Dosen Pembimbing :
dr. Satrio Adi Wicaksono, Sp.An
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Anestesi dan Intensive
Care
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pertolongan
Nya penulis dapat menyelesaikan Referat Terapi Oksigen dengan tujuan sebagai bahan
pembelajaran pada kepaniteraan anestesi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Satrio Adi Wicaksono Sp. An selaku dosen pembimbing yang telah membantu
penulis dalam dalam mengerjakan referat ini.
2. Orang tua yang telah memberikan support kepada penulis dalam penyelesaian tulisan
ilmiah ini.
3. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
pembuatan tulisan ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
bersama. Semoga karya ilmiah yang penulis sampaikan ini dapat membuat kita mencapai
kehidupan yang lebih baik lagi.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. iv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………….. v
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………1
Latar Belakang…………………………………………………………………..1
Tujuan…………………………………………………………………………...2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………...3
2.1 Upper respiratory tract……………………………………………………... 3
2.2 Lower Respiratory tract……………………………………………………..4
2.3 Mekanisme kerja otot pernafasan…………………………………………...6
2.4 Corona Disease (COVID-19)………………………………………………11
2.5 Gejala Coronavirus-Disease 19…………………………………………….12
2.6 Kegiatan Surveilans dan Karantina………………………………………...14
2.7 Upaya Deteksi Dini dan Respon Puskesmas terhadap pasien PDP………..17
2.8 Airway Management Pada Pasien Covid 19……………………………… 24
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………….. 38
BAB IV QNA……………………………………………………………………………39
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..41
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11. Rencana personalia untuk intubasi trakea pada pasien dengan COVID-19….35
Gambar 13. Teknik two handed-person bag dengan posisi VE hand …………………… 37
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
sebagai pandemi dunia oleh WHO (WHO,2020). Di Indonesia angka kejadian COVID-19
semakin bertambah. Berdasarkan data pemerintah terdapat 1.285 kasus Covid-19 per Minggu
(29/3/2020) siang. Jumlah tersebut bertambah sebanyak 130 kasus dari total 1.155 kasus pada
Sabtu (28/3/2020). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari
dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. 1,2
Infeksi COVID-19 dapat menyebabkan gejala ISPA ringan sampai berat bahkan
sampai terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik. Deteksi
dini manifestasi klinis dari penyakit ini akan menentukan waktu yang tepat dalam penerapan
tatalaksana dan PPI. Pasien dengan gejala ringan, rawat inap tidak diperlukan kecuali ada
Pasien COVID-19 yang dicurigai menderita gejala ISPA yang berat yaitu
Manajement yang baik dan sesuai panduan dengan segera. Airway manajemen merupakan
hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam
penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai
adalah kelancaran jalan nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang bisa saja
terganggu oleh berbagai penyebab salah satunya adalah Infeksi COVID-19 yang juga dapat
1
2
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui Airway Mangement pada Pasien
COVID-19 dan penatalaksanaannya serta sebagai syarat menjalani kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Anestesi dan Intensive Care.
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
saluran udara, dari 2,5 cm2 di trakea, menjadi 11.800 cm2 di alveoli. Akibatnya, kecepatan
aliran udara di dalam saluran udara kecil berkurang ke nilai yang sangat rendah.5
Anatomi paru
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea, karina,
bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis,
bronchiolus respiratorius, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus,
dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus
yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat fissura horizontal yang
membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan fissura oblique membagi lobus media
dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus superior
dan lobus inferior. Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan
Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura).3
6
Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari arteri bronkialis
cabang-cabang dari aorta thoracalis descendens. Vena bronkialis, yang juga berhubungan
dengan vena pulmonalis, mengalirkan darah ke vena azigos dan vena hemiazigos. Alveoli
mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis dan darah yang
teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang vena pulmonalis. Dua vena
pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.7
Drainase limfatik paru mengalir kembali dari perifer menuju kelompok kelenjar getah
bening trakeobronkial hilar dan selanjutnya menuju trunkus limfatikus mediastinal.7
Paru dipersyarafi oleh pleksus pulmonalis yang terletak di pangkal paru. Pleksus ini
terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut parasimpatis (dari arteri
vagus). Serabut eferen dari pleksus mensarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima
dari membran mukosa bronkioli dan alveoli.7
Otot inspirasi utama lainnya adalah musculus interkostalis eksternus, yang berjalan dari
iga ke iga secara miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra
sehingga ketika musculus intercostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya akan
terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar diameter
anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat yang
lebih kecil. Musculus interkostalis eksternus dan diafragma dapat mempertahankan ventilasi
yang adekuat pada keadaan istirahat. Musculus scalenus dan musculus
sternocleidomastoideus merupakan otot inspirasi tambahan yang ikut membantu mengangkat
rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.5
Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan menyebabkan volume
intratoraks berkurang. Musculus intercostalis internus bertugas untuk melakukan hal tersebut
karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga sehingga
ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah. Kontraksi otot dinding
abdomen anterior 17 juga membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah
dan ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan mendorong
diafragma ke atas.5
Mekanisme pernafasan
A. Inspirasi dan Ekspirasi
8
Paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada keadaan normal, hanya
ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada (ruang intrapleura). Inspirasi
merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan volume intratoraks.
Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap
tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru akan semakin
teregang.9
Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara akan mengalir
ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke
kedudukan ekspirasi sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil jaringan paru
dan dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi lebih positif dan udara mengalir
meninggalkan paru. Ekspirasi selama pernapasan tenang merupakan proses pasif yang tidak
memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun, pada awal
ekspirasi, sedikit kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini bertujuan untuk
meredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.9
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun menjadi -30 mmHg sehingga
pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang
menurunkan volume intratoraks.9
Paru dapat diisi sampai > 5,5 liter dengan usaha inspirasi maksimum atau dikosongkan
sampai sekitar 1 liter dengan ekspirasi maksimum. Volume paru bervariasi dari sekitar 2
sampai 2,5 liter karena volume udara tidal rata-rata sebesar 500 ml keluar masuk paru tiap
kali seseorang bernapas.10 Volume dan kapasitas paru merupakan gambaran fungsi ventilasi
sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas paru dapat diketahui
besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi paru.10
a. Volume tidal
Merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali inspirasi atau ekspirasi pada
setiap pernapasan normal. Nilai rerata pada orang sehat kondisi istirahat adalah 500 ml.
b. Volume cadangan
inspirasi Merupakan volume udara tambahan pada inspirasi maksimal melebihi volume tidal,
digunakan pada saat aktivitas fisik. Volume cadangan inspirasi dihasilkan oleh adanya
kontraksi maksimal diafragma, musculus intercostalis eksternus dan otot inspirasi tambahan.
Nilai ratarata pada orang sehat sekitar 3.000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi
Merupakan volume udara tambahan yang dapat secara aktif dikeluarkan dari dalam paru
melalui kontraksi otot ekspirasi secara maksimal setelah ekspirasi biasa. Nilai rata-rata pada
orang sehat sekitar 1.000 ml.
d. Volume residual
Merupakan volume udara minimal yang tersisa di dalam paru setelah ekspirasi maksimum.
Nilai rata-rata pada orang sehat sekitar 1.200 ml.
e. Kapasitas vital
Merupakan volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah
inspirasi maksimal, bermanfaat untuk menilai kapasitas fungsional paru. Subyek mula-mula
melakukan inspirasi maksimum, kemudian melakukan ekspirasi maksimum. Nilai rata-rata
pada orang sehat sekitar 4.500 ml.
f. Kapasitas inspirasi
Merupakan volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi biasa. Nilai rata-
rata pada orang yang sehat adalah sekitar 3.500 ml.
g. Kapasitas residual
fungsional Merupakan volume udara dalam paru pada akhir ekspirasi pasif normal. Nilai rata-
rata pada orang sehat sekitar 2.200 ml.
h. Kapasitas total paru
10
Merupakan volume udara dalam paru sesudah inspirasi maksimal. Kapasitas total paru
merupakan penjumlahan dari keempat volume paru atau penjumlahan dari kapasitas vital
dengan volume residual Nilai rata-rata pada orang sehat sekitar 5.700 ml.
Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi, berkumpul pada neuron motorik
N.Phrenicus pada kornu ventral C3-C5 serta neuron motorik intercostales externa pada kornu
ventral sepanjang segmen toracal medulla. Serat saraf yang membawa impuls ekspirasi,
bersatu terutama pada neuron motorik intercostales interna sepanjang segmen toracal
medulla.11
Pada 10 Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila neuron motorik
untuk otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya. Meskipun refleks spinal ikut berperan pada
persarafan timbal-balik (reciprocal innervation), aktivitas pada jaras descendens-lah yang
berperan utama. Impuls melalui jaras descendens akan merangsang otot agonis dan
menghambat yang antagonis. Satu pengecualian kecil pada inhibisi timbal balik ini aadalah
terdapatnya sejumlah kecil aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka waktu singkat,
setelah proses inspirasi. Fungsi keluaran pasca inspirasi ini nampaknya adalah untuk
meredam daya rekoil elastik jaringan paru dan menghasilkan pernafasan yang halus (smooth).
11
Pada 17 Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun
oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur besi dan globin yang berupa
protein. Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihat-kan menurut
persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni. Sebaliknya apabila terjadi
akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis.
Definisi Operasional
a) Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38 oC) atau
riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti:
batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat# DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal
di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
2) Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi
COVID-19.
3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
b. Orang Dalam Pemantauan (ODP)
1) Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN tidak ada
penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi local.
14
Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam
ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam
pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala.
Termasuk kontak erat adalah:
1) Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan
ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan APD sesuai
standar.
2) Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus (termasuk
tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
3) Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat
angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala.
Catatan:
Saat ini, istilah suspek dikenal sebagai pasien dalam pengawasan.
Perlu waspada pada pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh
(immunocompromised) karena gejala dan tanda menjadi tidak jelas.
ISPA berat atau pneumonia berat adalah
➢ Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan infeksi saluran
napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit, distress pernapasan berat,
atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara kamar.
➢ Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari
berikut ini:
- sianosis sentral atau SpO2 <90%;
15
- distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang berat);
- tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi atau
penurunan kesadaran, atau kejang.
- Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea :<2 bulan,
≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit;>5 tahun, ≥30x/menit.
d. Kasus Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif melalui
pemeriksaan PCR.
pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala harian. Pemantauan dilakukan oleh
petugas kesehatan layanan primer dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
setempat. Orang tanpa gejala yang tidak menunjukkan gejala COVID-19, ditetapkan
melalui surat pernyataan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan.
b. Orang Dalam Pemantauan (ODP)
Kegiatan surveilans terhadap ODP dilakukan selama 14 hari sejak mulai
munculnya gejala. Terhadap ODP dilakukan pengambilan spesimen pada hari ke-1
dan ke-2 untuk pemeriksaan RT PCR. Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas
laboratorium setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes atau
lokasi pemantauan. Jenis spesimen dapat dilihat pada BAB 5. Pengiriman spesimen
disertai formulir pemeriksaan ODP/PDP.1,2
Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, dilakukan pemeriksaan
Rapid Test. Apabila hasil pemeriksaan Rapid Test pertama menunjukkan hasil:
a) Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di rumah;
pemeriksaan ulang pada 10 hari berikutnya. Jika hasil pemeriksaan
ulang positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak
2 kali selama 2 hari berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa yang
mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
b) Positif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di rumah; Pada
kelompok ini juga akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT
PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut,di Laboratorium
pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
Apabila ODP yang terkonfirmasi menunjukkan gejala perburukan maka:
1) Jika gejala sedang, dilakukan isolasi di RS darurat
2) Jika gejala berat, dilakukan isolasi di RS rujukan
Kegiatan surveilans terhadap ODP dilakukan berkala untuk mengevaluasi adanya
perburukan gejala selama 14 hari. Petugas kesehatan dapat melakukan pemantauan melalui
telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat pada formulir pemantauan
harian. Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala
harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas kesehatan layanan primer dan berkoordinasi
dengan dinas kesehatan setempat. Orang dalam pemantauan yang sudah dinyatakan sehat
yang tidak memiliki gejala terkait COVID-19, ditetapkan melalui surat pernyataan yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan.
17
2.7 Upaya Deteksi Dini dan Respon Puskesmas terhadap pasien PDP, ODP, dan OTG
a. PDP
Tatalaksana sesuai kondisi:
Ringan: Isolasi diri di rumah
Sedang: Rujuk ke RS Darurat
Berat: Rujuk ke RS Rujukan
Saat melakukan rujukan berkoordinasi dengan RS
- Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan (obstruksi napas atau apneu, distres pernapasan berat,
sianosis sentral, syok, koma, atau kejang) harus diberikan terapi oksigen selama
resusitasi untuk mencapai target SpO2 ≥94%;
- Semua pasien dengan ISPA berat dipantau menggunakan pulse oksimetri dan
sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan semua alat-alat untuk
menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup dengan
kantong reservoir) harus digunakan sekali pakai.
- Terapkan kewaspadaan kontak saat memegang alat-alat untuk menghantarkan
oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup dengan kantong
reservoir) yang terkontaminasi dalam pengawasan atau terbukti COVID-19.
b) Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA berat tanpa
syok. Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam pemberian cairan
intravena, karena resusitasi cairan yang agresif dapat memperburuk
oksigenasi, terutama dalam kondisi keterbatasan ketersediaan ventilasi
mekanik.
c) Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi. Pada kasus
sepsis (termasuk dalam pengawasan COVID-19) berikan antibiotik empirik
yang tepat secepatnya dalam waktu 1 jam. Pengobatan antibiotik empirik
berdasarkan diagnosis klinis (pneumonia komunitas, pneumonia nosokomial
21
atau sepsis), epidemiologi dan peta kuman, serta pedoman pengobatan. Terapi
empirik harus di de-ekskalasi apabila sudah didapatkan hasil pemeriksaan
mikrobiologis dan penilaian klinis.
d) Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk pengobatan
pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis kecuali terdapat alasan
lain. Penggunaan jangka panjang sistemik kortikosteroid dosis tinggi dapat
menyebabkan efek samping yang serius pada pasien dengan ISPA
berat/SARI, termasuk infeksi oportunistik, nekrosis avaskular, infeksi baru
bakteri dan replikasi virus mungkin berkepanjangan. Oleh karena itu,
kortikosteroid harus dihindari kecuali diindikasikan untuk alasan lain.
e) Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang mengalami
perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan intervensi perawatan
suportif secepat mungkin.
f) Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan pengobatan dan
penilaian prognosisnya. Perlu menentukan terapi mana yang harus dilanjutkan
dan terapi mana yang harus dihentikan sementara. Berkomunikasi secara
proaktif dengan pasien dan keluarga dengan memberikan dukungan dan
informasi prognostik.
g) Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan penyesuaian
dengan fisiologi kehamilan. Persalinan darurat dan terminasi kehamilan
menjadi tantangan dan perlu kehati-hatian serta mempertimbangkan beberapa
faktor seperti usia kehamilan, kondisi ibu dan janin. Perlu dikonsultasikan ke
dokter kandungan, dokter anak dan konsultan intensive care.
Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan look, listen and feel.16 Look
berarti melihat adanya gerakan pengembangan dada, listen adalah mendengarkan suara
pernafasan. Seringkali suara mengorok dan bunyi gurgling (bunyi cairan) menandakan
adanya hambatan jalan nafas, Sedangkan feel adalah merasakan adanya hembusan udara
saat klien melakukan ekspirasi yang bisa kita rasakan pasa pipi maupun punggung tangan
penolong.
Pengkajian/penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya abstruksi jalan nafas atau tidak. Pada pasien yang dapat berbicara, dapat dianggap
bahwa jalan nafas bersih/clear. Dilakukan pula pengkajian adanya suara nafas tambahan
misalnya stridor, wheezing. . Pada pasien COVID-19 terdapat beberapa manifestasi klinis
yang berhubungan yaitu:
a. Uncomplicated illness
Pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam, batuk, nyeri tenggorokan, hidung
tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot. Perlu waspada pada usia lanjut dan
imunocompromised karena gejala dan tanda tidak khas.
b. Pneumonia ringan
29
Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia berat. Anak dengan
pneumonia ringan mengalami batuk atau kesulitan bernapas + napas cepat: frekuensi
napas: <2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit dan tidak
ada tanda pneumonia berat.
a. LOOK:16
Look untuk melihat apakah pasien agitasi/gelisah, mengalami penurunan kesadaran, atau
sianosis. Lihat juga apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Kaji adanya
deformitas maksilofasial, trauma leher trakea, dan debris jalan nafas seperti darah, muntahan,
dan gigi yang tanggal.16
Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas, namun
tetap perlu evaluasi berkala. Penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia
Agitasi memberi kesan adanya hipoksia Nafas cuping hidung
30
b. LISTEN:16
Dengarkan suara nafas abnormal, seperti:
Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi
larings (Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)
Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan napas
pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas
c. FEEL:16
Rasakan aliran udara dari mulut/ hidung
Posisi trakea terutama pada pasien trauma. Palpasi trakea untuk menentukan apakah
terjadi deviasi dari midline.
Palpasi apakah ada krepitasi
Intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling sering digunakan.
Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang harus diperhatikan pada
31
pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Faktor yang paling menentukan dalam
pemilihan intubasi orotrakeal atau nasotrakeal adalah pengalaman dokter. Kedua teknik
tersebut aman dan efektif apabila dilakukan dengan tepat. Ketidakmampuan melakukan
intubasi trakea merupakan indikasi yang jelas untuk melakukan airway surgical. Apabila
pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa dengan cara ATLS
(Advance Trauma Life Support) (2008).15
oksigen aliran tinggi (HFNO- Maxtec / Airvo / Nasal kanul > 6L / mnt) terapi dan /
atau ventilasi non-invasif (NIV - termasuk BiPAP dan / atau CPAP) dapat dimulai
- Untuk COVID-19 pasien yang dicurigai dan / atau dipastikan refrakter terhadap terapi
nasal canul, terapi high-flow nasal oxygen (HFNO) harus dipertimbangkan sebelum
penggunaan ventilasi non-invasif (NIV)18
Catatan penting: jika prosedur penghasil aerosol tidak dapat dihindarkan, prosedur
tersebut harus dilakukan di ruang tekanan negatif (AIIR) atau area kohort yang ditunjuk
di mana semua staf berada dalam Kontak + Tetesan + PPE Udara.
Jaga agar jumlah orang dan durasi paparan minimum.
Kenakan APD yang benar: Kontak + Tetesan + Udara. DON dan DOFF di bawah
pengawasan dengan pemeriksaan silang.
Ucapkan rencana yang jelas dan gunakan daftar periksa (Lampiran A & B) bila
memungkinkan.
Optimalkan perawatan pasca-intubasi dengan analgesik, sedasi, dan ventilasi pelindung
paru-paru.
33
Airway Map adalah lembaran 30x14 inci yang dicetak / dilaminasi (dapat
dibersihkan) yang digunakan untuk memastikan tim memiliki semua yang mereka
butuhkan sebelum memasuki ruangan. Ini dirancang agar sesuai dengan meja samping
tempat tidur standar. Hijau adalah rencana A, kuning adalah Rencana B dan perangkat
penyelamat, merah adalah rencana C. Beberapa orang menginginkan peralatan yang
berbeda tetapi ini adalah cara untuk melakukan percakapan dengan tim, dan untuk
35
mengurangi kebutuhan trolley atau tas jalan napas di dalam ruangan, yang tidak
diperbolehkan karena kemungkinan kontaminasi.21
3. Memiliki strategi
Strategi untuk jalan nafas (rencana utama dan rencana penyelamatan, dimana
dilakukan peralihan) harus dipersiapkan terlebih dahulu dan tim untuk jalan nafas dan
dijelaskan sebelum penanganan jalan nafas dilakukan
4. Meminimalkan jumlah staff
Bukan merupakan suatu argumen untuk menggunakan solo operator, tetapi untuk staff
yang tidak memiliki peran langsung dalam prosedur penanganan jalan nafas
sebaiknya tidak berada di ruang yang sama saat tindakan pengelolaan jalan nafas
dilakukan. Tiga individu yang dibutuhkan; seorang intubator, seorang asisten, orang
ketiga untuk memberikan obat dan memonitoring. Seorang untuk membantu dapat
melihat dari luar ruangan dan membantu dengan cepat saat dibutuhkan.17
5. Menggunakan pakaian sesuai, cek APD
Pada saat darurat termasuk pada henti jantung, APD harus digunakan dan diperiksa
sebelum melakukan tindakan penanganan jalan nafas, dan staff sebaiknya tidak
membahayakan diri sendiri pada keadaan apapun.
6. Menghindari prosedur yang menimbulkan aerosol secara maksimal
Jika tersedia alternatif yang lebih sesuai, gunakanlah. Jika terjadi peningkatan aerosol,
ruangan dianggap telah terkontaminasi, pencegahan transmisi udara APD harus
digunakan dan runagan harus dibersihkan dengan seksama setelah 20 menit.
7. Fokus pada kecepatan dan keahlian
Tujuanya adalah mencapai kesuksesan dalam penanganan jalan nafas pada percobaan
pertama. Tidak terburu-buru tetapi memberikan yang terbaik untuk setiap percobaan.
Percobaan berulang kali dapat meningkatkan resiko untuk banyak petugas dan pasien.
8. Mengguanakn teknik yang dapat bekerja pada berbagai pasien, termasuk ketika
ditemui kesulitan. Teknik yang sebenarnya bergantung kepada praktik di masing-
masing institusi dan alat-alat yang tersedia. Alat-alat yang dibutuhkan antara lain : 17
a. Kit Dump
b. Videolaryngoscopy untuk intubasi trakea
c. 2-person-2-handed mask ventilation dengan VE-grip (gambar 6)
d. Supraglottic airway devices (SGA) generasi kedua untuk penyelamatan jalan
napas (contoh : i-gel, Ambu Aura Gain, LMA ProSeal, LMA Protector).
36
Gambar 11. Rencana personalia untuk intubasi trakea pada pasien dengan COVID-19.18
9. Peralatan penyelamatan jalan napas harus dapat berfungsi baik. Lihat gambar diatas.
10. Jangan menggunakan Teknik yang belum pernah digunakan sebelumnya atau belum
pernah diajarkan sebelumnya. Sekali lagi, alasan dari pernyataan di atas adalah bahwa
ini bukanlah waktu untuk mencoba-coba teknik baru.
11. Pastikan semua kit jalan napas berada di ruangan sebelum intubasi trakea dilakukan.
Hal ini meliputi troli airway dan cognitive aid serta strategi pertolongan.
a. Selalu memonitor waveform capnography.
b. Pemberian suction.
c. Mempersiapkan ventilator.
d. Memeriksa akses intravena (i.v.)
37
12. Gunakan ceklis intubasi trakea. Ini di desain untuk memastikan persiapan alat dan
harus di cek kembali sebelum memasuki ruangan pasien sebagai bagian dari
persiapan.
13. Gunakan cognitive aid apabila terjadi kesulitan. Kesulitan dalam pertolongan jalan
napas menyebabkan cognitive overload dan kegagalan dalam melakukan pekerjaan
secara optimal. Cognitive aid dapat membantu tim untuk fokus dan meningkatkan
transisi melalui algoritma.
14. Gunakan bahasa yang jelas. Berkomunikasi mungkin sulit saat menggunakan APD
dan staf mungkin saja bekerja di luar area praktik normal. Maka berikan instruksi
yang sederhana. Berbicaralah secara jelas dan keras, namun tidak berteriak. Saat
menerima instruksi, ulangi apa yang telah dipahami. Apabila antara staf belum saling
mengenal, maka bisa menggunakan penanda nama untuk mempermudah komunikasi.
Gambar 12. Contoh Kit Dump. Bagian depan dari emergensi kit harus dilepas dari kit Dump
karena risiko kontaminasi dan dapat diletakkan di luar ruangan dengan akses langsung
apabila dibutuhkan.18
38
Gambar 13. (a). Teknik two handed-person bag dengan posisi VE hand ; orang kedua
menekan bag. (b). Posisi C hand harus dihindari.18
BAB III
KESIMPULAN
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19
antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa
inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19
yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan
bahkan kematian terutama terjadi pada lansia dikarenakan imunitas yang menurun dan juga
hipoksemik harus diintubasi secara proaktif, sedini mungkin. 17 Pasien gagal pernapasan yang
tidak stabil harus dikelola oleh dokter yang paling berpengalaman dan segera tersedia,
biasanya Dokter Darurat yang bertugas. Terapi lini pertama untuk COVID-19 yang
dicurigai / dikonfirmasi adalah penggunaan oksigen baik oleh nasal canul, masker non-
rebreathing dengan filter maupun terapi oksigen aliran tinggi (HFNO- Maxtec / Airvo / Nasal
kanul > 6L / mnt) dan / atau ventilasi non-invasif (NIV - termasuk BiPAP dan / atau CPAP).17
Pengelolaan jalan nafas untuk pasien dengan suspek atau konfirmasi COVID-19
merupakan hal yang penting dalam kondisi infeksi COVID-19 yang berat. Hal yang tidak
kalah penting juga dalam penanganan COVID-19 adalah tindakan pencegahan dan mitigasi
adapu hal tersebut meliputi upaya kebersihan personal dan rumah peningkatan imunitas diri
fisik, menerapkan etika batuk dan bersin, karantina kesehatan, jaga jarak fisik dan
pembatasan sosial.1
38
BAB IV
QUESTION & ANSWER
1. Pertanyaan : Bagaimana tatalaksana pada pasien COVID-19 ringan ?
Jawaban :Pasien dengan penyakit ringan tidak memerlukan intervensi rumah sakit,
tetapi isolasi diperlukan untuk mencegah penularan virus lebih luas, sesuai
strategi dan sumber daya nasional. Catatan: Sebagian besar pasien yang
bergejala ringan tidak memerlukan perawatan rumah sakit, tetapi perlu
diimplementasikan PPI yang sesuai dengan standard untuk mencegah dan
memitigasi penularan. Hal ini dapat dilakukan di rumah sakit, jika hanya
terjadi kasus secara sporadis atau klaster kecil, atau di tempat nontradisional
yang digunakan untuk tujuan ini; atau di rumah. Beri pasien COVID-19
ringan pengobatan gejala seperti antipiretik untuk demam. Jelaskan kepada
pasien COVID-19 ringan tanda-tanda dan gejala-gejala penyulit. Jika
menunjukkan gejala mana pun dari gejala tersebut, pasien disarankan untuk
segera mencari pertolongan melalui sistem rujukan nasiona
3. Pertanyaan: Tindakan apa yang harus dilakukan jika pasien tetap hipoksemia atau dispneu
pada masker non-rebreathing?
Jawaban : Pasien harus dipindahkan ke ruang tekanan negatif, ruang pribadi dengan
pintu tertutup atau ruang bersalin COVID, dengan petugas kesehatan
mengadopsi PPE udara / tetesan / kontak penuh sebelum masuk ruangan
dan pada saat itu terapi oksigen aliran tinggi (HFNO- Maxtec / Airvo /
Nasal kanul > 6L / mnt) terapi dan / atau ventilasi non-invasif (NIV -
termasuk BiPAP dan / atau CPAP) dapat dimulai.
39
40
6. Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose and Throat-E-Book. Elsevier Health Sciences;
2014. 260 p.
9. Hall JE, Guyton AC. Guyton dan Hall buku ajar fisiologi kedokteran. Elsevier; 2014.
10. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta
Egc. 2006;437–50.
11. Heil M, Hazel AL, Smith JA. The mechanics of airway closure. Respir Physiol
Neurobiol. 2008;163(1–3):214–21.
13. Apfelbaum JL, Hagberg CA, Caplan RA, Connis RT, Nickinovich DG, Benumof JL,
et al. Practice guidelines for management of the difficult airway: An updated report by
the American Society of Anesthesiologists Task Force on Management of the
Difficult Airway. Vol. 118, Anesthesiology. 2013. p. 251–70.
14. Bingham RM, Proctor LT. Airway Management. Vol. 55, Pediatric Clinics of North
America. 2008. p. 873–86.
41
42
15. American College Of Surgeons Commitee On Trauma. (2008) Trauma toraks. Dalam
ATLS Student Course Manual 8th edition. USA
16. Prasenohadi. 2010. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat
Darurat Napas. Jakarta: FK UI.