PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
18011101023
Dosen Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
18011101023
Menyetujui
Dosen Pembimbing
dr. Yovana P. M. Mamesah, M.Kes, Sp.Rad dr. Alfa G. E. Y. Rondo, M.Kes, Sp.Rad
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) diawali dengan kasus pneumonia
yang tidak diketahui penyebabnya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada
Desember 2019. 1,2 Peneliti menemukan bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus
baru dari genus beta-coronavirus yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) dan merupakan genus yang sama dengan Middle
East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) serta Severe Acute
Respiratory Coronavirus (SARS-CoV).1,3 Dikarenakan tingginya tingkat
penyebaran COVID-19 secara global, World Health Organization (WHO)
menyatakan penyakit ini telah memenuhi kriteria sebagai pandemi pada 11 Maret
2021.4
Penyebaran infeksi virus SARS-CoV-2 yang sangat tinggi di seluruh
dunia, sehingga pada 24 Agustus 2021 WHO melaporkan sebanyak 211.288.358
jiwa kasus COVID-19 yang terkonfirmasi dengan total kematian 4.422.666 jiwa.
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh WHO pada bulan 24 Agustus 2021,
Indonesia berada pada urutan ke 3 tertinggi se-Asia Tenggara dengan jumlah kasus
terkonfirmasi sebanyak 125.102 jiwa dan kasus kematian tertinggi se-Asia
Tenggara yaitu 8.784 jiwa. 5 Situasi COVID-19 di Indonesia terus mengalami
peningkatan, berdasarkan data terakhir dari Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia tercatat bahwa terdapat 4.056.354 jiwa kasus COVID-19 yang
terkonfirmasi serta 130.781 jiwa kasus yang meninggal.6
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara melaporkan pada 26 Agustus
2021, kasus terkonfirmasi COVID-19 di Sulawesi Utara telah mencapai 31.703
jiwa dan sebanyak 917 jiwa meninggal dunia.7 Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia mencatat pada tanggal 27 Agustus 2021, Sulawesi Utara merupakan
provinsi dengan urutan ke 23 tertinggi untuk kasus aktif di Indonesia setelah
Bangka Belitung dan Sumatera Selatan.8
1
Individu yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 akan mulai menunjukkan
gejala setelah masa inkubasi selama 5-14 hari. Selama periode ini, individu tersebut
dapat menularkan virus saat 1-3 hari sebelum onset gejala COVID-19 muncul.9
Gejala yang timbul oleh karena infeksi virus SARS-CoV-2 bervariasi, beberapa
diantaranya mengalami demam, batuk, fatigue, anoreksia, sesak napas atau
myalgia. 10,11 Berdasarkan studi epidemiologis dan virologis ditemukan bahwa
transmisi SARS-CoV-2 terjadi oleh karena adanya kontak dekat melalui droplet
respirasi antara individu yang simtomatis maupun asimtomatis. 12–15 Oleh karena
itu, untuk menghindari penularan COVID-19 sangat penting dilakukan penerapan
protokol kesehatan untuk mengurangi risiko penularan ke individu lain.16
Pemeriksaan baku emas dalam pemeriksaan infeksi virus SARS-CoV-2
untuk semua suspek COVID-19 yaitu dengan Reverse Transcription Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR).1 Jika tidak tersedia RT-PCR, maka Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) merekomendasikan penggunaan Rapid Diagnostic
Test (RDT) antigen untuk penggunaan pada pasien COVID-19 simtomatis dengan
viral load yang tinggi. Sampel yang dapat digunakan untuk pemeriksaan ini yaitu
swab pada nasofaring atau nasal dari pasien..17
Untuk mendiagnosis COVID-19, pemeriksaan radiologi dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam mengetahui perkembangan serta progresifitas
penyakit. 18 Pemeriksaan ini diindikasikan pada pasien COVID-19 dengan fungsi
respirasi yang memburuk atau beresiko mengalami perkembangan penyakit yang
lebih serius. Akan tetapi American College of Radiology (ACR) tidak
merekomendasikan pemeriksaan radiologis sebagai pemeriksaan utama dalam
mendiagnosis COVID-19. 19,20 Suatu studi retrospektif terhadap 64 pasien yang
terinfeksi virus SARS-CoV-2 ditemukan bahwa konsolidasi dan ground-glass
opacities (GGO) merupakan gambaran yang paling sering ditemukan.21 Pada suatu
studi yang dilakukan di Cina ditemukan bahwa pemeriksaan foto toraks abnormal
didapat pada 60% pasien rawat inap, sementara pada pemeriksaan Computed
Tomography (CT) scan ditemukan 86% pasien yang memiliki gambaran radiologis
abnormal. 22 CT scan umumnya lebih membantu dalam penentuan diagnosis pasti,
akan tetapi sulit digunakan pada kondisi di mana dibutuhkan pemeriksaan secara
cepat dengan keadaan insidensi COVID-19 yang tinggi sehingga akan lebih baik
2
jika menggunakan foto toraks sebagai alat penunjang diagnosis. 23,24 Foto toraks
dapat menunjukkan berbagai gambaran stadium pneumonia pada fase awal dari
COVID-19 maupun coronavirus lainnya yang juga menyebabkan severe acute
respiratory syndrome.25 Meskipun foto toraks mempunyai sensitivitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan CT scan, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
mengetahui prognosis dan juga perkembangan pasien selama masa pengobatan.
Foto toraks merupakan pemeriksaan yang cepat dan mudah digunakan untuk
menilai adanya abnormalitas pada paru.24
Pasien COVID-19 yang berusia usia diatas 65 tahun serta yang
mempunyai penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, obesitas, penyakit
ginjal kronik, penyakit paru obstruktif kronik, asma, kondisi immunocompromised,
kehamilan, gagal jantung, dan sickle cell disease merupakan kelompok individu
yang rentan terhadap risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas apabila
terinfeksi virus SARS-CoV-2. 23 Adanya penyakit ginjal kronik sebagai komorbid
pada pasien COVID-19 dapat meningkatkan risiko sebesar 5 kali lipat sehingga
pasien ini mempunyai risiko yang tinggi terkait dengan perkembangan penyakit
yang lebih serius. Manajemen pencegahan penularan yang proaktif sangat
dibutuhkan pada pasien COVID-19 dengan komorbid untuk mengurangi morbiditas
dan mortalitas mereka. 26
Jumlah individu yang terkena COVID-19 semakin meningkat setiap saat
dan mayoritas pasien yang terinfeksi merupakan komunitas dengan penyakit kronik
yang rentan terkena dampak serius dari penyakit ini. Sesemakin bertambahnya
jumlah pasien COVID-19 dengan penyakit ginjal kronik serta tingginya angka
permintaan pemeriksaan foto toraks di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
membuat peneliti tertarik untuk membuat suatu penelitian yang belum pernah
dilakukan sebelumnya mengenai gambaran foto toraks pada pasien COVID-19
dengan penyakit ginjal kronik di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou pada periode Mei –
Agustus 2021.
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran foto toraks
pada pasien COVID-19 dengan penyakit ginjal kronik di RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou periode Mei – Agustus 2021.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui diagnosis dan prognosis yang dialami pasien COVID-19
dengan penyakit ginjal kronik di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode
Mei – Agustus 2021.
b. Mengetahui derajat keparahan pada pasien COVID-19 dengan penyakit
ginjal kronik di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode Mei – Agustus
2021.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademik dan Penelitian
a. Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai acuan untuk
penelitian selanjutnya.
b. Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
langsung bagi dunia akademik dalam melaksanakan penelitian.
2. Bagi Masyarakat
a. Penelitian diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
gambaran foto toraks yang dapat muncul pada pasien COVID-19 dengan
penyakit ginjal kronik.
b. Penelitian diharapkan agar masyarakat dapat lebih waspada terhadap
dampak yang ditimbulkan COVID-19 pada individu dengan penyakit
kronik.
4
3. Bagi Pemerintah
a. Penelitian diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan pemerintah pada
masa pandemi COVID-19.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
a. Definisi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular
infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) dari genus beta-
coronavirus.1,3
b. Epidemiologi
6
Pada 2 Agustus 2021 hingga 8 Agustus 2021 dilaporkan bahwa terdapat 23
provinsi di Indonesia dengan level transmisi komunitas yang tinggi (CT3) dan
insidens tertinggi pada provinsi Kalimantan Utara diikuti oleh DI Yogyakarta,
Kalimantan Timur, Bangka Belitung dan DKI Jakarta (Gambar 2.3.). Provinsi
dengan insidens kasus COVID-19 tertinggi di Pulau Sulawesi adalah Sulawesi
Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Terdapat tujuh kategori untuk
klasifikasi transmisi komunitas yang digunakan oleh WHO yaitu (1) tidak ada
kasus aktif; (2) kasus sporadik; (3) kasus kluster; (4) transmisi komunitas 1 (CT1);
(5) transmisi komunitas 2 (CT2); (6) transmisi komunitas 3 (CT3); (7) transmisi
komunitas 4 (CT4). 27
Gambar 2.2. Insidens kasus COVID-19 di Indonesia untuk 100.000 populasi per
minggu pada 2 Agustus 2021 hingga 8 Agustus 2021.27
7
c. Etiologi
Struktur utama dari virus SARS-CoV-2 terdiri dari spike (S), envelope
(E), membrane (M), dan nucleocapsid (N). Ciri khas dari coronavirus adalah
spike glikoprotein pada permukaannya yang bertujuan untuk mediasi
pengikatan reseptor dan masuknya sel pada saat infeksi terjadi. Jika dilihat
melalui mikroskop elektron, spikes ini yang memberikan gambaran seperti
mahkota atau corona pada virus SARS-CoV-2.23
d. Faktor Risiko
1) Usia >65 tahun
8
3) Latar belakang sosial dan ekonomi
Minoritas dan populasi dengan latar belakang sosial-ekonomi
yang rendah merupakan kelompok yang memiliki risiko mortalitas
dan morbiditas yang tinggi.23
4) Faktor komorbid
Pada dewasa dengan usia lebih dari 65 tahun serta memiliki
penyakit bawaan kronis seperti hipertensi, diabetes tipe 2, obesitas,
penyakit paru kronis, penyakit ginjal kronik serta individu
immunocompromised merupakan kelompok yang rentan terhadap
peningkatan risiko kematian dan disabilitas apabila terinfeksi virus
SARS-CoV-2.23
a) Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Hubungan antara penyakit ginjal dengan infeksi
SARS-CoV-2 masih belum diketahui secara pasti. Efek
langsung SARS-CoV-2 pada ginjal dapat disebabkan
karena sel renal memiliki reseptor ACE-2 lebih banyak
daripada paru-paru sehingga menjadikan ginjal sebagai
salah satu organ yang menjadi target langsung dari virus
ini.29
b) Hipertensi
Pasien dengan hipertensi lebih rentan terinfeksi
COVID-19 dibandingkan dengan orang yang tidak
mempunyai penyakit ini. Pada suatu systematic review yang
menjelaskan asosiasi antara hipertensi dan COVID-19
didapatkan peningkatan risiko keparahan COVID-19
hingga 2x lipat pada pasien dengan hipertensi.30 Pasien ini
juga mempunyai kemungkinan yang tinggi dalam risiko
komplikasi COVID-19 yang berat selama progresifitas
penyakit.28
c) Obesitas
Infeksi virus SARS-CoV-2 dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan paru. Pada pasien dengan obesitas
fungsi paru telah menurun sehingga ini membuat pasien
lebih sulit mengkompensasi hipoksia dengan alat bantu
9
napas. Kondisi proinflamasi pada obesitas juga
memperburuk keadaan inflamasi yang ditimbulkan oleh
karena infeksi COVID-19.28
d) Diabetes Mellitus (DM)
Pasien COVID-19 dengan DM memiliki mortalitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien COVID-19
yang tidak memiliki DM. Terdapat dua klasifikasi untuk
diabetes yaitu tipe 1 dan tipe 2. Penurunan produksi insulin
oleh karena kerusakan pada sel ß pankreas dikategorikan
sebagai DM tipe 1. Untuk DM tipe 2 fungsi sel ß pankreas
normal akan tetapi tubuh tidak mampu untuk merespon
insulin secara normal. DM tipe 2 merupakan jenis yang
paling sering ditemukan sehingga menjadi komorbid
COVID-19 yang signifikan. Hal ini diduga disebabkan oleh
karena perubahan profil imun dari sel T regulator menjadi
sel T proinflamasi Th1 dan Th17 CD4+ yang menyebabkan
individu dengan DM rentan terhadap infeksi. Kondisi
inflamasi ini dapat mengakibatkan peningkatan risiko
perburukan gejala dan komplikasi jika mengalami infeksi.28
e. Patofisiologi
10
sel inang yang terinfeksi memicu respons imun. Terjadi peningkatan jumlah
limfosit T, monosit, dan neutrofil yang melepaskan sitokin seperti faktor
nekrosis tumor-α (TNF ), faktor perangsang granulocyte-macrophage colony-
stimulating factor (GM-CSF), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), ), IL-
1β, IL-8 , IL-12 dan interferon (IFN)-γ.32
f. Cara Penularan
11
pelarut lemak seperti ethanol, ether dan desinfektan yang mengandung
klorin.23
g. Manifestasi Klinis
12
3) Gejala sedang
Terdapat gejala klinis pneumonia yaitu demam, batuk, sesak,
napas cepat tapi tidak ada tanda pneumonia berat.
a) Pasien remaja dan dewasa : tanda klinis pneumonia virus
namun tanpa pneumonia berat dan SpO2 ≥93% dengan
udara ruang.
b) Anak-anak : tanda klinis pneumonia tidak berat seperti
batuk atau sulit bernapas dengan napas cepat dan/atau
retraksi dinding dada.16,36
4) Gejala berat
Pasien mengalami tanda klinis pneumonia berat seperti demam,
batuk, sesak, napas cepat disertai satu dari : frekuensi napas
>30x/menit, distres pernafasan berat.16
a) Pasien remaja dan dewasa : terdapat tanda klinis pneumonia
ditambah satu dari frekuensi napas >30x/menit, distres
pernafasan berat atau dengan status oksigenasi pada SpO2
< 93% dengan udara ruang.
b)
Anak-anak : tanda klinis pneumonia disertai satu dari :
sianosis sentral atau SpO2 <93%, distress pernafasan berat,
atau terdapat tanda bahaya seperti tidak mampu menyusu
atau minum, letargi, penurunan kesadaran atau kejang.16,36
5) Gejala kritis
Pasien COVID-19 telah mengalami progresifitas gejala yang
lebih serius dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
sepsis dan syok sepsis. 16,36
h. Diagnosis
Diagnosis COVID-19 dapat ditegakkan melalui pemeriksaan medis
seperti riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi SARS-CoV-2 serta dari
gejala klinis dan hasil deteksi pemeriksaan penunjang baku emas COVID-19.1
Adapun untuk pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sebagai bahan
konfirmasi adalah sebagai berikut :
13
1) Nucleic Acid Amplification Testing (NAAT)
WHO merekomendasikan semua pasien yang diduga terinfeksi
COVID-19 untuk menjalani pemeriksaan NAAT dengan metode
Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).1
Berikut adalah tahapan dalam melakukan pemeriksaan RT-PCR :
a) Pengambilan spesimen dilakukan melalui swab nasofaring
dan orofaring. Pengambilan swab dilakukan pada hari ke-1
dan ke-2. Jika pemeriksaan menunjukkan hasil positif pada
hari pertama maka tidak diperlukan pemeriksaan di hari
berikutnya.
b) Pemeriksaan RT-PCR dilakukan secara berkala pada pasien
rawat inap.
c) Follow-up hanya dilakukan pada pasien derajat berat dan
kritis dan dilakukan setelah 10 hari dari pengambilan swab
terakhir yang positif.
d) Pada pasien derajat berat dan kritis jika terdapat perbaikan
gejala dan bebas demam selama 3 hari namun pada follow-
up RT-PCR menunjukkan hasil positif, maka sangat
mungkin terjadi kondisi positif persisten akibat
terdeteksinya fragmen virus yang sudah tidak aktif.36
2) Tes diagnostik cepat berbasis deteksi antigen
14
3) Tes antibodi
4) Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini sangat penting dilakukan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengetahui progresivitas penyakit serta untuk
memantau perkembangan pasien.18 Akan tetapi berdasarkan
rekomendasi yang diberikan oleh American College of Radiology
(ACR) bahwa penggunaan foto toraks dan Computed Tomography
(CT) scan tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan utama dalam
mendiagnosis COVID-19 serta hanya dapat dilakukan apabila
pasien memiliki indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan
radiologi.20 Indikasi pemeriksaan ini yakni saat pasien COVID-19
mengalami fungsi respirasi yang memburuk atau beresiko
mengalami perkembangan penyakit yang lebih serius.19
Pemeriksaan radiologi tidak dapat dijadikan dasar dalam
menegakkan diagnosis pasti COVID-19 karena hasil yang tidak
spesifik dan menyerupai gambaran dari infeksi lain.20
a) Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dapat menjadi pemeriksaan
awal terhadap pasien COVID-19 untuk mengetahui
keberadaan dari inflamasi pulmoner yang merupakan
manifestasi utama COVID-19.23 Gambaran yang umum
ditemukan dalam pemeriksaan radiologis pasien COVID-19
adalah konsolidasi dan ground-glass opacities (GGO). Akan
tetapi foto toraks tidak direkomendasikan sebagai
pemeriksaan radiologis utama dalam mendiagnosis
pneumonia COVID-19.21 Hal ini disebabkan foto toraks
memiliki rasio deteksi yang rendah pada stadium awal
15
COVID-19 oleh karena insensitivitas pemeriksaan ini
terhadap GGO. Meskipun foto toraks mempunyai sensitivitas
yang lebih rendah dibandingkan dengan CT scan,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui
prognosis dan juga perkembangan pasien selama
pengobatan.24
b) CT scan
Pemeriksaan CT scan umumnya lebih membantu dalam
diagnosis pasti COVID-19 dibandingkan dengan x-ray..23
Akan tetapi ACR tidak merekomendasikan CT scan sebagai
pemeriksaan awal pasien COVID-19 oleh karena hasil yang
didapatkan tidak spesifik dan dapat tumpang-tindih dengan
infeksi seperti influenza, H1N1, SARS dan MERS.20
Berdasarkan konsensus dari Fleischner Society, CT scan
dapat dilakukan pada pasien COVID-19 dengan gejala yang
memburuk atau pada daerah dengan fasilitas RT-PCR yang
terbatas.19
Gambaran CT scan yang sering ditemukan pada pasien
COVID-19 adalah single, multifocal, atau diffuse air-space
opacities (GGO, konsolidasi atau keduanya), pada paru
unilateral atau bilateral dengan distribusi pada upper zone,
mid atau lower zone. Gambaran lain yang dapat ditemukan
yaitu atelektasis, penebalan peribronkovaskuler, peningkatan
retikulasi, limfadenopati dan efusi pleura.38
i. Komplikasi dan Prognosis
16
ventilasi mekanik invasif dengan melakukan penilaian harian kesiapan pasien
dalam bernapas spontan. Mengurangi risiko terjadinya ventilator-associated
pneumonia (VAP) dengan melakukan intubasi oral pada pasien remaja dan
dewasa, pertahankan pasien dalam posisi semi-recumbent (posisi kepala
pasien dinaikkan sehingga membentuk sudut 30-45°). Gunakan obat
profilaksis seperti heparin untuk menghindari terjadinya tromboemboli vena.16
17
Berdasarkan data Riset Dasar Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas)
2018 ditemukan bahwa prevalensi PGK pada umur ≥15 tahun mencapai
0,38%. Data ini menunjukkan prevalensi PGK meningkat seiring
bertambahnya usia, dengan prevalensi tertinggi pada kelompok umur 65-74
tahun (0,84%). Prevalensi pada laki-laki sebanyak 0,42% sementara pada
perempuan lebih rendah yaitu 0,35%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi
adalah Kalimantan Utara sebesar 0.64%, diikuti dengan Maluku Utara 0,56%
dan Sulawesi Utara 0,53%. Provinsi dengan prevalensi hemodialisis tertinggi
di Indonesia yaitu DKI Jakarta sebesar 38,71%.43
Gambar 2.3. Prevalensi hemodialisis pada populasi umur ≥ 15 tahun dengan PGK pada tahun
2018 menurut provinsi di Indonesia.43
18
4) Faktor komorbid
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko
terkena PGK yaitu obesitas, hipertensi, DM, penyakit auoimun,
lanjut usia, riwayat acute kidney injury (AKI), albuminuria (adanya
albumin dalam urin) atau terdapat abnormalitas struktural pada
saluran kencing.40
DM dan hipertensi merupakan penyebab utama PGK baik di
negara maju maupun negara berkembang. Pasien PGK dengan DM
akan meningkatkan risiko albuminuria, perkembangan keparahan
PGK serta komplikasi untuk penyakit yang lain termasuk gangguan
kardiovaskuler. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol kadar
glukosa darah, tekanan darah dan penggunaan obat-obatan anti
hipertensi.44
Hipertensi merupakan penyebab dan komplikasi yang timbul
oleh karena PGK serta dapat meningkatkan progresifitas PGK
menjadi ESKD.44
Obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya PGK dalam
jangka panjang. Hal ini dapat disebabkan oleh karena obesitas
meningkatkan risiko perkembangan penyakit hipertensi dan DM.
Individu dengan obesitas diharapkan untuk mengontrol berat badan
agar dapat menurunkan risiko menjadi PGK.44
Sangat penting untuk mengetahui risiko progresifitas penyakit
dari tiap pasien agar tenaga kesehatan dapat melakukan manajemen
tatalaksana yang tepat. Hal ini penting untuk diperhatikan terutama
pada pasien dengan penurunan LFG, hipertensi tak terkontrol atau
proteinuria karena terdapat peningkatan risiko menjadi PGK
stadium 5. Jika hal ini terjadi maka toksin akan terakumulasi
menyebabkan terganggunya aktivitas, nutrisi serta keseimbangan
cairan dan elektrolit hingga menjadi uremic syndrome. Tatalaksana
yang sesuai untuk uremic syndrome akan mencegah terjadinya
kematian akibat akumulasi toksin pada tubuh pasien.40
19
5) Diet
Menurut laporan GBD, faktor risiko PGK terbanyak pada tahun
2017 adalah peningkatan kadar gula darah puasa, hipertensi,
obesitas serta diet yang tinggi akan natrium.40
c. Patofisiologi
Fungsi fisiologis dan metabolik yang dilakukan oleh ginjal mencakup
regulasi tekanan darah, fungsi endokrin, mengatur konsentrasi ion pada cairan
interseluler dan ekstraseluler,serta ekskresi dari produk sisa yang tidak
dibutuhkan tubuh. Adanya gangguan pada fungsi ini dapat menyebabkan
kerusakan ginjal yang luas dan berkembang menjadi PGK.40,41
Patofisiologi yang mendasari terjadinya penyakit ini melibatkan
mekanisme kerusakan yang luas yakni, adanya mekanisme spesifik terhadap
etiologi yang mendasari seperti abnormalitas pada fungsi dan struktur ginjal
pada penyakit tertentu; dan mekanisme hiperfiltrasi dan hipertrofi yang
menimbulkan kerusakan pada nefron.40
Kejadian yang menyebabkan fibrosis sangat kompleks serta tumpang
tindih satu dengan yang lain. Infiltrasi ginjal dengan sel inflamasi ekstrinsik;
aktivasi, proliferasi, dan hilangnya sel-sel ginjal intrinsik (melalui apoptosis
atau nekrosis); aktivasi dan proliferasi sel yang memproduksi extracellular
matrix (ECM) termasuk miofibroblas dan fibroblas; serta deposisi ECM
menggantikan sel ginjal normal dapat mengakibatkan perkembangan menjadi
PGK.40
Kehilangan nefron mengakibatkan fungsi ginjal untuk mengeluarkan
natrium terganggu. Hal ini menyebabkan nefron lain yang masih berfungsi
akan bekerja lebih keras untuk mencapai keseimbangan ion. Jika terjadi
akumulasi ion yang berlebihan maka dapat mengakibatkan kondisi
hiperkalemia. Ketika peningkatan asupan natrium telah melebihi ekskresi
ginjal maka hipertensi dan edema dapat terjadi.41
Hilangnya nefron akan mengganggu kemampuan ginjal untuk
mengeluarkan fosfat sehingga dapat mengakibatkan pembentukan kompleks
kalsium-fosfat. Kondisi ini akan menstimulasi calcium sensing receptors pada
kelenjar paratiroid untuk merangsang produksi dan sekresi para-thyroid
hormone (PTH). Peningkatan sekresi PTH akan mengurangi reabsorpsi fosfat
dan meningkatkan ekskresi fosfat yang terakumulasi di ginjal.41
20
Fungsi ginjal akan terus menurun meskipun penyakit yang mendasari
kerusakan ini sudah tidak aktif. Mekanisme yang terjadi yaitu hipertensi
sistemik, cedera hemodinamik pada ginjal, proteinuria dan akumulasi
nefrotoksin.41 Jika kerusakan terjadi secara terus-menerus maka dapat
menyebabkan peningkatan tekanan dan arus pada nefron sehingga
menimbulkan kerusakan pada struktur dan fungsi ginjal.40
d. Klasifikasi dan Diagnosis
Pasien dengan PGK biasanya tidak akan memperlihatkan gejala hingga
mencapai stadium akhir. Secara umum pasien ini dapat mengeluhkan gejala
seperti sulit tidur, nokturia (kencing di malam hari), nyeri kepala, adanya rasa
metalik di mulut, dispnea (sulit bernapas) saat berolahraga atau beristirahat,
fatigue, keram otot, kejang, kehilangan nafsu makan, nyeri abdomen, nausea,
muntah dan penurunan berat badan. Pasien dengan gejala diatas dapat
dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah pasien tersebut mengalami
PGK.44
Kriteria diagnosis PGK menurut Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO) 2012 adalah adanya abnormalitas pada struktur atau
fungsi ginjal yang menetap selama >3 bulan dan mempunyai efek terhadap
kesehatan penderitanya.39
Tanda kerusakan ginjal (satu Albuminuria (AER ≥ 30 mg/24 jam; ACR ≥ 30 mg/g
atau lebih) [≥ 3mg/mmol])
Abnormalitas sedimen urin
Abnormalitas elektrolit dan lainnya yang berhubungan dengan
gangguan pada tubulus ginjal
Abnormalitas struktur ginjal yang dapat dideteksi lewat
pemeriksaan radiologi
Riwayat transplantasi ginjal
Penurunan LFG LFG < 60 ml/menit/1,73 m2
21
Tenaga kesehatan perlu melakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap
pasien yang diduga mengalami PGK, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut :
22
serum kreatinin dilakukan secara berkala sehingga dapat
mengestimasi kerusakan fungsi ginjal melalui LFG. Pemeriksaan
tambahan seperti cystatin-C dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis PGK apabila penilaian LFG dengan
serum kreatinin tidak akurat.39,44
Tabel 2.2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan LFG menurut KDIGO
2012.39
4) Evaluasi albuminuria
Kultur urin dan pemeriksaan dipstick urin sangat penting
untuk melihat apakah terdapat mikrohematuria dan albuminuria
pada pasien.
Albuminuria merupakan tanda diagnostik dan prognostik
yang penting serta berperan dalam peningkatan risiko progresifitas
dan komplikasi PGK.44 KDIGO 2012 merekomendasikan
pemeriksaan albuminuria dengan urinary albumin-to-creatinine
ratio (ACR) atau albumin excretion rate (AER) serta pengambilan
spesimen diambil pada pagi hari. Kategori penilaian albuminuria
dapat dilihat pada Tabel 2.3.39
23
Tabel 2.3. Kategori penyakit ginjal kronik berdasarkan albuminuria.39
24
a. Patofisiologi
25
dilakukan di Brazil terhadap efek penggunaan ACE-I dan ARBs pada
pasien COVID-19 gejala ringan-sedang menunjukkan bahwa penghentian
penggunaan RAAS inhibitor tidak meningkatkan mortalitas pasien dalam
30 hari. Sehingga tidak ada manfaat klinis dalam penghentian terapi ACE-
I dan ARBs pada pasien COVID-19 dengan gejala ringan-sedang.49
Gambar 2.4. Gambaran foto toraks pasien COVID-19 dengan PGK pada hari ke-1 menunjukkan
gambaran bilateral opacities yang dominan di lobus median paru kanan.50
26
Gambar 2.5. Gambaran foto toraks pasien COVID-19 dengan PGK pada hari ke-10 yang
menunjukkan perbaikan saat keluar dari rumah sakit.50
2) CT-scan
27
distancing karena perlu melakukan perawatan rutin di rumah sakit.
Kelompok ini mempunyai risiko yang tinggi terkait dengan peningkatan
derajat keparahan serta mortalitas jika terkena COVID-19. Oleh sebab itu
manajemen pencegahan yang baik untuk pasien dan rumah sakit dapat
menghindarkan pasien dan tenaga kesehatan dari bahaya terkena COVID-
19.48 Rekomendasi yang dapat dilakukan untuk pusat pelayanan dialisis
selama pandemi COVID-19 adalah :
28
Indikasi pemeriksaan foto toraks menurut ACR yaitu untuk
mengevaluasi tanda dan gejala yang berhubungan dengan rongga toraks, untuk
follow-up proses perkembangan penyakit toraks, pemantauan pasien dengan
alat bantu hidup atau pada pasien pasca tindakan bedah toraks atau intervensi
lainnya. Pemeriksaan ini harus mengacu pada peraturan di masing-masing
negara mengenai pemeriksaan radiografi toraks.54
Pemeriksaan foto toraks standar dilakukan pada foto posteroanterior
(PA) dan lateral dekubitus kiri yang diambil saat pasien inspirasi penuh.
Inspirasi dilakukan agar posisi hemidiafragma dapat turun hingga kosta ke-10
atau ke-11 sehingga paru dapat tampak lebih jelas. Pasien diminta untuk
berdiri dan kaset film menempel pada dinding dada. Pada wanita hamil atau
anak-anak, pengambilan foto toraks dapat dilakukan sekali pada bagian frontal
pasien. Pasien dewasa yang tidak dapat berdiri atau mempunyai risiko jatuh
yang tinggi, pemeriksaan foto toraks dapat diambil pada anteroposterior (AP)
sambil duduk.53,54
Pengambilan foto toraks yang benar seharusnya dapat memperlihatkan
gambaran pembuluh darah paru dan juga hemidiafragma kiri pada belakang
jantung. Foto toraks harus menunjukkan gambaran kedua apeks paru dan
sulkus kostofrenikus. Posisi pasien harus benar sehingga skapula dan lengan
tidak menutupi paru. Kolumna vertebra harus dipusatkan di antara klavikula.
Korpus vertebra torakalis bagian bawah dan pembuluh darah pulmonal
retrokardiak harus dapat terlihat dengan jelas.53,54
29
Gambar 2.7. Gambaran foto toraks normal posisi AP.53
30
Penggunaan foto toraks sebagai pemeriksaan penunjang COVID-19 dapat
menjadi opsi untuk digunakan karena murah, tersedia luas dan memiliki risiko
yang rendah dalam menyebarkan infeksi pada staf radiologi.56
Penggunaan foto toraks dalam diagnosis COVID-19 harus memperhatikan
faktor-faktor seperti tidak tersedianya pemeriksaan diagnostik molekuler, adanya
hambatan dalam penggunaan CT scan, x-ray yang dapat digunakan di ruang gawat
darurat serta tingginya prevalensi kasus COVID-19.19
a. Spesifisitas dan sensitivitas
Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti foto
toraks yang diambil pada awal infeksi ketika belum ada perubahan pada
parenkim paru.57 Penyebab lainnya yaitu adanya hambatan dalam teknik
penggunaan foto toraks terutama pada x-ray portabel.58 Pasien lanjut usia
memiliki frekuensi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil positif benar
pada foto toraks sehingga memiliki korelasi dengan faktor risiko COVID-19
yang lebih tinggi pada individu dengan lanjut usia.23,57
Hasil positif palsu dapat terjadi terutama pada postur tubuh yang tidak
baik, kurangnya inspirasi, atau penonjolan dada sehingga menyebabkan tulang
skapula dan jaringan lunak terproyeksi ke dalam lapangan paru. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan densitas perifer paru serta tampak seperti GGO
sehingga menimbulkan hasil positif palsu.58
31
b. Gambaran foto toraks pada pasien COVID-19
Gambaran foto toraks dapat terlihat normal saat awal onset gejala
muncul, akan tetapi pasien dengan gejala yang lebih berat umumnya memiliki
abnormalitas pada paru mereka. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun
gambaran foto toraks tidak terdapat adanya kelainan bukan berarti pasien
tersebut tidak mengalami infeksi COVID-19.55
Gambaran foto toraks yang sugestif terhadap COVID-19 adalah
interstitial reticular pattern, GGO, dan konsolidasi luas. Sebagian besar
menunjukkan distribusi bilateral, perifer subpleura. Dapat ditemukan
gambaran yang tidak spesifik pada pasien COVID-19 yang dapat
menunjukkan etiologi lain dari pneumonia yang ada seperti edema alveolar
atau infeksi lain. Gambaran ini adalah konsolidasi dan GGO dengan distribusi
sentral atau pada lobus atas secara unilateral.55
Temuan atipikal yang jarang ditemukan pada pneumonia COVID-19
yaitu konsolidasi pada lobus, nodul paru, adanya kavitas dan efusi pleura.
Gambaran ini dapat muncul pada pasien COVID-19 dengan progresifitas
penyakit yang serius.55
Gambar 2.9. Gambaran foto toraks normal pasien COVID-19 pada hari ke-1.57
32
Gambar 2.10. Gambaran foto toraks pasien COVID-19 terlihat adanya lung-predominant interstitial
and airspace opacities pada hari ke-9.57
Gambar 2.11. Gambaran foto toraks pasien COVID-19 terlihat adanya lung-predominant interstitial
and airspace opacities yang memburuk pada hari ke-15.57
c. Derajat keparahan
Klasifikasi pemeriksaan foto toraks untuk COVID-19 oleh Borghesi
dan Maroldi, merupakan suatu metode klasifikasi untuk menilai foto toraks
pada pasien COVID-19 yang dibuat pada tahun 2020.59
Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menggunakan
derajat keparahan ini. Pertama, pisahkan paru menjadi tiga zona pada
proyeksi foto toraks AP atau PA, tandai paru kanan dengan huruf A,B,C dan
paru kiri dengan D,E,F. Huruf ini akan memisahkan paru menjadi tiga bagian
yaitu zona atas, tengah dan bawah. Pada Gambar 2.12. dapat dilihat
bagaimana cara pembagian zona paru menurut skor Brixia. Garis A digambar
pada bagian bawah dinding inferior arkus aorta sehingga membagi A dan D
menjadi zona atas. Lalu terdapat garis B yang digambar pada bagian dinding
33
inferior dari vena pulmonalis kanan sehingga membagi B dan E menjadi
zona tengah serta C dan F menjadi zona bawah.59
Gambar 2.12. Pembagian zona paru menjadi enam bagian menurut skor Brixia.59
Tabel 2.5. Skor derajat keparahan foto toraks COVID-19 menurut skor Brixia dihitung pada
masing-masing paru.59
Skor Keterangan
0 Tidak terdapat kelainan
1 Infiltrat interstitial
2 Infiltrat interstitial dan alveolar
(dominan pada interstitial)
3 Infiltrat interstitial dan alveolar
(dominan pada alveolar)
34
Gambar 2.13. Gambaran foto toraks pasien COVID-19 dinilai dengan Brixia score dengan total skor
3.59
Gambar 2.14. Gambaran foto toraks pasien COVID-19 dinilai dengan Brixia score dengan total skor
11.59
Gambar 2.15. Gambaran foto toraks pasien COVID-19 dinilai dengan Brixia score dengan total skor
8.60
35
B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional dengan desain
penelitian deskriptif retrospektif yang bertujuan untuk observasi suatu variabel pada
titik waktu tertentu terutama dalam mengetahui gambaran foto toraks pasien COVID-
19 dengan PGK di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou pada periode Mei-Agustus 2021.
B. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua data rekam medik
pasien COVID-19 dengan PGK yang melakukan foto toraks di Bagian Radiologi
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou pada periode Mei-Agustus 2021.
C. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam medik pasien
COVID-19 dengan PGK yang melakukan foto toraks di Bagian Radiologi RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou pada periode Mei-Agustus 2021 dan sesuai dengan kriteria eksklusi
dan inklusi penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu
total sampling.
1. Kriteria inklusi
a. Semua data rekam medik pasien COVID-19 dengan PGK yang melakukan
pemeriksaan foto toraks di Bagian Radiologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode Mei-Agustus 2021.
2. Kriteria eksklusi
a. Data rekam medik pasien tidak lengkap.
b. Pasien tidak memiliki riwayat PGK.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent)
Penelitian ini menggunakan variabel bebas yaitu gambaran foto toraks.
2. Variabel terikat (dependent)
Penelitian ini menggunakan variabel terikat yaitu pasien COVID-19 dengan
PGK.
37
E. Definisi Operasional Variabel
Pasien COVID-19 Pasien yang datang ke Data sekunder 1. Tanpa gejala Nominal
RSUP Prof. Dr. R. D. dari rekam 2. Gejala ringan
Kandou dengan manifestasi medik 3. Gejala sedang
gejala COVID-19 baik 4. Gejala berat
gejala tipikal maupun 5. Gejala kritis
atipikal.
Faktor komorbid Penyakit penyerta PGK Data sekunder 1. Stadium 1 Ordinal
PGK yang diderita oleh pasien dari rekam 2. Stadium 2
COVID-19 serta tercatat medik 3. Stadium 3a
dalam rekam medik 4. Stadium 3b
5. Stadium 4
6. Stadium 5
38
alveolar (dominan
pada alveolar)
39
DAFTAR PUSTAKA
6. Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Data Vaksinasi COVID-19 (Update per 4 Juli
2021). 2021;19:https://covid19.go.id/p/berita/data-vaksinasi-covi. Available from:
https://covid19.go.id/p/berita/data-vaksinasi-covid-19-update-4-juli-2021
7. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. Data Terkini COVID-19 Di Sulawesi Utara
[Internet]. 2021. Available from: https://dinkes.sulutprov.go.id/detailpost/kondisi-
epidemiologi-covid-19-provinsi-sulawesi-utara-26-agustus-2021
8. Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Grafik Kasus Aktif, Kasus Sembuh dan Kasus
Meninggal per Provinsi (Update per 27 Agustus 2021) - Berita Terkini |
Covid19.go.id. 2021; Available from: https://covid19.go.id/p/berita/grafik-kasus-aktif-
kasus-sembuh-dan-kasus-meninggal-provinsi-update-1-agustus-2021
11. Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, Han Y, et al. Epidemiological and clinical
characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in Wuhan , China : a
descriptive study. Lancet [Internet]. 2020;395(10223):507–13. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30211-7
12. Somsen GA, Rijn C Van, Kooij S, Bem RA, Bonn D. Small droplet aerosols in poorly
ventilated spaces and SARS-CoV-2 transmission COVID-19 and the impact of social
determinants of health. Lancet Respir [Internet]. 2020;8(7):658–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S2213-2600(20)30245-9
13. Burke RM, Midgley CM, Dratch A, Fenstersheib M, Haupt T, Holshue M, et al.
Active Monitoring of Persons Exposed to Patients with Confirmed COVID-19 —
United States, January–February 2020. MMWR Morb Mortal Wkly Rep [Internet].
2020;69(9):245–6. Available from:
https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/69/wr/pdfs/mm6909e1-H.pdf
14. Ong SWX, Tan YK, Chia PY, Lee TH, Ng OT, Wong MSY, et al. Air, Surface
Environmental, and Personal Protective Equipment Contamination by Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) from a Symptomatic Patient
[Internet]. Vol. 323, JAMA - Journal of the American Medical Association. 2020. p.
1610–2. Available from: https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2762692
15. Lauer SA, Grantz KH, Bi Q, Jones FK, Zheng Q, Meredith HR, et al. The incubation
period of coronavirus disease 2019 (CoVID-19) from publicly reported confirmed
cases: Estimation and application. Ann Intern Med [Internet]. 2020;172(9):577–82.
Available from: https://www.acpjournals.org/doi/pdf/10.7326/M20-0504
18. McFee RB. COVID-19 - A Brief Review of Radiology Testing [Internet]. Vol. 66,
Disease-a-Month. Elsevier Inc.; 2020. p. 1–5. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7386280/pdf/main.pdf
19. Rubin GD, Ryerson CJ, Haramati LB, Sverzellati N, Kanne JP, Raoof S, et al. The
Role of Chest Imaging in Patient Management During the COVID-19 Pandemic: A
Multinational Consensus Statement From the Fleischner Society. Chest [Internet].
2020;158(1):106–16. Available from:
https://pubs.rsna.org/doi/full/10.1148/radiol.2020201365
20. Radiology AC of. ACR recommendations for the use of chest radiography and
computed tomography (CT) for suspected covid-19 infection. 2020; Available from:
https://www.acr.org/Advocacy-and-Economics/ACR-Position-
Statements/Recommendations-for-Chest-Radiography-and-CT-for-Suspected-
COVID19-Infection
21. Chan JF, Yuan S, Kok K, To KK, Chu H, Yang J, et al. A familial cluster of
pneumonia associated with the 2019 novel coronavirus indicating person-to-person
transmission : a study of a family cluster. Lancet [Internet]. 2020;395(10223):514–23.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30154-9
23. Kellerman R, Rakel D. Conn’s Current Therapy [Internet]. Philadelphia: Elsevier Inc.;
2021. 554–556 p. Available from: https://www.clinicalkey.com/#!/content/book/3-
s2.0-B978032379006200121X
24. Sadiq Z, Rana S, Mahfoud Z, Raoof A. Systematic review and meta-analysis of chest
radiograph ( CXR ) findings in COVID-19. Clin Imaging [Internet]. 2021;80:229–38.
Available from: https://doi.org/10.1016/j.clinimag.2021.06.039
25. Chung M, Zeng X, Jacobi A. CT Imaging Features of 2019 Novel Coronavirus (2019-
nCoV). Radiology [Internet]. 2020;295:202–7. Available from:
https://pubs.rsna.org/doi/full/10.1148/radiol.2020200230
26. Nandy K, Salunke A, Kumar S, Pandey A, Doctor C, Puj K, et al. Diabetes &
Metabolic Syndrome : Clinical Research & Reviews Coronavirus disease ( COVID-19
): A systematic review and meta- analysis to evaluate the impact of various
comorbidities on serious events. Diabetes Metab Syndr Clin Res Rev [Internet].
2021;14(5):1017–25. Available from: https://doi.org/10.1016/j.dsx.2020.06.064
27. WHO. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) [Internet]. Vol. 9, Situation Report –
67. 2021. 192 p. Available from: https://cdn.who.int/media/docs/default-
source/searo/indonesia/covid19/external-situation-report-67.pdf?sfvrsn=3a1e8ba4_3
28. Gasmi A, Peana M, Pivina L, Srinath S. Interrelations between COVID-19 and other
disorders. Clin Immunol. 2020;224.
30. Lippi G, Wong J, Henry BM. Hypertension in patients with coronavirus disease 2019
(COVID-19): A pooled analysis. Polish Arch Intern Med. 2020;130(4):304–9.
31. Courtney B V. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 7th ed. Ernst JD,
Jr TEK, Lazarus SC, editors. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2021. 622 p.
32. Azkur AK, Akdis M, Azkur D, Sokolowska M, Veen W van de, Brüggen M-C, et al.
Immune response to SARS-CoV-2 and mechanisms of immunopathological changes in
COVID-19. Allergy Eur J Allergy Clin Immunol [Internet]. 2020;75(7):1564–81.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32396996/
34. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and Important Lessons from the Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China: Summary of a Report of 72314 Cases
from the Chinese Center for Disease Control and Prevention. JAMA - J Am Med
Assoc. 2020;323(13):1239–42.
35. Stokes EK, Zambrano LD, Anderson KN, Marder EP, Raz KM, El Burai Felix S, et al.
Coronavirus Disease 2019 Case Surveillance — United States, January 22–May 30,
2020. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2020;69(24):759–65.
36. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/5671/2021 Tentang Manajemen Klinis Tata Laksana Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) di Fasilitas Pepelayanan Kesehatan. 2021 p. 1–106.
38. Waheed KB, Naseer J, Ul Hassan MZ, Sarfraz S, Ahmed Z, Amin MS, et al. Imaging
trend and disease course in admitted COVID-19 patients. Saudi Med J. 2021;42(1):30–
7.
39. Kidney Disease: Improving Outcomes (KDIGO) CKD Work Group Global. KDIGO
2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease. Kidney Int Suppl. 2013;3(1):1–150.
40. Kasper D, Hauser S, Jameson JL, Fauci A, Longo D, Loscalzo J. Harrison’s Principle
of Internal Medicine. 19th ed. McGraw-Hill Education; 2015.
42. Bikbov B, Purcell CA, Levey AS, Smith M, Abdoli A, Abebe M, et al. Global,
regional, and national burden of chronic kidney disease, 1990–2017: a systematic
analysis for the Global Burden of Disease Study 2017. Lancet. 2020;395(10225):709–
33.
43. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Nasional 2018
[Internet]. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2019. 198 p. Available
from:
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Laporan_Nas
ional_RKD2018_FINAL.pdf
45. Liu YF, Zhang Z, Pan XL, Xing GL, Zhang Y, Liu ZS, et al. The chronic kidney
disease and acute kidney injury involvement in COVID-19 pandemic: A systematic
review and meta-analysis. PLoS One [Internet]. 2021;16(1 January):1–13. Available
from: http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0244779
46. Henry BM, Lippi G. Chronic kidney disease is associated with severe coronavirus
disease 2019 (COVID-19) infection. Int Urol Nephrol [Internet]. 2020;52(6):1193–4.
Available from: https://doi.org/10.1007/s11255-020-02451-9
48. Pecly IMD, Azevedo RB, Muxfeldt ES. COVID-19 and chronic kidney disease : a
comprehensive review. Braz J Nephrol [Internet]. 2020;43(3):1–17. Available from:
https://www.scielo.br/j/jbn/a/NHTW8zh3KJyvV5w3TCp5dgG/?lang=en
49. Lopes RD, Macedo AVS, de Barros e Silva PGM, Moll-Bernardes RJ, Feldman A,
D’Andréa Saba Arruda G, et al. Continuing versus suspending angiotensin-converting
enzyme inhibitors and angiotensin receptor blockers: Impact on adverse outcomes in
hospitalized patients with severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-
CoV-2)–The BRACE CORONA Trial: BRACE CO. Am Heart J.
2020;226(January):49–59.
50. Collado S, Arenas MD, Barbosa F, Cao H, Montero MM, Villar-Garcia J, et al.
COVID-19 in Grade 4-5 Chronic Kidney Disease Patients. Kidney Blood Press Res.
2020;45(5):768–74.
51. Abrishami A, Khalili N, Dalili N, Tabari RK, Farjad R, Samavat S, et al. Clinical and
radiologic characteristics of covid-19 in patients with ckd. Iran J Kidney Dis.
2020;14(4):267–77.
52. NICE, (UK) National Institute for Health and Care Excellence. COVID-19 rapid
guideline: chronic kidney disease. NICE Guideline. 2020.
53. Mettler FA. Essentials of Radiology. Fourth. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019. 36–92
p.
54. American College of Radiology. ACR–SPR–STR Practice parameter for the
performance of chest radiography. Am Coll Radiol [Internet]. 2017;1076(Revised
2017):1–9. Available from: https://www.acr.org/-/media/ACR/Files/Practice-
Parameters/chestrad.pdf
55. Wong HYF, Lam HYS, Fong AHT, Leung ST, Chin TWY, Lo CSY, et al. Frequency
and Distribution of Chest Radiographic Findings in Patients Positive for COVID-19.
Radiology. 2020;296(2):E72–8.
56. Flor N, Casazza G, Saggiante L, Savoldi AP, Vitale R, Villa P, et al. Chest
radiography predictor of COVID-19 adverse outcomes. A lesson learnt from the first
wave. Clin Radiol [Internet]. 2021;76(7):549.e1-549.e8. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.crad.2021.03.011
57. Stephanie S, Shum T, Cleveland H, Challa SR, Herring A, Jacobson FL, et al.
Determinants of chest radiography sensitivity for covid-19: A multi-institutional study
in the United States. Radiol Cardiothorac Imaging. 2020;2(5).
58. Manna S, Wruble J, Maron SZ, Toussie D, Voutsinas N, Finkelstein M, et al. COVID-
19: A multimodality review of radiologic techniques, clinical utility, and imaging
features. Radiol Cardiothorac Imaging. 2020;2(3):1–11.
59. Borghesi A, Maroldi R. COVID-19 outbreak in Italy: experimental chest X-ray scoring
system for quantifying and monitoring disease progression. Radiol Medica [Internet].
2020;125(5):509–13. Available from: https://doi.org/10.1007/s11547-020-01200-3