut kembung,
inspeksi dari daerah perinatal dapat mengungkapkan fistula, abses dan
jaringan parut.
 Auskultasi: terdapat peningkatan bising usus karena pasien mengalami diare
 Perkusi: nyeri tekuk dan tympani karena adanya flatulen
 Palpasi: nyeri tekan abdomen, peningkatan suhu tubuh atau didapatkan adanya
masaa pada abdomen. Turgor kulit >3 detik menandakan gejala dehidrasi
c. Pemeriksaan Laboratorium
 Anemia disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk peradangan kroni,
malabsorbsi besi, kehilangan darah kronis, dan malabsorbsi vitamin B12 atau
folat
 Hipoalbuminemia, hipokolesterolemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia
mencerminkan malabsorbsi
 Leukositosis disebabkan oleh peradangan kronis, abses atau pengobatan
steroid

3. Psikososial
Akibat dari peradangan yang kronis dan tubuh yang mulai melemah karena
berbagai tanda gejala yang muncul, kira-kira dengan seringnya pasien dirawat di
rumah sakit, sering kali menunjukan hasil pada masalah psikologi dan isolasi sosial.
Pengkajian mekanisme koping , sebaiknya diberikan dukungan/support system.
(Sommers, Susan, dkk. 2007)
3.2 Diagnosa keperawatan utama (Dongoes, M. 2000)

 Nyeri b.d iritasi nitestinal, kram abdomen dan respon pembedahan


 Resiko ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d pengeluaran cairan dari
muntah yang berlebihan
 Resiko ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidaka
dekuatan intake nutrisi sekunder akibat nyeri, ketidak nyamana lambung dan
intestinal
 Resti infeksi b.d adanya luka pasca bedah
 Kecemasan b.d prognosis penyakit dan rencana pembedahan

3.3 Intervensi

No.
Tujuan dan KH Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah 1. -Kaji skala nyeri (0 – 4)
dilakukan - perawat mengkaji
tindakan keperawatan
2. - Jelaskan dan bantu tingkat nyeri dan dan
selama 3x24 jam masalah pasien dengan tindakan kenyamanan pasien
keperawatan nyeri dapat pereda nyeri -setelah penggunaan obat
teratasi dengan KH nonfarmakologi obatan dan menghindari
sebagai berikut : - Istirahatkan pasien zat pengiritasi
1. Secara subjektif
4. - Ajarkan teknik - pendekatan dengan
melaporkan nyeri distraksi menggunakan relaksasi
berkurang - manajemen pemberian dan nonfarmakologi
2. Ekspresi wajah pasien diet dan menghindari lainnya telah
tenang dan rileks agen iritan mukosa menunjukkan keefektifan
3. Dapat mengidentifikasi lambung dalam mengurangi nyeri
kegiatan yang dapat - kolaborasi dengan - istirahat secara
menambah atau dokter untuk pemberian fisiologis dapat
mengurangi nyeri antasida sesuai dosis menurunkan kebutuhan
4. Pasien tidak gelisah oksigen
5. Skala nyeri turun - distraksi dapat
0-4 menurunkan stim ulus
internal dengan
menghindari makan dan
minuman yang dapat
mengiritasi mukosa
lambung dapat
menurunkan intensitas
nyeri
- antasid untuk
mempertahankan Ph
lambung pada tingkat
normal (4,5)
2 Setelah dilakukan - Monitor TTV - Mengetahui keadaan
tindakan keperawatan - Monitor status cairan umum pasien, hipotensi
selama 3x24 jam, (membran mukosa, datap terjadi pada kondisi
masalah cairan dan turgor kulit dan output hipovolemia
elektrolit dapat teratasi urin) - Jumlah dan tipe cairan
dengan KH sebagai - Kaji sumber pengganti ditentukan dari
berikut : kehilangan cairan keadaan status cairan
1. membran mukosa - Manajemen pemberian - Penurunan volume
lembab, turgor kulit cairan cairan mengakibatkan
normal - Kolaborasi untuk menurunnya produksi
2. TTV dalam batas pemberian dieresis urin. Monitor dilakukan
normal dengan ketat pada
3. Output >600ml/hari produksi urin
4. Laboratorium : nilai - Kehilangan caairan dan
elektrolit normal muntah dapat disertai
dengan keluarnya
natrium per oral yang
juga akan meningkatkan
risiko gangguan elektrolit
- Intake dan output cairan
setiap hari dipantau
untuk mendeteksi tanda –
tanda awal terjadinya
dehidrasi

3 Setelah dilakukan
1. Kaji status nutrisi 1. Menetapkan derajad
keperawatan selama 3x24 pasien, turgor kulit, berat masalah untuk
jam, masalah badan dan penurunan menetapkan pilihan
keperawatan berat badan intervensi yang tepat
ketidakseimbangan 2. Fasilitasi pasien 2. Memperhitungkan
nutrisi dapat teratasi memperoleh diit biasa keinginan individu agar
dengan KH sebagai yang dikonsumsi pasien dapat memperbaiki
berikut : setiap hari nutrisi
1. Pasien dapat
3. Pantau intake dan 3. Berguna dalam
mempertahankan asupan output, anjurkan untuk mengukur keefektifan
status nutrisi yang timbang berat badan nutrisi dan dukungan
adekuat secara periodik cairan.
2. Pernyataan motivasi
4. Lakukan dan ajarkan 4. Menurunkan rasa tidak
yang kuat untuk perawatan mulut sebelum enak karena sisa
meningkatkan kebutuhan dan sesudah makan makanan dan bau obat
nutrisinya 5. Kolaborasi dengan ahli yang dapat merangsang
gizi untuk pemberian ddit pusat muntah
yang seimbang 5. Merencanakan diit
6. Kolaborasi dengan dengan kandungan
dokter untuk pemberian nutrisi yang adekuat
anti muntah sesuai dosis untuk memenuhi
pengingkatan kebutuhan
energi dan kalori
6. Meningkatkan rasa
nyaman pada
gastrointestinal dan
meningkatkan keinginan
intake nutriso dan cairan
per oral
4. Setelah dilakukan
1. - Kaji TTV 1. - Suhu dapat ikut naik
tindakan keperawatan
2. - Kaji jenis pembedahan jika pasien terjadi
selama 3x24 jam,
3. - Lakukan perawatan inflamasi dan infeksi
masalah keperawatan luka pada hari ke dua 2. - Menidentifikasi
resti infeksi dapat teratasi pasca bedah kemajuan atau
dengan KH sebagai
4. - Bersihkan luka pada penyimpangan dari
berikut : saat setiap perawatan tujuan yang diharapkan
1. Tanpa adanya infeksi luka 3. - Perawatan luka
dan tanda – tanda
5. - Tutup luka dengan sebaiknya tidak setiap
kemerahan setelah kassa steril hari untuk menurunkan
jahitan dilepas 6. - Berikan penkes kepada kontak dengan luka yang
2. TTV terutama suhu keluarga pasien dan dalam kondisi steril
dalam batas normal pasien cara perawatan 4. - Pembersihan
luka yang benar dan debridemen dapat
steril mencegah kontaminasi
7. - Kolaborasi dengan kuman ke jaringan luar
dokter untuk pemberian 5. - Penutupan secara
anti infeksi sesuai dosis menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi
dari benda atau udara
6. - Pemberian penkes
diharapkan bisa lenih
memberikan pemenuhan
informasi bagi keluarga
7. - Tindakan kolaborasi
dilakukan dengan tujuan
untuk lebih optimal
dalam pengobatan
5. Setelah dilakukan
1. - Monitor respon fisik, 1. - Digunakan untuk
keperawatan selama 3x24 seperti kelelahan, mengevaluasi derajad
jam, masalah perubahan tanda vital dan atau tingkat kesadaran,
keperawatan kecemasan gerakan yang berulang – khusunya jika melakukan
dapat teratasi dengan KH ulang komunikasi verbal
sebagai berikut : 2. - Anjurkan pasien dan 2. - Memberikan
1. Pasien mampu keluarga mengungkapkan kesempatan untuk
mgnungkapkan perasaan dan mengekspresikan berkosentrasi kejadian
kepada perawat rasa takutnya dari rasa takut, dan
2. Pasien dapat mencatat
3. - Catat reaksi pasien atau mengurangi cemas yang
penurunan kecemasan keluarga. Berikan berlebihan
atau ketakutan kesempatan utnuk 3. - Respon dari kecemasan
3. Pasien dapat rileks dan mengungkapkan anggota keluarga
tidur dengan nyaman perasaannya terhadap apa yang terjadi
4. - Ajarka aktivitas dapat disampaikan
pengalihan perhatian kepada perawat
sesuai kemampuan 4. - Sejumlah aktivitas atau
individu seperti menulis, ketrampilan dapat
menonton tv, dll menurunkan tingkat
kebosanan yang dapat
menjadi stumulus
kecemasan
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini, mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan


system pencernaan dengan gangguan enteritis serta mampu membuat diagnose keperawatan
dengan gangguan enteritis sehingga mahasiswa mampu membuat intervensi dalam asuhan
keperawatan system pencernaan dengan gangguan enteritis.

4.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
berharap kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, mutatqin. 2001. Konsep Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth.2002. keperawatan medical bedah edisi 8 vol 2. Jakarta : EGC

Grace.P.A.2002. Surgery at a Glance second edition.blackwell science Ltd: EGC

Keshaf, satish.2004.the gastrointestinal system at a glance.Blackwell Publishing


Company

Mansjoer, Arif Dan Kuspuji Triyanti, dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
1.Jakarta.Media Aesculapius.

Price, and Wilson. 2006. Patofisiologi konsep penyakit klinis proses-proses


penyakit.jakarta:EGC

Sommers,Susan,dkk.2007. Disease And Disorders A Nursing Therapeutics Manual third


edition.USE: F.A David Company

Anda mungkin juga menyukai