Anda di halaman 1dari 23

PLAGUE INFECTION (PES)

Disusun oleh : SGD A6

Ervina Cindranela 1702511025


Ichlazul Ma’ruf 1702511042
Ida Bagus Putra Adyatma 1702511060
Kadek Gyna Yadnya Swari 1702511088
Ni Luh Putu Yunia Dewi 1702511117
I Dewa Made Agus Paramarta Putra 1702511133
I Gusti Ayu Agung Diah Harini 1702511155
Saldi Ardyanswari Pasauran 1702511178
Gede Agung Dhimasena Widyananda 1702511202
Kadek Dwi Pradnyawati 1702511007
Erick Kusuma Tandiono 1702511026
Made Dwiki Pradnyana Harisutha 1702511043

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
PLAGUE INFECTION (PES)

Disusun oleh : SGD A6

Ervina Cindranela 1702511025


Ichlazul Ma’ruf 1702511042
Ida Bagus Putra Adyatma 1702511060
Kadek Gyna Yadnya Swari 1702511088
Ni Luh Putu Yunia Dewi 1702511117
I Dewa Made Agus Paramarta Putra 1702511133
I Gusti Ayu Agung Diah Harini 1702511155
Saldi Ardyanswari Pasauran 1702511178
Gede Agung Dhimasena Widyananda 1702511202
Kadek Dwi Pradnyawati 1702511007
Erick Kusuma Tandiono 1702511026
Made Dwiki Pradnyana Harisutha 1702511043

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan student project yang
berjudul “Plague Infection (Pes)” tepat waktu. Penulisan student project ini
bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Plague Infection (Pes).
Dalam penyelesaian student project ini, penulis mengalami beberapa kesulitan
terutama dalam penentuan sub bahasan serta pemilihan kosa kata. Namun berkat
bimbingan dari berbagai pihak, tulisan ini akhirnya bisa terselesaikan. Oleh karena
itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Evaluator kami, dr. Anak Agung Ayu Yuli Gayatri, Sp.PD-KPTI atas
bimbingan dan arahan yang mencerahkan.
2. Fasilitator kami, dr. Ryan Saktika Mulyana, M.Biomed, Sp.OG atas bimbingan
dan motivasi yang selalu diberikan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar bisa lebih
baik lagi di kemudian hari.
Denpasar, 1 Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3 Tujuan ............................................................................................. 2
1.4 Manfaat ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ............................................................................................ 3
2.2 Epidemiologi ................................................................................... 3
2.3 Etiologi ............................................................................................ 4
2.4 Patofisiologi .................................................................................... 5
2.5 Tanda dan Gejala ............................................................................ 6
2.6 Faktor Risiko ................................................................................... 7
2.7 Diagnosis Banding .......................................................................... 8
2.8 Metode Diagnosis ......................................................................... 10
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................ 10
2.10 Pencegahan .................................................................................. 11
2.11 Prognosis ...................................................................................... 12
BAB III PENUTUP .................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


The Black Death merupakan pandemik yang melanda Eropa antara tahun 1347
dan 1351, menyebabkan angka kematian yang lebih besar daripada epidemi atau
perang lainnya yang dikenal hingga saat itu. Black Death diyakini sebagai hasil dari
Plague infection. Analisis genetik modern mengindikasikan bahwa strain Yersinia
pestis yang diperkenalkan pada saat Black Death merupakan leluhur dari semua
strain Yersinia pestis yang masih ada, yang diketahui menyebabkan penyakit pada
manusia.1
Plague (Pes) termasuk salah satu penyakit yang tercantum dalam daftar
penyakit karantina Internasional yang disebabkan oleh Yersinia pestis melalui
gigitan pinjal dari tikus. Pes pertama kali terjadi di Indonesia melalui pelabuhan
Surabaya pada tahun 1910 dari Pelabuhan Rangoon, Myanmar.2 Angka kematian
yang diakibatkan oleh penyakit ini pada tahun 1910 – 1960 sebesar 245.375 orang,
dimana angka kematian tertinggi mencapai 23.275 orang yang terjadi pada tahun
1934. Pes merupakan masalah kesehatan yang dapat menimbulkan KLB (Kejadian
Luar Biasa) atau wabah yang berbahaya, sehingga penyakit Pes di Indonesia
tercantum dalam UU RI No. 2 tahun 1962 yaitu undang – undang karantina dan
epidemi.3
Pes pernah mengakibatkan wabah dengan angka kematian yang tinggi. Oleh
karena itu, penulis merasa penting untuk melakukan penulisan student project ini
agar dapat memberikan informasi tentang pes sehingga tingginya kejadian kematian
akibat pes tidak terulang lagi.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang kami bahas dalam student project ini adalah :
1. Apakah definisi dari plague infection?
2. Bagaimana etiologi, tanda dan gejala dari plague infection?
3. Bagaimana epidemiologi dari plague infection?
4. Bagaimana faktor risiko dari plague infection?
5. Bagaimana patofisiologi dari plague infection?
6. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding dari plague infection?

1
2

7. Bagaimana prognosis dari plague infection?


8. Bagaimana pencegahan dari plague infection?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari plague infection?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan student project ini adalah :
1. Mengetahui definisi dari plague infection?
2. Mengetahui etiologi, tanda dan gejala dari plague infection?
3. Mengetahui epidemiologi dari plague infection?
4. Mengetahui faktor risiko dari plague infection?
5. Mengetahui patofisiologi dari plague infection?
6. Mengetahui diagnosis dan diagnosis banding dari plague infection?
7. Mengetahui prognosis dari plague infection?
8. Mengetahui pencegahan dari plague infection?
9. Mengetahui penatalaksanaan dari plague infection?

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan student project ini adalah :
1. Bagi pembaca dapat memahami dan mengetahui definisi, etiologi, tanda dan
gejala, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis dan diagnosis
banding, prognosis, komplikasi, pencegahan serta penatalaksanaan dari plague
infection.
2. Bagi penulis dapat memenuhi tugas student project dan memacu kami agar
dapat menggali informasi lebih dalam tentang plague infection sehingga dapat
menggunakan informasi yang kami dapatkan sebagai bekal saat berpraktek di
fase klinik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pes adalah penyakit berupa infeksi bakteri pada organ getah bening ataupun
paru-paru yang menjangkit manusia dan mamalia lainnya. Penyakit ini disebabkan
oleh bakteria bernama Yersinia pestis, bakteri zoonosis yang sering ditemukan pada
kutu mamalia dan pada mamalia itu sendiri. Pes merupakan penyakit yang sangat
parah pada manusia, dapat terjadi dalam bentuk bubonic, pneumonic, dan
septicaemic. Ditambah lagi, pes sangat menular dikarenakan dapat memicu wabah
melalui inhalasi droplets orang yang terjangkit pes pneumonic, ataupun bisa juga
menular melalui gigitan kutu yang terinfeksi, kontak langsung dengan jaringan
yang terinfeksi, maupun benda-benda yang terkontaminasi. Manusia yang
terjangkit biasanya menunjukkan tanda dan gejala setelah periode inkubasi satu
hingga tujuh hari.4
Kematian yang disebabkan oleh penyakit pes sangat terkenal pada abad
pertengahan di Eropa. Pes mempunyai peran yang besar dalam sejarah, di mana
menyebabkan tiga wabah besar, yakni Justinian Plague (541 SM) membunuh
setidaknya 250 juta orang, Great Plague atau Black Death (1334) yang menghabisi
50 juta jiwa, hampir 60% penduduk Eropa, dan Modern Plague (1860-an)
mengakibatkan kurang lebih 10 juta orang meninggal (CDC, 2015). Meskipun
bukan penyakit yang umum dan dapat ditangani dengan antibiotik, pes tetap harus
menjadi perhatian bagi kesehatan dunia. Pes yang tidak tertangani tepat waktu akan
menyebabkan konsekuensi yang parah berlanjut ke prognosis yang buruk pula.
Bahkan karena penularannya yang cepat, pes juga dikhawatirkan menjadi agen
yang berpotensi dalam perilaku bioterorisme.5

2.2 Epidemiologi
Pes ditemukan di seluruh kontinen, kecuali Oceania. Tentunya risiko terjadinya
wabah pes di mana terdapat bakteri, baik dalam hewan reservoir maupun vector
lainnya dan terdapat pula populasi manusia. Pes telah banyak terjadi di Afrika, Asia,
dan Amerika Selatan, tetapi sejak tahun 1990-an kebanyakan terjadi di Afrika
dengan tiga negara paling endemis yakni, Republik Demokrasi Kongo,
Madagaskar, dan Peru. Di Madagaskar sendiri, kasus pes dengan bentuk bubonic

3
4

telah dilaporkan hampir setiap tahun, selama musim epidemi, antara bulan
September dan April.4 Pes banyak ditularkan oleh tikus-tikus yang mendiami kapal.
Karena itu, banyak kota-kota pelabuhan yang menjadi tempat pertama terjadinya
wabah. Di Amerika, lebih dari 80% kasus merupakan bentuk bubonic di mana rata-
rata tujuh kasus telah dilaporkan tiap tahunnya (berkisar 1-17 kasus per tahun). Pes
dilaporkan terjadi pada manusia dengan berbagai rentang usia, walaupun 50% kasus
terjadi pada rentang usia 12-45 tahun.6
Data Weekly Epidemiological Record untuk tahun 2010 sampai 2015
menunjukkan bahwa pada tahun 2015 di Afrika terjadi 301 kasus dan 71 kematian.
Sementara total untuk seluruh dunia sendiri menunjukkan angka 320 kasus dan 77
kematian. Ini menandakan bahwa Afrika masih menjadi tempat terbanyak
terjadinya pes.7
Sama halnya dengan yang dikatakan WHO, di mana kasus terbanyak pes di
luar Amerika Serikat masih diduduki oleh Afrika dan Asia. Kebanyakan kasus
berasal dari negara berkembang. Negara yang melaporkan lebih dari 100 kasus pes
antara lain, Cina, Kongo, India, Madagaskar, Mozambik, Myanmar, Peru,
Tanzania, Uganda, Vietnam, dan Zimbabwe. Risiko kematian dari pes dipengaruhi
oleh tipe dan penanganannya. Pes pneumonic sendiri 100% penderita yang tidak
ditangani akan meninggal, sementara hanya 50% penderita yang ditangani sembuh.
Penderita pes Bubonic yang tidak mendapatkan penanganan 50-90% akan
meninggal, sementara yang ditangani hanya 10-20% sembuh. Di Amerika Serikat,
kebanyakan kasus terjadi pada orang kulit putih yang bertempat tinggal di kawasan
endemis seperti Arizona, New Mexico, dan Utah. Manusia yang terekspos dengan
lingkungan domestik atau di luar rumah seperti pemburu, penambang, dan turis
dilaporkan sering terkena infeksi. Hingga saat ini, pes tidak mempunyai
kecenderungan seksual, tetapi diketahui lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan dikarenakan laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar ruangan.8

2.3 Etiologi
Penyakit pes (plague) adalah salah satu zoonosis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Yersinia pestis. Yersinia pestis merupakan bakteri gram negatif bersifat
nonmotil, berbentuk batang (bacillus) terkadang
berbentuk coccobacillus, memiliki dua kutub (bipolar) yang dapat diamati dengan
5

pewarnaan Wright, Giemsa dan Wayson. Bakteri penyebab penyakit pes tersebut
termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang tidak mampu memfermentasi
laktosa dan hasil uji indol dan ureasenya negatif. Bakteri Yersinia dapat tumbuh
optimal pada suhu 28°C pada agar darah atau Mac Conkey Agar selama 48 jam
observasi. Ukuran koloni bakteri lebih kecil dibanding famili Enterobacteriaceae
lainnya serta memiliki sejumlah faktor virulen yang mampu bertahan di dalam
tubuh manusia.9
Yersinia pestis mampu bertahan kurang dari sejam di udara. Akibat gen-gen
(faktor virulen) yang dimiliki Y. pestis maka bakteri tersebut mampu bertahan di
dalam tubuh pinjal dan sewaktu-waktu dapat berubah karakteristiknya apabila
masuk ke tubuh manusia sehingga menimbulkan penyakit yang fatal pada manusia.
Protease merupakan salah satu faktor virulen yang dimiliki oleh Y. pestis, yang
mampu menghancurkan bekuan darah sehingga bakteri dapat menyebar dari bagian
yang tergigit pinjal menuju limfonodus. Organisme tersebut di dalam tubuh
manusia menghasilkan kapsul yang sangat toksik dan mampu bertahan di dalam
makrofag. Ketika makrofag yang memfagosit bakteri Y. pestis lisis maka toksin
akan menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.9
Yersinia pestis dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama (24 hari) pada
kondisi alami di tanah. Y.pestis rentan terhadap sejumlah desinfektan seperti 1%
sodium hipoklorit, 70% etanol, 2% glutaraldehid, formaldehid, iodine dan
desinfektan fenol. Bakteri ini inaktif pada suhu 121 °C selama 15 menit atau 160-
170 °C selama 1 jam.9

2.4 Patofisiologi
Yersinia pestis merupakan bakteri cocobacillus gram-negatif yang tidak
berporulasi, nonmotil, dan pleomorfik. Bakteri tersebut menguraikan endotoksin
lipopolisakarida, koagulase, dan fibrinolisin, yang merupakan faktor utama dalam
patogenesis. Patofisiologi pada dasarnya melibatkan dua fase utama yakni siklus di
dalam kutu dan siklus di dalam tubuh manusia.10
Transmisi bakteri Yersinia pestis terjadi karena adanya suatu fenomena
blockage yang berada pada proventrikulus kutu (katub antara esophagus dan
midgut) yang menghalangi makanan. Setelah menelan darah yang terinfeksi,
fosfolipase D yang dikodekan oleh plasmid membantu bakteri survive dalam
6

digestive juice dan menahan faktor antibakteri yang aktif di lokus midgut kutu dan
lokus penyimpanan haemin (hms) yang berfungsi untuk kolonisasi dan
pembentukan biofilm pada kutu. Yersinia pestis menyebar dari tempat infeksi
dalam makrofag melalui aktivator plasminogen, yang dikodekan oleh plasmid pPst.
Setelah fagositisasi, penyakit ini berkembang melalui gigitan, proses menelan
maupun inhalasi. Neutrofil membunuh bakteri tersebut, namun makrofag yang
mengkhagositorinya tidak berhasil membunuh sehingga tumbuh secara intraselular
di dalam vakuola.11
Pada hospes yang rentan, makrofag terinfeksi tadi dibawa ke kelenjar getah
bening, hati, dan limpa dimana bakteri menyebabkan makrofag untuk dicerna.
Kemudian bakteri tumbuh secara ekstraselular. Pertumbuhan ekstraselular
memerlukan plasmid PSS/Pyv yang dikodekan TTTP dan translokasi YOP. Yops
mengganggu fungsi sel kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan kematian sel imun
oleh apoptosis. LcrV (antigen V) memiliki aktivitas antiinfamasi melalui CD14 dan
TLR-2 untuk meningkatkan kadar IL-10. Kapsul pFra yang bersifat anti-fagositosis,
mencegah bakteri ekstraselular terfagositosis. Setelah terjadi lisis fagosit,
bacteremia dapat terjadi dan menyebabkan invasi organ jauh.11
Jalur penularan Yersinia pestis pada manusia:
1. Gigitan oleh kutu
2. Paparan manusia dengan penyakit pneumonia
3. Penanganan bangkai yang terinfeksi
4. Goresan atau gigitan dari kucing yang terinfeksi
5. Paparan aerosol yang mengandung bakteri.12

2.5 Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala plague muncul tergantung dari bagaimana bakteri masuk dan
menginfeksi tubuh. Plague dapat dibedakan menjadi tiga berdasarakan gejala
klisnis yang ditimbulkan yaitu, bubonic plague, pneumonic plague, septicemic
plague. Pasien yang mengalami bubonic plague ditandai dengan terjadinya demam
secara tiba-tiba, sakit kepala,menggigil, lemas dan didapati pembengkakan di satu
titik atau lebih, dan nyeri tekan pada nodus limfe. Nyeri tekan ini disebut buboes.
Bubous terjadi akibat gigitan serangga yang terinfeksi. Bakteri akan memperbayak
7

diri di nodus limfe sekitar tempat gigitan serangga yang terinfeksi. Jika pasien tidak
diberika antibiotik yang tepat, maka bakteri ini dapat menyebar ke seluruh tubuh.13
Pasien septicemic plague menunjukan gejala demam, menggigil, kelelahan
berat, nyeri perut, syok dan terkadang terjadi perdarahan di kulit dan organ lainnya.
Kulit dan organ lain yang mengalami perdarahan akan menghitam dan mati,
terutama di jari tangan jari kaki, dan hidung. Septicemic plague dapat menjadi
gelaja pertama dari penyakit plague, namun dapat juga menjadi gejala lanjutan dari
bubonic plague. Septicemic plague dapat terjadi karena gigitan serangga yang
teinfeksi atau dari hewan yang terinfeksi.13
Pneumonic plague memiliki gejala demam, sakit kepala, kelelahan, dan
berkembang menjadi pneumonia dengan cepat disertai napas yang pendek, nyeri
dada, batuk, dan terkadang terdapat mukus yang berair atau berdarah. Pasien yang
mengalami pneumonic plague akibat menghirup droplet yang terinfeksi atau
perkembangan dari bubonic atau septicemic plague yang tidak diobati. Bakteri ini
menyebar ke paru-paru dan berakibat pada gangguan bernapas dan syok.
Pneumonic plague adalah penyakit yang paling serius dari infeksi bakteri ini dan
dapat ditularkan satu orang ke orang lainnya melalui droplet yang terinfeksi.13

2.6 Faktor Risiko


Penyebaran antar manusia dapat terjadi pada pes paru-paru melalui cipratan
ludah saat penderita pes batuk, yang terhirup oleh orang lain. Hewan peliharaan
juga dapat terinfeksi melalui gigitan pinjal atau makan hewan pengerat yang
terinfeksi.14
Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit
pes, yaitu:
1) Tinggal di daerah dengan sanitasi yang buruk dan populasi hewan pengerat
yang banyak, seperti Tinggal di daerah endemik wabah (misalnya, barat daya
Amerika Serikat)
2) Kontak dengan hewan yang mati atau terinfeksi pes
3) Melakukan kegiatan di alam terbuka seperti camping, hiking, berburu, atau
memancing
4) Eksposur kerja atau berprofesi sebagai dokter, peneliti atau perawat hewan
8

5) Bepergian ke area di mana terdapat infeksi pes


6) Keberadaan sumber makanan bagi hewan pengerat di disekitar rumah
7) Penanganan langsung atau inhalasi terkontaminasi jaringan atau cairan
jaringan.14
Selain itu beberapa hal yang dapat menjadi faktor dan resiko penyebab pes di
lingkungan masyarakat adalah:
a. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap penyakit penyakit pes dan
keberadaan tikus. Pengetahuan masyarakat bahwa penyakit akibat tikus disebut
dengan tipes, dan banyak yang tidak mengetahui bagaimana gejala penyakit
tipes.
b. Kebiasaan banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan entah di
sungai, selokan, maupun membuang sampah sembarangan di area rumahnya.
c. Membuang sampah sembarangan dapat menimbulkan sarang tikus dan
perkembangbiakannya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ernawati
dan Priyanto (2013) yang menyatakan bahwa tikus rumah menyukai pakan
yang diantaranya berasal dari biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan, dan
kacang-kacangan.14

2.7 Diagnosis Banding


1. Bubonic plague
a. Ulceroglandular tularemia
Terdapat beberapa jenis tularemia, dan jenis tularemia apa yang diderita
tergantung pada bagaimana dan di area mana bakteri masuk ke dalam tubuh. Pada
umumnya, bakteri masuk melalui kulit atau selaput lendir.15 Setiap jenis tularemia
memiliki gejalanya masing-masing dan pada ulceroglandular tularemia gejalanya
meliputi :
 Demam
 Mengigil
 Sakit Kepala
 Kelelahan
 Lemas
 Nyeri otot
9

b. Cat Scratch Disease (CSD)


Pada CSD gejala dapat terlihat beberapa hari setelah dicakar, biasanya akan
muncul benjolan dan melepuh di tempat gigitan atau cakaran yang seringkali
mengandung nanah.16 Gejala khas lainnya pada CSD adalah :
 Mual dan muntah
 Sakit kepala
 Demam
 Nyeri otot atau sendi
 Kelelahan
 Kehilangan selera makan
 Menurunnya berat badan
2. Septic plague
a) Endocarditis
Gejala pada enocarditis bisa berkembang secara perlahan maupun
mendadak,tergantung dari penyebab infeksi dan gangguan jantung yang diidap
penderita.17 Beberapa gejala endocarditis yang dialami penderita adalah
 Demam
 Lemas
 Sakit kepala
 Bintik-bintik merah di bawah kulit pada jari-jemari
 Linglung (mental confusion)
 Darah pada urine
 Keringat pada malam hari
 Pembengkakan pada kaki, tungkai kaki, atau perut
 Kelelahan
3. Pneumonic plague
a) Pleuritis
Pada pleuritis gejala utama yang umum dikeluhkan penderitanya adalah rasa
nyeri di dada yang terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri ini dapat muncul pada satu
sisi dada atau pada seluruh dada, bahkan dapat menjalar ke bahu dan pundak, dan
nyeri akan terasa lebih hebat ketika penderitanya menarik napas.18 Penderita
pleuritis dapat merasakan gejala-gejala lain seperti :
10

 Sakit pada punggung


 Batuk kering
 Sesak napas atau napas pendek
 Demam
 Pusing
 Berkeringat
 Mual
 Sakit pada sendi dan otot

2.8 Metode Diagnosis


Tanda paling umum dari penyakit Pes bubonik adalah perkembangan yang
cepat dari kelenjar getah bening yang mengalami pembengkakkan dan timbul rasa
nyeri yang disebut Bubo. Gigitan kutu yang diketahui atau keberadaan Bubo dapat
membantu dokter untuk mempertimbangkan Pes sebagai penyebab penyakit.19
Dalam banyak kasus, terutama pada Pes septikemik dan pneumonia, tidak ada
tanda-tanda jelas yang mengindikasikan penyakit Pes. Diagnosis definitive
ditegakkan dengan melakukan uji kultur di laboratorium. Bakteri Yersinia pestis
mampu tumbuh pada berbagai media kultur, termasuk agar darah, agar MacConkey
dan agar CIN. Sampel yang diambil untuk uji kultur antara lain darah, sputum,
cairan pus yang berasal dari Bubo, serta cairan cerebrospinal apabila disertai
dengan meningitis.19,20

2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan terbaru yang telah disetujui oleh badan Administrasi Makanan dan
Obat-obatan AS (FDA) diantaranya yaitu dengan menggunakan Levofloxacin dan
Fluoroquinolones seperti Ciprofloxaxin. Namun untuk obat ini penelitiannya baru
dilakukan secara in vitro dan hewan uji, dan terbukti bahwa Antibiotik tambahan
ini dianggap efektif untuk pengobatan pasien dengan wabah.21
11

Tabel Plague treatment guidelines

2.10 Pencegahan
Dalam menghindari adanya perkembangan penyakit Pes (Plague infection),
perlu adanya suatu pencegahan dalam memutus rantai penyebaran bakteri ini. Pes
merupakan penyakit yang dapat terjadi pada manusia maupun mamalia lainnya
setelah digigit oleh kutu hewan pengerat (rodentia) yang membawa bakteri plague
atau setelah kontak dengan hewan yang terinfeksi bakteri plague.23 Untuk
mewujudkan hal tersebut, penyebaran bakteri dapat dicegah dengan beberapa cara,
yaitu:
1. Mengurangi habitat hewan pengerat di lingkungan rumah, tempat kerja, serta
tempat yang sering dikunjungi. Bersihkan tumpukan batu, sampah serta persedian
makanan hewan pengerat yang ada, seperti makanan hewan peliharaan dan hewan
liar. Serta pastikan konstruksi rumah dan bangunan sekitar tahan terhadap hewan
pengerat.
12

2. Pakailah sarung tangan jika berkontak langsung seperti saat menangani atau
menguliti hewan yang berpotensi terinfeksi bakteri untuk mencegah kontak antara
kulit dengan bakteri secara langsung.
3. Gunakan bahan untuk melindungi diri dari kutu hewan pengerat seperti produk
obat yang mengandung diethyltoluamide (DEET) berupa minyak yang dapat
dioleskan pada kulit serta pakaian.
4. Menghindari menyebaran kutu pada hewan peliharaan dengan menggunakan
produk control kutu dan rajin merawat hewan peliharaan dengan baik agar tetap
bersih. Hewan yang berkeliaraan dengan bebas cenderung bersentuhan dengan
hewan atau kutu yang terinfeksi bakteri plague dan dapat membawa bakteri tersebut
ke rumah. Apabila hewan peliharaan menjadi sakit, perawatan dari dokter hewan
sesegera mungkin sangat diperlukan.
5. Jangan biarkan hewan liar berkeliaraan di daerah rumah anda.
Vaksin Pes memang telah ditemukan, namun sudah tidak lagi tersedia di
Amerika Serikat, karena vaksin ini sedang dalam pengembangan dan belum
diperkirakan akan tersedia secara komersil dalam waktu dekat.24

2.11 Prognosis
Penyakit Plague apabila tidak ditangani akan menyebabkan penderita
mengalami gejala yang parah dan menyebabkan penderita merasa sangat kesakitan.
Penyakit plague ini jarang, namun harus tetap ditangani dengan tepat. Adanya
antibiotik yang adekuat menjadikan prognosis penyakit ini banyak berubah dari
semula.25,26
Pada penyakit plague tipe bubonic, penderita yang mendapatkan penanganan
berupa antibiotic yang adekuat memiliki tingkat kematian yang rendah, yaitu sekitar
1-15%. Namun, apabila penderita dibiarkan tanpa mendapatkan penanganan yang
tepat, bakteri akan berkembang hingga ketingkat yang sangat berbahaya, yang
mana tingkat kematian penderita akan semakin tinggi, dan tipe plague dapat
berkembang menjadi tipe Septitemic maupun Pneumonic. Tingkat kematian pada
tipe septitemic lebih tinggi, yang berkisar antara 20-40%. Sementara pada tipe
pneumonic, tingkat kematian akan mencapai 100% apabila tidak diobati dalam
kurun waktu 18 hingga 24 jam.25,26,27,28
BAB III
PENUTUP

Pes atau Plague adalah penyakit berupa infeksi bakteri pada organ getah bening
ataupun paru-paru yang menjangkit manusia dan mamalia lainnya. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteria bernama Yersinia pestis yang mampu bertahan di dalam
tubuh pinjal yang sewaktu-waktu dapat berubah karakteristiknya apabila masuk ke tubuh
manusia sehingga menimbulkan penyakit yang fatal pada manusia.. Kasus terbanyak pes
di luar Amerika Serikat masih diduduki oleh Afrika dan Asia. Kebanyakan kasus
berasal dari negara berkembang.
Transmisi bakteri Yersinia pestis terjadi karena adanya suatu fenomena
blockage yang berada pada proventrikulus kutu (katub antara esophagus dan
midgut) yang menghalangi makanan. Tanda dan gejala plague muncul tergantung
dari bagaimana bakteri masuk dan menginfeksi tubuh. Penyebarannya dapat terjadi
pada pes paru-paru melalui droplet saat penderita pes batuk, yang terhirup oleh
orang lain. Diagnosis definitive dari pes dapat ditegakkan dengan melakukan uji
kultur di laboratorium. Pengobatan terbaru yang telah disetujui oleh badan
Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS (FDA) diantaranya yaitu dengan
menggunakan Levofloxacin dan Fluoroquinolones seperti Ciprofloxaxin.
Penyebaran bakteri dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu mengurangi
habitat hewan pengerat di lingkungan rumah, pakail sarung tangan jika berkontak
langsung dengan hewan yang berpotensi terinfeksi bakteri, gunakan bahan untuk
melindungi diri dari kutu hewan pengerat, menghindari menyebaran kutu pada
hewan peliharaan, jangan biarkan hewan liar berkeliaraan di daerah rumah anda.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Encyclopedia Britannica. Black Death. Pandemic, Medieval Europe [online] 4


September 2018. Tersedia dari: https://www.britannica.com/ event/Black-
Death. Diakses pada 4 Oktober 2018
2. Lubis, C. N. B., Suwandono, A., Sakundarno, M. Gambaran Perilaku
Masyarakat Terhadap Risiko Penyakit Pes pada Dusun Fokus dan Dusun
Terancam Pes. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Oktober 2016. Tersedia dari :
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/ 14140/13674
3. SGD KUA 06. Plague Infection (Pes). Infection and Infectious Dieseases.
2017. Tersedia dari: https://www.scribd.com/document/364459578/PES
4. WHO. Plague. 2017 [Diakses pada tanggal 30 September 2018]. Tersedia dari:
http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/plague
5. Yang, R. Plague: Recognition, Treatment, and Prevention. Journal of Clinical
Microbiology. 2018;56(1):1-6
6. CDC. Plague. 2015 [Diakses pada tanggal 30 September 2018]. Tersedia dari:
https://www.cdc.gov/plague/index.html
7. Bertherat, E. Plague around the world, 2010-2015. Weekly Epidemiological
Record. 2016;8(91):89-104.
8. Minnaganti, V.R., Bronze, M.S., Jackson, R.L. Plague. 2017 [Diakses pada
tanggal 3 Oktober 2018]. Tersedia dari https://emedicine.medscape.com/
article/235627-overview#a6
9. Badan Karantina Pertanian. Bahaya Pes Terhadap Kesehatan Manusia
[Internet]. 2018. Tersedia dari: http://bkp1jambi.karantina.pertanian.go.id/
?p=524.
10. Yang R, Anisimov A, editors. Yersinia Pestis: Retrospective and Perspective.
Springer; 2016 Oct 8.
11. Sea M, Welford M, Bossak B. Body Lice, Yersinia pestis Orientalis, and Black
Death. 2010;16 (10):2-3.
12. Minnaganti VR, Bronze MS, Jackson RL. Plague: Background,
Pathophysiology, Epidemiology. Tersedia dari: https://emedicine.
medscape.com/article/235627-overview#a4 [diakses pada 3 Oktober 2018].

14
15

13. Cdc.gov. (2018). Symptoms | Plague | CDC. [online] Available at:


https://www.cdc.gov/plague/symptoms/index.html [Accessed 5 Oct. 2018].
14. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 4,
Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346) tersedia dari: https://media.neliti.com/media/
publications/137767-ID-gambaran perilaku-masyarakat-terhadap-ri.pdf
15. Johansson A & Eriksson. 2000. Symptoms, Diagnosis and Pathology of
Tularemia. Journal Of Clinical. Philadelphia : American Society for
Microbiology.
16. Klotz SA & Lanas V. 2011. Cat Scratch Disease. The Edition. Baltimore:
Lippincott Williot & Wilkins.
17. M Takahasi, JW Newburger, MA Gerber, Krappinger, Espen, & Gabl. 2004.
“The Task Force on the Prevention, Diagnosis and Treatment of Inefective
Endocarditis of the Europan Soeciry of Cardiology”. [Online] 21 (5) 316-322.
Tersedia dari : https://academic.oup.com/eurheartj/article/30/19/2369/ 493681
[diunduh : 4 Oktober 2018].
18. HJ Kim, HJ Lee, SY Kwoon, HS Chung, & CT Lee. 2006. “Clinical
Characteristics of the Patient with Nonspecific Pleuritis”. [Online] 21 (5) 316-
322. Tersedia dari : https://www.sciencedirect.com/science/article/
pii/S0012369216301726 [diunduh : 3 Oktober 2018].
19. Centers for Disease Control and Prevention, Division of Vector-Borne
Diseases (DVBD). Plague. USA: CDC; 2015. tersedia dari: URL:
https://www.cdc.gov/plague/symptoms/index.html
20. Australian Government, Department of Health. Plague Laboratory Case
Definition (LCD). Australia: PHLN; 2017. Tersedia dari: URL:
http://www.health.gov.au/internet/main/publishing.nsf/content/cda-phlncd-
plague.html
21. Kugeler K.J., Staples J.E., Hinckley A. F., Gage.K.L. & Mead.P.S.
Epidemiology of Human Plague in the United States, 1900–2012. Emerg Infect
Dis. 2015; 21(1): 16–22.)
22. DT Dennis, Plague, in Conn’s current therapy 1996, RE Rakel (ed).
Philadelphia, WB Saunders, 1996, p 124.
16

23. Santana LA, Santos SS, Gazineo JLD, Gomes AP, Miguel PSB, et al. Review
Article: Plague: A New Old Disease. J Epidemiol Public Health Rev. 2016 June
15;1(4):1-5.
24. Suwarto S. Pemyakit tropik dan infeksi pada aba 21: Apakah masih relevan.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2017 Jan 26;1(2).

25. Morin M, Westbrook A. The bubonic plague. 2015;1-2


26. World Health Organization. Plague. 2017. Diakses pada tanggal: 03 Oktober
2018. Tersedia dari: http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/plague
27. Health Department Republic of South Africa. National plague control
guidelines. 2016;5-7
28. Williamson ED, Oyston PCF. Plotkin's Vaccines. 7th Ed. Amsterdam:
Elsevier, 2018, 762-72p.

Anda mungkin juga menyukai