Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN, LAPORAN KASUS,

SATUAN ACARA PENYULUHAN DAN DAFTAR KUNJUNGAN KELUARGA

OLEH :
Kelompok 7

Vigrit Agneetha Parera 1490121002


Vingki Erland S Gogasa 1490121042
Vonda Leasa 149012108
Wana Lorenza Simorangkir 1490121018
Welhelmus Louk 1490121027
Yacomina Kuway 1490121006
Yohana Cuna Miru 1490120134
Yunita Marcelina Selanno 1490120102
Yeremia Tana 1490120033
Daniel Tana 1490120034

PROGRAM PROFESI NERS XXIV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANDUNG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN COVID VARIAN OMIKRON

Vigrit Agneetha Parera 1490121002


Vingki Erland S Gogasa 1490121042
Vonda Leasa 149012108
Wana Lorenza Simorangkir 1490121018
Welhelmus Louk 1490121027
Yacomina Kuway 1490121006
Yohana Cuna Miru 1490120134
Yunita Marcelina Selanno 1490120102
Yeremia Tana 1490120033
Daniel Tana 1490120034

PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN XXIV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2020
PENDAHULUAN
Sebuah varian baru dari virus penyebab COVID-19 pertama kali dilaporkan ke World
Health Organization (WHO) saat terdeteksi di Botswana pada 11 November dan di Afrika
Selatan pada 14 November. Pada 26 November 2021, WHO pun menamai varian baru
tersebut sebagai varian B1.1.529 atau yang kita kenal dengan nama Omicron. Varian ini
diklasifikasikan ke dalam Varian of Concern (VOC). Artinya, varian ini dapat meningkatkan
penularan, meningkatkan kematian, bahkan memengaruhi efektivitas vaksin.
World Health Organization (WHO) telah mengklasifikasikan varian Omicron sebagai
VOC. Klasifikasi ini berdasarkan ditemukannya sejumlah besar mutasi pada varian ini dan
beberapa diantaranya mengkhawatirkan. (WHO 2021).
Efektifitas vaksin COVID-19 terhadap varian ini menurun, pemberian 2 dosis vaksin
Pfizer hanya memberikan perlindungan sebesar 33% terhadap infeksi Omicron, bahkan di
Afrika Selatan efektivitasnya menunjukkan penurunan sampai 80%. Penelitian terhadap
booster vaksin Pfizer menunjukkan efektivitas sebesar 75% pasca 2 minggu penyuntikkan
93% terhadap varian Delta. Varian Omicron memiliki kecepatan penularan yang tinggi
hingga mencapai 5 kali lipat dari varian sebelumnya. (Petrillo 2021).
Gejala yang timbul pada varian ini berbeda dengan varian sebelumnya terutama varian
Delta. Gejala yang dominan pada penderita Omicron di London, yaitu pilek, sakit kepala,
malaise (baik ringan atau berat), bersin, dan sakit tenggorokan. Perbedaan gejala dari varian
sebelumnya, yaitu varian Alpha yang umumnya dijumpai gejala demam, batuk, dan
kehilangan indra penciuman dan pengecap. Test Polymerase Chain Reaction (PCR) masih
dapat mendeteksi varian ini. Saat ini telah dikembangkan metode deteksi berbasis RT-PCR
yang dikembangkan secara in silico yang dirancang sangat spesifik untuk mendeteksi varian
Omicron yang dikenal dengan metode RT-qPCR (Latobucci 2021).
Pencegahan penularan dapat dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan dan
melakukan vaksinasi. Menurut WHO pencegahan selalu menjadi kunci. Langkah pencegahan
untuk mengurangi risiko penularan COVID-19, yaitu dengan mengenakan masker dengan
cara yang benar, menjaga kebersihan tangan, menjaga jarak fisik, meningkatkan ventilasi
ruangan, menghindari kerumunan, dan melakukan vaksinasi. Para ahli virologi mendesak
agar masyarakat segera melakukan vaksinasi dan memberikan dosis booster pada program
vaksinasi masing-masing negara pada usia >5 tahun. Meningkatkan skrining dengan
pemeriksaan berkala dan kepatuhan terhadap pedoman karantina dan isolasi.
A. Definisi
Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh coronavirus yang baru muncul yang pertama dikenali muncul di Wuhan,
Tiongkok, pada bulan Desember 2019. Pengurutan genetika virus ini mengindikasikan
bahwa virus ini berjenis betacoronavirus yang terkait erat dengan virus SARS. (World
Health Organization 2020). Menurut (Garcés Villalá et al. 2020), COVID-19 adalah
penyakit infeksi sistemik akut menular yang mempengaruhi sistem pernafasan yang
disebabkan oleh virus SARS-CoV-2.
Omicron adalah sebuah varian yang sangat divergen dengan jumlah mutasi yang
tinggi, termasuk 26- 32 varian pada bagian spike, yang beberapa di antaranya
mengkhawatirkan dan dapat terkait dengan potensi menghindari imunitas (immune
escape) dan transmisibilitas yang lebih tinggi. Namun, masih terdapat banyak
ketidakpastian (WHO 2021)
B. Etiologi
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus betacoronavirus.
Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang sama
dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS)
pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on
Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2. .(Susilo et al. 2020).
Infeksi virus Corona atau COVID-19 disebabkan oleh coronavirus, yaitu kelompok
virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Pada sebagian besar kasus, coronavirus hanya
menyebabkan infeksi pernapasan ringan sampai sedang, seperti flu. Akan tetapi, virus ini
juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti pneumonia, Middle-East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Ada dugaan bahwa virus Corona awalnya ditularkan dari hewan ke manusia.
Namun, kemudian diketahui bahwa virus Corona juga menular dari manusia ke manusia.
Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui berbagai cara, yaitu:
1. Tidak sengaja menghirup percikan ludah (droplet) yang keluar saat penderita COVID-
19 batuk atau bersin.
2. Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu setelah menyentuh
benda yang terkena cipratan ludah penderita COVID-19
3. Kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19
Dalam kondisi kontak yang erat ditambah laju mutasi yang relatif cepat pada
genom virus, dapat terjadi kondisi dimana muncul mutan virus baru yang bisa berpindah
ke spesies lain. Dalam kondisi terisolasi, mutan ini biasanya tidak dapat bertahan hidup
karena tidak mendapatkan inang. Namun, dalam kondisi dimana ada hubungan erat antar
spesies, maka mutan ini kemudian bisa mendapat inang baru dan dapat berkembang biak.
Virus Corona dapat menginfeksi siapa saja, tetapi efeknya akan lebih berbahaya atau
bahkan fatal bila terjadi pada orang lanjut usia, ibu hamil, orang yang memiliki penyakit
tertentu, perokok, atau orang yang daya tahan tubuhnya lemah, misalnya pada penderita
kanker.
Penyebaran virus ini berlangsung dari manusia ke manusia terutama melalui
droplet. Droplet ini seperti aerosol, dihasilkan saat batuk atau bersin. Virus yang berada
dalam droplet selama setidaknya 3 jam. Adapun kemampuan SARS-CoV-2 bertahan di
permukaan benda padat.

C. Tanda Dan Gejala


Menurut (Latobucci 2021) Gejala yang timbul pada varian omicron ini agak berbeda
dengan varian sebelumnya terutama varian Delta. Gejala yang dominan pada penderita
Omicron yaitu:
1. Pilek
2. Sakit Kepala
3. Malaise (Baik Ringan Atau Berat)
4. Bersin, Dan
5. Sakit Tenggorokan.
Perbedaan gejala dari varian sebelumnya, yaitu varian Alpha yang umumnya dijumpai
gejala demam, batuk, dan kehilangan indra penciuman dan pengecap.
D. Pathways
E. Klasifikasi Pasien COVID-19
Untuk kasus COVID-19 terdapat klasifikasi pasien yaitu sebagai berikut:
1. Orang tanpa gejala (OTG), yaitu orang yang tidak bergejala dan memiliki risiko
tertular dari orang positif COVID-19.
2. Orang dalam pemantauan (ODP) yaitu salah satu dari:
a. Orang yang mengalami demam (≥38°C) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.
b. Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau probable COVID-19
3. Pasien dalam pengawasan (PDP), yaitu salah satu dari:
a. Orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yaitu demam (≥38°C) atau
riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti:
batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.
b. Orang dengan demam (≥38°C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi
atau probabel COVID-19.
c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
4. Pasien terkonfirmasi COVID-19 yaitu pasien dengan hasil positif melalui
pemeriksaan PCR.
Kontak didefinisikan sebagai:
a. Paparan di fasilitas kesehatan (memberikan pelayanan langsung kepada pasien
dengan COVID-19, bekerja bersama dengan tenaga kesehatan yang terinfeksi
COVID-19, mengunjungi atau tinggal di lingkungan yang sama dengan pasien
COVID-19).
b. Bekerja bersama dalam jarak dekat atau berada dalam satu lingkungan ruang
kelas yang sama dengan pasien COVID-19.
c. Bepergian bersama dengan pasien COVID-19 dengan kendaraan apapun
d. Tinggal bersama dalam satu rumah tangga dengan pasien COVID-19.

F. Penatalaksaan
1. Terapi suportif awal dan evaluasi
a. Berikan suplementasi oksigen secepatnya pada pasen dengan infeksi pernafasan
akut yang berat, gagal nafas, hipoksemia atau syok. Target SpO 2 ≥90% pada
pasien dewasa dan SpO2 ≥92-95% pada pasien yang sedang hamil. Titrasi naik
pemberian oksigen sampai target saturasi oksigen diatas tercapai. Pada ruangan
dimana pasien dengan infeksi pernafasan akut yang berat dirawat, harus selalu
tersedia oksimetri, sistem oksigenasi yang lengkap dan bersifat sekali pakai
(nasal kanul, masker simple, dan masker dengan reservoir). Gunakan
kewaspadaan kontak ketika menyentuh alat penghantar oksigen pada pasien
dengan COVID-19.
b. Pemberian cairan diberikan secara konservatif jika tidak ditemukan tanda syok.
Pemberian cairan harus dilakukan secara hati-hati karena dapat memperburuk
oksigenasi jika terjadi overhidrasi
c. Pemberian antibiotik empiris ditujukan untuk semua patogen yang mungkin
menjadi etiologi SARI. Antibiotik harus segera diberikan dalam 1 jam pertama
pada pasen dengan sepsis. Terapi antibiotik empiris didasarkan pada diagnosa
klinis (pneumonia komunitas, nosokomial atau sepsis), dengan
mempertimbangkan epidemilogi lokal dan data lokal kepekaan terhadap
antibiotik. Terapi empiris mencakup pemberian neuraminidase inhibitor untuk
influenza jika terdapat kecurigaan klinis. Deeskalasi terapi empirik harus
dilakukan dan berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan pertimbangan
klinis. Pemberian antibotik bukan ditujukan untuk COVID-19.
d. Pantau dengan ketat pasien dengan infeksi pernafasan akut yang berat dan jika
terjadi perburukan klinis yang progresif segera lakukan tintervensi terapi
suportif jika dibutuhkan.
e. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak disarankan untuk rutin diberikan
sebagai terapi pneumonia yang diakibatkan oleh virus atau pada gagal nafas
2. Tatalaksana Pasien dengan Gagal Nafas dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
a. Identifikasi kemungkinan gagal nafas hipoksemia berat pada pasien dengan
gangguan pernafasan yang tidak mencapai target dengan terapi oksigen standar.
b. Oksigen aliran tinggi / high-flow nasal oxygen (HFNO) atau ventilasi non
invasif (NIV) dapat diberikan pada pasien gagal nafas hipoksemik tertentu.
c. Intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh petugas medis yang sudah terlatih dan
berpengalaman dengan menggunakan kewaspadaan airborne
d. Gunakan Ventilasi mekanik dengan strategi lower tidal volume (4-8ml/kg
predicted body weight/PBW) dan tekanan inspirasi yang lebih rendah (plateu
pressure <30cm H2O).
e. Pada pasien dengan ARDS yang berat, direkomendasikan prone ventilation >12
jam per hari.
f. Pada pasien ARDS tanpa hipoperfusi jaringan, direkomendasikan pemberian
cairan konservatif.
g. Pada pasien dengan ARDS sedang sampai berat, PEEP yang lebih tinggi
disarankan dibanding PEEP rendah.
h. Neuromuskuler blockade infus kontinu tidak disarankan untuk digunakan secara
rutin.
i. Pertimbangkan untuk merujuk ke Faskes yang memiliki extracorporeal life
support (ECLS) pada pasien dengan hipoksemia yang refrakter meskipun
protective mechanical ventilation telah digunakan.
j. Hindari melepaskan pasien dari ventilator yang dapat berakibat pada hilangnya
PEEP dan atelektasis. Untuk itu gunakan kateter inline untuk suction dan klem
endotrakeal tube ketika pelepasan dari ventilator dibutuhkan (misalnya untuk
transfer)
3. Tatalaksana Syok Septik
a. Diagnosis syok septik pada dewasa ketika ditemukan adanya tanda infeksi DAN
membutuhkan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg DAN
kadar laktat ≥2 mmol/L, tanpa adanya hipovolemia. Jika pemeriksaan laktat
tidak tersedia gunakan MAP dan tanda klinis untuk menetukan keberadaan
syok.
b. Cairan resusitasi pada pasien dewasa dengan syok septik yang
direkomendasikan adalah paling tidak 30 ml/kg cairan kristaloid isotonis dalam
3 jam pertama.
c. Tidak diperkenankan menggunakan cairan kristaloid hipotonis, starches atau
gelatin untuk resusitasi.
d. Hati hati karena pemberian cairan dapat menyebabkan kelebihan cairan,
termasuk gagal nafas. Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan (distensi vena
jugular, ronki basah halus pada auskultasi paru, ditemukannya edema paru pada
foto toraks); jika ditemukan maka kurangi atau hentikan pemberian cairan.
e. Cairan kristaloid yang disarankan adalah salin normal atau ringer laktat.
Tentukan kebutuhan pemberian bolus tambahan (250-1000 mL pada dewasa).
Target perfusi yang ingin dicapai adalah MAP (>65 mmHg), urin output
(>0,5/mL/kg) dan perbaikan dari kelembababan kulit, pengisian kapiler,
kesadaran dan kadar laktat.
f. Berikan vasopressor jika syok menetap selama atau setelah resusitasi cairan.
Target adalah MAP ≥65 mmHg pada dewasa.
g. Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopressor dapat diberikan melalui
akses perifer namun gunakan vena yang besar dan evaluasi ketat adanya tanda
ekstravasasi cairan dan nekrosis jaringan lokal.
h. Jika perfusi tetap buruk dan disfungsi kardiak terjadi meskipun MAP telah
tercapai dengan pemberian cairan dan vasopressor, pertimbangkan pemberian
agen inotropic seperti dobutamine.
4. Pengambilan Spesimen Untuk Pemeriksaan Penunjang.
a. Ambil kultur darah untuk bakteri untuk identifikasi penyebab pneumonia dan
sepsis, sebaiknya sebelum diberikan antibiotik namun JANGAN sampai
menunda pemberian antibiotik untuk mengambil kultur.
b. Ambil spesimen dari saluran pernafasan atas (nasofaring dan orofaring) dan
saluran pernafasan bawah (sputum, aspirasi endotrakeal atau cairan
bronkoalveolar) untuk pemeriksaan SARS-CoV-2 guna pemeriksaan RT-PCR.
Untuk pasen yang terintubasi hanya spesimen dari saluran pernafasan bawah
saja. Gunakan APD yang lengkap saat mengambil spesimen. Induksi sputum
tidak disarankan karena dapat meningkatkan risiko transmisi via aerosol. Pada
pasien yang dirawat dengan CIVUD-19 yang sudah terkonfirmasi, pengambilan
sampel berulang dilakukan untuk melihat viral clearance. Pengambilan sampel
disarankan minimal setiap 2 sampai 4 hari sampai setidaknya 2 hasil negatif
bertutur-turut dengan jeda minimal 24 jam ditemukan, baik pada sampel saluran
pernafasan
5. Terapi Antivirus dan Vaksin
Efektifitas vaksin COVID-19 terhadap varian ini masih memerlukan penelitian
lebih lanjut, namun ada yang menyatakan bahwa efektivitasnya menurun.(7)
Pemberian 2 dosis vaksin Pfizer hanya memberikan perlindungan sebesar 33%
terhadap infeksi Omicron, bahkan di Afrika Selatan efektivitasnya menunjukkan
penurunan sampai 80%.(2,7,8) Penelitian terhadap booster vaksin Pfizer menunjukkan
efektivitas sebesar 75% pasca 2 minggu penyuntikkan (93% terhadap varian Delta).
Idealnya pasien Omicron diisolasi di rumah sakit. Namun, pemerintah mengubah
strategi penanganan pasien Omicron. Masyarakat yang terkonfirmasi positif Omicron
bergejala ringan dan tidak bergejala, tapi bukan pasien berisiko (lansia atau tidak
komorbid) bisa melakukan isolasi mandiri di rumah.
Pemerintah pun memberikan suplemen vitamin maupun obat terapi tambahan
secara gratis lewat layanan telemedicine. Masa inkubasi untuk Omicron lebih pendek
dibandingkan dengan varian sebelumnya, hanya berkisar tiga hari. Walaupun
bisa isolasi mandiri di rumah, tetap harus ada beberapa hal yang diperhatikan. Pasien
tak bergejala dan dirawat di rumah ini harus memiliki ruang atau kamar yang sehat
dan aman. Pihak keluarga pasien menguasai bagaimana menangani pasien yang ada di
rumah seperti penyediaan makan, kebersihan dan lainnya, pihak keluarga perlu
memberikan dukungan moral dan sikap positif.
Yang harus diingat, dirawat di rumah bukan berarti lepas dari pengawasan tenaga
medis. Pasien harus tetap dalam pengawasan dokter, baik puskesmas atau klinik
setempat dan memanfaatkan layanan telemedicine.Pasien pun dipantau terkain
keadaan kesehatannya, ada tidaknya keluhan seperti demam, batuk, nyeri tubuh, sakit
kepala, sesak napas, sampai perburukan dari keluhan.Selain itu, monitor pada pasien
juga mencakup alat, seperti termometer yang relatif mudah didapat, oximeter untuk
mengetahui situasi oksigen di tubuh, alat tensimeter untuk mengukur tekanan darah.
DAFTAR PUSTAKA

Latobucci G. Covid-19: Runny nose, headache, and fatique are commonest symptoms of
omicron, early data show. BMJ 2021; 375:n3103. doi : 10.1136/bmj.n3103.
Petrillo M, Querci M, Corbisier P, et al. In Silico Design of Specific Primer Sets for the
Detection of B.1.1.529 SARS-CoV-2 Variant of Concern (Omicron) (Version
01). Zenodo; 2021. doi: 10.5281/zenodo.5747872
World Health Organization. Enhancing Readiness for Omicron (B.1.1.529): Technical Brief
and Priority Action for Member States [Internet]. World Health Organization;
2021 [cited 2021 Dec 22]. Available from: https://www.who.int/
publications/m/item/enhancing-readiness-foromicron-(b.1.1.529)-technical-brief-
and-priorityactions-for-member-states

Anda mungkin juga menyukai