OLEH
CT Institusi CI Ruangan
KUPANG
2023
A. Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik
1. Defenisi
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit
paruterjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yangtidak
dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadappartikel atau gas
perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakitlain seperti kistik fibrosis,
lain. Merokok singaret, polusi udara, danpajanan di tempat kerja (batu bara,
COPD, yang dapat terjadi dalam rentangwaktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015).
2. Etiologi
Penyebab dari timbulnya penyakit Penyakit Paru Obstruksi Kronikberdasarkan
(Djojodibroto, 2016):
obstruksijalan napas kronik. Sejumlah zat iritan yang ada di dalam rokok
Merokokpada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan
mempengaruhipertumbuhan paru-parunya.
b) Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang palingkuat
sepedamotor di jalan raya pada dekade terakhir ini, saat ini telah
seluruh dunia. Padanegara dengan income rendah dimana sebagian besar rumah
dan kayu bakar, polusiindoor dari bahan sampah biomassa telah memberi
diakibatkan oleh zat nikotin ini membuat keadaan paru menjadi abnormal,yaitu
(degredasi)oleh enzim elastase juga banyak ditemukan pada makrofag dan leukosit
3. Manifestasi
Batuk
Mudah kelelahan
emfisemayaitu suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
a) Pink Puffer yaitu timbulnya dispneu tanpa disertai batuk dan produksi sputumyang
berarti. Biasanya dispneu pada antara usia 30 – 40 tahun dan semakinlama semakin
berat.
c) Bentuk dada barrel chest berupa kondisi letak dari diafragma lebih rendah
yangmemungkinkan jaringan paruh pulih, jalan napas dan parenkim paru tidak
terjadikarena inflamasi kronik akibat zat-zat beracun dan polusi yang terinhalasi
kedalam tubuh. Zat-zat berbahaya yang dmaksud dapat berupa asap roko,
berbahayapenyebab PPOK tersebut, faktor zat berbahaya berasal dari rokok yaitu
nikotinadalah faktor utama penyebab orang terkena PPOK. Zat nikotin yang
teriritasi.
(Djojodibroto,2016).
5. Phatway
6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Anamnesis
Pada pasien PPOK berat biasanya dapat ditemukan bunyi mengi dan
breathing biasamuncul pada pasien dengan PPOK sedang sampai berat. Tanda-
c) Pemeriksaan Penunjang
2) Radiologi
PPOK.
4) Computed
7. Komplikasi
a) Hipoksemia
antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan takipnea (Somantri, 2012).
mempengaruhi otot atau dinding dada, penurunan area pertukaran gas, atau
2013).
c) Infeksi Respiratori
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
d) Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru, harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat). Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi dengan emfisema berat juga dapat
e) Kardiak disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori.
f) Status Asmatikus
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berspons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan
dan disertai vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma (Somantri,
2012).
8. Penatalaksanaan
merokokadalah 5A :
berhentimerokok.
hari ke depan).
penggunaanfarmakoterapi.
2) Rehabilitasi PPOK
terdiri dari 3komponen yaitu: latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan.
3) Terapi Oksigen
4) Nutrisi
darah
b) Terapi Farmakologis
latihanfisik dan status kesehatan. Hingga saat ini, belum ada bukti uji
setiap golonganobat tergantung ketersediaan dan biaya, respons klinis, dan efek
pada pasien dengan PPOKberat dan sangat berat, tidak mudah diprediksi dari
(Kristiningrum, 2019).
b. Antikolinergik
2) Anti Inflamasi
2019).
b. Glucocorticoid oral
c. Phosphodiesterase-4 inhibitor
(Kristiningrum,2019).
7) Vasodilator.
1. Pengkajian
a. Identitas
Sebelumnya jenis kelamin PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki, tetapi karena
risiko yang lebih tinggi dari paparan polusi udara di dalam ruangan (misalnya
bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan pemanas) pada negara-negara
miskin, penyakit ini sekarang mempengaruhi laki-laki dan perempuan hampir sama
(Ismail et al., 2017). Kebanyakan penderita PPOK terjadi pada individu di atas usia
40 tahun (PDPI, 2011). Hal ini bisa dihubungkan bahwa penurunan fungsi respirasi
b. Keluhan Utama
Keluhan yang sering dikeluhkan oleh orang dengan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) adalah Sesak napas yang bertambah berat bila aktivitas, kadangkadang
disertai mengi, batuk kering atau dengan dahak yang produktif, rasa berat di dada
(PDPI, 2011).
mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif juga menyumbang
bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan
bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai
ekspetorasi selama beberapa hari ± 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit
dalam dua tahun berturut-turut dapat memicu terjadinya PPOK (Somantri, 2012).
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan,
riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja (PDPI, 2011). Dan
sinusitis, polip nasal, infeksi saluran nafas saat masa kanak-kanak dan penyakit
respirasi lainya. Riwayat eksaserbasi atau pernah dirawat di rumah sakit untuk
PPOK atau penyakit respirasi lainya. (Soeroto & Suryadinata, 2014). Riwayat
Pola fungsi kesehatan yang dapat dikaji pada pasien dengan PPOK menurut
b) Aktivitas / Istrahat
c) Sirkulasi
d) Intragitas Ego
e) Hygiene
f) Pernapasan
Gejala: Batuk menetap dengan atau tanpa produksi sputum selama minimum 3
bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul.
Tanda: pernapasan bisa cepat, penggunaan otot bantu pernapasan, bentuk dada
barel chest atau normo chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi,
perkusi hypersonan pada area paru, warna pucat dengan sianosis bibir dan
g) Keamanan
berulangnya infeksi.
h) Seksualitas
i) Interaksi Sosial
keluarga lain.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan PPOK menurut Wahid
a) Inspeksi.
penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang
tertangkap) atau bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan pernapasan
b) Palpasi.
c) Perkusi.
diafrgama menurun.
d) Auskultasi.
Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar
rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini.
ekspirasi.
yang serius.
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak nafsu
Kerena penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan,
Day Living).
h. Psikososial
2. Diagnosa Keperawatan
yang mungkin mulcul pada pasien dengan diagnosa penyakit paru obstruktif
(PPOK) adalah :
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
perfusi.
Pemantauan Respirasi
Observasi:
▪ Monitor pola nafas
▪ Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
▪ Monitor saturasi oksigen, monitor
nilai AGD
▪ Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
▪ Monitor produksi sputum
Terapeutik
▪ Atur Interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi ps
Edukasi
▪ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen (I.01026)
pertukaran gas keperawatan selama 3 x 24 Observasi
berhubungan jam diharapkan pertukaran Monitor kecepatan aliran
dengan gas pasien meningkat oksigen
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil : Monitor posisi alat terapi
ventilasi-perfusi. 1. PO2 membaik (80-100 oksigen
mmHg) Monitor aliran oksigen secara
2. PCO2 membaik (36-44 periodik dan pastikan fraksi
mmHg) yang diberikan cukup
3. Pola nafas membaik Monitor efektifitas terapi
4. Tidak ada sianosis oksigen (mis. oksimetri, analisa
5. Frekuensi nadi 60- 100 gas darah), jika perlu
x/menit Monitor kemampuan
6. Tidak ada bunyi nafas melepaskan oksigen ketika
tambahan makan
7. Tidak menggunakan Monitor tanda-tanda
otot bantu nafas hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan atelektasis
Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
Bersihkan sekret pada hidung,
mulut, dan trakea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
Gunakan pernagkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178)
aktivitas keperawatan selama 3 x Observasi:
berhubungan 24 jam diharapkan ▪ Identifikasi gangguan fungsi tubuh
dengan toleransi aktivitas pasien yang mengakibatkan kelelahan
ketidakseimbangan meningkat dengan kriteria ▪ Monitor pola dan jam tidur
antara suplai dan hasil : ▪ Monitor kelelahan fisik dan
kebutuhan oksigen 1. Keluhan lelah menurun emosional
dan dyspnea 2. Dispnea menurun Edukasi
▪ Anjurkan tirah baring
▪ Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
Terapeutik:
▪ Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
▪ Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
▪ Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
▪ Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan yang meliputi evaluasi proses
(formatif) dan evaluasi hasil (sumatif) dan mencakup penilaian hasil tindakan asuhan
keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan
Evaluasi somatif terdiri dari SOAP ( subjektif, objektif, analisis dan planing).
Subjek berisi respon yang diungkapkan oleh pasien dan objektif berisi respon
perencanaan masalah keperawatan dilihat dari kriteria hasil apakah teratasi, teratasi
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan tujuan
tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukan perubahan sesuai dengan
kriteria hasil yang telah ditentukan, tujuan tercapai sebagian apabilah pasien
menunjukan perubahan pada sebagian kriteria hasil yang telah ditetapkan dan tujuan
tidak tercapai jika pasien menunjukan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama
sekali.
DAFTAR PUSTAKA
A.Wisman, B., Mardhiyah, R. & Tenda, E.D., 2015. Pendekatan Diagnostik dan Tatalaksana
Penyakit Paru Obstruktif Kronik GOLD D: Sebuah Laporan Kasus. Ina J CHEST Crit
and Emerg Med , Vol. 2, No. 4, p.182.
Andayani, K. & Supriyadi, 2014. Pengaruh Pemberian Teknik Clapping dan Batuk Efektif
Terhadap Bersihan Jalan Nafas pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di
BP4 Kota Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Surya Medika, Volume 10. No.1.
Black, J.M. & Hawks, J.H., 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan, Edisi 8-Buku 3. Indonesia: Elsevier.
Faisal, A., 2017. Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Perubahan Derajat Sesak Napas Pada Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Di Poliklinik Paru Rsud Dr. H. Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin. Manuskrip.
Ismail, L., Sahrudin & Ibrahim, K., 2017. Analisis Faktor REsiko Kejadian Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOk) Di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun
2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.6.
Kusumawardani, N., Rahajeng, E., Mubasyiroh, R. & Suhardi, 2016. Hubungan Antara
Keterpajanan Asap Rokok Dan Riwayat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Di
Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 15 No 3.
LeMone, P., Burke, K.M. & Bauldoff, G., 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah, Ed. 5,
Vol. 4. Jakarta: EGC.
Muhamad, R. et al., 2018. The effect of Tualang honey on the quality of life of patients with
chronic obstruktive pulmonary disase: A randomized controlled trial. Journal of Taibah
University Medical Sciences, 13(1), pp.42-50.