Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seluruh Negara di dunia baru - baru ini sedang mengalami pandemi yang

diakibatkan oleh corona virus, virus ini menyerang sistem saluran pernapasan

yang disertai dengan klasifikasi tanda dan gejala yang berbeda-beda mulai dari

klasifikasi sedang, ringan, berat dan kritis. Virus ini juga sangat tinggi untuk

bermutasi dan corona virus ini juga dapat menetap ditubuh manusia maupun

ditubuh binatang sebagai pathogen zoonotik.

Word Health Organization ( WHO ) sejak bulan Maret 2020 menetapkan

sebagai situasi pandemik global bahkan menjadi darurat internasional. Saat ini

jumlah kasus pasien terkomfirmasi COVID-19 terus meningkat. Dari data Word

Health Organization ( WHO ) dan Public Health Emergency Operation Centre

atau yang dikenal dengan singkatan PHEOC Kementrian Kesehatan pada

tanggal 09 Februari 2021 total kasus yang terkonfirmasi COVID-19 adalah

106,125,682 kasus dengan total kasus kematian mencapai 2,320,497 jiwa dari

222 Negara Terjangkit dan 184 Negara Transmisi lokal.

Dari beberapa Negara, Amerika serikat menduduki urutan pertama kasus

yang terkomfirmasi paling tertinggi dilanjutkan urutan ke 2 India dan ke 3

Brazil, sedangkan di negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)

Indonesia menduduki peringkat 1 di lanjutkan posisi ke 2 negara Filipina dan

posisi ke 3 negara Malasyia ( WHO dan PHEOC, 2021 ) . Di Indonesia sendiri,

kasus COVID-19 dilaporkan dalam dua kasus, pertama kali dilaporkan terjadi

pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus pasien terkomfirmasi pada tanggal 9 Februari

27
28

2021 berjumlah 1,174,779 kasus dan 31,976 ( CFR 2,7 % ) kasus kematian.

DKI Jakarta tercatat merupakan provinsi yang paling tinggi kasus COVID-19

yang terkonfirmasi berjumlah 300,406 kasus . Banten juga menjadi zona merah

karena begitu banyak kasus COVID-19 yang terkomfirmasi yaitu berjumlah

26,740 kasus dengan kasus kematian berjumlah 385 kasus.

(https://dinkes.bantenprov.go.id/)

Penyebaran corona virus dari manusia kemanusia merupakan sumber

penularan yang sangat cepat sehingga angka kejadian semakin meningkat setiap

harinya. Penularan corona virus ditularkan oleh droplet dari pasien yang

terkonfirmasi Covid 19 melalui batuk, bersin. Telah diteliti bahwa Covid 19

dapat menyebar pada aerosol ( prosedur yang menghasilkan aerosol ) pada

sampel udara yang bertahan selama setidaknya 3 jam, penelitian lain juga

menemukan RNA virus ini dapat bertahan hingga 16 jam dan menemukan virus

hidup yang dapat bereplikasi. ( WHO, 2020 )

Tanda dan gejala pada pasien COVID-19 mempunyai spektrum yang

cukup luas, terdiri atas 13,8% sakit berat, sekitar 6,1% pasien mengalami kritis

dan sekitar 80% termasuk dalam kategori ringan ataupun sedang.( WHO,2020 ).

Akibat banyaknya pasien- pasien yang datang ke IGD dengan peneumonia berat

dan ARDS, tentu akan membuat RS tidak mampu menyiapkan banyak

ventilator. Dengan pemberian posisi yang tepat pada pasien, minimal dapat

mengurangi sesak dan meninngkatkan oksigenasi ke jaringan perifer. Hal ini

lebih optimal bila di lakukan pada pasien awal datang ke IGD ( Xuefeng

zang,dkk, 2020 )
29

Penelitian yang dilakukan oleh Xuefeng Zang, Qian Wang, dkk, tahun

2020 melaporkan bahwa sebanyak 60 pasien COVID-19 dengan hipoksia berat

terdaftar dari 1 Februari 2020 hingga 30 April 2020 . Penelitian ini mengambil

23 pasien dengan posisi prone dan 37 pasien non-prone. Pada kelompok posisi

prone, saturasi oksigen nadi (SpO2) meningkat dari 91,09% menjadi 95,30% (P

<0,01) setelah 10 menit, dan meningkat ke angka 95,48% setelah 30 menit (P

<0,01), namun hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan

setelah 30 menit dibandingkan dengan 10 menit (P = 0,58). Frekuensi

pernapasan (RR) menurun dari 28,22 kali / menit menjadi 27,78 kali / menit

setelah 10 menit (P = 0,20), 24,87 kali / menit setelah 30 menit (P <0,01),

perbedaan yang signifikan terjadi pada hasil pengukuran SpO2 di menit ke 10,

SpO2 di menit ke 30, dan RR di menit ke 30 antara kedua kelompok (P <0,01).

Selain itu, posisi prone juga dapat meningkatkan ventilasi pulmonal pada

beberapa pasien. Adapun mekanisme potensial dari posisi prone yang

memperbaiki hipoksia, peneliti berspekulasi bahwa hal itu disebabkan oleh

redistribusi aliran darah dan cairan edema yang didistribusikan kembali ke sisi

central dengan gravitasi dan alveolar atrofi dibuka kembali dalam posisi prone,

yang menyebabkan meningkatnya jumlah oksigen tersaturasi. ( Xuefeng

zang,dkk, 2020 )

Penelitian yang dilakukan oleh Michela Rauseo, dkk tahun 2021,

memaparkan bahwa pasien dengan pneumonia SARS-CoV-2 ringan dan

berventilasi dengan Helm CPAP, menunjukkan pertukaran gas yang tiba-tiba

memburuk tanpa dispnea. Setelah tidak berhasil upaya prone positioning, kami

mengganti siklus tiga jam dari posisi semi fowler ke posisi tripod / orthopnec
30

dengan tetap menjaganya di CPAP. Gas darah arteri ( PaO 2 / FiO2, PaO2, SaO2,

PaCO2 ), pernapasan ( VE, VT, RR ) dan hemodinamik parameter (HR, MAP)

dikumpulkan dalam posisi tripod / orthopnec. Siklusposisi tripod / orthopnec

dilanjutkan selama 3 kali / hari. Pasien mengalami perbaikan penting secara

klinis pada gas darah arteri dan parameter pernapasan, dengan stabil nya

hemodinamik dan berhasil disapih dan dipulangkan kebangsal 10 hari setelah

onset pneumonia. Peneliti menyimpulkan Posisi tripod / orthopnec selama helm

CPAP dapat diterapkan dengan aman pada pasien pneumonia SARS-CoV-2

ringan, dapat meningkatkan oksigenasi, sehingga mengurangi kebutuhan

intubasi.

RS An-Nisa Tangerang merupakan RS swasta yang sekarang ini merawat

pasien – pasien yang terkomfirmasi COVID-19. Dari data yang ada RS An-Nisa

merawat 1.668 pasien COVID-19 terkonfirmasi (Data studi pendahuluan di RS

An-Nisa pada bulan Oktober-November 2020). Beberapa pasien datang ke RS

An – Nisa dengan saturasi < 95%. Pandemik ini telah menyebabkan

peningkatan substansial jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit dengan gagal

napas. Sebagian besar pasien ini memerlukan dukungan ventilasi non invasive,

Namun tingkat kegagalan ( yaitu, memburuknya kondisi atau kurangnya

perbaikan ) sangat tinggi dan intubasi seringkali diperlukan. ( Anna Coppa, 2020

). Sedangkan kasus COVID-19 makin hari semakin meningkat sehingga Sangat

penting untuk menemukan cara yang sederhana dan efektif untuk mengurangi

sesak pada pasien COVID-19. Studi terbaru melaporkan bahwa posisi

tengkurap( prone position ) dapat digunakan untuk mengurangi sesak pada

pasien COVID-19 yang tidak diintubasi dan gagal napas akut ( Xuefeng Zang,
31

dkk, 2020 ). Sama halnya seperti di RS An-Nisa beberapa pasien harus di

lakukan intubasi karena tingkat kegagalan (memburuknya kondisi dan

kurangnya perbaikan). Dari fenomena yang ada peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian terkait Efektifitas Antara Posisi Prone Dan Orthopnec

Terhadap Saturasi Oksigen Pada Pasien COVID-19 Di Ruang Isolasi COVID-19

Rs An-Nisa Tangerang.

1.2 Rumusan Masalah

Prevalensi pasien Cocid-19 yang meninggal terus meningkat. Hal ini

disebabkan belum optimalnya penanganan pasien terutama saat terjadi penurunan

saturasi oksigen, Sehingga diperlukan suatu perlakuan untuk mencegah

terjadinya penurunan saturasi oksigen yang menjadi risiko penyebab pasien harus

di intubasi atau bahkan sampai dengan kematian. Beberapa pasien yang

terkomfirmasi COVID-19 dapat di berikan intervensi pemberian posisi prone

untuk mengurangi sesak, dan dapat meningkatkan saturasi oksingen. Oleh karena

itu penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “ Manakah Lebih

Efektifitas antara posisi prone dan orthopnec terhadap saturasi oksigen pada

pasien COVID-19 di ruang isolasi COVID-19 RS An – Nisa Tangerang ?

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas intervensi

posisi prone dan orthopnec terhadap saturasi oksigen pada pasien COVID-

19 di ruang isolasi COVID-19 RS An – Nisa Tangerang.


32

1.3.2 Tujuan khusus.

1. Mengetahui gambaran saturasi oksigen sebelum dan sesudah di berikan

posisi prone pasien COVID-19 di ruang isolasi COVID-19 RS An – Nisa

Tangerang

2. Mengetahui gambaran saturasi oksigen sebelum dan sesudah di berikan

posisi orthopnec pasien COVID-19 di ruang isolasi COVID-19 RS An –

Nisa Tangerang

3. Mengetahui gambaran variabel confounding usia dan umur pada pasien

COVID-19 di ruang isolasi COVID-19 RS An – Nisa Tangerang

4. Menganalisis efektifitas antara posisi orthopnec dan prone position

terhadap peningkatan saturasi oksigen pasien covid setelah di berikan

posisi orthopnec dan prone position pasien COVID-19 di ruang isolasi

COVID-19 RS An – Nisa Tangerang

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pengembangan Keilmuan

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

ilmiah bagi tenaga keperawatan demi peningkatan ilmu keperawatan

khususnya Ilmu Keperawatan Medical Bedah yang terkait dengan

efektifitas antara posisi prone dan orthopnec terhadap saturasi oksigen

pada pasien COVID-19 di ruang isolasi COVID-19 RS An – Nisa

Tangerang.
33

1.4.2 Bagi Pengembangan Penelitian Selanjutnya

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi

peneliti lainnya yang mempunyai care yang tinggi terhadap pasien yang

di rawat dengan gagal nafas

1.4.3 Bagi Institusi Rumah Sakit

Penelitian ini mempunyai implikasi sebagai bahan

pertimbangan kebijaksanaan dalam menghadapi dan memahami masalah

pemberian posisi prone pada pasien COVID-19


34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep COVID-19

2.1.1 Definisi COVID-19

Coronavirus adalah jenis virus yang dapat mengakibatkan gangguan

pada saluran pernafasan, mulai dari gejala yang ringan seperti flu biasa

hingga penyakit berat seperti penyakit MERS dan SARS. Coronavirus ini

untuk pertama kalinya ditemukan pada bulan Desember 2019 di Wuhan

Negara Cina. Nama lain dari virus ini adalah SARS-COV2 (Kemenkes RI,

2020).

Sementara itu, menurut PINERE dan di dalam Jurnal Penyakit

Dalam Indonesia (2020), Coronavirus merupakan jenis virus RNA yang

masuk dalam genus betacoronavirus dan memiliki ukuran partikelnya

yaitu 120-160 nm. Berdasarkan analisa dari filogenetik yang menjelaskan

bahwa virus ini sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah pada

tahun 2002-2004 silam yaitu Severe Acute Respiratory Illness.

Berdasarkan hal tersebut, Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV)

memberikan sebutan pada virus ini yaitu SARS-CoV-2. ( Adityo Susilo

dan dkk, Dalam Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 2020 ).


35

2.1.2 Fakto Resiko

Menurut Cai H, dalam Jurnal Penykit Dalam Indonesia, 2020, factor

resiko dari infeksi SARS-CoV-2 dapat terjadi pada individu yang memiliki

penyakit seperti hipertensi dan penyakit diabetes mellitus, jenis kelamin

laki-laki lebih cenderung mudah terkena dibanding perempuan, selain itu

perokok aktif juga dapat menjadi factor resiko dari infeksi virus ini.

Pasien yang mengidap kanker serta memiliki penyakit hati kronis juga

mudah terkena infeksi dari virus ini. Karena kanker diasosiasikan terhadap

imunosupresif, kelebihan sitokinin, supresi terhadap induksi agen

proinflamasi, serta mengalami gangguan pada sel dendrit. Berdasarkan

hasil studi menunjukan dari 261 total pasien positif COVID-19 yang

mempunyai penyakit komorbid, dimana 10 dari pasien mengidap kanker

dan 23 pasien dengan penyakit hepatitis B. (,Adityo Susilo dan dkk, dalam

Jurnal Penyakit dalam Indonesia. 2020).

2.1.3 Gambaran Klinis

Huang C, dkk dalam Jurnal Penykit Dalam Indonesia. 2020 menyebutkan

bahwa gambaran klinis pada COVID 19 secara rinci diuraikan sebagai

berikut:
36

1. Pasien dengan pneumonia dan gelaja ringan

Pasien yang memiliki penyakit ISPA baik dengan komplikasi atau

tanpa komplikasi, disertai juga demam, kelelahan, batuk, tidak nafsu

makan, malaise, sakit tenggorokan, serta nyeri kepala merupakan

gejala ringan. Pasien tidak memerlukan tambahan oksigen serta pada

beberapa kasus dapat menyebabkan diare

2. Pasien dengan Pneumonia berat dan gejala sedang-berat

Suhu tubuh yang tinggi, frekuensi pernapasan (RR) >30x/menit,

mengalami distres pernapasan berat, atau saturasi oksigen 93%

merupakan gejala pasien COVID-19 dengan pneumonia berat. Pasien

yang terinfeksi COVID 19 menunjukkan gejala-gejala yang timbul

pada system saluran pernapasan seperti suhu tubuh yang tinggi, batuk,

dan sesak napas. Berdasarkan data dari 55.924 kasus, gejala yang

paling sering dialami pasien COVID-19 adalah demam, batuk kering,

serta kelelahan. Selain itu gejala lainnya yang bisa ditemukan yaitu

batuk yang produktif, sesak napas, nyeri tenggorokan, sakit kepala,

serta kongesti konjungtiva. Sekitar 40% pasien COVID-19 yang

demam memiliki suhu antara 38,1 sampai 39°c, sedangkan 34%

demam diatas 39°c. (,Adityo Susilo dan dkk, dalam Jurnal Penykit

dalam Indonesia. 2020).


37

2.1.4 Diagnosis

Tanda dan gejala COVID 19 sangat bermacam-macam, dimulai dari

gejala yang ringan sampai berat. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik tidak

ditemukan adanya kelainan yang jelas dan tanda dari inflasi paru.

Diagnosa dari COVID 19 dapat ditegakan apabila ditemukan

manifestasi klinis yang dijelaskan secara rinci pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Indikator Mendiagnosis COVID-19

Gejala Keterangan
Dispneu yaitu : Progresif

sesak yang dapat bertambah seiring

dengan berjalannya waktu

Bertambahnya berat ketika aktivitas

yang presistent

Dapat dijelaskan oleh pasien sebagai

“usaha untuk bernapas,” Berat, susah

bernapas dan terengap-engap


Batuk Berdahak Hilang timbul dan memungkinkan

tanda terinfeksi virus COVID 19


Batuk tidak berdahak Setiap batuk tidak berdahak

memungkinkan tanda terinfeksi virus

COVID 19
Riwayat terpajan factor resiko, Asap rokok

terutama : Debu dan bahan kimia di tempat kerja

Asap Dapur
Anosmia Kehilangan kemampuan dari indera

penciuman merupakan salah satu


38

gejala terinfeksi virus COVID 19.


Sumber: Kemenkes :Buku Diagnosis dan Penatalaksanaan COVID-19

2020.

Pemeriksaan penunjang yang memungkinkan mengidentifiksi

oksigen dari pasien COVID 19 adalah Oximeter. Dengan menggunakan

Oximeter dapat diketahhui presentase oksigen tersaturasi pada jaringan

perifer pasien. Dengan begitu tenaga kesehatan terutama perawat dapat

segera melakukan penatalaksanaan secara tepat tergantung hasil

pembacaan oximeter.

2.2 Pemberian Posisi Prone

2.2.1 Pengertian Posisi Prone

Posisi prone adalah posisi dimana pasien dalam keadaan tengkurap

dan di letakkan bantal di sterna dan pelvis dengan kepala menoleh ke

samping
39

2.2.2 Tujuan Posisi Prone

Tujuan pemberian posisi prone adalah

1. Meningkatkan ventilasi – perfusion matching

2. Mengoptimalkan mekanika dinding dada

3. Meningkatkan drainase secret ( lender/cairan ) trachealbronchial

4. Memulihkan alveoli paru yang kolaps

2.2.3 Prosedur Pemberian Posisi Prone

Prosedur pemberian posisi prone adalah :

1. Jelaskan prosedur tindakan dan kesiapkan pasien

2. Sebelum dilakukan tindakan prone periksa dulu tanda – tanda vital

pasien, seperti tekanan darah, nadi, respirasi, suhu, dan saturasi

oksingen

3. Lepaskan elektroda, tensi, dan saturasi yang ada di pasien, dan rapikan

selang infuse atau selang oksingen jika terpasang

4. Instruksikan pasien buat duduk di tempat tidur

5. Siapkan dua bantal, dan instruksikan pasien buat tidur tengkurap,

bantal 1 di letakan pada bagian sterna dan bantal ke 2 di letakkan pada

bagian pelvis

6. Setelah itu tanyakan kenyamanan pasien dan cek apakan abdomen

tertekan atau tidak


40

7. Kemudian pasang kembali elektroda, tensi dan saturasi pasien

8. Cek kembali tanda – tanda vital pasien

9. Lakukan posisi prone selama 2 – 4 jam atau semampu pasien, berikan

sehari 2 kali

10. Lakukan pengecekan saturasi di 30 menit, 1 jam, 2 jam setelah di

lakukan prone

11. Rapikan pasien

Gambar 1. Posisi Prone

2.3 Relaksasi Orthopnec/Tripod

2.3.1 Pengertian Posisi Orthopnec/Tripod

Posisi pasien duduk di atas tempat tidur dengan tubuh sedikit

menelungkup diatas meja disertai dengan bantuan dua buah bantal

disebut posisi Orthopnec (Nieniek, Dewi & Hanny, 2011).


41

2.3.2 Tujuan Pemberian Posisi Orthopnec/Tripod

Tujuan pemberian posisi Orthopnec


42

1) Membantu mengatasi masalah kesulitan pernapasan dengan

memberikan ekspansi dada maksimum.

2) Membantu klien yang mengalami masalah ekshalasi

3) Membantu memaksimalkan ekspansi dada dan paru,

4) Menurunkan upaya pernapasan, vetilasi maksimal membuka area

atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas

besar untuk dikeluarkan.

2.3.3 Prosedur Pemberian Posisi Orthopnec/Tripod

1. Jelaskan prosedur tindakan dan kesiapkan pasien

2. Sebelum dilakukan tindakan prone periksa dulu tanda – tanda vital

pasien, seperti tekanan darah, nadi, respirasi, suhu, dan saturasi

oksingen

3. Instruksikan pasien buat duduk di tempat tidur

4. Siapkan overbed table ( meja buat makan pasien ) dan 1 buah bantal,

letakkan bantal di atas meja dan pasien tidur di atasnya, dengan posisi

senyaman mungkin

5. Cek kembali tanda – tanda vital pasien

6. Lakukan posisi orthopnec selama 2 – 4 jam atau semampu pasien,

berikan sehari 2 kali

7. Lakukan pengecekan saturasi di 30 menit, 1 jam, 2 jam setelah di

lakukan posisi orthopnec

8. Rapikan pasien
43

Gambar 2. Posisi Orthopnec

2.4 Saturasi Oksigen

2.4.1 Pengertian saturasi oksingen

Menurut Kozier (2011) saturasi oksigen merupakan banyaknya

persentase O2 yang bisa diangkut oleh Hb. Presentase Hb yang terikat

dengan oksigen disebut dengan saturasi hemoglobin (Guyton & hall,

2012).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulakan

bahwa saturasi oksigen merupakan banyaknya jumlah O2 yang diikat

Hb. Nilai normal dapat diukur menggunakan oksimetri nadi

berkisaran antara 95 sampai 100% (Septia, 2016).


44

2.4.2 Factor-factor yang dapat mempengaruhi saturasi oksigen Menurut

(Sherwood, 2012)

1. PO2

PO2 adalah factor utama yang menentukan % saturasi oksigen

karena berhubungan dengan konsentrasi O2 secara nyata yang

terlarut di dalam darah. Ketika PO2 darah naik terjadi peningkatan

% saturasi Hb, krtika PO2 turun akan terjadi HbO2 berdisosiasi

(penurunan % saturasi Hb) (Sherwood,2012).

2. PCO2

Adanya CO2 tambahan di darah pada efeknya menurunkan afinitas

Hb terhadap O2 sehingga Hb membebaskan lebih banyak O2 di

tingkat jaringan (Sherwood,2012).

3. pH

Terjadinya afinitas menurun hemoglobin dengan kadar O2 dapat

terjadi dikarenakan meningkatnya tingkat asam yang menambah

jumlah O2 (Sherwood,2012)

4. Suhu

Peningkatan suhu dapat mengakibatkan O2 lebih banyak terbebas

dari PO2. meningkatnya suhu local dapat meningkatkan terjadinya

pelepasan O2 dari hemoglobin (Sherwood,2012).


45

5. Hemoglobin

Hemoglobin memegang peranan yang penting dalam fungsi

transport oksigendalam darah, oksigen dibawa oleh aliran darah

kejaringan sel-sel tubuh dan termasuk sel-sel otot jantung. (Price

&Wilson, 2006). Jadi jika konsetrasi hemoglobin yang rendah

dapat mengurangi angka maksimal pengiriman oksigen ke jaringan

dan akan mempengaruhi saturasi oksigen. (Tantri, 2011).

6. Merokok

Menurut penelitian Septia (2016) yang melakukan penelitian di

Manado menjelaskan bahwa derajat perokok yang merokok baik

secara aktif, ringan, sedang maupun berat dapat mempengaruhi

kadar dari O2.

7. Aktivitas

Gerakan yang berlebih pada area sensor akan mempengaruhi

bacaan yang akurat (Kozier, 2011).

2.4.3 Tanda dan gejala penurunan saturasi oksigen

Pada wajah pasien akan tampak cemas dan letih dikarenakan

pasien merasakan sesak napas dengan frekuensi napas tidak normal,

biasanya pasien akan mengambil sikap duduk dan condong kedepan

untuk memungkinkan ekspansi rongga thorak yang lebih besar

(Kozier, 2011). Dan tanda yang lebih jelas lagi pasien akan terlihat

sianosis akibat penurunan saturasi oksigen, menurut Kozier (2011)


46

2.4.4 Dampak penurunan saturasi oksigen

Penurunan saturasi oksigen akibat obstruksi jalan napas

sehingga terjadi penurunan difusi yang mengakibatkan terjadi

hipoksemia yang jika tidak ditangani dengan cepat akan menjadi

hipoksia, dimana hipoksia merupakan insufiensi oksigen jaringan

(ketidakmampuan untuk menjalankan fungsinya dengan memadai)

guna untuk metabolismetubuh serta hipoksia sebagai penyebab

penting dari cidera dan kematian sel. Sel tubuh dapat mengalami

kerusakan yang dapat menyebabkan kematian apabila tanpa O2 dalam

waktu tertentu. Organ yang paling sensitive terhadap kurangnya

oksigen yaitu otak. Apabila dalam lebih dari 5 menit otak tidak

mendapatkan suplai oksigen maka dapat menyebabkan kerusakan

pada sel otak secara permanen (Kozier,2011).

2.4.5 Kategori hasil dari saturasi oksigen

Derajat saturasi oksigen menampilkan persentase dari Hb yang

tersaturasi dengan O2. Saturasi oksigen darah arteri dengan PaO2 yaitu

100 mmHg sekitar 97,5% sedangkan yang bercampur dengan darah

vena dengan PaO2 yaitu 40 mmHg sekitar 75%. Pelepasan oksigen

dapat dipengaruhi oleh anfinitas hb. Ketika Hb mempunyai afinitas

yang lebih besar dari oksigen, oksigenasi ke jaringan menjadi

berkurang. Kondisi seperti meningkatnya PH, suhu yang menurun,

penurunan tekanan partial karbondioksida dapat meningkatkan afinitas


47

Hb terhadap oksigen serta membatasi oksigen ke jaringan dan terjadi

Hipoksemia. Terjadinya penurunan tekanan oksigen di dalam darah

disebut dengan hipoksemia (PaO2) (Subagyo, 2014).

Tabel 2.1 Derajat Hipoksemia berdasarkan Nilai PaO2 dan SaO2

Derajat Hipoksemia PaO2 (mmHg) SaO2 (%)


Normal 97 - 100 1 – 97
Kisaran Normal >79 >94
Hipoksemia ringan 60 - 79 90 – 94
Hipoksemia Sedang 40 - 59 75 – 89
Hipoksemia Berat < 40 < 75
Sumber : Subagyo, 2014

2.4.6 Alat untuk mengukur saturasi oksigen

Pengukuran saturasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik.

Teknik pertama diukur menggunakan metode invasive yaitu penilaian

BGA (Blood Gas Analisis). Teknik kedua menggunakan metode non

invasive yaitu dengan pulse oximetry. Oksimetry nadi suatu alat yang

digunakan untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah arteri pasien

dengan meletakkan sensor pada bagian jari. Ibu jarii kaki, hidung,

daun telinga sehingga dapat mendeteksi hipoksemia sebelum

terjadinya sianosis (Kozier, 2011). Sensor cahaya akan mengukur

jumlah cahaya merah atau infrared yang dapat diserap oleh Hb

terkoksigenasi serta terdeoksigenasi dalam darah arteri dan

mencatatnya dengan SaO2 (Kozier, 2011). Pada penelitian ini

menggunakan pulse oximetry sebagai alat pengukuran saturasi

oksigen karena cara penggunaanya yang mudah dilakukan dan


48

menjadi cara yang paling benar untuk menilai pasien asma dengan

perubahan konsetrasi O2 yang kecil.

gambar 3. Oximetry

2.5 Kerangka Teori


49

Variabel independen Variabel Dependen

Posisi prone

Saturasi Oksigen

Posisi orthopnec

Posisi Orthopnec

Variabel Confounding

Hb

Usia

Komorbid

Gambar 4. Kerangka Teori Penelitian

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN


50

3.1 Kerangka Konsep

COVID 19

Pemberian Posisi
Obstruksi Jalan Presentase oksigen
Prone
Napas akibat tersaturasi meningkat
penyakit mendekati normal
Pemberian Posisi
Presentase Orthopnec/Tripod
oksigen
tersaturasi di
bawah normal
akibat infasi Variabel counfouding
Virus
Umur dan jenis
kelamin

Keterangan :

: Diteliti Efektifitas Pemberian posisi Prone


dan Orthopnec/Tripod
: Tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konsep efektifitas antara posisi prone dan


orthopnec terhadap saturasi o2pada pasien covid 19 di ruang isolasi
covid RS An-Nisa Tangerang

2.1.1 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar variabel

yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian (Kelana,

2011).

Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan

duga atau dalil sementara yang kebenaranya akan di buktikan dalam penelitian

tersebut. Pembuktian kebenaran hipotesis di lakukan dengan uji statistik yang


51

relevan. Pengujian hipotesis bisa dua kemungkinan, yaitu menolak hipotesis dan

menerima. (Sutanto, 2017)

1. Hipotesis nol (Ho) adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan

sesuatu kejadian antara kedua kelompok.

 Tidak ada perbedaan Efektifitas Antara Posisi Prone Dan

Orthopnec Terhadap Saturasi Oksingen Pada Pasien Covid di

Ruang Isolasi Covid Rs An – Nisa Tangerang.

2. Hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan ada perbedaan

sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Hipotesis yang dirumuskan dalam

penelitian ini adalah :

 Posisi Prone lebih efektif meningkatkan saturasi oksingen di

bandingkan posisi Orthopnec Pada Pasien Covid 19 di Ruang

Isolasi Covid Rs An-Nisa Tangerang.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


52

Penelitian ini akan menggunakan quasy experiment, dalam penelitin ini


kelompok di bagi menjadi dua, yaitu kelompok Pemberian Posisi Prone dan
Pemberian Posisi Orthopnec. Pada setiap perlakuan akan diawali dengan pre
test dan di lakukan uji pada post test (Notoatmodjo, 2014).

Pre test Perlakuan Post test


01 X1 02
03 X2 04

Penjelasan :
1 : Presentasi oksigen tersaturasi sebelum dilakukan pemberian posisi prone

2 : Presentasi oksigen tersaturasi setelah dilakukan pemberian posisi prone

3 : Presentasi oksigen tersaturasi sebelum dilakukan pemberian posisi

orthopnec/tripod

4 : Presentasi oksigen tersaturasi setelah dilakukan pemberian posisi

orthopnec/tripod

X1 : pemberian posisi prone

X2 : pemberian posisi orthopnec/tripod

4.2 Kerangka Kerja

Populasi : Pasien yang di ruang Isolasi Covid di RS An-Nisa


Tangerang 2020-2021

Sampling : teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi


dan ekslusi
53

two group pretest-posttest design

Pre Test : sebelum dilakukan intervensi


Pre Test : Pengukuran presentase
posisi orthopnea diukur terlebih dahulu
oksigen tersaturasi sebelum
presentase oksigen tersaturasi
dilakukan intervensi posisi prone

Intervensi pemberian Melakukan tindakan


posisi pronen pemberian posisi orthopnec

Post test : Pengukuran Post test : Pengukuran presentase


presentase oksigen tersaturasi oksigen tersaturasi setelah
setelah dilakukan posisi prone dilakukan posisi orthopnec

Apakah ada perbedaan presentase oksigen tersaturasi sebelum


dan sesudah pemberian posisi prone

Apakah ada perbedaan presentase oksigen tersaturasi sebelum


dan sesudah pemberian posisi orthopnec/tripod

Pengelolaan dan analisis data : uji beda efektifitas intervensi


terhadap presentase oksigen tersaturasi antara kelompok
pemberian posisi prone dan pemberian posisi orthopnec pada
pasien dengan COVID 19 di RS An-Nisa Tangerang
4.3 Populasi, Sampel, Kriteria
4.3.1 Populasi
Pasien dengan COVID 19 yang ada di Rumah Sakit An-Nisa
Tangerang 30 pasien selama kurun waktu 3 bulan sejak 2021.
54

4.3.2 Sampel
Sampel penelitian yang akan diambil yaitu pasien rawat inap isolasi
covid di RS An-Nisa Tangerang dengan memperhatikan kriteria
inklusi dan esklusi.
4.3.3 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi yang memenuhi kriteria secara teori dengan topic
penelitian, atau kriteria inklusi merupakan ciri-ciri yang perlu
dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai
sampel.( Imas,dkk, 2018 ). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1. Pasien dengan Covid 19 terkonfirmasi
2. Usia responden 20-50 tahun.
3. GCS 15
4. Bersedia menjadi responden.
4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel Sampling
Teknik pengambilan sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah nonprobability sampling. Yaitu menggunakan
pemilihan sampel tanpa menggunakan randomisasi.(Setiadi, 2013).
4.3.6 Perhitungan Jumlah Sampel
Besaran sampel menggunakan rumus uji hipotesis dari
Lameshow. ( Lameshow, 1997 )

Ket : n = besaran sampel


Z1ᵅ/2 = nilai Z pada derajat kepercayaan tertentu
Z1-ᵝ = nilai Z pada uji krekuatan tertentu
P1 =
P2 =
55

4.5 Tempat dan Waktu Penelitian

4.5.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit AN-NISA Tangerang

4.5.2 Waktu Penelitian

Maret sampai Mei tahun 2021.

4.6 Instrumen Pengumpulan Data

Memperoleh suatu data yang sesuai dengan tujuan penelitian adalah Instrumen

pengumpul data (Notoatmojdo, 2014). Instrumen yang digunakan dalam melakukan

penelitian ini dengan menggunakan lembar wawancara, lembar observasi. Dan leafleat .

4.6.1 Lembar wawancara

Lembar wawancara berisi biodata yang dioerlukan.

4.6.2 Lembara observasi

Hasil pengukuran presentase oksigen tersaturasi pasien yang di ukur dengan

Oximeter sebelum dan sesudah tindakan.

4.6.3 leaflet

Lembar edukasi berisi pengertian dan mamfaat dari posisi prone dan posisi

orthopnec buat pasien Covid-19

4. 7 Prosedur pengumpulan data

4.7.1 Langkah pengumpulan data:

1. Tahap Persiapan

a. Peneliti mengurus surat ijin dari institusi untuk penelitian yang ditujukan

Rumah Sakit AN-NISA Tangerang


56

b. Persetujuan surat penelitian oleh pihak Rumah Sakit AN-NISA

Tangerang

c. Melegalkan SOP (Standart Operasional Prosedur) pemberin posisi prone

dan pemberian posisi orthopnec

2. Metode pengumpulan data

Peneliti menentukan sampel yang menjadi responden yang sesuai dengan

kriteria inklusi. Dalam pengumpulan data di lakukan :

a. Melaksanakan pendekatan dan meminta kesediaan calon responden untuk

ikut berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani inform

consent

b. Observasi partisipatif

Pada penelitian langsung proses pengambilan data menggunakan

pendekatan pada pasien dan wawancara selain itu juga menggunakan alat

Oximeter untuk mengukur tingkat presentase oksigen tersaturasi.

Observer benar – benar melakukan dan ikut dalam bagian kegiatan –

kegiatan yang dilakukan oleh sasaran. (Notoatmojo, 2014)

c. Tahap tindakan Intervesi

Pasien yang telah bersedia akan diberikan contoh pemberin posisi prone

dan pemberian posisi orthopnec, pada pasien pertama akan dipilih

menjadi pasien kelompok pemberin posisi prone dan pasien kedua akan

menjadi pasien pemberian posisi orthopnec.

a) Pada pasien kelompok pemberin posisi prone


57

Pasien diajarkan pemberin posisi prone dengan estimasi waktu 1

jam. Sebelum di berikan intervensi dilakukan pengukuran

presentase oksigen tersaturasi dengan interpretasi nilai Oximeter

pada pasien. Begitu juga dengan sesudah di berikan tindakan.

b) Pasien pemberian posisi orthopnec

Pasien diajarkan pemberian posisi orthopnec dengan estimasi

waktu 1 jam . Sebelum di berikan intervensi dilakukan

pengukuran presentase oksigen tersaturasi dengan interpretasi

nilai Oximeter pada pasien. Begitu juga dengan sesudah di

berikan tindakan.

c) Pengukuran presentase oksigen tersaturasi di lakukan dengan

interpretasi nilai Oximeter sebanyak tiga kali pada saat sebelum,

proses dan sesudah intervensi

d) Nilai presentase oksigen tersaturasi di dapat yang sebelum dan

sesudah pada kelompok pemberin posisi prone pemberin posisi

prone dan pemberian posisi orthopnec, peneliti akan melakukan

uji beda melihat perbedaan signifikansi perubahan nilai presentase

oksigen tersaturasi antara pemberin posisi prone dan pemberian

posisi orthopnec.

3. Tahap Pengolahan Data

a. Editing
58

Editing merupakan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau

kuisoner. (Sutanto, 2017)

b. Coding

Mengklarifikasikan jawaban-jawaban dari responden ke dalam bentuk

angka/bilangan adalah Coding (Sutanto, 2017

c. Processing/Entry (Pemasukan Data)

Entry adalah jawaban – jawaban dari masing – masing responden yang

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dan diolah kedalam program

atau “software” komputer (Sutanto, 2017).

d. Cleaning (Pembersihan Data)

Pada Cleaning pengecekan kembali data yang sudah di-entry di lakukan

dan apakah ada kesalahan atau tidak.(Sutanto, 2017).

4.8.1 Analisis Univariat

Analisi univariat yaitu analisis statistik deskriptif dari variabel penelitian.

Dalam analisis deskriptif dapat berupa gambar, bentuk tabel atau grafik

(Nursalam, 2011).

Sedangkan data yang akan di tampilkan dalam bentuk mean yaitu usia dan

jenis kelamin

: Rata2 hitung

∑X : Jumlah semua nilai data


59

n : Banyaknya nilai data

Pada penelitian ini, peneliti mendeskripsikan karakteristik umum responden

yaitu usia dan jenis kelamin. dalam bentuk prosentase.

P = F x 100%
N

Keterangan:

P : Prosentase

F : Jumlah kategori jawaban

N : Jumlah responden

Analisis data deskriptif di lakukan pengolahan data dengan menggunakan

ukuran mean dan standart deviasi dari variabel posisi prone dan posisi

orthopnec terhadap saturasi oksingen.

1. Analisis Bivariat

Analisa data pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbedaan

signifikansi perubahan presentase oksigen tersaturasi dengan interpretasi nilai

yang di muncukan Oximeter antara pemberin posisi prone dan pemberian posisi

orthopnec.

Penelitian ini harus uji normalitas terlebih dahulu menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov (K-S) pada derajat kepercayaan 95%  = 0,05, bermakna p

≥ 0,05. Hasil analisa data dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Apabila p value >  (0,05) maka data berdistribusi normal.


60

2. Apabia p value ≤  (0,05) maka data tidak berdistribusi normal.

Setelah dilakukan uji K-S maka lanjutkan ke uji statistik. Sehingga jenis uji

statistik yang digunakan apabila hasil uji K-S berdistribusi normal adalah

menggunakan uji paired t-test atau uji beda berpasangan dengan taraf

kepercayaan 95% dan taraf kesalahan 5% dengan bantuan SPSS for windows pada

derajat kemaknaan p<0,05. Sugiyono (2017) menyatakan bahwa uji statistik

paired t test adalah uji statistik parametrik yang digunakan untuk menguji

perbedaan dari data dependent (sampel terikat). Hasil uji paired t-test akan

menghasilkan p-value. Cara menyimpulkannya adalah :

1. Jika harga p value > harga  (0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak

sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan.

2. Jika harga p value < harga  (0,05), maka harga H0 ditolak dan H1

diterima sehingga ada perbedaan yang signifkan

4.9 Penyajian Data

Pada penyajian data harus dalam bentuk yang mudah di baca agar informasi hasil

analisis yang diberikan mudah dimengerti (Setiadi, 2013). Biasanya ada 3 kelompok yaitu

penyajian dalam bentuk teks (textular), penyajian dalam bentuk tabel, dan penyajian dalam

bentuk grafik (Notoatmodjo, 2014).

4.10 Etika Penelitian

Peneliti harus mengetahui prinsip dan moral harus di perhatikan, yaitu sebagai

berikut (Notoatmodjo, 2014) :


61

4.10.1 Hak dan Kewajiban Responden

1. Hak – Hak Responden :

a. Hak untuk dihargai privasinya

b. Kerahasian informasi

c. Hak memperoleh jaminan keamanan dan keselamatan akibat dari

informasi dan intervensi yang diberikan.

d. Hak memperoleh imbalan atau kompensasi

2. Kewajiban Responden

Memberikan data yang di butuhkan oleh peneliti apabila telah bersedia

untuk menjadi responden

4.10.2 Hak dan Kewajiban Peneliti

1. Hak – Hak Peneliti

Responden yang sudah menyetujuin Inform Concent

Harus menyerahkan data yang di perlukan.

2. Kewajiban Penelti

Peneliti harus menjaga privasi dan kerahasian responden.

Anda mungkin juga menyukai