Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PROFESI


STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PPOK

O
L
E
H

NAMA : YENI ANGGRAINI VIBIOLA


NIM : 17300065

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

A. DEFINISI
 PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial,
serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
(GOLD, 2009).
 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-
perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon
inflamasi yang abnormal dari paruparu terhadap gas atau partikel yang berbahaya.
(Hariman, 2010)

B. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut:
1. Bronchitis Kronis
a. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam
bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling
sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2013).
b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth,
2013).
b. Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetic
3) Merokok
4) Polusi udara
3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2013).
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)

C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel
gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a. infeksi saluran nafas bawah berulang
 D. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar : Anatomi sistem pernapasan (Tarwoto & Ratna Ayani, 2009)

 Fisiologi Sistem Pernapasan
       Pernapasan atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen kedalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida
sisa oksida keluar tubuh yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura
dan paru-paru.
Ada tiga proses pernapasan yaitu ventilasi, difusi, dan transportasi gas.
1)   Ventilasi
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif
yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi  dan mendorong dinding dada sedikit
kearah luar akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi,
diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi
kecil kembali, dan udara terdorong keluar.
2)   Difusi
       Difusi / Pertukaran gas pulmonal mencakup 2 proses yang independent, pernapasan
internal-pertukaran gas antara alveoli dengan aliran darah dan pernapasan eksternal-
pertukaran gas antara kapiler dalam tubuh dengan sel-sel tubuh. Kedua proses tersebut
mencakup perpindahan gas melalui difusi perpindahan gas dari tempat yang berkonsentrasi
tinggi ke tempat yang berkonsentrasi lebih rendah. Kecepatan perpindahan gas ini
bergantung pada konsentrasi atau pada tekanan yang dikeluarkan oleh gas (tekanan
parsial). Secara umum udara yang kita hirup sebenarnya merupakan  campuran yang
mengandung kira-kira 21% oksigen, 0,04% karbondioksida, dan 78% nitrogen.
3)   Transportasi
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke
paru dengan bantuan darah(aliran darah). Masuknya O2  ke dalam sel darah yang
bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97
%  dan sisa 3% yang di transportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.

E. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi
adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa
pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi
darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di
saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah
kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama
terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-
perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang
di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi
seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil.
Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan
elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan.
Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol .

Pathways

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/Laporan-pendahuluan-ppok.html
F. MANIFESTASI KLINIS (Brunner n Suddarth, 2013)
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan
sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan
mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari,
tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa
penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan
aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Brunner n Suddarth, 2013)


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
 Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
 Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
 Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
 Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang
kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia.
Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus
bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap

H. KOMPLIKASI (Brunner n Suddarth, 2013)


1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak
berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan
dan distensi vena leher seringkali terlihat.

I. PENATALAKSANAAN (Brunner n Suddarth, 2013)


Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin
dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah
H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam
antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10
hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia
dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg). Rehabilitasi, pasien cenderung menemui
kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan
sosialisasi agar terhindar dari depresi.
ASUHAN KEPERAWATAN
(Nanda, 2015)
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
 Keletihan, kelelahan, malaise,
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
 Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
 Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
 Keletihan
 Gelisah, insomnia
 Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
 Peningkatan tekanan darah
 Peningkatan frekuensi jantung
 Distensi vena leher
 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameterAPdada)
 Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh
dansianosis perifer
 Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
 Peningkatan factor resiko
 Perubahan pola hidup
Tanda :
 Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan/ cairan
Gejala :
 Mual/muntah
 Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
 ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
 penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
 Turgor kulit buruk
 Edema dependen
 Berkeringat
5. Hyegene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitassehari-hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan
6. Pernafasan
Gejala :
 Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnyasulit
nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas(asma)
 Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat
bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun.
Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali(bronchitis
kronis)
 Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun
dapat menjadi produktif (emfisema)
 Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji
 Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
 Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjangdengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema)
 Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
 Dada: gerakan diafragma minimal.
 Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar,
lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru
pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan
atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
 Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema);
bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
 Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu keseluruhan;
warna merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasiendengan emfisema
sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulitnormal meskipun
pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
 Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7. Keamanan
Gejala :
 Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
 Adanya/berulang infeksi
 Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala : penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :
 Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
 Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
 Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
 Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress
pernafasan
 Keterbatasan mobilitas fisik

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan
upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas NOC : NIC
tidak efektif b.d  Respiratory status :  Manajemen jalan nafas
bronkokontriksi, Airway patency  Monitor status pernafasan dan
peningkatan produksi
V Kriteria Hasil : oksigenisasi sebagaimana mestinya
sputum, batuk tidak  Mendemonstrasikan batuk  Posisikan pasien untuk
efektif, efektif dan suara nafas memaksimalkan ventilasi
kelelahan/berkurangnya yang bersih, tidak ada  Buang sekret dengan memotivasi
tenaga dan infeksi sianosis dan dyspneu pasien untuk melakukan batuk atau
bronkopulmonal. (mampu mengeluarkan menyedot lendir
sputum, mampu bernafas  Motivasi pasien untuk benafas
dengan mudah, tidak ada pelan, dalam, berputar dan batuk
pursed lips)  Instruksikan bagaimana agar bisa
 Menunjukkan jalan nafas melakukan batuk efektif
yang paten (klien tidak  Lakukan penyedotan lendir melalui
merasa tercekik, irama endotrakea
nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
 Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
nafas
2. Pola napas tidak efektif NOC :      NIC
berhubungan dengan  Respiratory status :  Terapi oksigen
napas pendek, mukus, Ventilation  Monitor respirasi dan status
bronkokontriksi dan Kriteria Hasil : oksigen
iritan jalan napas  Mendemonstrasikan batuk  Monitor TTV
efektif dan suara nafas  Posisikan pasien untuk
yang bersih, tidak ada memaksimalkan ventilasi
sianosis dan
dyspneu  Auskultasi suara nafas , catat
(mampu mengeluarkan adanya suara tambahan
sputum, mampu bernafas  Pertahankan jalan nafas yang paten
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
 Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
 Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan diastole
70-90mmHg), nad (60-
100x/menit)i, pernafasan
(18-24x/menit))
3. Gangguan pertukaran NOC 1.      NIC
gas berhubungan  Respiratory status :  Manajemen asam basa
dengan ketidaksamaan Pertukaran Gas  Monitor TTV
ventilasi perfusi Kriteria Hasil :  Monitor tanda- tanda syok
 Frkuensi nafas normal  Berikan posisi yang nyaman
(16-24x/menit)  Berikan atau pertahankan
 Tidak terdapat disritmia kepatenan jalan nafas
 Melaporkan penurunan  Berikan cairan IV secara tepat
dispnea  Berikan oksigen konsentrasi tinggi
 Menunjukkan perbaikan  Pantau pemberian oksigen
dalam laju aliran ekspirasi
4. Intoleransi aktivitas NOC : 1.     NIC
berhubungan dengan  Self Care : ADLs  Manajemen energi
ketidakseimbangan Kriteria Hasil :  Monitor intake nutrisi untuk
antara suplai dengan  Berpartisipasi dalam mengetahui sumber energi yang
kebutuhan oksigen aktivitas fisik tanpa adekuat
disertai peningkatan  Monitor respon O2 pasien (TTV)
tekanan darah, nadi dan  Bantu klien dalam aktifitas sehari-
RR hari yang teratur sesuai kebutuhan
 Mampu melakukan  Anjurkan klien aktifitas fisik
aktivitas sehari hari sesuai kemampuan
(ADLs) secara mandiri  Membatasi jumlah pengunjung
5. Perubahan nutrisi NOC : 1.      NIC
kurang dari kebutuhan  Nutritional Status : food  Manajemen nutrisi
tubuh berhubungan and Fluid Intake  Identifikasi alergi atau intoleransi
dengan dispnea, Kriteria Hasil : aktifitas yang dimiliki pasien
kelamahan, efek  Adanya peningkatan berat  Atur diet yang diperlukan
samping obat, produksi badan sesuai dengan  Kaji kebiasaan diet, masukan
sputum dan anoreksia, tujuan makanan saat ini. Catat derajat
mual muntah.  Berat badan ideal sesuai kesulitan makan. Evaluasi berat
dengan tinggi badan badan dan ukuran tubuh.
 Mampu mengidentifikasi  Auskultasi bunyi usus
kebutuhan nutrisi  Berikan perawatan oral sering,
 Tidak ada tanda tanda buang sekret.
malnutrisi  Dorong periode istirahat I jam
 Tidak terjadi penurunan sebelum dan sesudah makan.
berat badan yang berarti  Pesankan diet lunak, porsi kecil
sering, tidak perlu dikunyah lama.
 Hindari makanan yang
diperkirakan dapat menghasilkan
gas.
 Timbang berat badan tiap hari
sesuai indikasi.
6. Kurang perawatan diri NOC : NIC
berhubungan dengan  Self care : Activity of  Bantuan perawatan diri
keletihan sekunder Daily Living (ADLs)  Monitor kemampuan perawatan
akibat peningkatan Kriteria Hasil : diri secara mandiri
upaya pernapasan dan  Klien terbebas dari bau  Berikan lingkungan yang
insufisiensi ventilasi badan terapeutik
dan oksigenasi  Menyatakan kenyamanan  Brikan bantuan sampai pasien
terhadap kemampuan mampu melakukan perawatan diri
untuk melakukan ADLs mandiri
 Dapat melakukan ADLS  Dorong pasien untuk melakukan
dengan bantuan aktifitas normal sehari-hari
 Dorong klien untuk mandi,
berpakaian, dan berjalan dalam
jarak dekat, istirahat sesuai
kebutuhan untuk menghindari
keletihan dan dispnea berlebihan.
Bahas tindakan penghematan
energi.
 Berika peralatan kebersihan
pribadi

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta, EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
GOLD, 2009. Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Hariman, 2010.Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Jakarta
Johnson, M.,et all, 2007, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2007, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2015, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Tarwoto & Ratna Ayani, 2009. Anatomi sistem pernapasan.Jakarta
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai