PEMBIMBING
dr. Amanukarti Resi Oetomo, Sp.PD-KGH
OLEH
Ilman Rahaswin Bolkiah
NIM. 017.06.0005
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan segala
limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan case based discussion.
Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan bantuan, bimbingan,
masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan ucapan terima
kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan penjelasan tentang tata cara
penulisan laporan ini.
Saya menyadari penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani
preklinik di RSUD Kota Mataram.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB 2......................................................................................................................2
LAPORAN KASUS.................................................................................................2
2.2 Anamnesa.................................................................................................2
2.6 Planing...................................................................................................11
BAB 3....................................................................................................................16
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................16
3.1 Definisi...................................................................................................16
3.2 Epidemiologi..........................................................................................16
3.3 Klasifkasi...............................................................................................16
3.5 Patofisiologi...........................................................................................18
3.7 Diagnosis................................................................................................22
3
3.8 Tatalaksana............................................................................................24
3.9 Komplikasi.............................................................................................29
BAB IV..................................................................................................................33
PEMBAHASAN....................................................................................................33
BAB V...................................................................................................................36
PENUTUP..............................................................................................................36
5.1 Kesimpulan............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Mual dan muntah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit umum daerah (RSUD) Kota Mataram
pada tanggal 6 Agustus 2021 sadar diantar oleh keluarganya dengan
keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dirasakan sejak satu minggu
yang lalu. Mual dan muntah dirasakan terus menerus. Mual muntah
dirasakan terutama setelah makan. Pasien mengatakan keluhan yang ia
rasakan muncul dengan tiba-tiba tanpa mengetahui penyebabnya. Paseien
menjelakan bahwa ia memiliki penyakit kencing manis sejak sekitar 15
tahun. Ia juga mengeluhkan rasa cepat lapar, cepat haus, serta banyak
kencing. Keluhan pasien tidak membaik sehingga dibawa ke rumah sakit.
2
Pasien memiliki keluhan lain yaitu lemas (+), nyeri uluh hati (+), dan rasa
panas di dada (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : (-)
Riwayat kencing manis : (-)
Riwayat kolesterol : disangkal
Riwayat alergi : (+)
Riwayat alergi obat-obatan : disangkal
Riwayat gastritis : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : (-)
Riwayat alergi : (+)
Riwayat alergi obat-obatan : disangkal
Riwayat Pengobatan : Riwayat pengobatan DM
Riwayat Sosial
o Merokok : (+)
o Minum alkohol : (-)
o Narkoba : (-)
o Aktivitas fisik : baik
3
Tekanan Darah : 190/100 mmHg
Laju respirasi : 19x/menit
Denyut Nadi : 89x/menit
Suhu Aksila : 36,3 Co
Saturasi Oksigen : 99%
Antopometri
BB : 60 kg
TB : 160 cm
IMT : 23.4 kg/m2
Status Generalis
Kepala normochepali
4
Palpasi Nyeri tekan (-) dan fremitus vocal simetris
antara hemithoraks kanan dan kiri
Perkusi Sonor Redup Pekak
++ -- --
++ -- --
++ -- --
Auskultasi
Vasikuler Ronkhi Wheezing
++ -- --
++ -- --
++ -- --
Auskultasi
Vasikuler Ronkhi Wheezing
++ -- --
++ -- --
++ -- --
5
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicula sinistra, kuat angkat
Perkusi Batas atas jantung di ICS 2 linea
parasternalis sinistra
Batas pinggang jantung di ICS3
linea parasternalis sinistra
Batas kiri jantung di ICS 5 linea
midclavicula sinistra
Batas kanan jantung di ICS 5 linea
parasternalis dextra
Perkusi Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
- + -
- - -
6
- - -
7
RBC 5.02 x10˄6/uL 4.00-5.40
HGB 14.2 g/dL 11.7 -15.5
HCT 44.2 % 35.0 – 47.0
MCV 88.1 fL 80.0-100.0
MCH 28.4 pg 26.0-34.0
MCHC 32.2 g/dL 32.0-36.0
RDW-CV 11.5 % 11.5-14.5
RDW-SD 42.4 fL 37.0-54.0
8
Urea darah 43.4 Mg/dL 17.0-43.0
Kreatinin darah 1.35 Mg/dL 0.90-1.30
Na, K, Cl
Natrium darah 139 Mmol/L 136-145
Kalium darah 2.4 Mmol/L 3.5-5.1
Klorida darah 96 Mmol/L 98-107
LFG : 52 ml/menit/1,73m2
9
Sedimen
Jamur Positif
Eritrosit 5-10 /1pb 0-2
Lekosit 15-20 /1pb 0-5
Sel epitel 3-6 /1pb 0-2
Kristal Negative
Bakteri Negative Negative
Silinder Negative Negative
2.6 Planing
Pemeriksaan
- Pemeriksaan fisik sensibilitas
- ABI
- Gula darah puasa
- HbA1C
- Profil lipid
- Asam urat
- Analisa gas darah
- EKG
- Funduskopi
Tatalaksana
- IVFD NS 0.9% 20 tpm
- Lantus 1 x 12 IU (malam)
- Apidra 3 x 6 IU
- Candesartan 1 x 8 mg
- Amlodipin 1 x 5 mg
11
- Tab Spironolaktone 1 x 25 mg
- Bisprolol 1 x 2,5 mg
- Tab KSR 2 x 1 tab
2.7 Follow up
Catatan kemajuan hari ke-4 tanggal 10 Agustus 2021
S Mual (+), Muntah (+)
++ -- --
++ -- --
12
++ -- --
++ -- --
++ -- --
Auskultasi : Vasikuler Ronkhi Wheezing
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat di ICS V midclavicula
line
Perkusi :
Batas atas jantung di ICS 2 linea parasternalis sinistra
Batas pinggang jantung di ICS3 linea parasternalis sinistra
Batas kiri jantung di ICS 5 linea midclavicula sinistra
Batas kanan jantung di ICS 5 linea parasternalis dextra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-),masa (-), peradangan, Asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Sembilan regio 11x/menit
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
13
Shifting dullnes (-)
Palpasi :
Nyeri tekan
- + -
- - -
- - -
Hepar : tidak teraba, Lien : tidak teraba, ginjal : tidak teraba, Undulasi
(-)
Estremitas : Akral hangat (+), edema (-), capillary refill time < 2 detik
A Observasi mual muntah DD/ Gastropati Diabetikum, Dispepsia
sindrom
Hipertensi grade II
ACKD suspek prerenal on CKD ec. Suspek DKD
Hipokalemia
P Pemeriksaan
Pemeriksaan sensibilitas
ABI
Gula darah puasa
HbA1C
Profil lipid
Asam urat
Keton urin
Analisa gas darah
14
Antigen SARS COV-2
EKG
Funduskopi
Tatalaksana
- IVFD NS 0.9% 20 tpm
- Lantus 1 x 12 IU (malam)
- Apidra 3 x 6 IU
- Candesartan 1 x 8 mg
- Amlodipin 1 x 5 mg
- Tab Spironolaktone 1 x 25 mg
- Bisprolol 1 x 2,5 mg
- Tab KSR 2 x 1 tab
15
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya (Sudoyo et al, 2014).
3.2 Epidemiologi
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa dimana
prevalensi Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM
sebagai penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia tahun 2012 angka kejadian
diabetes me litus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa proporsi kejadian diabetes
melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus.
Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di
Indonesia meningkat sampai 57%. Tingginyasebab prevalensi Diabetes Melitus
tipe 2disebabkan oleh faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis
kelamin, umur, dan faktor genetik yang kedua adalah faktor risiko yang dapat
diubah, misalnya kebiasaan meningkatkan pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh , lingkar pinggang dan
umur. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh
Departemen Kesehatan, terjadi peningkatan prevalensi DM menjadi 8,5%.
(Yaturu, S. 2018).
3.3 Klasifkasi
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2013), klasifikasi diabetes
dibagi menjadi empat kelas klinis, yaitu, DM tipe 1, hasil dari kehancuran sel β
pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut, DM tipe 2, hasil
dari gangguan sekresi insulin yang progresif yang menjadi latar belakang
terjadinya resistensi insulin, Diabetes tipe spesifik lain, misalnya gangguan
genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin
16
pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia
(seperti dalam pengobatan HIV/AID atau setelah transplantasi organ), dan
gestational Diabetes Mellitus (Rahmasari dan Wahyuni, 2019).
17
o Penyandang yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke,
PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases).
18
3.5 Patofisiologi
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Hasil
penelitian terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan
lebih berat dari yang diperkirakan sebelumnya. Organ lain yang juga terlibat pada
DM tipe 2 adalah jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi inkretin), sel alfa pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan
absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan
gangguan toleransi glukosa. Saat ini sudah ditemukan tiga jalur patogenesis baru
dari ominous octet yang memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2.
Sebelas organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious eleven)
perlu dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep :
Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja.
Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada kinerja obat
sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2.
Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa.
Secara garis besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal
(egregious eleven) yaitu : (PERKENI, 2019).
Kegagalan sel beta pancreas.
Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang.
Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid,
agonis glucagon-like peptide (GLP-1) dan penghambat dipeptidil peptidase-4
(DPP-4).
19
Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang dalam
keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production) dalam keadaan
basal meningkat secara bermakna dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi
agonis GLP-1, penghambat DPP-4 dan amilin.
Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid (FFA))
dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi
insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas.
Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidinedion.
Otot
Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel di
intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi tirosin sehingga
terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen,
dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin
dan tiazolidinedion.
Hepar
Pada penyandang DM tipe 2terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar
(hepatic glucose production)meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah
metformin, yang menekan proses glukoneogenesis.
20
Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat
yang bekerja di jalur Ini adalah agonis GLP-1, amilin dan bromokriptin.
Kolon/Mikrobiota
Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan
hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe 1, DM tipe
2, danobesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian individu berat badan
berlebih akan berkembang DM. Probiotik dan prebiotik diperkirakan sebagai
mediator untuk menangani keadaan hiperglikemia.
Usus halus
Glukosa yang ditelan memicu responsinsulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini diperankan
oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide- 1(GLP-1) dan glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastricinhibitory polypeptide(GIP).
Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap
hormon GIP. Hormon inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP- 4 adalah DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai
peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yang
akan memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh
usus sehingga berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang
bekerja untuk menghambat kinerja enzim alfa glukosidase adalah acarbosa.
Ginjal
21
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe 2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari
glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran enzim sodium glucose
co-transporter (SGLT-2) pada bagian convulated tubulus proksimal, dan 10%
sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan
asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada penyandang DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi
glukosa di dalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa
darah. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat reabsorbsi
kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin.
Obat yang bekerja di jalur ini adalah penghambar SGLT-2. Dapaglifozin,
empaglifozin dan canaglifozin adalah contoh obatnya.
Lambung
Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi kerusakan sel
beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan pengosongan
lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan
dengan peningkatan kadar glukosa postprandial.
Sistem Imun
Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respons fase akut (disebut sebagai
inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem imun
bawaan/innate) yang berhubungan kuat dengan patogenesis DM tipe 2 dan
berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi
sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada endoplasma akibat
peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin. DM tipe 2ditandai dengan
resistensi insulin perifer dan penurunan produksi insulin, disertai dengan inflamasi
kronik derajat rendah pada jaringan perifer seperti adiposa, hepar dan otot.
Beberapa dekade terakhir, terbukti bahwa adanya hubungan antara obesitas dan
22
resistensi insulin terhadap inflamasi. Hal tersebut menggambarkan peran penting
inflamasi terhadap patogenesis DM tipe 2, yang dianggap sebagai kelainan imun
(immune disorder). Kelainan metabolik lain yang berkaitan dengan inflamasi juga
banyak terjadi pada DM tipe 2 (PERKENI, 2019).
3.7 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti :
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan beratbadan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
23
Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dl
Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDS ≥ 200 mg/dl
Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl
HbA1c ≥ 6.5%
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu
kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak
ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal.
24
>200 mg/dL = diabetes
3.8 Tatalaksana
25
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
o Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
o Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulitmikroangiopati dan makroangiopati.
o Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif (PERKENI, 2019).
26
Terapi non farmaklogi
Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat
awal (cth : materi penjelasan tentang perjalanan penyakit DM) dan materi edukasi
tingkat lanjutan ( mengenal dan mencegah Penyulit akut DM) (PERKENI, 2019).
Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25–30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah
sebagai berikut :
28
o Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi : Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg. Bagi
pria dengan tinggi badan di bawah160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi : Berat badan ideal (BBI) =(TB dalam cm –100) x 1
kg.
o BB normal : BB ideal ± 10 %
o Kurus: kurang dari BB ideal –10%
o Gemuk : lebih dari BB ideal + 10% Perhitungan berat badan ideal
menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat dihitung
dengan rumus : IMT = BB (kg)/TB (m2)
o Klasifikasi IMT :
BB kurang <18,5
BB normal 18,5 –22,9
BB lebih ≥23, Dengan risiko 23,0 –24,9
Obese I 25,0 –29,9
Obese II ≥30
Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3–5 hari seminggu selama sekitar
30 – 45 menit,dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari
bukan termasuk dalam latihan fisik. Latihanfisik selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah (PERKENI, 2019).
Terapi Farmakologis
29
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.
Obat Hipoglikemik Oral :
o Sulfonilurea
o Glinid
o Metformin
o Tiazolidinedion (TZD)
o Penghambat Alfa Glukosidase
o Penghambat enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4 inhibitor
o Penghambat enzim Sodium Glucose co-Transporter 2 (SGLT-2
inhibitor).
Terapi Injeksi
Obat Antihiperglikemia Suntik Insulin digunakan pada keadaan :
o HbA1c saat diperiksa 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat
antidiabetes
o HbA1c saat diperiksa > 9% Penurunan berat badan yang cepat
o Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
o Krisis Hiperglikemia
o Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
o Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
o Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
o Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi.
30
Jenis dan Lama Kerja InsulinBerdasarkan lama kerja, insulin terbagi
menjadi : 1) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin) ; 2) Insulin kerja pendek
(Short-acting insulin) ; 3) Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
; 4) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin) ; 5) Insulin kerja ultra panjang
(Ultra long-acting insulin) ; 6) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan
menengah dan kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin) ; 7) Insulin
campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat.
DM dan hipertensi
Untuk mendapatkan tekanan darah yang sebaik-baiknya guna mencegah
komplikasi kronik DM, Obat penghambat sistem renin angiotensin (lnhibitor
ACE, ARB atau pun kombinasi keduanya) dapat dipergunakan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya dan kemungkinan semakin bertambah
beratnya mikroalbuminuria. Bila hipertensi tidak berkomplikasi
(uncomplicoted hypertension) maka rata-rata semua guideline sepakat
targetnya ialah 140/90 mmHg. Akan tetapi bila hipertensi disertai diabetes
mellitus atau penyakit ginjal kronis target tekanan darah harus kurang dari
130/80 mmHg.
3.9 Komplikasi
Komplikasi Akut
o Ketoasidosis Diabetik (KAD), Komplikasi akut diabetes yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-
600 mg/dL), disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+)
kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi
peningkatan anion gap.
o Status Hiperglikemia Hiperosmolar (SHH), Pada keadaan ini terjadi
peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa
tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330
31
- 380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit
meningkat.
Komplikasi Kronis
o Retinopati Diabetik
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai
dari retinopati diabetik non-proliferatif sampai perdarahan retina,
kemudian juga ablasio retina dan lebih lanjut lagi dapat
mengakibatkan kebutaan. Diagnosis Cini retinopati dapat diketahui
melalui pemeriksaan retina secara rutin. Pada praktik pengeloaan DM
sehari- hari, dianjurkan untuk memeriksa retina mata pada
kesempatan pertama pertemuan dengan penyandang DM dan
kemudian setiap tahun atau lebih cepat lagi kalau diperlukan sesuai
dengan keadaan kelainan retinanya.
o Nefropati Diabetik
Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM mulai
dengan adanya microalbuminuria, kemudian berkembang menjadi
proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju
filtrasi glomerular dan terakhir dengan keadaan gagal ginjal yang
memerlukan oengelolaan dengan pengobatan substitusi. Penyandang
DM dengan laju filtrasi glomerulus atau bersihan kreatinin <30
mL/menit dirujuk ke ahli penyakit ginjal untuk kemungkinan dan
persiapan terapi pengganti bagi kelainan ginjalnya berupa dialisis
maupun transplantasi ginjal.
o Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi
konis paling sering ditemukan pada diabetes melitus (DM). Risiko
yang dihadapi pasien DM dengan ND antara lain ialah infeksi
berulang, ulkus yang tidak sembuh_sembuh dan amputasi jari/ kaki.
Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan
32
kematian, yang berakibat pada meningkatnya biaya pengobatan
pasien DM dengan ND.
o Kardiomiopati Diabetik
Kardiomiopati diabetik adalah kelainan kardiovaskular yang
terjadi pada pasien Diabetes Melitus, ditandai dengan dilatasi dan
hipertrofi miokardium, penurunan fungsi sistolik dan diastolik dari
ventrikel kiri serta proses terjadinya tidak berhubungan dengan
penyebab-penyebab umum dari penyakit jantung seperti penyakit
jantung korone; penyakit jantung katup dan penyakit jantung
hipertensif. Kardiomiopati diabetik dapat terjadi tanpa gejala selama,
beberapa tahun sebelum timbul gejala- gejala dan tanda-tanda klinis
yang nyata. Stadium awal dari kardiomiopati diabetik ditandai
dengan perubahan patologik didalam interstisium miokardium.
o Kaki diabetes
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM
yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering
mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun penyandang DM
dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir dengan kbcacatan dan
kematian.
o Gastropati Diabetikum
Gastropati diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus
yang menyebabkan berbagai masalah pencernaan, khususnya pada
lambung. Salah satu masalah pencernaan dari gastropati diabetik
yang sering dialami adalah gastroparesis. Gastroparesis merupakan
gangguan kontraksi lambung yang menyebabkan makanan sulit
dikeluarkan dari lambung.
Gastroparesis diabetika adalah suatu kelainan motilitas
lambung yang terjadi pada penderita diabetes yang dapat
dimanisfestasikan oleh berbagai macam gejala serta dijumpainya
kelainan pada uji pengosongan lambung. Meskipun belum
33
sepenuhnya dimengerti, yang dianggap sebagai faktor patogenetik
terpenting dalam terjadinya gastroparesis diabetika adalah terjadinya
neuropati diabetika yang mengakibatkan rusaknya syaraf-syaraf
ekstrinsik lambung (Lestari, 2019).
Hiperglikemia pada lambung dapat menyebabkan
gastroparesis yang artinya kelumpuhan lambung. Kelumpuhan
lambung dapat memperlambat pengosongan lambung yang mengarah
kondisi dispepsia dengan adanya keluhan mual, muntah dan rasa
penuh setelah makan. Gastroparesis, salah satu komplikasi
gastointestinal yang terkait dengan penyakit DM, menghasilkan
gejala retensi lambung tanpa adanya obstruksi fisik. Beberapa
wilayah lambung dapat menunjukkan beberapa derajat disfungsi,
seperti: kegagalan relaksasi fundus, kelemahan kontraksi antrum
post-prandial, spasme pilorus dan sebagainya. Gastroparesis diabetik
adalah salah satu jenis neuropati otonom yang dapat disebabkan oleh
DM tipe 2 tidak terkontrol dalam waktu lama (Lestari, 2019).
Gejala umumnya terkait dengan gastroparesis termasuk rasa
penuh postprandial, mual, muntah, anoreksia dan penurunan berat
badan, dengan atau tanpa sakit perut. Pengosongan lambung yang
tertunda dapat mengakibatkan kontrol glikemik yang buruk, nutrisi
dan dehidrasi, sehingga perlu dirawat di rumah sakit dan kualitas
hidup yang buruk (Krishnasamy & Abell, 2018). Neuropati
bertanggung jawab atas sebagian besar mortalitas dan morbiditas
pada diabetes dan dapat dikelompokkan ke dalam berbagai kelainan
seperti neuropati perifer dan neuropati otonom. Diabetes
menimbulkan saraf otonom memiiki sturktur mielin yang tipis atau
tidak ada sama sekali, sehingga rentan terhadap gangguan vaskular
dan metabolic. Gejala gangguan gastrointestinal relatif umum terlihat
pada penderita dengan DM dan sering merefleksikan adanya
neuropati otonom gastrointestinal diabetes. Pengosongan lambung
34
sangat bergantung kepada fungsi saraf yang dapat mengalami
gangguan parah pada kondisi DM (Lestari, 2019).
35
BAB IV
PEMBAHASAN
38
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pasien adalah wanita dengan usia 41 tahun. Datang ke rumah sakit dengan
keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dirasakan sejak satu minggu. Mual
dan muntah dirasakan terus menerus terutama setelah makan. Pasien juga
mengeluhkan lemas (+), nyeri uluh hati (+), dan rasa panas di dada (+). Pasien
memiliki riwayat DM. Pada hasil pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah
pasien 190/100 mmHg. Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dimana diagnosis pada
pasien adalah diabetes melitus dan juga hipertensi dengan hipokalemi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Krishnasamy, S., & Abell, T. L. (2018). Diabetic Gastroparesis: Principles and Current
Trends in Management. Diabetes Therapy, 9(s1), 1–42.
Moningka, B. L. M., Rampengan, S. H., & Jim, E. L. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana
Terkini Penyakit Jantung Hipertensi. E-CliniC, 9(1), 96–103.
Sudoyo, Aru W., et. al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi VI.
Interna Publishing: Jakarta
40